MISUNDERSTANDING

Disclaimer: Eyeshield 21 belongs to Riichiro Inagaki and Yusuke Murata

Summary: Empat orang dengan karakteristik yang berbeda tanpa sadar saling terkait satu sama lain… Dimana mereka mengagumi dari jauh dan merasa tidak bisa mendapat orang yang mereka cintai. Tapi ketika orang ketika muncul, bisakah mereka meneguhkan hati dan mengejar apa yang mereka impikan?

Hiruma/Sena, Shin/Sakuraba, slight Mizumachi/Kakei, one-sided Riku/Sena, Hiruma/Mamori and OMC/Sakuraba

A/N: Sedikit fast-paced mungkin, dalam masa peng-edit-an, sedikit OOC (Out of Characteristic) Hiruma dan Shin, Timeline sedikit membingungkan… mungkin setelah Christmas Bowl? Take your pick. Obviously YAOI or GuyxGuy.

Baru baca ulang Eyeshield 21 dan teringat akan fic gue yang ini… jujur bukan bermaksud meng-abandoned fic-fic gue tapi terkadang… yah… begitulah ._.

And y'all previously known this fic as 'Miss Understand'. Gue pikir kurang sreg aja judulnya... dan gue ganti jadi 'misunderstanding'. Still... ini natsu-BlackCat yang berganti nama menjadi ScarletSKy153 ._.

ENJOY!


Chapter 1 – Jealousy

SMA Deimon

"HEH ANAK-ANAK SIALAN! Latihan yang bener!"

DOR DOR DOR!

Sudah pemandangan yang biasa melihat butir-butir peluru –yang terbuat dari karet, tentu, karena tidak mungkin kan ia mencelakakan team-nya walaupun turnamen sudah usai– keluar dari sebuah bazooka hitam milik iblis terjahat di tempat itu, Hiruma Yoichi. Anak-anak Deimon Devil Bats sebisa mungkin menghindari peluru maut itu, dan mulai berlatih. Sedangkan sang Quarterback sendiri sedang melihat latihan dari pinggir lapangan, sambil memegang bazookanya. Di mulutnya tidak absen permen karet tanpa gula favoritnya.

"Hiiiiy… Baik Hiruma-san!" Sena berlari dan memulai latihannya, yaitu pemanasan dengan berkeliling lapangan football sebanyak tiga puluh kali dan dibelakangnya, teammates-nya mengikutinya.

Hiruma terdiam sejenak. Mata hijau toscanya memperhatikan gerakan dari sang Runnerback. Wajahnya sendu. Entah mengapa, saat melihat bocah serba cokelat itu –warna mata dan rambutnya itu loh yang cokelat- darahnya berdesir. Degup jantungnya bertambah cepat. Walau begitu, tidak ada yang tahu perubahan dari seorang Hiruma Youichi, karena iblis itu memang gampang menyembunyikan emosinya. Walau begitu, Hiruma tidak mengerti mengapa hal seperti ini terjadi kepadanya.

Mengangkat bahu acuh, walau sebenarnya ia tidak bisa mengacuhkan hal apapun yang terjadi kepadanya, Hiruma kembali melakukan pemenasannya sendiri.

Setelah dua jam berlalu…

"Anak-anak sialan! Istirahat lima belas menit!" teriak Hiruma, mengeluarkan aura iblisnya.. Dengan segera, semua berhenti melakukan aktifitas masing-masing dan menghela nafas, lega karena bisa beristirahat sejenak.

"Ini semua," Mamori dan Suzuna membagikan minuman kepada para pemain yang terduduk lelah, karena latihan dari Hiruma adalah seperti training from Hell.

Hiruma sendiri segera duduk di kursi, menyalakan laptop VAIO putihnya dan mengetik entah apa di sana. Ia menerima dengan cuek handuk dan minuman yang disodorkan oleh Mamori, yang seperti biasa, mengomelinya.

Tapi, mereka berdua tidak mengetahui bahwa ada sepasang mata cokelat yang mengawasi mereka. Ya, sebenarnya sedari tadi Sena mengawasi gerak-gerik dari kapten dan manajernya. Ada perasaan kesal yang menyusupi hatinya saat ia melihat kedekatan Hiruma dan Mamori. Tapi, ia tidak bisa melakukan apa-apa. Mengenyahkan perasaan itu saja ia tidak bisa.

Akhirnya, setelah lima belas menit, Hiruma kembali melanjutkan latihan super beratnya.

