Pakaian yang basah oleh air hujan dan bau lumpur yang menjijikkan menjadi sesuatu yang khas untuknya kali ini. Namun hanya kali ini. Dia belum pernah semenjijikkan ini sebelumnya. Tidak hanya dirinya. Seorang temannya yang satu lagi juga mengalami hal yang sama. Keisengan untuk bermain lumpur di sawah milik orang sembari mengejar ikan yang berenang menjadi kesenangan sendiri untuk mereka.
"Usopp, aku mulai kedinginan," ujarnya sambil menggigil.
"Baiklah, baiklah. Kita pulang saja. Lihat penampilan kita. Aku merasa lebih hidup sekarang," ucap laki-laki yang dipanggil Usopp itu.
"Ossan. Kami pulang dulu ya." Dia berteriak pada kakek tua pemilik sawah yang sedang memegang cangkul.
"Ya. Hati-hati. Oh ya, Luffy. Kalau kau ingin bermain lagi, kau boleh datang kemari," seru si kakek.
"Ya. Tentu saja," sahut laki-laki yang dipanggil Luffy itu.
"Mungkin kita bisa sedikit membersihkan diri di sungai itu," ajak Usopp.
"Baiklah."
*
"Baru kali ini aku berjalan sejauh ini. Kita meninggalkan pusat kota tempat kita tinggal dan iseng bermain sampai ke pinggiran kota," Luffy menyengir.
"Tidak apa-apa 'kan. Sejujurnya aku lebih suka bermain di desa daripada di kota," ucap Usopp.
Mereka terus berjalan. Orang-orang melihat mereka berdua seperti gelandangan. Baju basah dan kotor. Dan berjalan kaki menyusuri jalan di tengah kota yang masih diguyur hujan. Beruntung karena tidak ada yang melemparkan uang recehan pada mereka berdua karena kasihan.
"Luffy, sepertinya kita sudah berlebihan. Sebaiknya kita membawa baju ganti jika ingin bermain di sana lagi," usul Usopp yang mulai risih dengan tatapan orang-orang pada mereka.
"Sudahlah. Berperilaku seperti orang desa sekali-sekali bukan masalah. Aku bosan jadi orang kota," bantah Luffy.
"Ya, terserah kau saja. Mungkin kita harus menghangatkan diri dengan sup asparagus buatan Sanji nanti."
Langkah Luffy tiba-tiba berhenti saat matanya menangkap pemandangan menarik untuknya.
"Ada apa?" tanya Usopp.
"Lihat itu. Dia sangat cantik," Luffy menunjuk gadis yang tidak jauh dari mereka.
"Sudahlah. Menyerah saja. Kau tidak akan bisa mendapatkannya," ujar Usopp setelah melihat gadis yang ditunjuk oleh Luffy.
"Eh? Memangnya kenapa?"
"Kau tidak tau ya? Dia itu adalah model tercantik sekota ini. Namanya Boa Hancock. Dia juga mengambil pekerjaan sampingan sebagai manajer di Kuja Restaurant," jelas Usopp.
Luffy memukul kepala Usopp geram. "Kalau itu aku juga tau. Maksudku gadis yang sedang memayunginya. Yang berambut oranye itu," jelasnya.
"Ohh, begitu. Kupikir kau tidak mengenal model itu," Usopp menyengir. "Tapi tunggu, kenapa kau malah tertarik pada pelayannya? Bukan dia?"
"Kau yakin itu pelayannya? Dia itu terlalu cantik sebagai pelayan."
"Kalau dia bukan pelayannya, seharusnya Hancock tidak menyuruhnya memayunginya."
"Aku ingin berkenalan," ucap Luffy penuh keberanian.
"Tu... Tunggu. Luffy..."
"Hai, boleh aku tau namamu?" tanya Luffy sambil menyengir.
"Iyu... Siapa gelandangan ini? Cepat pergi dari sini," seru Hancock jijik.
"Gelandangan?" gumam Usopp miris.
"Nami, cepat usir dia," perintah Hancock.
"Sokka. Jadi namamu Nami ya? Aku Luffy. Salam kenal," ucap Luffy sambil menyodorkan tangannya.
"A... Ya. Salam kenal," jawab Nami dan bermaksud menyalam Luffy, namun langsung ditepis oleh Hancock.
