FEARLESS; From Gwangju To Seoul
Cast: Park Chanyeol, Byun Baekhyun Support Cast: EXO Member, Gfriend Member, OC Genre: YAOI, Survival, Thriller, Horor Length: Chaptered Rated: M
PERINGATAN: terdapat adegan kanibalisme dan adegan gore berdarah-darah.
Suara shutter kamera terdengar untuk kesekian kalinya. Sisa blitz meninggalkan warna hijau selama seperkian detik sebelum pandangan kembali normal seperti biasa. Dokter muda itu meletakkan kameranya kembali di atas meja sebelum bergabung dengan rekannya.
"Dia tidak meninggal karena ditusuk."
Ucapan itu menarik perhatian seisi ruangan. Tubuhnya menegak kembali sedang tangannya yang terbungkus latex mengarah pada bagian dada yang terluka.
"Bahkan pisau tidak mengenai jantungnya atau organ vital yang lain." Dia menyambung. Dr. Choi Junhyung, nama yang tertera pada snelli yang di sulam rapi itu beralih pada rekannya.
Dr. Kang Hyukjin ikut membungkuk dan menekan seluruh dada dilanjutkan pada bagian perut.
"Seluruh tulang rusuknya remuk." Katanya.
Dr. Choi memberikan anggukan persetujuan. "Pelaku berpikir dia sudah meninggal ketika pisau ditusukkan padanya. Lalu dia pergi meninggalkan lokasi dan bagaimana mayat ini ditemukan, itulah penyebab kematiannya."
"Tertimpa benda keras," dr. Kang menyambung.
"Aku akan mulai membedahnya sekarang." Dr. Choi berujar sembari meraih pisau bedah pada meja di sampingnya. Dr. Kang berjalan mengikuti ketika pintu ruang otopsi itu terbuka dan rekan mereka yang lain berada di balik pintu sana.
"Dr. Jang ingin bertemu dengan kalian." Dia memberitau.
Dengusan terdengar serentak dari dua dokter itu. "Tidakkah kau lihat kami sedang melakukan otopsi?"
"Ya, tidakkah kalian tau seperti apa menyeramkannya dr. Jang jika kalian harus membuatnya menunggu?" pertanyaan retoris itu terhempas balik.
Dengusan terdengar sekali lagi sebelum keduanya keluar dari meja bedah dan menarik lepas sarung tangan latex lantas membuangnya pada tong sampah.
Pintu ruangan itu tertutup bersamaan dengan jemari kaku di atas meja bedah itu bergerak tiba-tiba.
"Rrrwww~"
Diikuti oleh sebuah geraman dari pemilik tubuh yang sama.
BAGIAN 1: VIRUS
"… para ilmuan menemukan virus baru yang berasal dari unggas menyebar cepat di Negara Asia Tenggara juga benua Australia. Taiwan menjadi Negara Asia yang terkena dampak paling parah dengan korban jiwa yang masih terus meningkat. WHO tengah meneliti virus ini dan berusaha keras mencari vaksin yang bisa membentuk imun antibodi.
"Presiden langsung dari Blue House menghimbau agar seluruh masyarakat Korea untuk menghindari tempat-tempat rawan terjangkit dan pergi ke rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama. Seluruh masyarakat juga diharapkan untuk—"
Baekhyun mematikan keran air ketika ponselnya berdering pada meja makan. Ia menglap tangannya yang basah dengan handuk dan meraih benda pipih itu.
"Halo Chan." Dia menyapa. Pandangannya terarah pada layar televisi dan membaca judul besar pada layar datar itu dalam hati.
"Hai, sudah bersiap-siap?" di ujung sambungan sana Chanyeol bertanya.
"Aku sudah menggemas barangku dan tinggal berbenah. Kau serius tidak bisa mengantarku, Chan?" Baekhyun cemberut walau ia tau Chanyeol tak bisa melihatnya. Remote televisi Baekhyun ambil lalu menekan tombol power membuat layar menghitam seketika. Langkahnya kembali menuju dapur dan mencomot roti panggang tanpa selai di atas piring.
"Maaf Baeby, aku bahkan tak bisa meninggalkan pekerjaanku hari ini," nada sesal terdengar dari bicaranya. "Aku berjanji akan menjemputmu nanti."
Baekhyun mendengus, pura-pura kesal dan meneguk minumannya sampai bersisa setengah.
"Ya sudah, aku akan pergi dengan rombongan." Katanya. "Mungkin Sehun akan pergi kelayapan entah kemana selama aku pergi, tolong awasi dia oke?"
