New story

Rain and Tears

Hun-Han

Boys Love!

Angst, Romance/hurt, Family

Mature content

.

.

.

.

.

Maaf harus mengatakan ini padamu Lu, tapi putramu tidak akan bertahan lebih lama dari seharusnya.

Katakan berapa lama kemungkinannya

Maafkan aku

KATAKAN!

Tiga bulan dan tidak akan lebih dari enam bulan.

.

.

.

Saat itu, dunianya hancur, Luhan seperti dihempas jatuh ke dasar jurang yang dipenuhi batu karang, membuatnya hancur berkeping, hati dan jiwanya, dia banyak menangis hari itu, rasanya dia ingin memaki Tuhan karena begitu tega memberikan penyakit di tubuh kecil putranya, kenapa tidak dirinya saja,ah benar, harusnya dia saja, dia akan lebih kuat merasakan sakit yang sama dengan buah hatinya, sebagai seorang ibu Luhan memiliki harapan pada putranya, ingin melihat Haowen tumbuh sehat dan meraih mimpinya menjadi seorang pilot, dia ingin melihat putranya bahagia, tumbuh menjadi seorang pria tampan yang akan menikah dan tidak mengulang kenangan buruk seperti miliknya dan Sehun, sungguh, dia tidak menginginkan apapun kecuali kebahagiaan Haowen.

Namun kini satu-satunya harapannya yang dimiliki untuk melihat putra kecilnya tumbuh besar dan bahagia, sirna.

Adalah Oh Haowen, putra kecilnya yang baru berusia delapan tahun harus berjuang melawan radang selaput otak yang harus ditanggungnya seorang diri,penyakit jahat yang menyerang sistem saraf pusat otak serta sum-sum tulang belakangnya, yang mana kedua hal itu menjadi peran utama dalam penurunan kekebalan tubuh putranya yang kini sudah dalam tahap menghancurkan dan menggerogoti bagian vital malaikat kecilnya, kini Haowen harus berbaring di tempat tidur, menjalani segala kemoterapi dan pengobatan yang sudah dinyatakan dokter tidak akan membuatnya pulih, hanya bertahan dari rasa sakit.

Klik….!

"ha ha ha….Baiklah, aku akan segera datang lagi ke sekolah, aku juga rindu Kim saem, taeoya…"

Namun lihatlah bagaimana anaknya menyembunyikan segala rasa sakit dari perihnya alat yang menunjang hidupnya, dia sudah memakai slang oksigen di atas hidungnya lengkap dengan infus di tangan kirinya.

Tubuh kecil Haowen sudah kehilangan banyak berat badan, putranya juga tidak diperbolehkan banyak bergerak karena kondisinya yang mudah lelah,bahkan tertawa saja dia akan lelah, anak lelakinya kesakitan begitu banyak namun tak sekalipun senyum ceria itu luput dari wajah yang begitu menyerupai ayahnya.

"Sayang…."

Lalu mata kecil putranya menoleh, menatapnya sangat bahagia hingga membuatnya rela memutus sambungan dengan sahabat sejatinya, Kim Taeoh

"eoh, yasudah nanti aku hubungi lagi, Mamaku sudah datang."

Pip!

"Jadi ponsel siapa yang kau pinjam kali ini?"

Kebiasaan Haowen di pagi hari adalah meminjam ponsel seluruh staff yang mengenal kedua orang tuanya, ah kebetulan Luhan adalah dokter spesialis penyakit dalam sementara ayah Haowen, Oh Sehun adalah dokter spesialis bedah sekaligus pewaris dari Grup Oh Medical Corp yang secara kebetulan lagi adalah pemilik dan pendiri Seoul hospital.

Jadi wajar jika di rumah sakit bagi Haowen lebih menyenangkan daripada dirumahnya sendiri, karena sejujurnya jika dia menunggu dirumah, maka kesempatan untuk tidur dengan mamanya hanya tiga kali dalam seminggu, selebihnya dia akan tidur dengan sang ayah dan Haowen tidak suka tidur dengan ayahnya karena suara dengkuran sang ayah sangat mengganggunya di malam hari.

"hehe, paman Chanyeol!"

