Mata binatang bertubuh penuh rambut tersebut berkilat kerlip merah darah, seolah-olah segenap amarah tergumpal di sana. Sembari menggeram, makhluk berukuran dua kali lipat dari jenis kucing besar pada umumnya itu mengambil ancang-ancang. Kedua kaki depan ia lebarkan sedikit, diikuti kaki belakang, sebelum menundukkan badan ke tanah. Di depannya, sang target yang menjadi mangsa mempersiapkan diri.
Seorang pemuda, tanpa membawa apapun yang bisa disebut sebagai senjata, menghela napas panjang tanpa mengalihkan pandangan pada lawan tanding tak lazim tersebut. Pakaian hampir serba putih melekat di tubuh berukuran sedang. Kedua telapak tangan yang terkepal, terselubungi oleh sepasang sarung tangan menyatu dengan armguard di kedua lengan, teracung kedepan melengkapi celah kuda-kuda pertahanan.
Selebihnya tak ada lagi perlengkapan lain. Seseorang mungkin akan menertawai atau meneriaki dengan sebutan idiot dan semacamnya dengan nada khawatir. Yah, mungkin, tapi hal seperti itu tidak akan terjadi di sini.
Di sini, di sebuah daratan bernama Midgard yang terbagi menjadi puluhan petak area, terusan bawah tanah dan beberapa kota, adalah sebuah tampilan dari sebuah VRMMO yang dikembangkan dari pendahulunya. Mengambil setting di dunia di mana manusia menjalani pertempuran dengan bermacam monster dan eksistensi berlatar mitologi nordik. RO atau kepanjangan dari Ragnarok Online, kini telah menjelma menjadi salah satu game yang mewujudkan mimpi para pemain di dalamnya.
Memantapkan kuda-kuda, pemuda itu menggeser sedikit kaki kanan yang dijejakkan beberapa tapak ke depan, sementara merendahkan pinggul dengan menekuk lutut kaki kiri yang menjadi tumpuan badan sedikit ke belakang.
Untuk jeda beberapa detik berikutnya, keduanya hanya saling beradu pandang. Mencermati sehalus apapun sandi-sandi tubuh yang bisa diterjemahkan di antara ketegangan hening dan hembusan angin yang berlalu-lalang.
Hingga akhirnya binatang mengerikan tersebut berinisiatif mengambil langkah terlebih dulu.
Keempat kaki yang memang terdesain untuk berlari, bergerak dinamis, mendorong tubuh berukuran besar melesat hanya dalam sepersekian detik. Memangkas jarak di antara mereka dalam sekejab mata, -di tambah deretan gigi di mulut yang menganga siap mengoyak calon korbannya,- makhluk itu menjelma menjadi bentuk ancaman yang tak bisa dipandang rendah.
Namun…
Sebuah gerakan mengecoh membuat serangan makhluk serupa kucing besar itu telak terhindari. Sisa-sisa daya dorong yang melesatkan tubuhnya menggores tanah membentuk ukiran jejak sepuluh garis berderet lima-lima akibat ketajaman kukunya ketika dia berupaya berputar haluan, yang mana pada saat itu tak pelak meletakkannya pada posisi paling kurang menguntungkan.
Kesempatan dalam kurun sesempit itu tak mungkin pemuda itu lewatkan begitu saja. Sebelum makhluk itu kembali menyempurnakan keseimbangan dan berpaling arah, sebuah tumit telah mendarat terlebih dahulu di bawah pangkal rahangnya. Terimbuh oleh daya kelajuan baru dari letak yang berbeda, tubuh makhluk itu pun terpelanting, berputar-putar di udara, melayang semakin jauh dari titik dia berpijak semula. Proses itu baru usai setelah dia menghantam sebuah bongkahan batu dan menimbulkan suara bentur yang mengguntur.
Tanpa ampun sebersit pun, pemuda itu kembali melesatkan serangan susulan untuk menyambutnya. Lawan yang terkulai oleh serangkaian luka akibat paduan teknik bertarung serta pemanfaatan objek medan laga yang berujung fatal, menemui ajalnya setelah pemuda itu melompat salto tinggi di udara, memutar pinggulnya untuk menitik-beratkan inertia pada ujung tumit, dan menghantamkan bagian paling solid dari ujung kaki itu tepat ke deretan tulang-tulang iga.