Satu-satunya yang Baekhyun khawatirkan adalah Sehun, adiknya si berandal SMA yang suka membuat keributan sana-sini. Sehun mungkin telah di tahan jika saja Chanyeol tak menjamin dirinya dan Baekhyun tak berniat membuat adiknya itu lebih besar kepala dengan terus saja membuat kekecauan karena tau dia akan selamat dengan Chanyeol si detektif yang menjadi pacar Baekhyun saudara kandungnya.
"Tenang saja," sambut Chanyeol cepat. "Nah, bersiap-siaplah dan nikmati perjalananmu sayang. Jangan lupa aku mencintaimu."
Baekhyun menahan kikikkan untuk ucapan itu. "Aku mencintaimu juga."
Panggilan terputus. Baekhyun meletakkan ponselnya kembali di atas meja sedang ia bergegas masuk ke dalam kamar. Baekhyun sudah mandi dan tinggal berganti pakaian dan memoles sedikit penampilannya.
Hari ini sampai minggu depan nanti, Baekhyun dan anggota organisasi Pecinta Alam kampusnya akan mengadakan perjalanan wisata ke Daegu, tepatnya gunung Palgong. Minseok, ketua organisasi telah memesan sebuah vila di dekat kaki gunung yang akan menjadi tempat mereka menginap selama seminggu disana.
Baekhyun sebenarnya enggan untuk pergi.
Selain karena alasan masuk secara tak sengaja ke dalam organisasi dan membuatnya tak begitu peduli dengan semua kegiatan-kegiatan itu, Baekhyun juga tak memiliki minat untuk melakukan hiking naik gunung sembari mengumpulkan sampah-sampah yang ditinggalkan oleh para pengunjung yang lain. Alasan yang lain lagi adalah Sehun,dan yang paling utama adalah dia yang harus berjauhan dengan Chanyeol.
Jarak antara Gwangju ke Daegu memakan waktu sekitar 3 jam dengan transportasi mobil. Itu belum terhitung masuk ke dalam pelosok dan memikirkan sinyal yang mungkin terbatas membuat Baekhyun semakin urung.
Namun disinilah Baekhyun dengan kekejaman Minseok mencantumkan namanya begitu saja di dalam daftar. Mereka berjumlah 23 orang dalam organisasi yang di bagi menjadi 4 kelompok. Kelompok Baekhyun sendiri memiliki 5 anggota; Minseok, Junki, Tao, Luhan dan terakhir adalah Baekhyun sendiri.
Baekhyun telah bersiap. Koper miliknya telah terisi padat perlengkapan miliknya dengan sebuah ransel yang berisikan keperluan penting. Baekhyun memanggul ransel, lalu mendorong koper keluar dari kamar.
Dia mengecek sekali kompor juga listrik yang tak terpakai. Kulkas dalam keadaan penuh berisikan persedian makan Sehun juga Chanyeol yang akan menginap selama dia tak ada di rumah. Baekhyun juga tak lupa memastikan jendela juga pintu balkon dalam keadaan terkunci dan terakhir mengunci pintu utama.
Jam telah menunjukkan pukul 10 ketika Baekhyun sampai di kampus. Disana teman satu kelompoknya telah berkumpul, Minseok terlihat resah dengan ponsel di tangan berulang menghubungi anggotanya.
Tao pada bangku beton terlihat tak peduli. Sepotong sandwich dia genggam di tangan sedang tangan yang lain melambai pada Baekhyun yang baru saja sampai.
"Ada apa dengan Minseok?" Baekhyun bertanya seraya menempatkan dirinya duduk di samping Tao. Pria Cina itu menggidikkan bahunya acuh dan menjawab dengan mulut penuh.
"Luhan belum sampai," ucapnya.
"Ugh Tao, selesaikan dulu kunyahanmu." Baekhyun menyergit risih. Pandangannya Baekhyun edarkan pada sekitar dan memang sosok Luhan tak terlihat disana.
Baekhyun masih ingat, tepatnya seminggu yang lalu ketika kelompok dan tujuannya dibagi Luhan menjadi satu-satunya yang mengajukan penolakan keras akan hal itu. Sebenarnya Baekhyun pun, namun dia memilih diam dan melihat bagaimana Luhan berteriak.
"Aku sudah ke gunung Palgong juga vila yang kau katakan, tempat itu kumuh dan kau serius aku harus tinggal disana?!" Luhan menyalak dalam ketidaksukaan.