"Paman Chanyeol kesini?"

"Yap! Membawakan aku setumpuk mainan yang bisa aku buka saat aku pulang nanti."

"Tidak mau dibuka sekarang?"

"No ma, aku tidak bisa bermain sekarang, aku harus disuntik lagi, kan?"

Pada dasarnya Luhan selalu kehabisan kata-kata setiap kali Haowen bertanya tentang bagaimana dirinya akan diperlakukan di rumah sakit, bagaimana benda-benda tajam itu akan masuk dan keluar didalam tubuhnya.

Beruntung Luhan memiliki putra yang pengertian, jadi setiap kali dia menjelaskan "Hanya sedikit lagi, tahan ya rasa sakitnya?" Haowen dengan mudahnya mengangguk dan mengatakan "Jangan cemas Ma, itu hanya seperti digigit semut."

Dan Luhan yang menangis, dia memalingkan wajahnya sesaat membayangkan kalimat hanya digigit semut oleh putranya adalah kebohongan, bagaimana bisa jarum suntik berukuran 10 ml itu hanya seperti digigit semut, bahkan orang dewasa akan berteriak sakit jika mereka yang mengalaminya.

Lagipula bukan lengan tangan Haowen yang disuntik, mereka selalu melakukan pemeriksaan dengan menyuntikan jarum ke tulang sum-sum Haowen setiap harinya, memastikan bakteri yang sudah menggerogoti tulang sum-sum putranya tidak menjalar ke bagian organ vital yang lain seperti jantung dan paru-paru.

"Ma…."

"hmh?"

Luhan menaikkan dua bola matanya keatas, mencegah air matanya turun membasahi lalu menatap surai tampan Haowen yang semakin terlihat pucat dan lemas setiap harinya, kedua tangan mungilnya terangkat dan dengan lembut dia mengusap air mata ibunya yang ditahan dan berbekas air mata disana.

"Menangis saja, kalau ditahan Haowen akan merasa bersalah."

Dan benar saja Luhan tak kuasa lagi menahan perih tergores di hatinya, merasakan bagaimana tangan dingin putranya mengusap wajahnya adalah hal yang membuat Luhan kehilangan pertahanan diri, matanya terpejam, dia menggenggam tangan putranya di pipi lalu terisak sejadinya.

Dia dan Sehun adalah seorang dokter yang mengerahkan waktu dan tenaga untuk menyelamatkan banyak orang tapi terlambat mengetahui kondisi putra mereka sendiri, sangat terlambat, tepatnya dua minggu lalu adalah hal yang paling menampar keras wajah mereka saat tiba-tiba pengasuh Haowen mengatakan putranya demam tinggi namun mereka hanya sekedar memberi perintah "beri obat penurun demam." Setelah itu mereka larut dalam obsesi mereka sebagai dokter, bekerja tanpa mengingat bahwa ada malaikat kecil mereka menunggu dirumah, sedang kesakitan dan membutuhkan kehangatan, puncaknya adalah ketika seorang perawat berlari padanya dan mengatakan "Dokter Oh! Putra anda berada di ruang emergency."

Saat itu, saat dimana kakinya berjalan menuju ruang emergency adalah saat yang paling mengerikan untuk Luhan, dia melihat dengan kedua matanya sendiri sang anak sedang mengalami kejang dan sempat memasuki kondisi kritis hingga tak sadarkan diri selama tiga hari.

Itu adalah kali pertama mereka menyadari bahwa mereka orang tua yang egois, yang selalu mementingkan diri mereka sendiri, bukan tanpa alasan selama dua minggu terakhir Saat Haowen jatuh sakit mereka seperti terobsesi pada pekerjaan mereka sendiri, melakukan operasi terus menerus dan mengabaikan darah daging mereka.

Ya, selama delapan tahun bekerja di rumah sakit mereka terkenal sebagai keluaga yang harmonis, yang tidak pernah sedikitpun pulang terlambat, prioritas mereka adalah Haowen, setidaknya sampai dua minggu sebelum mereka mengetahui anak mereka sedang dalam kondisi kritis.

