Title : Still the Same Rain
Disclaimer : They're not mine. I only own the story.
Pair : KyuMin and slight MinWook, I've warned you.
Genre : Romance, Friendship
Rate : T
Warning : Shounen Ai, AU. Yang tidak suka OOC dan non pure pair sebagai pair sampingan silahkan menjauh, okay? Enjoy.
Summary : Tuhan sedang bermain-main dengan kita. Meskipun kini kau membenciku, meskipun kini semuanya berubah, setidaknya ini masih hujan yang sama, kan? Sekuel Me and Mr. Rain Hater.
~Still the Same Rain~
~A Super Junior fanfic~
Simfoni no 9.
Simfoni terakhir yang tercipta dari tangan dingin sang maestro Beethoven, saat penyakit tuli telah mengacaukan hidupnya. Lagu yang dibuka dengan arahan 'adagio molto'1), seolah membuka suatu layar hidup seorang Ludwig van Beethoven yang selama ini terkenal misterius-hal yang juga terjadi pada karyanya. Maha karya yang sentimental, romantis, sekaligus melankolis, terlahir dari perjalanan pribadinya, ketika dalam kehidupan cinta ia selalu bertepuk sebelah tangan.
Beethoven mencintai banyak wanita dalam hidupnya, namun banyak juga di antaranya yang tak tersampaikan. Siapa sangka orang yang dianggap angkuh itu ternyata pemalu dalam menyatakan perasaannya. Dalam tahun-tahun terakhir, dalam kehidupan yang sepi dan penuh derita psikologis berkali-kali ia mencoba bunuh diri. Dalam kepiluan itulah Simfoni no 9 lahir. Sebuah lagu yang emosional dan menyiratkan kepedihan, kesepian jiwa dalam keramaian yang ditandai dengan melodi yang bersahut-sahutan, namun pada tengahnya gesekan violin dan permainan piano yang begitu menyayat hati hingga membuat kita serasa meneteskan airmata, bagaikan refleksi seorang seniman yang kesepian, di tengah hiruk pikuk kehidupan.
Lagu sendu itu masih mengalun dalam kamar pribadinya. Simfoni no 9, simfoni Beethoven kesayangannya setelah Fur Elise. Lagu yang selalu ia dengar ketika ia pulang kerja dengan pakaian acak-acakan dan gurat wajah penuh letih, hingga hanya ada bantal dan kasur yang memenuhi pikirannya.
Sungmin masih menikmati simfoni itu hingga sampai pada chorale2)-nya, ketika tiba-tiba pintu kamarnya diketuk dari luar.
Dengan setengah hati ia beranjak dari tempat tidur.
-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-xx-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-
Di sebuah Akademi Musik, saat senja.
Sepi terasa menyengat ketika airmata membasahi pipinya. Dia merasa dia telah sering menangis selama beberapa tahun terakhir ini, tapi airmatanya tak kunjung kering juga. Bola mata coklat itu memerah, lututnya lunglai terduduk di kelas latihan biola yang sunyi. Ingatan tadi pagi masih terasa begitu jelas, bagaikan daging segar yang berlumuran darah. Dan kata-kata menyakitkan gurunya bagaikan garam yang menabur perih di atas gundukan daging berdarah tersebut.
"Kau tidak bisa mengikuti kompetisi tahun ini."
Dia sudah tahu. Gurunya sudah tahu tentang penyakitnya. Raynaud's Syndrome3). Penyakit yang paling ditakuti para violinist. Penyakit yang ditandai dengan jemari yang memutih ataupun berwarna ungu seperti keracunan, yang disebabkan karena kurangnya pasokan darah atau oksigen, bisa juga karena suhu yang terlalu dingin. Penyakit ini bisa permanen ataupun tidak, ia tidak tahu. Ia terlalu takut tahu. Apapun yang dikatakan oleh gurunya tadi-tentang nasehat untuk segera memeriksakan diri ke dokter dan sebagainya-satu-satunya yang ia ingat tentang gejala penyakit itu adalah: ia akan semakin memburuk di musim dingin.
Jemari yang terbiasa menari indah ketika bermain biola itu kini melemah. Ia tak ingin mengingat tatapan prihatin gurunya ketika melihat jemari indahnya itu memutih tepat sebelum memulai latihan, dan tiba-tiba-bagaikan kilat,tangannya kaku. Dan ia tidak bisa bermain seperti biasa.
Rasanya sakit...
Sakit begitu mengetahui mimpi yang selama ini ia idam-idamkan terpaksa hancur karena penyakit langka itu. Empat tahun ia belajar di akademi ini… Empat tahun ia menunggu kesempatan ini…
Kenapa kelainan itu harus datang kepadanya? Kenapa di tahun-tahun terakhirnya belajar? Kenapa tepat saat menjelang kompetisi biola-nya?
Sendu, di tatapnya pintu di mana gurunya berkata sedih beberapa jam yang lalu.