"Luhan kita tidak kesana untuk berlibur oke," Minseok mencoba memberikan pengertian.
"Katakan jika kau butuh biaya lebih, aku bisa memberinya tapi cari tempat yang lebih bersih!" itu adalah teriakan terakhir sebelum pria yang berkerwarganegaan sama dengan Tao itu meninggalkan kelompok begitu saja.
"Kupikir dia benar-benar tidak datang." Tao tiba-tiba saja menyeletuk sekaligus membuyarkan lamunan Baekhyun seketika. Arah pandangannya mengarah pada pintu masuk dan menemukan sosok Luhan yang menyeret koper ogah-ogahan kearah Minseok.
"Seharusnya memang tidak usah saja, si Tuan Sok Kaya itu akan mati di makan bakteri gunung." Tao mencomooh.
Baekhyun tak berniat menanggapi. Dia pura-pura memeriksa ponsel dan membuka instagram. Sehun baru saja memperbaharui instagram stories-nya dengan sekaleng bir berada di atap sekolah.
"Anak ini." Baekhyun mendesis. Tangannya berubah gatal mengetikkan balasan disaat bersamaan teriakan Minseok membahana, memberitau jika mereka akan berangkat sekarang. Baekhyun menjadi urung namun otaknya sudah mencatat dia akan memarahi Sehun nanti.
"Ayo Baek." Tao bangkit dan menyeret koper miliknya. Baekhyun mengikuti dan diam-diam melirik Luhan pada barisan di depan bersama Minseok. Wajah pria itu tertekuk masam bersama dengusan tak suka yang sengaja dia perdengarkan.
Sebuah minivan terparkir pada halaman fakultas, berderet bersama minivan dari kelompok yang lain. Baekhyun duduk pada jok paling belakang, bersama Tao sedang Luhan dan Junki pada jok tengah. Minseok sendiri duduk di sebelah sopir dan mulai melontarkan beberapa basa-basi.
Minivan itu membelah jalanan berbaur dengan kendaraan beroda empat yang lain. Tak ada pembicaraan berarti selama perjalanan itu, Baekhyun memutuskan untuk tidur dengan kedua telinga dia sumpal dengan earphone; mendengarkan suara Chanyeol yang men-cover lagu All of Me milik John Legend.
...
Kantor Kepolisian Gwangju menjadi lebih sibuk sejak beberapa divisi dipaksa bergabung dengan divisi Hubungan Masyarakat dan Pemberdayaan. Sejak media ramai memberitakan mengenai virus yang melanda nyaris seluruh Negara-Negara di Asia, semua divisi kepolisian di arahkan untuk memantau tiap sudut kota.
Chanyeol mendengar sayup-sayup, Ketua Tim Kang Seunghyun berbicara dengan ketua Tim Choi Minchul mengenai keadaan kota yang tak teroganisir dengan baik. Seoul telah bertindak sejak jauh-jauh hari bahkan sebelum Blue House menghimbau masyarakat untuk lebih waspada, pihak Seoul telah melakukan pemeriksaan penuh di setiap distriknya.
"Kau pikir virus itu akan sampai kesini?" Chanyeol mendengar Seunghyun bertanya pada Minchul. Rokok yang terselip pada celah bibirnya bergoyang tiap kali pria itu berbicara dengan abu yang menggantung di ujungnya.
"Taiwan terlalu leluasa membiarkan turis untuk masuk. Seharusnya mereka belajar dari Vietnam dan lihat bagaimana virus-virus itu dibawa oleh warga asing."
"Itu tak jauh berbeda dengan Korea. Rumah sakit mendapatkan pasien dengan gejala serupa, itu berarti isu virus ini tak hanya sekedar bungkus untuk menutupi anggota parlemen Lee yang ketauan melakukan pencucian uang." Sambut Minchul. "Aku mendengar hal yang lucu tentang virus ini," kekehannya terdengar di akhir menarik perhatian Seunghyun.
"Apa?"
"Kau pernah melihat film Train to Busan? Nah, katanya virus itu akan membuat penderitanya berubah menjadi zombie."
"Jangan konyol!" Seunghyun tertawa lebih keras. "Maksudmu film fantasi itu akan menjadi nyata?"
"Lihat, Amerika bahkan mempercayainya. Ayo berpikir realistis, takkan ada asap jika tak ada api. Orang-orang Amerika, mungkin WHO telah mengetahui hal semcam ini lalu mereka merealisasikannya melalui film."