"Pyar!"
Gema efek suara dari data-data tiga dimensi yang berhamburan menjadi debris-debris polygon terdengar nyaring bagai denting lonceng di telinga. Digit-digit angka dalam balutan gelembung biru bergerigi melayang-layang sejenak di atas bangkai makhluk itu sebelumnya berada, lenyap perlahan-lahan tak bersisa.
"Te-terima kasih!"
Ucap gugup seorang gadis dalam balutan pakaian dua setel cukup menggoda. Ia memiliki warna rambut teal aqua yang sewarna dengan matanya, serta tubuh cukup pendek di banding pemuda itu. Pemuda dengan kursor menunjukkan HP setengah dan SP dua per tiga dari kondisi penuh ini melenguh, menggeleng-geleng kepala keheranan.
"Tidak usah berterima kasih, aku hanya kebetulan lewat." Ia berkilah.
Gadis yang sebelumnya memejam mata saat membungkuk badan segera memasang wajah ceria, kilat di matanya memandang pemuda itu takjub. Kronologi kejadian awalnya cukup sederhana. Seorang pemain kelas Dancer ber-IGN Miku Hatsune tiba-tiba muncul di tengah area padang Audumblra. Level karakter yang dimainkan masih berada sepuluh level lebih jauh di bawah batas minimal untuk berburu di habitat tempat tinggal monster berwujud singa hitam raksasa bernama Galeon. Makhluk sama yang barusan dia musnahkan.
Lebih tepatnya, dia adalah korban Warp Portal iseng atau,
"Tadi aku tidak sengaja menginjak portal seorang High Priest karena terlalu asyik mengobrol dengan temanku, Tee hee."
kecerobohannya sendiri.
Pemuda berambut putih keperakan dengan IGN Necro otomatis mengeluarkan gelembung emoticon tetesan air di atas kepalanya mendengar pernyataan konyol semacam itu. Wajahnya tertunduk, telapak tangan berlari mengusap-usap dahinya yang berkerut.
"Ya, untung saja kamu tidak kehilangan exp point di sini." Ujar Necro. "Monster-monster area ini tidak ada satupun yang pasif. Kecuali batu menggelinding di bawah kakimu." lanjutnya sembari menuding batu bulat berpermukaan tidak rata dengan dua titik hitam sebesar bola ping pong sebagai pengganti mata di dekat telapak kaki gadis itu.
Dancer bernama Miku itu lalu berjongkok, menatap monster tersebut dengan mata berbinar-binar "Apakah Stapo ini bisa di pelihara?" tanyanya polos merujuk pada kursor yang ia munculkan untuk mengidentifikasi. Monster ini memutar tubuhnya, menatap balik Miku sambil sesekali berkedip lucu.
"Maaf, tapi sampai sekarang pihak developer belum mengimplementasikan item penjinak untuknya... mungkin… entahlah."
Necro mengendikkan bahu. Sebagai pemain di game lama, dia lumayan tahu tentang seluk beluk Virtual RO yang seolah hanya menjiplak seri pertamanya saja. Dan penjinak untuk monster tipe pemungut itu memang tidak pernah ada.
"Ah, namaku Hatsune Miku." gadis ini kembali berdiri setelah puas mengamati monster baru yang dia temui. Sedikit menepuk-nepukkan tangan yang berdebu, dia kemudian menjulurkannya. "Panggil saja Miku."
Pemuda ini sebenarnya seorang pemalu di dunia nyata. Oleh karena dunia virtual dibuat sedemikian rumit dan canggihnya, tanpa perlu diminta, sebuah gelembung emoticon berisi wajah merah yang menggeleng-geleng, muncul dengan sendirinya di atas kepalanya. Diikuti rona merah jambu menutupi wajah karakter Taekwon Master yang menjadi avatar dalam game ini. Jika sedikit dinalar, untuk apa ada fitur gelembung emoticon kalau ekspresi wajah bisa ditampilkan sedemikian nyata?
