Summary: ketika cintamu Tak berbalas...
Disclaimer: hp bukan punya Saya, jkr
One shot. FemHarry/Draco Malfoy.
Background: no Voldemort. Harry adalah anak yatim piatu, seeker Quidditch gryffindor. Draco adalah penguasa Slytherin, populer, Dan chaser.
Harria Potter tak ingat sejak kapan dia jatuh cinta pada Draco Malfoy.
Dia ingat bertemu dengan Draco saat bertanding Quidditch pertama Kali, saat kelas 2. Tapi itu bukan Kali pertama mereka bertemu jelas, karena mereka sekelas sejak kelas 1. Harry ingat saat Draco menubruknya dari belakang, berharap dia jatuh dari sapu nya. Persaingan Quidditch yang biasa antara Gryffindor dan Slytherin.
Harry ingat saat kelas 3, Malfoy memantrainya di koridor, kesal luar biasa karena Harry sekali lagi bisa menangkap snitch. Harry membalas kutukannya. Dan mereka berdua mendapat detensi.
Harry ingat saat kelas 4, menatap Draco berdansa bergantian dengan cewek-cewek Slytherin, nyengir kecil pada mereka, menyihir mereka dengan pesonanya. Dan Harry ingat betapa dia berharap menjadi Satu di antara gadis-gadis itu. Berharap Draco mendekapnya, Dan mungkin memberinya ciuman...
Harry ingat, saat kelas 5, dia menjajari Draco yang sedang berjalan ke lapangan Quidditch dengan sapu di pundak. Cowok itu meliriknya.
"What Potter?" Geramnya.
"Bisa Kita bicara sebentar?" Tanya harry, memberi Draco senyum berlesung pipinya.
Draco mendengus. "Aku sibuk."
"Oh ayolah Malfoy, Lima menit?"
Draco berhenti berjalan, menatap Harry dengan sebelah alis terangkat. "Apa maumu?"
Harry menggigit bibirnya, menarik napas panjang, merasakan wajahnya memerah. "Well, kau tahu minggu depan Ada kunjungan Hogsmead?" Tanyanya akhirnya. Draco mengangguk pendek. "Well, Ayo pergi bareng."
Mata Draco membelalak. "Apa kau mengajakku kencan Potter?"
Harry meringis. "Yup."
Draco mendengus. "Oh my God," dia terbahak. "Kau?"
Harry mengernyit dalam. "Memangnya kenapa kalau aku mengajakmu kencan?"
Draco masih menatapnya tak percaya. "Pertama, kau Gryffindor. Kedua, kau Gryffindor. Ketiga, kau Gryffindor!"
Harry tertawa. "Itulah kenapa aku maju duluan. Aku gadis pemberani."
Draco menggeleng. "Masalahnya, aku tak yakin menyukai model begitu. Aku suka cewek yang punya harga diri tinggi."
Harry cemberut. "Aku punya harga diri tinggi!"
"Kalau iya, harusnya kau menunggu cowok yang mengajakmu!"
Harry mendesah. "Apa Ada kemungkinan kau Akan mengajakku kencan duluan?"
Draco terkekeh. "Tidak Ada sih."
Harry menatapnya sebal. "Jadi kau mau atau tidak?"
Draco menatap cewek itu lama. "Tidak. Kau Tak Akan Bertahan. Percayalah, aku bukan tipemu," katanya akhirnya.
Harry mengernyit. "Bagaimana bisa kau tahu kalau kau bukan tipeku?"
Draco mendengus. "Aku bukan pacar idaman. Aku tidak berminat pada hubungan serius, Dan jujur saja, yang aku inginkan dari seorang cewek hanya seks."
Harry tergagap. "Kau menjijikan!"
"Aku tahu," tawa Draco. "Jadi, apapun yang kau khayalkan tentang aku, semua hanyalah angan kosong. Kecuali kau mau menjadi pacar yang selalu siap menghangatkan tempat tidurku..."
Harry terdiam.
Draco mengibaskan tangannya. "Kencan saja dengan sesama Gryffindor. Atau Hufflepuff. Ravenclaw... Jujur saja, mereka bahkan lebih biadab dari Slytherin..."
"Aku mau."
"What?"
"Aku mau. Syarat apapun yang kau berikan, aku mau," kata Harry penuh tekad.
Draco menatapnya heran. "Really Potter?"
Harry nyengir kecil. "Aku yakin bisa membuatmu jatuh cinta padaku," katanya riang.
Draco mendengus. "Oh Merlin, kau sungguh berdelusi..."
Harry mengangkat bahu. "Aku tahu kau tak mungkin sedingin itu jauh di dalam lubuk hatimu."
Draco hanya menatapnya seolah dia sudah gila.