Sesuatu terjadi, mereka terus bertengkar tanpa tahu putra mereka sedang kesakitan, karena saat itu, tepatnya dua minggu yang lalu, saat kondisi Haowen mengalami drop adalah hari yang sama dengan hari dimana Sehun melayangkan surat perceraian pada Luhan.

Klik!

Pintu terbuka lagi, dan seperti biasa setiap pukul sebelas pagi Sehun dan dokter spesialis bedah pada anak, Park Chanyeol, akan memasuki ruangan Haowen diikuti beberapa dokter spesialis lainnya, seperti dokter Byun Baekhyun, spesialis anak dan kesehatan mental pada anak serta istri dari kepala rumah sakit yang tak lain adalah mertua Luhan, Yoon So Ha

"Paman CY!"

Sebenarnya Luhan terkejut karena kali yang pertama dipanggil Haowen bukanlah ayah atau neneknya, anak lelakinya itu justru memanggil Paman CY yang tak lain adalah sebutan untuk Chanyeol, hal itu membuat Luhan melirik pada ekspresi Sehun dan ibu mertuanya untuk mendengar percakapan seru antara Chanyeol dan Haowen terkait game terbaru yang diberikan paman favoritnya.

"Hey jagoan, bagaimana? Sudah berhasil menghubungi teman sekolahmu?"

Menyerahkan ponsel serta handsfree milik sang paman, Haowen mengangguk riang "eoh, gomawo paman sudah meminjamkannya untukku."

"Tidak masalah, segera hubungi perawat terdekat jika ingin meminjam ponsel lagi, ya?"

"Oke paman."

"Haowen…."

Merasa suara berat ayahnya memanggil, membuat anak lelaki delapan tahun itu menoleh, dia menatap ayahnya namun tatapan itu sangat berbeda dengan menatap Luhan, jika dengan ibunya Haowen penuh kelembutan dan rasa cinta, berbanding terbalik saat menatap ayahnya, tiba-tiba anak delapan tahun itu mengerutkan keningnya, itu adalah tatapan lelaki dewasa, tegas dengan rahang mengatup, seolah menantang ayahnya atau siapapun yang mencoba melukai hati ibunya.

"Ya, Pa?" dia membalas dingin, sedingin wajah ayahnya namun ditutupi dengan senyum seadanya karena melihat tatapan ibunya yang cemas "Apa ini sudah waktunya aku disuntik lagi?"

Sehun kemudian melunak, dia menarik dalam nafasnya dan duduk di tepi tempat tidur putra tunggalnya "eoh, Papa, Baekie dan Paman CY yang akan melakukannya hari ini, kau siap?"

Tak lama beberapa perawat senior yang biasa menemani Haowen datang dengan membawa nampan berisi jarum suntik dan tabung untuk menampung darahnya, nanar matanya menunjukkan ketakutan tapi anak lelaki itu adalah seorang pemberani yang tidak ingin melihat ibunya cemas berujung terisak menangisi kondisinya "Baiklah, aku siap."

Haowen entah mengapa sudah terbiasa dengan semua alat mengerikan itu tapi tak pernah terbiasa melihat tatapan senndu ibunya setiap semua alat itu dipersiapkan untuknya, jadilah tangan mungilnya sekali lagi menggenggam tangan ibunya hingga membuat Luhan menoleh merasa hangat dihatinya.

"Ya nak?"

"Ini sudah waktunya Ma, cepat pergi."

"Tapi mama ingin menemanimu nak."

"Mama akan menangis lagi aku yakin, cepat pergi dan datang sekitar jam makan siang, aku ingin bibimbap buatan Kyungie."

"Tapi nak-….."

Luhan memalingkan wajah saat Sehun menatapnya, ini tatapan peringatan untuk tidak membuat mood Haowen hilang dan membuat kondisinya lebih buruk, jadi dia hanya bisa menggigit kencang bibirnya untuk mencium surai Haowen dan berbisik "Nanti mama akan bawakan bibimbap buatan Kyungie."

"Taeoh juga, bawa dia bermain kesini ma."