Chanyeol menyembunyikan senyum mendengar pembicaraan itu. Itu konyol dan dia hanya menghabiskan waktu dengan menguping pembicaraan atasannya itu.
Chanyeol lantas beranjak pergi melalui koridor yang berlawanan dan bergabung dengan Jongin yang hendak masuk ke dalam mobil patroli.
"Aku benar-benar akan pergi jika kau tak muncul sedetik lagi." Jongin menyambut kedatangan rekannya itu.
"Kupikir roti isi di dalam vending machine itu sudah kadarluarsa, aku sakit perut nyaris satu jam." Chanyeol beralasan tak ingin mengatakan jika alasannya terlambat karena mendengar guyonan dua atasannya di koridor tadi.
Jongin adalah satu yang paling menyukai kabar burung. Katanya, sejak ia mengenal Kyungsoo yang kini menjadi suaminya, dia rajin bergosip—alibi agar bisa berbicara panjang lebar dengan si mata burung hantu itu. Kyungsoo adalah seorang jurnalis, tapi Jongin bukan. Dia detective yang menjadi anggota divisi Pembunuhan dan tak seharusnya melakukan hal itu.
"Jangan-jangan kau terkena virus itu!" Jongin membola dengan dramatis.
"Apa maksudmu?" Chanyeol menyergit tak paham.
"Kau tak melihat beritanya tadi pagi? Gejala virus itu sudah diberitakan."
Chanyeol menggeleng karena memang dia belum mengetahui hal itu. Chanyeol bahkan tak membaca berita pagi ini, hanya membuka ponsel untuk menghubungi Baekhyun saja.
"Gejala virus itu salah satunya adalah diare, mimisan dan jika sudah terlalu parah mereka akan muntah darah. Rasa sakitnya menjadi luar biasa dan para penderita akan menggigit tangan mereka dengan reflek berpikir itu bisa menahan rasa sakitnya."
"Oh, jadi itu mengapa virus ini dikatakan seperti zombie?" Chanyeol berguman.
"Benar, seperti zombie. Tapi apakah kau mempercayai hal itu?" Jongin bertanya sedang pandangan terfokus pada kemudi. Jalanan macet di jam kerja memaksa Jongin mengambil jalan pintas menuju rumah sakit umum.
Satu pasien lagi bertambah dan Jongin juga Chanyeol di utus untuk melihat pasien itu secara langsung guna dapat melakukan pertolongan pertama terhadap masyarakat yang memiliki gejala serupa dengan membawanya ke rumah sakit.
"Aku bahkan belum pernah menonton film zombie," Chanyeol menjawab. Jongin mencibir sebagai respon.
"Itulah mengapa jangan berkencan dengan anak-anak, mereka hanya tau judul film romantis saja."
"Baekhyun bahkan membencinya." Chanyeol memutar bola mata.
Jongin tertawa lagi, "Kyungsoo sebenarnya menyukai film seperti itu."
...
Matahari bersinar terik ketika minivan yang diketuai oleh kelompok Minseok itu berhenti di vila. Musim panas telah memasuki babak baru pertengahan Juli dengan matahari yang membakar kulit. Baekhyun turun paling terakhir dari minivan dan menyeka keringat di balik poninya.
"Teman-teman, disinilah kita akan menginap selama seminggu." Minseok memulai sambutan tak resminya begitu minivan itu melesat pergi. Minivan itu akan datang untuk menjemput ketika acara mereka telah selesai minggu depan.
"Seperti yang kalian lihat, vila ini memiliki jarak paling dekat dengan akses utama gunung Palgong." Pria bertubuh pendek itu menunjuk gunung yang berimbun hijau didepannya. Seluruh anggota reflek menoleh dan berdecak kagum, kecuali Luhan yang kembali menyerukan protesan.
"Akan lebih baik jika kita menginap di tempat yang lebih bagus dan membayar lebih sopir minivan untuk mengantar kita kesini setiap harinya." Dia berdecih di akhir kalimat.
Tak ada satupun dari anggota lain menyambut ujaran itu. Baekhyun memilih diam juga dan mendengarkan Minseok melanjutkan pembicaraannya.
"Bagaimanapun ayo kita ke kamar terlebih dahulu. Aku sudah memesan 3 kamar, itu artinya salah satu dari kita akan mendapat kamar sendiri."
"Aku!" Luhan mengacungkan tangannya.
"Baiklah, Luhan akan mendapatkan kamarnya sendiri." Minseok memutuskan. "Lalu Baekhyun bersama Tao, terakhir aku bersama Junki."