"Jadi...kau mau mencobanya?"
Draco masih menatapnya penuh kalkulasi, lalu, "Well, oke. Kita lihat bagaimana akhirnya." Dia menggeleng-geleng, lalu berjalan pergi.
Harry bagai terbang melayang saat kembali ke menara Gryffindor.
-dhdhdhdh-
Harry ingat bagaimana kencan pertamanya dengan Draco berjalan.
Harry menunggu di aula depan dengan penuh semangat, dengan sweater Dan rok terbaiknya, dengan senyum terlebarnya. Draco menghampirinya, menatap kaki jenjangnya lama, lalu baru mengajaknya pergi. Harry Tak bisa berhenti tersenyum saat mereka berjalan beriringan ke kereta tanpa kuda. Draco tidak banyak bicara. Harry tahu dia bukan model cowok cerewet, jadi dia maklum.
Mereka langsung ke three Broomstik, memesan makan siang Dan butterbeer.
Dan Draco bahkan Tak berpura-pura tertarik pada kencan ini.
Dia hanya diam dan makan. Harry menarik napas, melirik meja yang berisi anak-anak Gryffindor begitu meriah dengan tawa. Harry menggigit bibir.
"Em..."
Draco menatapnya. "Hm?"
"Jadi," Harry berusaha mencari topik pembicaraan. "Apa tim Quidditch favoritmu?"
"Tornados."
"Really?" Dengus Harry. "Kau sungguh tipikal."
Draco nyengir. "Aku suka tornados sejak umur 2 tahun Potter."
Harry menggeleng. "Tak lebih baik dari Puddlemer, tapi."
Draco mengangkat bahu. "Kita lihat saja."
"Kau tahu, Kita bisa nonton bareng musim panas nanti," kata Harry penuh semangat.
Draco hanya terkekeh, tidak menjawab.
Harry mengernyit. Tampaknya cowok ini bertekad membuat kencan ini semembosankan mungkin. Tapi Harry sudah menyukai Draco hampir 2 tahun, Dan dia Akan berjuang.
"Kau anak satu-satunya ya?"
"Yup."
"Apa warna favoritmu?"
"Hijau."
"Apa subyek kesukaanmu?"
"Transfig."
Harry mengangkat sebelah alisnya. "Wow."
Draco hanya nyengir kecil.
"Apa kau Tak ingin bertanya apapun soal aku?"
Draco menatapnya, lalu mendekatkan kepalanya. Harry mengikuti, mendekatkan kepalanya. Draco berbisik, "Apa kau masih perawan?"
"Astaga!" Tukas Harry, wajahnya merah padam, membuat Draco tertawa.
"Itu satu-satunya Hal yang aku ingin tahu soalmu," kata Draco, mengangkat bahu.
Harry cemberut. "Right. Terimakasih karena sudah memberitahuku bahwa Tak Ada yang menarik dari diriku selain tubuhku."
Draco tidak menjawab, meneguk habis butterbeernya. "Kau sudah selesai?"
Harry melirik makanannya yang masih setengah piring, tapi hanya mengangguk saat melihat Draco melirik jam nya.
"Ayo kembali ke kastil."
Harry mengerjap. "Tapi Kita baru sejam di sini!"
Draco mendesah. "Oke. Aku Akan kembali sendirian. Kau duduk saja dengan teman-temanmu," katanya simpel, mengambil mantelnya, memakainya, meninggalkan sekoin galleon di mejanya.
Harry tergagap. "Tidak. Aku ikut denganmu." Dia buru-buru mengikuti Draco yang sudah berjalan keluar.
Mereka berjalan ke kastil dalam diam. Draco memasukan tangannya dalam kantongnya, jelas tidak berminat bergandengan tangan.
Saat sudah masuk ke aula depan, betapa kagetnya Harry saat Draco mendorongnya ke tembok dan menciumnya. Penuh nafsu. Harry merasakan tubuhnya menghangat, melingkarkan tangannya ke leher Draco, memperdalam ciuman mereka.
Draco terengah saat melepaskan ciumannya, matanya berkabut, "wow, kau jago Potter," gumamnya, bibirnya turun ke leher Harry. Harry terkikik. Draco melepaskan diri, menggandeng tangan Harry, mengajaknya masuk ke lemari penyimpanan sapu yang kosong. Tanpa banyak kata, dia langsung mencium Harry lagi Dan lagi Dan lagi...
Dan Harry merasakan tangan Draco mulai merambat ke punggungnya, dia bergidik, jantungnya berdegup kencang. Dia bisa merasakan cengiran Draco di lehernya, Dan gairah Draco di balik celananya. Harry tersentak mundur saat Draco menyentuh bagian dadanya. Draco tampak agak kaget, mengernyit.