Akhirnya senja pun tiba. Hiruma menghela nafas dan menghentikan latihan mereka. Beberapa orang yang tidak kuat latihan langsung tepar di tempat, beberapa yang masih kuat merayap menuju ruang klub untuk berganti pakaian. Ia, sang devil yang (selalu terlihat) tak kenal lelah itu pun hanya menyeringai dan kembali membuka laptopnya sambil mengunyah permen karet tampa gula favoritnya.

"Ah, capeknya..." keluh Monta di ruang ganti, saat ia berada di sebelah Sena.

"Yah, tapi sudah terbiasa kan? Hahaha..." Sena mencoba tertawa, tapi akhirnya ia hanya menggelengkan kepala ketika Monta masih mengeluh dan menghela nafas, lalu berganti pakaian secepatnya.

"Heh, cebol sialan," suara iblis terdengar di belakang punggung Sena, membuat pemuda itu bergidik ngeri, "Cepat pergi dari sini."

Untungnya, sekarang sedang tidak ada Mamori, atau tidak yang akan terjadi adalah perang adu mulut antara sang kapten dan manajer.

Sena mengangguk pelan, lalu kembali memakai kausnya. Ia menelan ludah gugup, takut. Walau begitu, ada sedikit rasa senang di hatinya. Senang karena Hiruma berbicara kepadanya.

'Tunggu. Kenapa ia bisa senang?' Sena bergumam dalam hati. 'Kenapa coba aku harus senang? Dasar perasaan aneh!' gerutunya dalam hati.

Biarlah.

"Heh, anak-anak sialan, pulang! Kekeke," seru Hiruma di pintu klub, mengusir para anggotanya dengan cara kasar yang seperti biasanya.

"Mou... Hiruma-kun! Jangan kasar!" Mamori memprotes Hiruma –untuk kesekian kalinya- dan hanya ditanggapi dengan "Ke ke ke, terserah kau sajalah, Manajer sialan!"

Sekali lagi ada rasa kesal ketika ia melihat Hiruma ber'akrab'ria dengan Mamori. Tapi, ia segera menggelengkan kepalanya. Untuk apa dipikirkan ketika arti dari rasa kesal itu tidak ia mengerti? Lebih baik ia mendinginkan kepala dan menjaganya agar tetap fokus.

Baru saja ia berjalan di sebelah Monta, yang kembali berceloteh tentang apapun yang berada di pikirannya, sebuah suara klakson motor memberhentikannya. Perhatiannya langsung tertuju kepada sosok yang berada di depan pintu sekolah, sedang berdiri di sebelah motor hitamdan masih mengenakan helm.

Perasaan, ia mengenali motor itu.

Orang tersebut menurunkan helmnya, dan...

"Hai, Sena."

Beberapa orang di sebelah dan belakangnya –sejak kapan mereka berada di sana? Tersentak, tapi Sena lah yang pertama kali bereaksi. "Riku?"

Sementara yang di sebut hanya tersenyum tipis. "Ah, hai juga, kalian semua."

"Sedang apa kau di sini, Riku-kun?" Mamori bertanya heran.

Riku sendiri hanya tersenyum misterius. Sementara Hiruma, ia sudah merasakan firasat buruk menggerogoti tubuhnya.

"Memangnya aku tidak boleh kesini, Mamori-san?"

Mamori blushing sendiri, lalu menjawab gagap, "Eh... eh... bukan itu maksudku, Riku-kun..."

Pemuda berambut putih itu hanya menyeringai. "Aku ke sini untuk menjemput Sena. Boleh, kan?"

"HIE?!" bahkan Sena sendiri sangat terkejut.

Seluruh anggota Deimon Devil Bats terkejut ria, terkecuali, mungkin, Hiruma. Yang hanya mengangkat alisnya. Walau dalam hati, ia memaki tindakan Riku itu.

"Heh, putih sialan, seenaknya saja!" Hiruma berkata kesal.

Riku tersenyum tipis. Sebuah reaksi yang sedikit ia perkirakan. Walau, kalau firasatnya benar, Hiruma akan... Yah, bisa bayangkan sendiri lah.

"Memangnya tidak boleh, hah, Hiruma-san?" Riku membalas tenang, sementara anggota yang lain tersentak kaget. Anak ini, melawan Hiruma! Apa cari mati dia?

"Riku..."

"Cih, terserah kau saja lah, putih sialan. Sana pergi!" Walau berkata seperti itu, sebenarnya Hiruma tidak ingin, tidak rela melepas si cebol sialan dengan si putih sialan itu. Tapi, untuk apa juga ia melarang?

Riku tersenyum penuh kemenangan, lalu melempar sebuah helm kepada Sena, yang ditangkap pemuda itu dengan gugup. Lalu, ia segera pakai, dan duduk di belakang Riku yang sudah men-starter motornya. Sementara Hiruma hanya memandang kejadian itu dengan perasaan kesal.