Semua mengangguk setuju dan mulai membawa langkah memasuki vila.
Sebenarnya vila itu lebih terlihat seperti motel. Bangunan itu berlantai 3 dengan kayu kokoh sebagai dindingnya. Ada dua pohon akasia tumbuh di depan, tidak terlalu besar dan menjadi hal pertama yang menyambut sebelum masuk ke dalam lobi.
Angin bertiup sepoi-sepoi menghantarkan suasana tenang juga nyaman di antara similar angin penggunungan.
Minseok mengambil kunci di meja resepsionis dan memberikannya pada anggota. Kamar mereka berada di lantai 2 terletak pada ujung lorong dan saling berhadapan. Di depan tangga terdapat dinding kaca besar yang memperlihatkan panorama alam alami.
Junki berdecak kagum sekali lagi dan diam-diam dalam hati Baekhyun memuji Minseok yang telah mencari tempat ini.
"Kita akan berkumpul satu jam lagi untuk melihat sekitar." Minseok mengingatkan sebelum sosoknya menghilang di balik kamar. Debuman pintu tertutup kasar terdengar dari Luhan. Tao sekali lagi melihatnya dengan benci dan Baekhyun kembali memilih untuk mengabaikan hal itu.
Kamar mereka memiliki 2 ranjang single yang di pisah oleh meja pada tengahnya. Baekhyun memilih tempat tidur di dekat jendela dan menarik gorden membiarkan bias cahaya memenuhi kamar.
"Kupikir akan semenyeramkan apa," Tao bergabung dengan Baekhyun melempar pandangan jauh keluar jendela. "Lihat ada air terjun juga," ia menunjuk kaki gunung dengan air terjun mengalir deras pada batu sungai.
"Baek ayo kita mandi disana nanti." Tao berujar serius diantara tawanya.
"Yah, tentu." Sambut Baekhyun. Dia melempar tubuhnya di atas tempat tidur dan mencari ponselnya kemudian. Dua garis sinyal terlihat pada ujung layar dan Baekhyun benar mensyukuri hal itu.
Baekhyun kemudian teringat dengan apa yang ia lihat pada instagram stories milik Sehun dan ingat jika belum memarahi adiknya itu. Baekhyun dengan cepat membuat panggilan dan menunggu dengan sabar namun tak ada sambutan apapun.
"Anak ini," Baekhyun merutuk dalam hati. "Dia pasti membolos lagi."
Baekhyun lalu beralih pada kontak lain dan menghubungi Chanyeol. Suara dering sambungan terdengar lama namun kembali dengan panggilan tanpa sambutan apapun.
"Ada apa dengan orang-orang ini." Baekhyun menatap ponselnya murka dengan wajah Chanyeol yang terpasang sebagai gambar latar. Baekhyun hendak memulai panggilan yang lain namun kemudian teringat pembicaraan terakhir tentang Chanyeol yang lebih sibuk dengan pekerjaannya.
Baekhyun berakhir meninggalkan pesan dan berharap Chanyeol akan menghubunginya setelah pesan pria itu baca.
...
Minseok jelas takkan sebodoh itu membiarkan mereka terjebak di antah berantah mana. Tempatnya memang pelosok, mengingat wisata gunung Paljong tak begitu ramai ketika musim panas tiba. Namun tempat itu tak semeyedihkan yang Luhan katakan dengan minimarket tepat di depan vila yang akan memasok semua kebutuhan mereka selama berada disana.
Baekhyun menjadi anggota pertama yang keluar dari kamar dan menuju minimarket. Di depannya terdapat meja juga kursi dengan rimbun daun-daun pohon yang memayungi. Minseok bilang mereka akan berkumpul disana dan akan menjelaskan skema perjalanan mereka.
Baekhyun masuk ke dalam minimarket. Lelaki bertubuh mungil itu mengambil dua kotak susu pisang dari dalam lemari pendingin dan keripik kentang medium sebagai temannya. Dia menempatkan dirinya duduk pada salah satu kursi dan menikmati kesendiriannya itu dengan memperhatikan sekitar.
Bangunan vila itu baru Baekhyun sadari sewarna kayu, terlihat kusam dengan tanaman rambat yang sengaja dibiarkan tumbuh pada dinding. Dua mobil terparkir pada halaman dibawah pohon akasia yang rindang sebagai payung.
