Tali dan Sepatu
Summary: Chuuya yang marah soal sepatu dan sikap cuek Dazai membuat segalanya mendadak rumit.
Disclaimer: Asagiri Kafka
Warning: OOC, typo, gagal fluff (?), dll.
Author tidak mengambil keuntungan apapun dari fanfic ini dan semata-mata untuk kesenangan pribadi.
Day 1: Missing
Sekali itu saja, Dazai Osamu ingin Nakahara Chuuya berhenti marah soal sepatunya.
Mereka dalam perjalanan pulang di tengah senja yang mendatangkan riuh rendah camar untuk mengisi sela-sela awan. Meskipun Chuuya berjalan di samping Dazai yang sengaja merapatkan diri, cewek judes itu akan menjauh bahkan sekalian menabrak tembok saat kehabisan ruang. Maka, Dazai terpaksa mengalah daripada tubuh mungil teman seangkatannya itu memar–Nyonya Nakahara bisa marah jika tahu.
"Maaf karena Chuuya terpaksa menggunakan pitanya. Kamu tidak perlu memaksakan diri." Nasihat tersebut diabaikan oleh yang bersangkutan. Mempercepat langkah seakan bilang 'pikirkan saja dirimu sendiri'.
"Bagaimana kalau pitanya kulepas? Chuuya mau pakai bukan?"
"Terus kalau dilepas gimana lo jalan?" tanyanya ketus menunjuk sepasang pita merah jambu yang dijadikan pengganti tali sepatu. Dazai tersenyum enteng menanggapi.
"Aku bisa nyeker."
"Terakhir lo nyeker, mereka tebar paku di sekitar jalan ini. Gue enggak setuju lo bahayain diri sendiri lagi."
"Lalu kenapa Chuuya marah?"
"Pikirin aja sendiri, dasar idiot perban!"
Sebelum tiba di jalan ini dan bertengkar, ketiga preman di sekolah mereka menghilangkan tali sepatu Dazai entah kemana. Pemuda yang dipanggil 'idiot perban' itu menjadi korban bully semenjak ia membalas pemalakan sebulan lalu. Ketika Nakajima Atsushi–seorang teman sekelasnya tengah mentraktir dia, mereka dipalak oleh tiga preman yang merupakan kakak kelas. Bukan menyerahkan uang, Dazai justru memberi kecoak membikin mereka heboh sendiri.
Esok harinya di jam istirahat pertama, mereka ditertawakan seisi sekolah karena takut sama kecoak mainan–Dazai sendiri yang memberitahu lewat klub radio sekolah. Jadilah dendam kesumat ini berlanjut dan semakin parah.
"Apa lo enggak marah sama mereka?"
"Marah-marah terus entar cepet tua, lho~ Nanti wajah Chuuya keriput kayak nenek-nenek." Ia berhenti melangkah begitupun Dazai. Sepasang laut miliknya mendelik kepada netra kecokelatan yang tetap penuh kejenakaan.
"CANDAAN LO ENGGAK LUCU IDIOT! Padahal lo yang dibully, tapi malah gue yang marah-marah enggak jelas."
"Tapi Chuu, aku enggak merasa dibully."
Saking marahnya Chuuya kelepasan dan menarik kerah baju Dazai. Mereka yang semula digosipkan 'sepasang kekasih' kini dijauhi tanpa mau tahu apa pun lagi.
"Otak lo konslet emang! Atsushi sendiri yang cerita ke gue kalo temen-temen sekelas lo pada coret-coret meja lo. Buku lo bahkan ada yang dibakar dan mereka taruh bunga di meja lo. Kurang ajar banget asli!"
"Bunganya udah kuganti dengan bunga matahari. Biar ingat sama Chuuya terus." Tarikan dilepas kasar. Meski yang satu ini serius dibandingkan sebelumnya, tetap saja dia kesal dan belum terima.
"Enggak adil banget ... gue pengen marah berhari-hari sama lo sekali aja. Biar lo merasa 'tertampar' dan berhenti masa bodoh." Karena nyatanya, bagaimanapun Dazai bertindak selalu ada maaf yang Chuuya siapkan jauh-jauh waktu. Rasa miliknya akan hadir lagi menenangkan segala amarah.