"baiklah…"

Setelahnya, dengan hati pedih terluka, Luhan dengan berat hati berjalan meninggalkan kamar isolasi anaknya, dia menepuk Baekhyun dan berpesan "Titip anakku." Sebelum beralih pada Chanyeol yang selalu memberi perhatian lebih padanya "Tenang saja, dia jagoan hebat."

"ara…."

"Nah Oh Haowen bagaimana perasaanmu hari ini?"

Luhan bisa mendengar suara Baekhyun bertanya riang, dibalas jawaban tak kalah riang dari Haowen yang berteriak "AKU BAIK BAEKIEYAAA…" hingga membuat Luhan tertawa menyadari cinta pertama anaknya akan selalu Baekhyun dan Luhan sedikit iri melihatnya.

"Nak, kau yakin ingin mama pergi?"

"eoh…."

Haowen sendiri mulai dibius dan samar dia bisa melihat sang nenek mengikuti Luhan keluar untuk bergumam "Jangan sakiti mamaku lagi."

.

.

.

.

.

.

.

.

"LUHAN!"

"…"

Dan tepat seperti apa yang dikhawatirkan Haowen, belum beberapa langkah dirinya keluar dari kamar putra kecilnya suara itu terdengar membentaknya, sudah seperti ini sejak setahun yang lalu saat tiba-tiba ibu mertuanya turut campur di kehidupan rumah tangganya bersama Sehun.

"LUHAN!"

Dan Luhan juga selalu berusaha mengabaikan ibu mertuanya, dirinya akan kerap bertengkar hebat dengan wanita yang sudah membencinya sejak delapan tahun lalu karena pernikahannya dengan Sehun.

Wanita paruh baya itu selalu menyalahkan Luhan mengatasnamakan kehamilan Haowen saat itu, membuat Sehun tidak memiliki kesempatan untuk mewarisi perusahaan keluarga Oh yang bergerak dibidang perhotelan dan pariwisata, oleh sebab itu wanita tua didepannya sangat terobsesi dengan rumah sakit ini, bersumpah agar Sehun memiliki satu kekayaan keluarga dari ayah suaminya setelah kekayaan yang lebih besar jatuh pada putra tunggal adik iparnya yang tak lain adalah sepupu Sehun, Park Chanyeol.

Itulah sebab ibu Sehun sangat membencinya, ditambah suasana yang semakin tegang beberapa hari lalu saat Chanyeol bergabung makan malam dengan keluarga Oh dan mengatakan dengan tegas akan menikahinya setelah dirinya dan Sehun resmi bercerai nanti.

Semua terdengar gila dan membuat kepalanya sakit, sangat, lalu wanita dibelakangnya mulai bersikap keras dengan mencengkram lengannya serta berteriak "APA KAU TULI, HAH?!" sontak semua yang mendengar menoleh, paling banyak adalah perawat dan dokter residen hingga membuat Luhan perlahan melepas tangan ibu mertuanya seraya bergumam "ada apa, eomoni?"

"tsk! Setelah aku membuatmu malu baru kau menjawab! Kau memang benar tidak tahu diri Luhan!"

"Jika ingin berteriak dan memaki diriku, lakukan lain kali, hatiku sedang kacau dan bisa melakukan hal diluar kesadaranku jika terus dibentak, sampai nanti." Katanya membungkuk, kembali beranjak pergi lalu dengan kejinya sang ibu mertua berteriak "APA KAU SUDAH MENANDATANGANI SURAT PERCERAIAN DENGAN PUTRAKU?"

TAP!

Kaki Luhan berhenti melangkah setiap diingatkan akan selembar kertas yang dikirimkan Sehun dari pengadilan, dia sudah cukup bersabar pada suaminya dan kini harus menghadapi ibu yang mewarisi sifat curiga pada suaminya, jadilah tangan Luhan terkepal, menoleh sejenak untuk menjawab ibu mertuanya dengan tenang

"Aku tidak akan menandatangani surat itu sampai kapan pun, tidak, selama anakku masih membutuhkan ayahnya."

"KAU-…."

"Dokter Oh!"

Suara panggilan lain ditujukan untuk Luhan, membuatnya menoleh sementara ibu mertuanya kembali memasang wajah elegan seolah tak ingin kerut di wajahnya terlihat di depan pegawai yang bekerja di rumah sakit milik ayah dari suaminya.