Pada sisi kanan jalan membuntu dengan tebing tinggi sebagai ujungnya. Terdapat sebuah tangga semen yang berlumut di antara pepohonan tinggi menuntun jalan menuju puncak gunung Palgong. Lalu pada sisi kiri, merupakan satu-satunya akses menuju jalan utama kembali.
Suara sirine mobil patroli terdengar disana mengingatkan Baekhyun akan Chanyeol dan profesinya. Mobil itu berhenti tepat pada halaman vila dengan dua orang polisi keluar dari sana. Mereka berbicara dengan resepsionis dan Baekhyun mulai menaruh tanya kasus apa yang tengah terjadi.
"Untung saja kita bukan turis." Junki berujar sembari menempatkan dirinya duduk pada meja yang sama dengan Baekhyun.
"Ada apa?" si pemilik rambut hitam lebat itu bertanya.
"Mereka melakukan pemeriksaan khususnya pada turis yang berkunjung. Sepertinya ini berkaitan dengan isu virus yang tengah senter dikabarkan itu."
Baekhyun berguman paham sebagai respon.
Anggota yang lain ikut bergabung dan memulai diskusi rencana.
Mereka akan mulai naik ke gunung Palgong esok pagi dan memasang papan peringatan juga pemberitauan mengenai pentingnya menjaga alam. Lalu di sela akan dilakukan pemungutan sampah selama perjalanan dan mengambil gambar untuk laporan dokumentasi.
Makan malam ikut dilakukan di depan minimarket. Mereka memasak ramen dan membeli nasi instan yang di panaskan dengan microwave milik minimarket. Luhan menjadi yang pertama menarik diri mengatakan jika ia ingin tidur lebih cepat.
Tak ada anggota yang mencegah diikuti Tao yang mengatakan ingin berjalan-jalan di sekitar vila. Sedang Baekhyun, Minseok dan Junki melanjutkan pembicaraan random mereka kembali.
...
Luhan berdecak keras sepanjang tangga naik ke lantai dua. Layar ponselnya berderang menyinari wajahnya sedang jari bergerak aktif mengetik pesan.
"Kau mulai mengabaikanku, huh?" dia merutuk seorang diri.
"Sedang menikmati karma?"
Luhan terlonjak pada tempatnya ketika pertanyaan itu menguar tiba-tiba. Dia berbalik cepat dan menatap tajam Tao yang berjalan mendahului.
"Ugh lihat wajah tidak tau diri ini," Tao berdecak dengan senyum miring.
"Apa maksudmu Huang?" Luhan melangkah mendekat pada kawan satu negaranya itu.
"Apa maksudnya apa?" Tao balik bertanya. "Oh, maksudmu kau yang tidak tau diri?" jemarinya dia jentikkan di udara. "Kau 'kan si jalang tidak tau diri, mengapa harus bertanya?"
"Keparat!" Luhan meludah. Rahangnya mengeras bersamaan dengan kepalan tangan pada sisi tubuhnya.
"Kau marah?" Tao bertanya retoris. Dia mulai tertawa mengejek dan Luhan semakin kepalang marah pada tempatnya.
"Seharusnya kau bertanya mengapa Zhou bisa meninggalkanmu untukku," yang lebih pendek berkata. "Lihat lidahmu yang busuk itu."
Kedutan tercipta pada pelipis Tao. Tawanya menghilang digantikan gerutukan pada bibir.
"Bukan aku yang datang pada Zhou, tapi pacarmu itu yang datang padaku. Well, dia tampan dan penisnya besar. Aku tak bisa menolaknya karena hal terakhir itu. Kau tau apa yang dia katakan saat kami bercinta?" Luhan semakin mendekatkan diri. Matanya setajam elang mengguluti retina Tao dengan berani. "Lubangku sempurna untuk memuaskannya, tidak seperti lubang mantannya yang melar karena terlalu sering bermain dengan dildo." Senyum terkembang miring.
Tao menggeras dalam emosi. Sayangnya kalimat hilang dalam lidah. Luhan berlalu begitu saja dengan siulan penuh kemenangan melewati Tao.
Pria Huang itu menatapnya seperti api di atas kelopak mata. Langkahnya seberat batu berbanding terbalik dengan tangan ringan meraih vas di atas meja pada lorong.
"Dasar jalang!" Tao memaki dan belum sempat Luhan berbalik, keramik itu pecah berkeping mengantam belakang kepalanya.
Luhan ambruk seketika di lantai. Ponselnya meluncur jatuh dibawah meja diikuti darah mengucur keluar melalui luka yang terbuka.