"What Potter? Kau sudah bilang kalau kau mau Kan?" Ketusnya, mengusap rambutnya ke belakang.
"Em," Harry panik, menatap sekeliling."aku... Aku hanya berpikir bahwa setidaknya, akan ada kasur. Kau tahu aku Tak sepengalaman iitu untuk melakukannya sambil berdiri..."
Draco mendesah. "Oh baiklah. Ikut aku." Dan tanpa kata lagi, dia keluar dari ruangan itu, berjalan cepat ke arah basement. Harry berjalan cepat menyusulnya. Mereka masuk ke asrama Slytherin. Harry merasakan wajahnya merah padam saat hampir semua Mata memandang mereka berjalan ke kamar Draco, sangat jelas Akan melakukan apa.
Draco membuka pintu kamarnya lebar, menatap Harry penuh ekspektasi. Harry berusaha meyakinkan dirinya. Ini yang dia mau. Ini yang dia inginkan.
Draco Malfoy, untuk dirinya sendiri.
Dan bukankah impian semua cewek untuk memberikan keperawanannya pada pria yang mereka cintai?
Harry menguatkan hatinya.
Menarik napas panjang.
Dan memberikan senyumnya pada Draco. Menurut saat cowok itu melepaskan pakaiannya, membimbingnya ke tempat tidurnya.
Tubuhnya sakit semua, tapi dia tahu bahwa Draco memperlakukannya dengan baik. Dia tidak terburu-buru, Dan akhirnya berhasil membuat Harry rileks.
Dan seperti itulah, Harry akhirnya melakukannya dengan Draco Malfoy, cowok impiannya.
Harry Tak mencapai orgasme, tapi Draco berjanji Kali kedua Akan lebih baik, saat Harry Tak ketakutan setengah mati seperti tadi.
Draco terengah di sebelahnya. Harry memeluknya erat, berharap draco balas memeluknya. Tapi tidak.
Cowok itu nyengir lebar, bangkit dari kasur, Dan masuk ke kamar Mandi. Lima menit kemudian, dia keluar dengan rambut basah, lalu memakai jubahnya.
Harry mengernyit. "Kau mau pergi?"
"Yup."
"Kemana?"
"Ke ruang rekreasi."
Harry membuka mulutnya untuk protes, tapi Draco sudah lebih dulu keluar kamar, bahkan tanpa melirik Harry sama sekali.
Harry menatap langit-langit kamar itu, berusaha menyingkirkan segala pikiran buruk.
Dia merasa Kotor.
Harry menggeleng. Draco memang belum menyukainya kan? Bukankah misi Harry untuk membuat cowok itu suka padanya?
Tapi tetap saja, hatinya berdenyut bagai di sengat...
-dhdhdhdh-
Harry ingat pertama kalinya duduk di meja slytherin.
Esok harinya setelah kencan pertama mereka. Harry mengecup pipi Draco, Dan duduk di sampingnya.
"Pagi," sapanya riang.
Semua anak Slytherin berhenti makan, melongo menatapnya. Draco juga mengerjap kaget.
"Apa yang kau lakukan disini?" Desisnya.
Harry mengangkat bahu, mengambil piring Dan mengisinya dengan pancake. "Sarapan dengan pacarku?"
Draco tampak sangat tertegun, tapi lalu mendesah panjang Dan kembali makan. Harry nyengir padanya.
"Kau pacaran dengan Potter?" Tanya Blaise Zabini dengan nada menuduh.
"Memangnya kenapa kalau kami pacaran?" Tantang Harry.
Theo Nott tertawa Tak yakin. "Kau Kan Gryffindor," katanya simpel.
"Tak Ada larangan bagi Gryffindor dan Slytherin untuk berkencan kan?" Kata Harry, mengunyah pancakenya.
Cowok-cowok itu bertukar pandang. Lalu Zabini mendengus. "Kau tak Akan tahan."
"Bagaimana kalau Kita taruhan?" Miles bletchley mengusap kedua tangannya penuh semangat.
Harry cemberut. "Bisa-bisanya kalian bicara begitu tentang teman kalian sendiri..."
Semua cowok itu terkekeh, Dan mulai memasang taruhan. Yang Paling lama adalah sebulan.
Harry menatap Draco sebal. "Kau Tak kesal melihat mereka pasang taruhan begini?"
Draco mendengus. "Don't care," katanya cuek, sambil membaca daily prophetnya.
Harry hanya bisa mendesah.
-dhdhdhdh-
Harry ingat bahwa hanya dalam sebulan, dia sudah berteman dengan selurug Slytherin.
Bukan jenis pertemanan sejati jelas, tapi dia sudah merasa cocok dengan para ular yang rupanya sangat seru.