Miku tertawa melihat reaksinya. Sementara pemuda itu membuang muka. Salahkan tampilan tiga dimensi yang mendekati sempurna, meski pun gadis itu tidak memiliki lekuk tubuh yang wah seperti karakter Dancer pada umumnya, tapi wajah imut dan suara malaikat yang berdenting sebagai kelebihan karakter kelas tersebut cukup membuat Necro hampir terdepak paksa dari server dengan sendirinya.
"Ah ya," pemuda itu berucap gugup, "aku Necro. kau bisa melihat namaku berkelap-kelip di atas kepalaku bukan?" gadis itu mengangguk tanpa menghapus senyum yang seolah menempel permanen di bibirnya.
"Hmm, ngomong-ngomong, mengapa kamu tidak mencoba menyerang monster tadi? Bukannya job awal sebagai Archer memiliki skill Double Strafe yang sangat hemat SP dan cukup berguna?" Double Strafe adalah serangan ofensif dasar menggunakan dua buah item berjenis arrow dalam sekali penggunaan. Meski begitu, kelas tertinggi dari percabangan Archer masih sering menggunakannya karena tidak memiliki delay dan cooldown. "HP makhluk itu mungkin lumayan tebal. Tapi jika satu ekor pasti mudah."
Mendengar penjelasan panjang lebar seperti itu, ekspresi wajah Miku hanya berubah penuh tanda tanya, lalu ia berbalik dan menggaruk-garuk kepala.
"Umm, Aku baru tahu."
Terdengar suara benda jatuh menghantam tanah dengan efek suara cukup keras diikuti gempa skala lokal. Tak perlu dijelaskan itu apa.
"Sebenarnya kau sudah berapa lama bermain di game ini?" tanya pemuda itu selagi memperbaiki postur tubuhnya yang mungkin mengalami gangguan visualisasi. Sorot matanya datar menyelidik.
Gadis itu melirik ke atas, jari telunjuk menempel di bibir. "Kurang lebih... satu bulan, setiap hari sabtu dan minggu sore." jawabnya kemudian. Necro melongo. Level yang dicapai gadis yang baru bermain kurang lebih delapan kali bisa sampai dua pertiga dari levelnya yang hampir maksimum? "Dari jam Sembilan malam sampai esok pagi, hunting non stop." lanjutnya. Sekarang pemuda itu berpikir, apa dia semacam vampir?
"Baiklah, berlama-lama di tempat ini tidak aman untukmu. Persediaan white potion ku pun sudah menipis. Jadi, ayo kita kembali ke kota terdekat." ajaknya setelah beberapa detik membuka jendela perlengkapan serta mengecek perolehan exp point yang dia dapat setelah mengalahkan monster yang hampir mereka lupakan keberadaannya beberapa saat lalu. Begitu dia hendak menggunakan skill sprint yang dia kuasai hingga level maksimum, sesuatu melintas di otaknya 'tunggu, Dancer tidak bisa menggunakan skill apapun untuk meningkatkan pergerakan bukan?' dan fakta bahwa Miku sebelumnya hanya berlari berputar-putar area map menghindari kucing besar di belakangnya, itu berarti tidak ada satu pun item teleportasi dimiliki oleh avatar- nya.
'Sial, tidak ada cara lain.' pikir pemuda berponi separuh menutup wajah ini sembari meneguk ludah. Dia menoleh, dan melihat betapa polos wajah gadis itu. Siapa pun pasti akan mudah memperdayai seseorang bermata bulat berkilauan sepertinya, "Hei, Miku san, " ucapnya grogi.
Gadis itu menjawab singkat dengan satu kata "Ya." sembari memandang heran.
"Kau… bisa naik ke punggungku."
"Eh?" kali ini gadis itu terkejut. Tidak mengerti apa maksudnya. "La-lalu?"