"Ini musim dingin. Beristirahatlah sejenak, Ryeowook-sshi. Tundalah egomu untuk mengikuti kompetisi tahun ini."
-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-
Kyuhyun melangkahkan kakinya keluar mobil, disusul oleh sosok yang sedikit lebih pendek darinya kemudian. Kedua orang itu berjalan cepat menuju sebuah rumah mewah di kawasan elit, ujung mantel keduanya berkibar selagi mereka berjalan bersama.
"Kau yakin akan ini, Kyuhyun?" Tanya sosok yang lebih pendek dari yang satunya. Wajah rupawannya sedikit terhalang oleh topi yang dipakainya. Yang ditanya hanya mengangguk, sembari mencengkram tangan kanannya kuat-kuat. Sosoknya terlihat tegap di bawah sinar rembulan.
"Lee Soo Man pasti terkejut akan kedatanganmu. Dia pasti senang."
Tak ada tanggapan. Keduanya terus berjalan dalam diam, melewati gerbang rumah yang megah dengan ukiran kelewat artistik di sekitarnya. Mereka melewati taman yang memisahkan gerbang dengan rumah itu, kerikil berbunyi di bawah sepatu mereka saat mereka melangkah.
Tak jauh dari situ, di depan pintu rumah mewah itu, sesosok laki-laki separuh baya telah menunggu mereka.
"Silahkan masuk, Tuan telah menunggu kedatangan kalian," ujarnya begitu dua pemuda itu datang. Ia mengantarkan mereka ke dalam rumah, suasana bangsawan begitu terasa di dalam rumah ini. Di depan sebuah perapian, sosok itu duduk. Memegang cerutu, ia menghembuskan nafasnya pelan.
"Jadi, alasan apakah yang membuat seorang pemuda penuh bakat sepertimu kemari?" Soo Man masih menghisap cerutunya dengan santai. Hankyung, pemuda yang sedari tadi menemani Kyuhyun hendak menjawab, tetapi dicegah Kyuhyun.
"Biar aku sendiri yang bicara," bisik Kyuhyun pelan. Tersirat kekhawatiran di mata Hankyung, tetapi ia hanya mengangguk.
Kyuhyun maju beberapa langkah, mendekati pria tua itu.
"Aku mencabut keputusanku kemarin."
Soo Man masih tak bergerak.
"Aku akan menolak mengikuti training dari management itu, jika kau mau membantuku," Kyuhyun berhenti sebentar.
"Aku bersedia diorbitkan sebagai artis di bawah management-mu, jika kau memberiku kesempatan bersekolah di akademi musik-mu."
Soo Man terkejut. Ia tidak menyangka syarat yang akan diajukan Kyuhyun semudah ini. Sebuah senyum licik terbentuk di wajah tuanya.
"Itu perkara gampang. Aku akan meminta Annie untuk mengatur jadwal trainingmu dan kelas vokal di akademi musik—"
"Aku belum selesai," sela Kyuhyun ketus. Seolah tanpa keraguan ia menambahkan, "Aku ingin kau menempatkanku di divisi piano."
Matanya tidak menerima penolakan, menatap dingin pada raut wajah Lee Soo Man yang tidak bisa ditebak.
-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-x-
Sungmin menuruni tangga dengan malas. Taruhan berapa pun ia berani menebak siapa yang mengganggu sore santainya kali ini.
Yesung terlihat gusar. Ia berjalan mondar-mandir di ruang tamu. Ia sedang marah, terbukti dari rambut hitamnya yang tampak kusut dan minuman yang tidak disentuhnya dari tadi. Sepertinya traktiran makan gratis dari Sungmin untuknya tadi siang kurang cukup. Well, Sungmin akan mengingatknya lain kali.
"Kuharap kau punya alasan untuk menggangguku, Yesung-sshi." Sungmin berjalan tenang mendekatinya.
"Panggil aku sunbae!" bentaknya galak yang tentu saja tidak mengurangi ketenangan Sungmin. Yang ditegur malah terkekeh pelan.
"Ryeowook menghilang," dengus Yesung lelah. Ia menghempaskan badannya ke sofa.
"Sudah mencarinya?" Tanya Sungmin efisien.
"Kau pikir apa yang sedang kulakukan? Mengunjungi teman lama untuk minum teh, huh?" balas Yesung sarkastis.
Sungmin terdiam.
"Ia tidak disini. Aku akan mencarinya."
Dan secepat kilat Sungmin mengambil mantel dan kunci mobil di kamarnya lalu kembali ke bawah. Menuju garasi, tanpa melirik Yesung yang memelototinya sedikitpun.
Sungmin mengebut. Mau tidak mau perasaannya mulai kalut. Ia tahu kebiasaan kekasihnya itu. Ryeowook sebisa mungkin tidak akan membuatnya khawatir. Pemuda itu selalu bisa menjaga dirinya dengan baik, sebagaimana dirinya.