"Kau ingin menyentuh gelandangan itu sementara kau harus membawa barang-barangku nanti? Aku tidak mau terkena bakteri atau bahkan virus yang kemungkinan menempel di tangannya itu," bentak Hancock.
"Ma... Maaf Hancock-San. Aku yang salah," Nami membungkuk.
"Apa-apaan sikapnya itu? Begitukah sifat asli dari seorang model tercantik sekota ini?" batin Usopp geram.
"Maaf Luffy-San, tapi bisakah kalian pergi? Bukan bermaksud untuk mengusir, tapi..."
"Berikan saja mereka uang," usul Hancock kesal.
"Tidak apa-apa," Luffy tersenyum pada Nami. "Aku akan pergi. Senang bertemu denganmu." Luffy mengalihkan perhatiannya pada Hancock. "Maaf, model. Tapi aku tidak butuh sepeser pun darimu," ucapnya tegas, lalu pergi dari sana.
"Masih miskin saja sudah sombong. Bagaimana kalau sudah kaya nanti?" kesal Hancock.
"Seharusnya kau berkaca terlebih dahulu sebelum mengatai orang lain," batin Nami geram.
*
"Dia sangat menyebalkan. Hampir saja aku mendorongnya ke got," geram Usopp panas.
"Sudahlah. Lagipula itu tidak ada urusannya dengan kita. Sebaiknya kau lupakan saja," Luffy mencoba mencairkan suasana.
"Usopp, kira-kira menurutmu bagaimana? Nami cantik 'kan? Dia juga sangat baik dan manis," kagum Luffy.
"Hooohh... Sepertinya Luffy langsung jatuh cinta pada pandangan pertama," goda Usopp.
"Memangnya kenapa?"
"Bukan apa-apa. Hanya saja aku terkejut dengan sikapmu kali ini. Padahal setahuku seorang Luffy tidak pernah tertarik dengan yang namanya wanita," Usopp tertawa.
"Biarkan saja. Mungkin Nami berhasil membuka hatiku yang tertutup selama ini."
"Wow... Kau juga jadi dramatis begitu. Ada apa? Apa ini efek mengigil karena kehujanan?"
"Mungkin. Aku ingin Nami memelukku," cengir Luffy.
Usopp menepuk dahinya. Pikiran temannya yang satu ini benar-benar kacau dibuat oleh gadis tadi.
"Besok aku akan mulai mencaritahu tentangnya. Usopp, kau mau membantuku 'kan?"
"Kau serius?" kaget Usopp.
"Kenapa tidak?"
"Kau benar-benar..." Usopp menggantung kalimatnya. Luffy benar-benar serius ingin melakukannya. Memangnya apa yang istimewa dari gadis itu? "Mungkin kita butuh bantuan yang lain."
"Aku khawatir jika Sanji ikut."
Usopp menahan tawanya. Jika sudah berhubungan dengan wanita, sikap Sanji tidak perlu dipertanyakan lagi.
"Tapi yang lebih mengerti tentang wanita itu adalah Sanji. Tentu saja kita membutuhkannya."
"Tapi... Aku hanya tidak suka jika Sanji yang mendapatkan Nami nantinya. Aku tidak terima."
"Oi, oi. Memangnya kau sudah yakin kalau Nami akan menerimamu? Jangan asal memutuskan."
"Tapi aku sudah memutuskannya. Nami akan jadi kekasihku."
Usopp kembali menepuk dahinya. Orang yang satu ini benar-benar keras kepala tingkat dewa. Tidak peduli kau ingin mengatakan apapun. Saat dia sudah memutuskan sesuatu, dia pasti akan melakukannya, walaupun hal itu terkesan mustahil sekalipun.
"Baiklah, baiklah. Jadi kita mulai dari mana?" tanya Usopp akhirnya.
"Rumahnya, mungkin."
"Kalau begitu kita harus mengikutinya saat pulang. Tapi, pulang darimana? Sepertinya dia pelayan pribadi Hancock."
"Kalau begitu kita ke rumah Hancock."
"Sebaiknya kita merundingkan ini dengan yang lain. Berdiskusi denganmu hanya akan membuatku gila," ucap Usopp frustasi.
"Shishishi... Maaf."
*
To be continued•••