Dada Tao naik turun dengan cepat. Nafasnya terdengar menderu menatap tanpa iba sosok terbaring itu. Tao menghampirinya. Sisa keramik vas di tangan ia genggam semakin kuat, tubuh Luhan ia balikkan dan menemukan sepasang kelopak itu terpejam.
"Bagaimana jika kubuat mulutmu itu yang melar, hah!" ujung runcing keramik Tao arahkan pada mulut Luhan. Dia menarik garis pada sudut membuat mulut kecil itu koyak seketika. Darahnya menciprat deras, mengenai wajah Tao namun tak menghentikan motoriknya sama sekali.
"Bagaimana dengan lidahmu juga?" pria Huang itu bertanya pada angin. Seringaian melebar dan tanpa aba-aba, Tao melesakkan sisa keramik itu ke dalam rongga mulut Luhan. "Ugh, masih ada sisa ruang." Tao meraih sisa keramik di lantai dan melesakkan benda tajam itu menumpuk penuh di dalam mulut Luhan.
Tao bangkit. Senyumnya tertarik kembali. Mata tanpa cahaya itu menatap sosok tak bernyawa Luhan pada kakinya. Seringaian tercipta lebih lebar. Dia tak puas dan membiarkan tungkai melayang dan mendaratkan sol sepatunya pada dada itu.
Tao menginjak berulang sampai tulang rusuk itu patah dan mencuat keluar dari kulit. Darah semakin banyak mengalir sedang dada itu tak lagi berbentuk disana.
Derap suara langkah terdengar mendekat dan Tao seketika tersadar. Dia menatap panik Luhan yang terbaring lalu tanpa berpikir panjang membawa tubuh itu di atas pundaknya. Tao berlari menuju lorong kamar lalu berhenti tepat pada kamar Luhan dan mencari kunci pada kantung jins milik pria tak bernyawa itu.
Pintu terbuka dan Tao segera melempar tubuhnya begitu saja pada lantai. Dia bergegas kembali pada bibir tangga, menarik karpet yang menjadi alas dengan rembetan darah mengotori bagian itu dan menggulungnya dengan cepat.
Tao kembali pada kamar Luhan, masuk ke dalam sana dan mengunci pintunya dalam debuman.
...
"Luhan benar-benar harus berhenti menutup pintu seperti itu," Junki mengometari kala debuman keras itu terdengar lagi. Pintu kamar Luhan tertutup rapat dan Junki melihatnya dengan kesal.
"Harusnya kau tak memasukkan dia ke dalam kelompok kita." Katanya lagi.
"Sudahlah, lagipula kita takkan selamanya disini." Minseok menengahi. Dia membuka pintu kamar diikuti Baekhyun yang melakukan hal serupa pada pintu kamar sewaannya.
"Tao belum kembali," Baekhyun memberitau, menyadari pintu kamar dalam keadaan terkunci.
"Semoga saja dia tidak mabuk dan malah masuk ke hutan seorang diri." Junki tertawa dalam guyonan.
Malam hampir memasuki dini hari dan Baekhyun menyadari jika Tao belum kembali ke kamar. Dia memeriksa ponselnya berpikir mungkin Tao menghubungi saat dia tidur meminta untuk dibukakan pintu namun tak ada apapun disana.
Baekhyun beranjak turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar. Lelaki itu berpikir untuk memberitau Minseok juga Junki perihal Tao.
"ARRRHHH~" Suara teriakan melolong mengagetkan Baekhyun seketika. Matanya melotot dan menatap pintu kamar Luhan yang bersebelahan dengan kamar miliknya. Baekhyun urung menuju kamar Minseok dan terburu mengetuk pintu kamar temannya itu.
"Luhan apa yang terjadi?!" Baekhyun bertanya panik dengan tangan mengepal mengetuk pintu.
"HUWAAAA AARRRRHHH~" teriakan lebih panjang terdengar sebagai jawaban.
"LUHAN BUKA PINTUNYA!" Baekhyun semakin panik.
Pintu kamar Minseok dan Junki terbuka terburu diikuti kedua sosok itu menghampiri Baekhyun.
"Apa yang terjadi?" Minseok bertanya.
"Aku tidak tau, Luhan tiba-tiba saja berteriak—"
"ARRGGHHH LEPAS!" teriakan itu membahana kembali dan ketiganya segera menyadari jika itu bukanlah suara Luhan.
"TAO?!" Mereka berseru bersamaan.
Kenop pintu terbuka dalam bantingan dan sosok Tao keluar dari sana. Pria itu kacau dengan darah mengotori tubuhnya pun ekspresi ketakutan menemani.