"Ada apa perawat Kim?"

"Operasi Tuan Han Joong Ho akan dilakukan pukul sebelas siang, anda bisa melakukannya?"

"Kemana dokter Kim pergi?"

"Beliau sedang melakukan operasi darurat dan diperkirakan memakan waktu hingga sepuluh jam."

"Baiklah, aku yang akan masuk."

"nde! Terimakasih dokter Oh."

Tak lama perawat yang memakai seragam biru khusus ruang operasi itu berlari menyiapkan prosedur operasi yang dilakukan, meninggalkan Luhan dan ibu mertuanya lagi hingga membuat Luhan terpaksa membungkuk untuk menegaskan satu hal

"Jika putramu ingin bercerai-….. Benar-benar ingin bercerai dariku, katakan padanya untuk menandatangani surat perceraian kami lebih dulu, jangan memaksaku hidup dengan penyesalan nantinya, dia yang memulai jadi dia yang harus menderita, bukan aku."

Ditegaskan lagi bahwa dirinya benar-benar kelelahan, pikiran dan tenaganya, dia tidak ingin memikirkan apapun kecuali Haowen, jadi saat dirinya dipaksa berpisah dengan lelaki yang sudah menjadi sandarannya selama delapan tahun, Luhan menolak, menolak dengan tegas karena dia tidak melakukan kesalahan seperti yang dituduhkan Sehun dua minggu yang lalu.

KAU BERSELINGKUH DARIKU DAN MENGENCANI SEPUPUKU SENDIRI, CHANYEOL!

Setiap mengingat tuduhan itu Luhan begitu marah pada Sehun, bagaimana dia meragukan kesetiaan dan cintanya selama delapan tahun hanya karena ibunya memberikan selembar foto yang dibuat seolah mereka berada di dalam kamar hotel tanpa satu helai pakaian, kenapa suaminya tidak mendengarkan dulu dan membiarkan api cemburu membakar hangsu dadanya.

Luhan tak bisa mengatakan apapun pada Sehun kala itu, posisinya terdesak dan Chanyeol tidak membantu karena untuknya, pertengkaran dengan Sehun adalah kesempatan agar mereka bisa bersama, hal itu sempat membuat Luhan geram pada seniornya di kampus saat mereka bersekolah dulu, berniat untuk membenci Chanyeol namun rasa bencinya sirna saat tulus hati Chanyeol pada Haowen meluluhkan hatinya

"Aku permisi."

"Aku akan terus mendesakmu menandatangani surat perceraian itu! KAU DENGAR LUHAN?"

Luhan mengabaikannya, itu seperti lebih baik membiarkan ibu mertuanya berteriak dan mempermalukan dirinya sendiri daripada dia harus melayani kalimat kasar sang ibu mertua yang akan berujung membekas luka di hatinya.

"LUHAAAN!"

.

.

.

.

.

.

.

.

Klik….!

Setelah sekiranya menghabiskan waktu hampir enam jam di ruang operasi, Luhan akhirnya menyelesaikan tugasnya dan kembali ke kamar Haowen, hal pertama yang ditemukan adalah pemandangan manis dimana Sehun ikut berbaring ditempat tidur putra mereka, memeluk tubuh lemah Haowen dengan kasih sayang tersirat di wajahnya.

Hal itu membuat Luhan tersenyum rindu, jika diingat kembali Sehun sudah angkat kaki dari rumah mereka sekitar satu bulan lalu, yang mana hal itu disadari putra mereka namun tak pernah sekalipun Haowen bertanya "Dimana papa?" atau "Kenapa papa tidak memberiku ciuman selamat malam?"

Anak itu benar-benar tumbuh menjadi seorang pria dewasa didepan Luhan, tidak pernah menunjukkan rasa kecewa, marah, sakit, dan sedih didepannya, hanya senyum, dan itu terkadang justru menyakiti perasaan Luhan sebagai seorang ibu yang membiarkan putranya menanggung semua seorang diri dan tak memiliki tempat untuk berbagi.

"Kau sudah datang?"