Setiap pagi dia selalu sarapan di meja Slytherin. Dia berharap Draco Akan join dengannya di meja Gryffindor saat makan malam, tapi cowok itu menolak tegas. Harry memakluminya. Mungkin nanti saat mereka sudah lebih nyaman dengan hubungan inI, baru Draco mau mengenal teman-temannya.
Harry selalu datang ke ruang rekreasi Slytherin setiap akhir pekan, atau kapanpun Draco ingin melakukan seks. Harry mulai bisa menikmati hubungan itu, Dan kadang menanti-nantinya.
Saat di ruang rekreasi, Harry hanya Akan duduk di sebelah Draco, sementara cowok itu ngobrol dengan teman-temannya. Benar-benar hanya duduk, karena Draco Tak suka gandengan tangan, berpelukan, manja-manjaan, atau melakukan apapun di depan umum. Satu-satunya saat intim mereka hanya saat seks.
Harry mencoba memaklumi ini. Kebanyakan cowok Akan risih kan jika ceweknya menempel terus? Harry bersyukur Draco masih mengizinkannya duduk di sebelahnya, nimbrung dengan teman-temannya.
Harry akan berjuang terus, sampai Draco luluh...
-dhdhdhdh-
Bulan ketiga, mereka harus berpisah saat libur musim panas.
Harry mengirim Surat hampir tiap Hari pada Draco, yang cowok itu balas seminggu sekali dengan singkat padat Dan menyebalkan. Harry berusaha menyingkirkan segala rasa kecewa saat membuka Surat dari Draco yang hanya berisi.
Aku baik-baik saja Potter. Really? Kau tak perlu kirim Surat tiap Hari. Ibuku curiga aku punya stalker.
Setelah itu, Harry mengirim Surat seminggu sekali, yang kadang tidak di balas oleh Draco. Entah apa yang cowok itu lakukan selama liburan.
Saat masuk tahun ajaran baru, Harry berusaha meredam emosinya. Draco duduk santai dengan teman Satu Tim Quidditch nya, Dan Harry rasanya ingin sekali tidak mengacuhkan cowok itu. Tapi Harry tahu bahwa Draco Akan menganggap sikap Tak acuh Harry sebagai alasan untuk putus dan berpindah ke cewek lain.
Dan Harry tahu dirinya Akan sangat menyesal jika itu sampai terjadi.
Bukankah dia sudah berjanji pada dirinya sendiri akan berjuang?
Jadi Harry menarik napas, menghempaskan seluruh harga dirinya, lalu memasuki kompartemen cowok itu.
"Hai guys," sapanya riang, menunduk untuk mengecup pipi Draco. Cowok itu nyengir kecil.
"Hei you," dia melompat bangkit, mendorong pundak Harry pelan untuk keluar kompartemen. Teman-temannya bersorak dan bersiul. Draco hanya tertawa, menutup pintu kompartemen, lalu membawa Harry ke kompartemen kosong untuk, tentu saja, melakukan seks hebat.
Dia terengah saat sudah selesai, tapi seperti biasa tidak merasa perlu tinggal lama. Dia bahkan tak merasa perlu menunggu Harry selesai memakai bajunya.
Harry memeluk tubuhnya, menatap keluar jendela, merasakan air Matanya tumpah.
Tapi dia Akan tetap berjuang.
Demi Draco Malfoy, apapun...
-dhdhdhdh-
Dia ingat bahwa teman-temannya, Tak pernah menyukai Draco.
"Merlin, kayak dia yang punya dunia saja," gumam Ron jika mereka sedang membahas soal Slytherin.
Harry meringis, tidak berkomentar.
"Kau berhak dapat yang lebih baik Harry," desah Hermione, menggeleng.
Harry hanya tertawa.
Seluruh Gryffindor membenci Draco Malfoy sejak dulu. Dan Draco tak pernah sekalipun beramah tamah pada mereka, walaupun sudah lebih dari setengah tahun berkencan dengan Harry. Tak pernah merasa perlu melakukan itu.
-dhdhdhdh-
Dia ingat, bahkan teman-teman Draco tak suka pada sikap cowok itu padanya.
Harry masuk ke ruang rekreasi Slytherin, berniat mengerjakan pr dengan Draco.
"Potter!" Pansy Parkinson memanggil. Harry menghampiri rombongan anak kelas 6, rupanya sedang main gobstones. "Draco sedang Ada urusan dengan Snape. Ayo main."
Jadi dia ikut main gobstones dengan seluruh anak kelas 6 Slytherin, tertawa-tawa, saling berteriak, Dan merasa menjadi bagian dari mereka.
"Oh liat, kau kalah lagi!" Seru Harry pada Malcolm baddock yang tampak sangat syok.
"Aku tak percaya!"