Baekhyun, Minseok dan Junki terkesiap dengan bola mata hendak meloncat menatap terkejut luar biasa pada sosok itu. Dan belum selesai keterkejutan itu berakhir, sosok yang lain keluar dari sana.
"RRRWWW~"
"LUHAN!" Minseok terpekik tertahan. Tungkainya menjelli melihat bagaimana hancurnya tubuh itu. Junki nyaris pingsan sedang Baekhyun terhempas tanpa oksigen. Matanya melebar dan perlahan mengambil langkah mundur.
Tao berteriak ketakutan dan terjungkal menghindari Luhan. Langkahnya tergopoh dan menggapai apapun untuk menopang tubuhnya. Luhan mengejar dengan tangan melayang di udara seolah hendak menarik Tao dalam cengkraman.
"PERGI KAU! LEPASKAN AKU!" Tao berteriak sepanjang lorong membangunkan penghuni kamar yang lain. Derap langkah kaki menaiki tangga, penjaga resepsionis berada disana dan dia nyaris terlempar jatuh pada anak tangga.
Luhan menggeram bak binatang buas. Gerakannya meliar meraih Tao dan menancapkan giginya pada lengan pria yang berhasil dia raih itu.
"ARRRRGGHHHHH!" teriakan Tao membahana dalam kesakitan. Semua orang yang berada di lorong sepucat mayat, sedang mata melebar tercekat dalam keterkejutan.
Luhan melahapnya seperti orang kelaparan. Giginya mencabik lengan Tao dan darah mengotori lantai juga dinding.
"MASUK KE DALAM KAMAR!" Penjaga resepsionis itu berseru keras mengembalikan fokus semua orang seketika. Teriakan mereka berbaur bersama Tao yang mengerang kesakitan menjemput kematian.
Baekhyun seolah terpaku pada tempatnya. Suaranya seperti hilang tertiup angin. Dia membiarkan dirinya menapak disana dan membiarkan retina melihat semua itu. Luhan mencabik-cabik tubuh Tao seolah temannya itu merupakan seonggok daging lezat yang tak boleh dilewatkan.
Dia menggigit semua yang terjangkau oleh mulutnya. Ujung hidung mancung Tao lepas menyisakan dua lobang menganga menuju tenggorokan. Pipinya tercakar lebar sedang bibir nyaris tak bersisa memperlihatkan deretan giginya yang kotor akan darah.
"BAEKHYUN!" Minseok berteriak memanggili lelaki bertubuh mungil itu dengan panik. Teriakan itu menarik perhatian Luhan, kepalanya tertoleh dengan bola mata memutih menatap sosok yang lain disana.
Pria berdarah Cina itu meninggalkan Tao yang terongok tanpa nyawa dan berjalan menuju ujung lorong. Baekhyun membola dan tak sempat menarik nafas, cepat-cepat dia membawa tungkainya masuk ke dalam kamar dan membanting pintu itu dengan keras lantas menguncinya kemudian.
Baekhyun bergetar luar biasa. Tubuhnya merosot jatuh beringsut menjauhi pintu dan nyaris mendapat serangan jantung ketika ponselnya meraung dalam panggilan.
Baekhyun memaksa bangkit kembali, ponselnya dia raih kasar dan menggeser dial hijau dengan cepat.
"Cha-Chanyeol—" Baekhyun meledak dalam tangis oleh ketakutan mendera luar biasa. Suaranya terpatah dan indera pendengarannya menangkap deru nafas berat Chanyeol yang bergulung di dalam sana.
"Baekhyun aku ingin kau tetap tenang. Aku sedang berada dalam perjalanan untuk menjemputmu, jadi bersembunyilah di tempat yang aman sampai aku disana!"
"Chan a-apa yang sebenarnya tengah terjadi?"
bersambung
One of my favourite genre; zombie apocalypse. Adakah yang sehati? Ehehe...
Hai apa kabar semua?
Mungkin beberapa dari kalian tau kalo aku pernah post ff ini jauh hari sebelum ff aku yang judulnya Dimple tamat juga yang Fools Sin di post tapi kemudian aku hapus lagi. Menulis genre ini merupakan kali pertama bagi aku dan aku takut ffnya terbengkalai(?) jadi aku mutusin untuk ngetik beberapa chapternya terlebih dahulu baru setelah itu di post kembali.
Makasih udah sempatin baca dan sampai ketemu di chap 2 :D