"Nah, kapten, aku pinjam dia dulu ya, hahaha."

"Riku!"

Riku hanya menyeringai. "Bye!"

Dengan cepat, Riku melajukan motornya, menghilang di gerbang.

"Cih, sialan." Hiruma berdecak kesal. Tapi, dengan suara lirih, sehingga yang bisa mendengar hal itu hanya Mamori yang berada di sebelahnya.

Mamori sendiri, melihat kejadian itu, dan juga melihat reaksi Hiruma yang, er... tidak seperti biasanya. Biasanya, ia selalu acuh. Tapi, sekarang tidak. Mana tadi Mamori melihat sorot mata Hiruma berubah saat memandang Sena, dan sedetik berubah saat memandang yang lain. Ada keteduhan di sana. Tapi, kenapa?

Tersentak, karena hasil dari pemikirannya sendiri, Mamori tersenyum kecil. Walau dalam hati ia merasa sakit. Dengan perlahan, gadis dengan sejuta nyawa karena berani menghadapi iblis itu berbisik di telinga runcing Hiruma.

"Eh, jangan-jangan kau suka Sena-kun ya,Hiruma-kun?"

Itu pernyataan, bukan pertanyaan.

Dan kalimat itu membuat Hiruma tersentak kaget

.

.


SMA Ojo White Knights

Latihan petang itu juga sudah selesai. Para pemain sudah berganti pakaian dan meninggalkan ruang klub. Yang tersisa hanya Shin, yang seperti biasa melanjutkan sesi latihannya di lapangan, dan juga Sakuraba, yang kebetulan mendapat jatah membereskan peralatan.

Mereka berdua bekerja dalam diam. Sebenarnya, ini kesempatan yang sangat ditunggu Sakuraba, karena ia memang sangat ingin bersama dengan teman sejak masuk SMP itu. Tapi Shin terlihat tidak peduli.

Padahal, Shin sendiri sebenarnya tidak bisa berkonsentrasi terhadap larinya karena kehadiran Sakuraba. Bukan apa, tapi entah kenapa ada perasaan aneh yang menyusupi hatinya saat melihat pemuda itu, terutama saat ia melihat pemuda itu tersenyum. Darahnya berdesir, dan detak jantungnya berdetak lebih cepat. Shin dapat merasakan wajahnya menghangat. Hei, dia ini kan terkenal sebagai manusia dingin yang hanya mementingkan American Football! Tapi, sepertinya fakta itu bisa disanggah dengan fakta yang ini.

Sakuraba seperitnya sudah selesai memintahkan peralatan di lapangan ke ruang klub, dan ia juga sudah selesai berganti baju. Ia sedang berjalan di pinggir lapangan, hendak berkata kepada Shin, saat sebuah bola melayang kepadanya.

HUP!

Untungnya, reflek dari seorang receiver membuatnya bisa menangkap bola itu.

Dilihatnya bola ditangannya itu.

Hey, bukannya itu bola basket ya?

"Sakuraba, hey, Sakuraba!" seseorang memanggil Sakuraba dari lapangan basket. Lapangan yang terletak tepat di sebelah lapangan amefuto. Sehingga saat pertandingan basket, lapangan amefuto juga penuh orang yang ingin menonton, yang tidak dapat tempat di lapangan basket. Begitu juga sebaliknya.

"Hey, Rei!" Sakuraba melambai dengan tangan kanan, sementara yang kiri memutar bola tersebut.

"Pass bolanya dong!" serunya, melambai tangan.

Sakuraba menimbang bola ditangannya. Hey, kapan terakhir ia bermain olahraga selain amefuto? Tidak ingat. Jadi, mumpung energinya masih ada, ia ingin iseng menguji kemampuannya.

"Ikut main boleh?" Sakuraba membalas berseru sambil mendribble bola di tempat. Ia melihat masih banyak anak basket yang latihan. Yah, sebentar lagi turnamen sih, katanya.

Rei terlihat seperti menimbang-nimbang, tapi lalu akhirnya ia mengangguk. "Yup! Gabung saja!"

Sakuraba tersenyum, entah mengapa membuat wajah Rei memerah. "Three on Three, oke?"

"Terserah. Boleh-boleh saja kok!"

"Hem, bagaimana kalau aku dan Aki saja yang bermain bersama Sakuraba, eh, kapten?" tawar salah seorang anak berambut cokelat dengan gaya sepert Sasuke Uchiha dengan serang pemuda berambut pirang yang hanya tersenyum.

"Ah, Takeru. Yah, terserah kalian saja lah."