"Dengar, meski aku berkata kota terdekat, itu bukan berarti kita benar-benar berada dekat." Necro kembali memberi penjelasan "Rachel masih beberapa petak area dari sini. Jika kita berjalan kaki, kemungkinan kita hanya akan menarik kerumunan monster sepanjang jalan."
"U-Umm, Necro san tidak memiliki Butterfly Wing atau semacamnya?"
"Jika ada aku sudah memberikannya padamu," dia melenguh, "karena aku masih bisa menghindari monster dengan melompat dan berlari." sambungnya. Memang, kelebihan sederhana karakter kelas Taekwon adalah melompat melewati rintangan dan berlari kencang menyamai atau bahkan melebihi kecepatan pengguna hewan tunggangan. Tapi alasan lain di balik itu semua jauh lebih sederhana, dia hanya tidak ingin menggunakan karakter kelas lain karena mereka akan butuh perlengkapan lebih mahal jika telah menginjak masa transcendance. Atau sebagian pemain menyebutnya reinkarnasi .
Yaitu proses reset tapi disertai penambahan jumlah status poin yang bisa di gunakan untuk menaikkan enam hal dasar yang mempengaruhi performa karakter. Juga sebagai akses untuk menuju jenjang kelas lanjutan khusus. Namun hanya berlaku untuk enam class utama dalam game ini. Alternative class seperti Necro tidak mengalaminya. Selain itu, biaya reinkarnasi sendiri sudah cukup tinggi untuk yang berdompet mini. Belum lagi item yang dibutuhkan.
Sementara kedua avatar ini sibuk dengan kecanggungan masing-masing. Beberapa puluh petak di dekat mereka muncullah seekor MVP. Monster yang jauh lebih kuat dari sekedar boss dan dibutuhkan kelompok tarung yang tangguh untuk menghadapinya atau seorang karakter berperlengkapan dewa serta ber-skill dan level tinggi. Menyadari betapa genting keadaan mereka setelah tahu bahwa tanah mulai berguncang karena hentakan kaki makhluk bernama Atroce yang tingginya mencapai delapan meter tersebut, tanpa menunggu persetujuan dari pemilik avatar Dancer, Necro pun nekat menggendong Miku layaknya mempelai laki-laki pada pengantin perempuan yang dia sanding di pesta pernikahan, sambil melesat jauh meninggalkan kepulan debu sepanjang jalan.
"Sial! Tadi itu nyaris saja!"
"Uuu… uuu…"
'Ah, maaf.' Jujur saja, jika keringat ditampilkan dalam dunia serba digital ini. pasti pemuda ini sudah seperti tanah liat tersiram air. Karena sekarang gadis itu ada dalam dekapannya, sementara dia harus berlari marathon di tambah anjing raksasa membawa golok besar mengekor di belakangnya. Bayangkan jumlah kubik yang bisa dia hasilkan serta kesehatan jantung dan paru-parunya jika ini nyata. Entah dia harus lebih merasa gugup, senang, panik, pegal, kesemutan atau apa? antara gadis cantik dan golok berkilat memang sulit dibedakan bagaimana sensasinya.
.
.
.
A/N : Terima kasih telah menyempatkan diri untuk membaca Fic abal dari penulis ini. Sebenarnya ini adalah fic lama yang membusuk di kompi. Awalnya terinspirasi dari SAO untuk fandom RO, lalu kehilangan inspirasi, dan saat menonton anime horror berjudul "Shiki" untuk mencari mood demi kelangsungan "Fullmoon Fever", entah kenapa author malah menemukan cerita ini, dan voila, jadilah imajinasi gila ketiga setelah beberapa fic lainnya di mana author menjadi salah satu karakter di dalamnya. Jika memang Fic ini akan menjadi multi chap, maka beberapa karakter vocaloid lain akan dimasukkan. Semua tergantung dari kesegaran otak saya yang terkadang lebih sering muncul jika semakin malam.
.
.
.
Story & original characters © Necro Antharez / Nekuro Yamikawa
Vocaloid © YAMAHA, Crypton Future Media & joined companies
Ragnarok Online © GRAVITY / Lee Myung Jin
Genre : Fantasy / (Undetermined yet)
Rate : T