Lalu langkah kakinya membangunkan Sehun, Luhan hanya bergumam "hmm…" sebagai jawaban seraya meletakkan selimut hangat favorit Haowen di atas meja "Pulanglah, aku akan menjaganya sekarang."

Sehun perlahan memindahkan tubuh mungil Haowen ke sisi yang lebih nyaman, dia pun bergegas bangun dari tempat tidur sementara Luhan meletakkan beberapa pakaian dan mainan Haowen ditempat yang disediakan Sehun untuk putra mereka.

"Kau sempat pulang kerumah?" tanyanya, dan Luhan menggeleng sebagai jawaban "Aku tidak sempat, jadwal operasiku menjadi padat secara tiba-tiba."

"Lalu darimana barang-barang itu datang?"

"Chanyeol membawakannya untukku."

"ah, kekasihmu ya?"

Sejujurnya ini yang dihindari Luhan selama beberapa bulan terakhir, mereka akan bertengkar setiap nama Chanyeol disebutkan, entah Sehun berteriak atau menyindirnya seperti saat ini Luhan sudah sangat terbiasa hingga berakhir hanya menarik dalam nafasnya "Terserahmu ingin berkata apa."

"KAU-…."

Sontak jawaban Luhan membuat Sehun dibakar api cemburu, yang diinginkan Sehun hanya jawaban seperti dia bukan kekasihku, atau kami tidak memiliki hubungan apapun, bukan terlihat tenang sementara keutuhan keluarga mereka sedang dipertaruhkan saat ini.

"Apa kau sudah terbiasa saat aku menyebutnya kekasihmu?"

Luhan menahan sakit saat tangan Sehun mencengkramnya kuat, membiarkan lelaki yang masih berstatus sebagai suaminya itu melakukan apapun dan tak berniat membela diri, sungguh, seluruh tenaga dan pikiran Luhan hanya untuk putranya yang kini tertidur lelap, dia sudah tidak mempedulikan apapun termasuk sikap arogan Sehun padanya.

"Jika itu membuatmu senang, aku akan menjawab ya, lagipula aku mulai terbiasa dengan semuanya, dengan kemarahan tidak beralasan yang kau miliki untuk Chanyeol, dengan kehadiran Chanyeol untuk anakku, karena disaat Haowen membutuhkan seseorang untuk menemaninya bermain Chanyeol berada untuk menemani, bukan ayahnya!"

"Luhan!"

"Pa…."

Sehun nyaris berteriak jika suara lirih terdengar disela pertengkaran mereka, keduanya menoleh dan berharap itu bukan milik Haowen namun sial, itu memang milik putra mereka, yang kini membuka mata karena terganggu dengan suara tinggi kedua orang tuanya.

Yang sedang menatap sendu kepada ayah dan ibunya, namun tak bisa menggerakan tubuh karena memang terapi siang tadi membuat gerakannya terbatas bahkan hanya untuk sekedar mengangkat tangan.

Jadilah putra kecilnya yang baru berusia delapan tahun itu menatap sang ayah cukup tegas, terasa dingin dipenuhi luka di matanya untuk mengatakan "Cukup, Jangan sakiti mama lagi."

"Nak…."

Buru-buru Luhan berlari menghampiri Haowen, memeluknya erat disertai rasa sesal dan cemas di hatinya, seharusnya dia tidak terpancing akan ucapan Sehun, membiarkannya berbicara apapun tanpa harus menjawab dan membuatnya marah.

"Tidak apa sayang, papa tidak menyakiti mama, kami baik-baik saja nak." Luhan berusaha menenangkan Haowen yang selalu berada disana, di tengah-tengah pertengkarannya dengan Sehun, selalu mendengarkan dan itu membuatnya marah jika ibunya terus disalahkan entah itu oleh neneknya, bibinya atau yang lebih buruk, ayahnya.

"Aku benci papa."

.

.

.

.

.

.


tobecontinued

.


.

.

.

Kebiasaan gue kalo bosen nulis satu cerita pasti buat cerita baru, gak tau ini untung apa rugi yang jelas gue lagi pengen buat cerita cekat-cekit lagi, kkk~

.

Seeyou

.

enjoyed!