Let's Thank To Destiny
Aku disini.
Duduk diatas sebuah kursi santai di dalam kamarku.
Memandangi landscape kota dimalam hari.
Kerlipan.
Meriah.
Dan tak, kesepian.
Jendela ini tetap terbuka, mengaharapkan sesuatu yang telah pergi untuk kembali.
Sesuatu yang telah hilang, pergi, lenyap, tak tersisa dan tak akan kembali.
Dan bodohnya, aku tetap berharap.
Untuk saat ini, hanya itu yang kupunya.
Sesuatu yang kucintai dengan seluruh hidupku.
Setiap tarikan dan helaan napasku, dipersembahkan untuk sesuatu itu.
Desiran darah, kukorbankan untuk itu.
Intinya..
Hidup dan matiku untuk itu.
Itu, itu
Dan itu.
Aku menengadah, sekarang menatap langit malam yang semarak dengan taburan cahaya kecil disetiap sudut.
Seakan memberi tahu betapa bahagianya mereka.
Mereka mengejekku.
Bintang.
Aku selalu mengikuti kelas astronomi dan setidaknya aku tahu apa saja rasi bintang dan nama benda-benda di dalamnya.
Namun, tidak pernah aku rasakan bintang seterang itu.
Itu..
Adalah,
Kau.
Bintang yang paling benderang, berkilauan juga menarik.
Kau..
Sudah berapa lama kita berpisah?
Kejadian dimana aku mendapatkanmu telah melepasku?
Dan aku yang tak bisa menggenggammu.
Pada dasarnya, kau membuangku.
Dengan semua senyuman dan kata cinta terakhirmu.
Aku tidak benci padamu
Aku hanya akan terus menyalahkan takdir.
Ia membuat hatimu berubah.
Membuatnya berpaling dari wajahku.
Takdir.
Merubahmu menjadi sesuatu.
Yang tak mungkin dapat kusentuh lagi.
Aku masih ingat, desiran pertama saat melihat senyummu.
Terbang?
Aku melayang.
Dengan ramahnya kau menawari minuman kepadaku disaat semua orang meludahiku.
Tanpa perasaan jijik, kau hapus air mataku yang sebenarnya telah mengering.
Kau menyentuhku.
Lembut sekali.
Hingga aku menyangka, kau adalah malaikat.
Malaikat?
Bahkan kau lebih dari itu.
Mengapa semuanya terasa indah,
Hanya saat itu?
Saat kau pergi dengan sejuta kata cintamu.
Saat kelopak yang selalu terlihat teduh itu menutup untuk selamanya.
Saat asaku tak dapat menjangkau anganmu yang terlepas.
Saat..
Hanya tangan ini yang menggenggam ragamu.
Hanya itu?
Hanya sampai disitu?
Aku selalu bilang
Aku juga sakit sepertimu, bahkan berkali-kali lipat.
Saat aku harus menyaksikan kau menangis.
Mencoba menahan debaranmu untuk tak melemah.
Selalu memegang keyakinan bahwa kau akan denganku selamanya.
Apa aku harus bertanya, kenapa ini terjadi padaku?
Tidak.
Tidak tahu diri.
Tentu saja tidak.
Aku menerima semua yang telah terjadi padaku.
Karena itu adalah permulaan hidupku yang kau masuki.
Dengan senyummu yang membuat letupan aneh pada dadaku.
Andai aku bisa.
Jantung ini punyamu.
Hati ini untukmu.
Kepala, mata, tangan.
Kau boleh memintanya jika mau.
Tapi apa?
Kau biarkan ragamu tergerus
Terkukut oleh rasa sakit.
Dan dengan tenangnya kau menyruhku tersenyum.
Kau gila!
Kau sakit!
Karena itu aku mencintaimu.
Aku pernah bilang
Aku juga sakit sepertimu.
Oleh karena itu
Saat ini
Pil obatmu tengah berada ditanganku.
Aku pernah bilang
Aku juga sakit
Jadi aku telan semua benda pahit yang selama ini kau konsumsi.
Aku masukkan sebanyak-banyaknya.
Supaya aku bisa sembuh sepertimu.
Aku terhempas.
Sakitnya tak seberapa
Aku melihatmu disana
Dengan sayap dan cahaya.
Tersenyum dan mengulurkan tangan padaku.
Jangan tanyakan apa reaksiku.
Tanpa kau mintapun
Aku akan menujumu.
Ketempat dimana tak ada kerlipan lampu kota
Yang ada hanya kerlingan damai darimu.
Malaikat?
Bahkan kau lebih dari itu.