"Seenggaknya, lo jangan masa bodoh sama sepatu yang mereka hilangkan tiga minggu lalu. Itu pemberian almarhumah ibu lo kan? Gue tau dari Atsushi."
Atensi yang dicurahkannya Dazai balas dengan elusan lembut di kepala. Tertawa memandangi cemberutnya yang sejurus kemudian, pipinya dia cubit penuh kegemasan. Cewek judes itu sempat berontak namun memilih diam ketika dipeluk. Menikmati kehangatan yang entah bagaimana, seakan menjadi miliknya seorang.
Chuuya adalah malaikatnya, Dazai tahu itu. Hanya dia yang mau menangis untuk sepasang sepatu usang. Merasa bersalah karena gagal menyelamatkan barang milik seseorang yang tiga minggu lalu belum dikenalnya. Berkorban dengan berani dan utuh membuat rasa menjadi bersajak cinta kala malam menaungi mereka, ketika air mata si gadis berjatuhan.
"Bagiku, sepatu yang mereka hilangkan adalah penghubung antara aku sama Chuuya. Ibu enggak akan marah karena tiga minggu lalu, aku ketemu sama pangeran cantik yang baik hati."
"Bukannya kebalik?"
"Emang siapa yang menyelamatkanku terus-menerus dari tiga minggu lalu? Cuma Chuuya yang mau jadi pangeran buat Cinderella."
"Pffttt ... pangeran apanya? Dan kalo lo emang Cinderella, seharusnya sepatu lama lo gue temuin dan pakein ke lo. Tapi ini malah ilang kagak jelas."
"Chuuya tetep pangeran yang memasangkan Cinderella sepatu berkat pita darimu. Jadi, jangan sedih lagi." Puas mengelus, Dazai pun mengacak-acak rambutnya dengan senyum yang lebih lebar. Idiot perban itu bahkan menarik kedua ujung bibir Chuuya agar pangerannya ceria lagi.
"Tapi buat sekarang, boleh tuker peran sebentar?"
"Lo mau pasangin gue sepatu atau gimana?" Pandangan herannya tidak menggoyahkan Dazai untuk memberi kejutan. Ia mengeluarkan pita merah dan menyuruh Chuuya memperlihatkan pergelangan tangan entah ingin apa.
"Meski bukan Cinderella yang dipasangkan sepatu, buatku Chuuya tetap princess. Malah kalo bisa, kamu enggak perlu jadi Cinderella atau yang lain."
"Kenapa emangnya?"
"Princess kayak mereka banyak diidolakan orang-orang. Aku maunya Chuuya cuma disukai olehku seorang."
Pita merah itu sempurna mengikat tangan mereka. Kini, suka atau benci Chuuya tidak bisa mendahului dan menjauh dari Dazai. Betul-betul melangkah bersama tanpa jarak yang berarti untuk memisahkan.
"Jadi maksud lo apa?"
"Anggap aja aku mengikatmu dengan benang merah. Ini lebih dari sepatu yang tiga minggu lalu menghubungkan kita."
Waktu yang sengaja melupakan batas dan diri begitu mereka cintai dengan malu-malu. Meski senja di pipi sang gadis memekarkan kembang jingga terlalu cepat, seseorang tetap mengasihi bahkan mengecup keindahan itu untuk kian memesonakannya. Membuat Dazai larut dalam peluk yang ia ciptakan sendiri untuk melindungi adiwarna itu.
Mengecup bibirnya agar pipi yang kiri cemburu. Terus yang kanan jadi kesal dan ia cium lagi biar adil. Hanya senja di wajah Chuuya yang diizinkan tahu, langit di atas tidak boleh supaya perang ketiga tetap khayal.
Tamat.
A/N: Aku tau event ini abis baca fic judul "A Good Opportunity" yang maaf, aku lupa sapa nama authornya (tapi ceritanya bagus, suer, aku senyum2 sendiri pas baca dan itu terngiang ceritanya). Dan tema2 ini ada di tumblr semua ternyata wkwkw, kayak DazAtsu week yang dimulai Senin besok.
Jujur sih, aku ga tau apa bisa bikin semua tema-nya dan publish bulan Februari. tapi ya aku usahain aja. kalo berhasil berarti aku sehari update sekali ampe tema abis wkwkw. Thx buat yang udah review, fav/follow, mohon kritik saran ugha biar bisa berkembang makin baik buat ke depannya.