"Lalu, siapa yang jadi lawan-"

"Biar aku saja!" seorang anak berambut sedikit ikal berdiri, menarik seseorang di sampingnya. "Biar aku dan Toya saja!"

Rei mengangguk. "Self-judge, ya. Oke, game three on three antara Sakuraba, Takeru dan Aki, dengan Rei, Ichimaru dan Toya dimulai!"

Anak-anak basket mengelilingi lapangan. Bahkan Shin pun mendekat, karena pemuda itu menyadari hilangnya Sakuraba, padahal tasnya masih ada di pinggir lapangan.

Rei melempar bolanya, yang berhasil di tangkap oleh Takeru. Takeru mendribblenya, tapi sayangnya Toya datang menghadang dan merebut. Bola di tangah Toya, tapi lalu ia dihadang Takeru. Toya pass ke Ichimaru, tapi sayangnya pass itu di potong oleh Akira yang kemudian dihadang oleh Rei. Melihat Sakuraba ia pass. Sakuraba membawanya ke tiang,

"SHOOT!"

Dan... bola dengan sukses masuk.

"Lay up-nya keren, man!" seru Rei, menepuk pundah Sakuraba.

"Eh, hehehe..." Sakuraba tersenyum tipis. Ia lalu mengedarkan pandangan, dan melihat bahwa ada Shin di sana. Dengan cepat ia tersenyum, yang di balas dengan senyum seadanya oleh Shin. Tapi, andai Sakuraba tahu, Shin mengangumi lemparan Sakuraba!

PRIIT!

"Oke! Mulai!"

Lemparan berhasil di rebut Ichimaru, dan ia membawa hampir setengah lapangan. Sakuraba mengejarnya, dan berhasil menghadangnya. Sayangnya, Toya terbuka sehingga Ichimaru bisa dan berhasil pass ke Toya. Tapi, Takeru menghadang Toya, berusaha merebut kembali bola. Bola dipass ke Rei. Berhasil, dan Ichimaru melancarkan three point shoot-nya.

Dan masuk!

Takeru berdecak kesal. "Ah, aku lupa! Ichimaru itu jago three point shoot!"

Sakuraba tersenyum tipis. "Biarlah. Tapi, jangan lupa kalau kau jago pass!"

Takeru tersenyum. "Hah, kau benar. Ayo main lagi!"

Dan game selanjutnya di kuasai oleh Akira-Takeru-Sakuraba. Pertandingan makin heboh saat Sakuraba unjuk kebolehannya. Slam dunk.

"Gila! Dunk-mu keren!" Rei berseru saat pertandingan sudah selesai.

"Hebat kau ya!" Ichimaru menepuk pundak Sakuraba, senang.

"Ahaha, biasa sajalah..."

"Dia memang keren!" Rei memeluk bahu Sakuraba dari samping, membuat pemuda yang dipeluknya blushing.

Dan sayangnya, Shin melihat itu. Membuat pemuda itu jengkel. Ada perasaan kesal menyusupi hatinya. Cemburu kah?

"Sakuraba!"

Sakuraba menoleh saat namanya dipanggil oleh suara datar. Siapa lagi kalau bukan Shin?

Sakuraba mendekat, dan menaikan alisnya heran. "Ada apa, Shin?"

"Pulang."

"Jam segini? Tumben?"

"Hn."

"Baik, baiklah." Sakuraba mengikuti Shin sampai ke ruang ganti, dan menungguinya. Mereka akhirnya berjalan beriringan, dalah diam. Sakuraba harus menahan dirinya untuk tidak menggenggam tangan Shin, karena tangannya begitu... dekat dan hangat.

Walau begitu, Shin 'mengantar' Sakuraba sampai rumahnya, dan lalu berjalan menuju rumahnya sendiri. Yang kebetulan searah.

Sakuraba tersenyum, tapi kemudian senyum itu hilang saat ia mengingat bahwa mungkin Shin mengantarnya karena mereka searah. Menghela nafas, ia menutup pintu, menghalangi pandangannya dari matahari yang sedang menghilang dibalik horizon sana.

Matahari tenggelam. Satu hari sudah lewat.

.

.

.

.

.

Malam itu, Shin dan Sakuraba saling termenung di kamar mereka masing-masing, saling memikirkan.

Riku mengantar Sena sampai ke rumahnya, dan tersenyum dalam hati. Satu-kosong untuknya.

Hiruma sendiri, menggerutu dalam hati karena satu rahasianya sudah diketahui oleh manajernya.

Dan Sena, terdiam di kamarnya. Mencoba mencernya kejadian tadi.

Hari baru akan dimulai...

TBC


Edited: 05/16/14