"Cowok, mereka hanya sekumpulan orang bodoh," desah Daphne Greengrass bijak, di susul tawa semua cewek.
Para cowok protes, Dan terjadi perang mulut sengit, membuat Harry tertawa terbahak-bahak sampai harus berpegangan pada Blaise agar Tak jatuh.
Harry baru bisa mengendalikan tawanya, saat melihat pacarnya masuk ke ruang rekreasi.
"Hei Draco!" Panggilnya riang. Draco hanya meliriknya, wajahnya ditekuk, Dan tanpa kata terus berjalan lurus menuju kamarnya. Harry mendesah, mengambil tas nya, bangkit, lalu seperti biasa menatap wajah-wajah canggung yang balas menatapnya. Blaise Zabini tampak agak marah, tangannya terkepal, menatap keluar jendela di sebelahnya.
"Well," kata Harry, berusaha tersenyum. "Aku duluan. Tracey, aku mau diajarin trik mengepang besok selesai Ramuan?"
Tracey Davies tersenyum kecil, mengangguk. Harry nyengir padanya, melambai pada semua, lalu berjalan ke kamar Draco.
Draco sedang melepas jubahnya, melemparkannya asal ke meja belajar.
"Hei Ada apa?" Tanya harry ragu, menutup pintu kamar itu.
Draco hanya mengangkat bahu, yang tidak mengagetkan Harry. Take Ada satupun informasi pribadi yang pernah Harry dengar dari cowok itu.
Harry menggigit bibirnya, menahan dirinya, karena Draco hanya Akan Makin marah jika Harry mendesaknya di saat mood nya sedang sangat buruk begini.
Jadi Harry menawarkan satu-satunya hal yang bisa membuat Draco tersenyum padanya. Tubuhnya.
-dhdhdhdh-
"Apa yang membuatmu menyukai Draco?"
Harry mendongak, Blaise sedang duduk di sebelahnya, mengerjakan pr dengannya di perpus. Blaise sangat jago Ramuan, Dan kadang membantu Harry.
"Hmm, pertanyaan sulit," jawab Harry, membuat Blaise mendengus.
"Dia bajingan, kau tahu," katanya, menatap Harry tajam.
Harry hanya tertawa. "Yeah, aku tahu persis soal itu."
"Kenapa kau masih Bertahan?" Kata Blaise lagi. "Kau berhak mendapat yang lebih baik."
Harry mendesah panjang. "It just... Aku menyukainya sejak kelas 3..."
"Sebelum kau tahu bahwa dia memperlakukanmu bagai budak."
"Dia tidak begitu!" Protes Harry.
Blaise mendengus. "Mau sampai kapan kau berdelusi Potter?"
Harry mengernyit dalam. "Tidak. Aku tahu aku Akan bisa membuatnya luluh."
Blaise menatapnya lama. Lalu sekali lagi dia berkata, " kau berhak mendapat yang jauh lebih baik dari dia, Harry Potter."
Harry tersenyum hampa.
-dhdhdhdh-
Delapan bulan berkencan, Harry merasakan sedikit progress.
Draco mungkin sudah terbiasa dengan kehadirannya, jadi cowok itu tidak cemberut lagi tiap Kali Harry mampir ke asramanya.
Harry duduk di sebelahnya, mengeluarkan PR ramuannya. Draco hanya diam, melanjutkan menulis pr Pertahanan. Harry mengecup pipinya, berharap cowok itu menoleh Dan memberinya senyum. Tapi seperti biasa, Harry harus menelan kecewanya.
Draco mengeluarkan tongkatnya, mencoba expecto patronum, tapi tentu saja gagal total. Harry bertopang dagu menatapnya.
"Hmm, gerakan tongkatmu salah, Babe. Coba lebih Naik ke atas," katanya.
Draco memutar bola matanya, tapi tidak mengacuhkan Saran Harry. Harry mendesah, menoleh ke arah lain, melihat Blaise Dan Pansy menatap jijik Draco. Harry berusaha tak berjengit.
"Hei Blaise, bisa kau cek pr ramuanku?" Tanya cewek itu, berusaha mengalihkan perhatian mereka.
Pansy masih memelototi Draco, yang sama sekali Tak sadar, tapi Blaise meraih PR yang Harry sodorkan padanya.
"Pansy, kau ngga mau sekalian? Mumpung Blaise sedang teacher mode on loh," kata Harry lagi. Pansy memberinya tatapan sebal, tapi menurutinya Dan menyerahkan PR nya pada Blaise.
" Kau bisa melakukannya?" Tanya Blaise, saat sudah selesai mengoreksi Dan melihat Draco masih berkeras berlatih patronus.
"Hm? Patronus? Yeah, lumayan," kata harry, memasukan pr Ramuan ke tas nya, mengeluarkan PR pertahanannya.
"Sungguh?" Pansy bersemangat. "Coba tunjukan."
Harry melirik Draco. Hm, mungkin Draco akan kagum dan mengakui kemampuannya kalau melihatnya bisa melakukan patronus?
"Well, oke." Harry mengeluarkan. Tongkatnya, fokus. "Expecto patronum."
Dan rusa jantan besar keluar dari tongkatnya, berlari cepat mengelilingi ruang rekreasi Slytherin. Semua anak berhenti melakukan kegiatan mereka untuk menatap patronus Harry, beberapa bertepuk tangan kagum.
"Wow," gumam Blaise, membuat Harry nyengir lebar. Dia menoleh menatap Draco, yang tongkatnya sudah dia turunkan, mengernyit dalam menatap patronus itu. Cowok itu mendengus, lalu membereskan barang-berangnya, Dan Naik ke kamarnya tanpa kata.
Harry tergagap. Dimana lagi salahnya? Harry bangkit untuk menyusulnya, tapi Pansy Dan Blaise dengan kompak menarik tangannya.
"Biarkan saja dia," tandas Pansy. "Dasar cowok Tak tahu di untung. Ayo ajari aku Dan Blaise melakukan patronus."
Harry menggigit bibirnya. "Well, aku hanya Akan mengecek..."
"Potter, kalau kau begini terus, dia Akan Makin merasa di atas angin," kata Blaise kesal. "Biarkan dia ngambek sendiri."
Harry mendesah pasrah.
-dhdhdhdh-
Liburan natal datang.
"Kau pulang?" Tanya harry pada Draco saat mereka selesai Mandi bareng pagi itu. Draco mengeringkan rambutnya, mengangguk.
"Yeah."
"Kau tak ingin mengundangku ke rumahmu?" Goda Harry, tahu bahwa Draco Akan menolak, tapi Tak bisa menahan dirinya.
Draco mendengus. "Dan? Orangtuaku akan membunuhku kalau tahu aku pacaran dengan cewek sepertimu."
Ciiiit.
Hati Harry bagai di sayat mendengar kata itu. Dia berusaha tertawa, tapi yang keluar hanya desahan napas. Harry berpura-pura mengancingkan bajunya, berharap air matanya tidak tumpah di sini.
"Right," jawab Harry asal.
Draco terkekeh. "Mereka jelas Tak tahu betapa luar biasanya kau di tempat tidur," katanya dengan nada ringan.
Tentu saja, pikir Harry. Apa lagi yang Harry bisa tawarkan pada Draco Malfoy yang sempurna selain tubuhnya?
-hdhdhhdh-
Draco memberinya hadiah natal.
Harry menatap setumpuk jubah di depannya. Dan beberapa pakaian muggle. Dia mengernyit dalam, membaca kartu ucapan.
Ganti semua pakaian lusuhmu dengan ini. Aku tahu persis semua ukuranmu, tenang saja.
Selamat natal.
Draco.
Harry hanya diam, menatap tumpukan pakaian barunya tanpa Ada sedikitpun rasa senang di hatinya.
Yang Ada hanya perasaan hampa,
Ganti semua pakaian lusuhmu..
Senang akhirnya bisa mengetahui kalau Draco selalu menganggapnya lusuh.
Harry merasakan air matanya tumpah. Dia terisak, berharap dirinya Tak pernah jatuh cinta pada Draco Malfoy.
-dhdhddh-
Masuk semester baru, mereka mendapat partner di kelas Transfigurasi.
Partner Harry adalah Theo Nott. Dan partner Draco adalah Lisa Turpin, cewek sangat cantik dari Ravenclaw. Harry mengernyit saat melihat Lisa duduk di sebelah Draco, memberi cowok itu senyum menggoda. Draco hanya nyengir malas.
"Hei Potter, fokus," kata Theo, mengikuti arah pandang Harry. "Biarkan saja mereka. Draco tak Akan berani merayu Cewek di depan matamu."
Harry menatapnya tajam. "Dan apa maksudnya itu?"
Theo mendesah. "Kau tak Akan melihat apapun yang mencurigakan. Draco tidak sebodoh itu."
Harry mengatupkan rahangnya. "Jadi dia Akan merayu cewek kalau aku Tak sedang melihat?"
Theo memgangkat bahu. "Entahlah. Kau harus mencari tahu sendiri kan?"
Harry mengernyit dalam.
-dhdhdd-
"Draco," Harry bergelayut manja di tangan Draco. "Yuk terbang bareng. Kita kan kan jam kosong sampai sore..."
Draco menggeleng. "Tak bisa. Sudah janjian dengan Turpin di perpus."
"Oh. Oke."
-dhdhdhdh-
"Hei, mau jalan-jalan di dekat danau? Kita bisa bawa piknik dari dapur."
"Sori. Sudah janjian dengan Turpin. Transfig."
''oh. Oke."
-dhdhdhd-
"Draco, please Bantu aku mengerjakan pr Transfig?"
Draco menggeleng. "Nah. Tanya Blaise. Aku mau menyelesaikan proyek Transfig Hari ini."
Harry memutar bola matanya. "Kau ini kenapa sih? Setiap Hari bertemu Turpin terus."
Draco mengernyit. "Aku mengerjakan proyek tahu. Yang harusnya juga kau kerjakan dengan Theo."
Harry tertawa hampa. "Yeah, Dan aku percaya?"
"Apa maksudmu?" Draco berhenti berjalan, menatap kesal Harry.
"Aku punya Mata Draco. Aku melihat bagaimana kau Tak bisa berhenti menatapnya," tandas harry.
Draco mendengus. "Dia memang cantik kan? Wajar kalau aku sedikit menatapnya."
Harry tergagap, Tak menyangka bahwa Draco Akan mengakuinya begitu saja.
"Dengar, aku tak tahu darimana asal kecemburuanmu ini, tapi aku harus buru-buru oke? Aku Akan mengecek PR mu nanti malam, hm?" Kata Draco, lalu melanjutkan berjalan pergi.
Harry masih terdiam lama di tempatnya.
Lalu dia menguatkan dirinya, berjalan ke perpus. Dia mencari Draco, Dan menemukan cowok itu sedang duduk membaca buku dengan Lisa Turpin. Lisa mengatakan sesuatu yang membuat Draco tertawa. Draco tampak bersemangat menunjukan sesuatu di bukunya, Dan mereka tertawa berdua.
Harry menyandarkan tubuhnya ke rak. Menutup matanya.
Lelah.
Lelah.
Lelah.
Dia menarik napas, berjalan keluar perpus. Terus berjalan sampai keluar kastil, menuju danau, menuju semak-semak sepi di pinggirannya. Dia duduk di bawah pohon, menatap hampa danau di depannya.
Lelah.
Lelah.
Lelah.
Dia lelah mengejar cinta Tak berbalas ini.
11 bulan, Dan dia bahkan Tak bisa membuat Draco tertawa bersemangat seperti apa yang berhasil Lisa turpin lakukan tadi.
11 bulan, sia-sia.
11 bulan hanya menjadi pemuas nafsu Draco saja, hanya menjadi budaknya.
Tanpa sekalipun Draco memperlakukannya seperti seharusnya seorang pacar.
Harry menenggelamkan kepalanya ke lututnya, menangis terisak.
Menangis lagi Dan lagi Dan lagi karena cintanya Tak berbalas.
Karena akhirnya sadar cintanya Tak Akan pernah terbalas.
Karena Draco memang tak pernah menganggapnya lebih dari sekedar seks.
Dan Harry lelah.
Draco lah pemenangnya.
Harry Tak tahu berapa lama dia hanya diam menatap danau,saat mendengar seseorang duduk di sebelahnya. Blaise.
Harry bahkan Tak punya energi untuk menyembunyikan tangisnya.
Blaise Tak berkata apapun, hanya duduk di sebelah Harry. Mereka menatap matahari terbenam, Dan Blaise menyihir penerangan dari daun kecil di dekat mereka.
"Draco adalah cinta pertamaku," kata Harry akhirnya. "Dia hanya... Dia berbeda. Dia... Entahlah. Keren? Jago Quidditch? Pintar? Aku bahkan Tak ingat lagi Apa yang membuatku suka padanya."
Blaise mendesah panjang, tapi Tak berkomentar.
"Aku merasa sangat lelah," kata Harry pelan. "Semua orang tahu Draco hanya main-main denganku. Aku tahu Draco Tak pernah serious sejak awal. Tapi... Rasanya masih sangat menyakitkan..."
Dia menarik napas, berusaha mengendalikan tangisnya yang tercekat.
Blaise memeluknya, membiarkan Harry menangis terisak di dadanya.
-dhdhdhdh-
Harry memutuskan bahwa dia tak perlu berkata apapun pada draco.
Menatap cowok itu membuatnya marah, jadi dia memutuskan untuk menarik dirinya tanpa kata. Dia tahu Draco Tak Akan mencarinya. Tak pernah sekalipun selama sebelas bulan mereka berkencan, Draco mencari Harry. Tidak saat Harry Tak muncul 2 Hari di kelas karena sakit. Tidak saat Harry sedang marah Dan mendiamkannya selama 3 Hari. Selalu Harry yang menghampirinya, yang mengalah duluan.
Jadi Harry merasa, sudahlah. Tak perlu berpura-pura lagi.
Harry masuk aula besar tanpa melirik meja Slytherin.
Dia duduk bersama Gryffindor yang memberinya tatapan bertanya, tapi tidak mengatakan apapun.
Dia tidak duduk dengan Draco di kelas bersama mereka, tapi Draco masih tampak tidak peduli.
Harry bertanya pada dirinya sendiri. Kenapa dia pernah tergila-gila pada manusia dingin ini?
Seminggu berlalu, Dan semua orang mulai bicara bahwa Draco Malfoy Dan Harry Potter akhirnya putus.
Harry hanya mengangguk Dan tersenyum jika Ada yang bertanya padanya.
Bahkan orang lain lebih peduli pada hubungan mereka di banding Draco sendiri kan?
Di Hari ke sepuluh, Harry kaget saat melihat Draco berdiri menunggunya di depan ruang ganti Quidditch nya. Rambut harry basah selesai Mandi, Dan Harry bersyukur dia memakai sweaternya yang lama. Semua pemberian Draco sudah dia singkirkan dari kamarnya.
Draco menatapnya tajam. "Kau ini kenapa sih? Aku menunggumu semalaman waktu itu kau tahu, saat kau memintaku membantu pr transfigmu!"
Harry mengangkat bahu, tidak menatapnya.
Draco mengernyit dalam. "Kemana saja kau?"
Harry mendengus. "Dan butuh sepuluh Hari untukmu untuk sadar bahwa aku tidak Ada kan?"
"Apa maksudmu..."
"Kita pacaran hampir setahun, Dan lihat dirimu, bahkan tak bertanya-tanya dimana aku selama sepuluh Hari aku tak mengacuhkanmu," kata Harry datar. "Tampaknya kau memang tak butuh aku sama sekali kan?"
Draco mengernyit. "Kau ini bicara apa sih?"
"Aku berusaha, berharap, setidaknya kau Akan mencariku. Tapi kini semua jelas. Kini aku yakin," Harry menarik napas, menatap Draco dingin. "Aku menyerah."
Draco mendengus. "Sudah jangan ngomong yang aneh-aneh. Aku sibuk latihan Quidditch tahu..." Katanya cepat.
Harry mengangkat bahu. "Dulu kau bilang aku Tak Akan Bertahan kan? Ternyata kau benar... Sebelas bulan beesamamu, Dan bahkan Tak Ada satupun kenangan indah yang bisa kuingat," dis mendengus. "Aku sungguh menyedihkan. Mengejar cowok yang bahkan Tak punya perasaan apapun padaku."
Draco terdiam, dia menatap Harry aneh.
"Well, kau menang," Harry tersenyum Kaku. "Aku tak Akan mengganggumu lagi sekarang. Kau bisa pacaran dengan cewek lain yang lebih baik dariku. Darah murni. Tidak lusuh." Dia berbalik, bersiap pergi, tapi Draco meraih tangannya.
"Kau memutuskanku secara sepihak?" Tukasnya, marah.
Harry tertawa dingin. "Kenapa? Takut tak Ada cewek lain yang siap sedia melayani nafsu tempat tidurmu?" Tandasnya.
Draco menatapnya seolah tak percaya. "Really Potter? Kau pikir aku Bertahan sebelas bulan denganmu hanya karena seks?"
Harry agak kaget mendengar ini, tapi berusaha menguasai dirinya. "Kau memperlakukanku bagai sampah, Malfoy. Kau meniduriku, lalu mencampakanku di kasurmu. Selalu. Tak pernah Ada pelukan. Tak Tak pernah Ada ciuman yang Tak berujung pada seks. Tak pernah Ada duduk mengobrol tentang masalahmu, tentang hidupmu. Jadi apa yang kau harapkan kupikirkan?" Tukasnya.
Draco terdiam.
"Kau bahkan tak pernah menggandeng tanganku. Selalu menyembunyikan tanganmu di kantongmu. Tak pernah Ada kecupan di pipi darimu," lanjut Harry. "Tak pernah Ada usaha mengenal teman-temanku. Menyembunyikanku dari orangtuamu."
Draco mendesah. "Kita bisa bicarakan..."
"Kurasa tidak," tandas harry. "Seperti kau kau bilang, 11 bulan Dan Tak Ada kemajuan apapun kan? Bahkan sudah Tak Ada rasa suka yang tersisa di hatiku. Selamat, kau berhasil membuatku membencimu." Harry merasakan matanya berair. Dia tak sudi menangis di depan pria ini, jadi dia menghentakkan tangannya, lalu berjalan pergi.
Meninggalkan cinta dalam hidupnya...
Meninggalkan Draco Malfoy...
-tamat-
Sad ending x)
Review?