Sungmin dan Ryewook, salah satu pasangan sempurna di Akademi Musik SM. Sungmin, sunbae terkenal di divisi piano yang kini berada pada tahun terakhirnya dan sebentar lagi lulus untuk memulai debutnya, dan Ryeowook, sang muatiara dari divisi Biola yang juga akan mengikuti kompetisi dan siapapun yakin ia akan menjadi pemenang tahun ini. Keduanya tampak sangat serasi, saling melengkapi. Sifat Sungmin yang giat dan tak banyak bicara, diimbangi Ryeowook yang efisien dan selalu mengerti kesibukan dirinya. Hanya Sungmin yang mampu memahami kerapuhan Ryeowook dibalik gemerlap prestasinya, dan hanya Ryeowook yang sejauh ini mampu bersabar menghadapi sikap dingin dan arogan dari seorang Lee Sungmin. Keduanya selalu sempurna dari sisi manapun, dalam kapasitas apapun.
Sungmin memarkirkan mobilnya di depan akademi yang mulai sepi dan langsung melesat ke ruang latihan Ryeowook. Ia tidak tahu apakah kekasihnya itu benar-benar ada disana, tapi hanya naluri yang menuntunnya begitu.
Dan disanalah, di ruang bertuliskan 'Ruang Latihan Divisi Biola 345' di lantai 3, Sungmin melihatnya.
Bahu yang bergetar menahan emosi dan tangis yang menggugu, Sungmin segera menghampirinya. Ia duduk memeluknya. Mengusap lembut kepalanya. Menenangkannya.
Lama mereka tetap berada dalam posisi itu.
"Aku tidak akan bisa bermain lagi…" Ryeowook mengeluarkan suara seraknya untuk pertama kali.
"Wookie-ah…" Sungmin menatap irisnya dalam, berusaha setidaknya ingin membagi rasa sakit di mata indah itu.
"Tidak bisa lagi… Mengikuti kompetisi… Tidak akan bermain lagi…" Ryeowook menggelengkan kepalanya kalut. Dadanya turun naik menahan sesak. Sungmin mencium keningnya pelan.
"Omong kosong," dengus Sungmin.
"Apa kehilangan paling buruk bagi seorang violinist, Sungmin-ah?"
Ryeowook menatap ke arah lain, dan menunjukkan jarinya yang memutih kepada Sungmin. Sungmin menahan napas tak percaya.
"Tidak mungkin…" bisiknya parau. Bagaimanapun kekagetan dalam suaranya tetap kentara.
Ryeowook tersenyum pahit. Lalu airmatanya jatuh lagi. Menjatuhkan diri dalam pelukan Sungmin yang sedikit menenangkannya.
Hening, hanya terdengar sedu sedan Ryeowook yang semakin melemah, Sungmin berkata, "Kita akan mencari jalan keluarnya. Percayalah padaku."
TBC~
1) "adagio molto" = "sangat lambat"
2) chorale= bagian keempat dari sebuah Simfoni, merupakan klimaks dari sebuah karya. Pada era Romantik dulu, suatu simfoni selalu terdiri atas 4 tahapan yaitu eksposisi, pembangunan, rekapitulasi, dan diakhiri dengan ekor (koda)
3) Raynaud's Syndrome= suatu kelainan yang ditandai dengan keluhan jari-jari tangan yang memutih atau berwarna ungu, diikuti dengan mati rasanya jemari tersebut dan tidak dapat digerakkan secara normal. Udara dingin akan memperburuk gejala ini. Sejauh ini belum ada obatnya dan hanya dapat dilakukan terapi serta tindakan pengobatan untuk mengurangi rasa sakit.
Author's Note:
Well, how was that?
Belum ada konflik yang terlihat jelas, karena ini baru prolog. Dan KyuMin belum bertemu-tentu saja, because it's too fast to start the main game at first chapter, right?
Begini, saya ingin meluruskan sebelum ada yang protes. Kenapa karakter Sungmin OOC sekali, kenapa Sungmin jadi seme, kenapa harus MinWook:
Semuanya akan saya jelaskan dalam chapter-chapter berikutnya nanti.
Percayalah, saya tidak membuat semua ini tanpa perhitungan, akan selalu ada alasan yang mendasari perubahan karakter di fanfic ini. Dan ya, ini sekuel dari Me and Mr. Rain Hater. So different? Tentu saja. Hidup ini berproses, sayang. LOL.
Oh ya. Saya sangat berterima kasih kepada kalian yang telah menyempatkan diri membaca dan mereview fic saya 'the Last Painting' (YuyaLoveSungmin, Cherry, Seo Shin Young, dewiikibum, Little Chick Ryuu, Choi harin, kimraehye, Apdian Laruku, Park Hyo Ra, thybum, Shywona489) saya benar-benar terharu mendapatkan motivasi dari kalian. Terimakasih!
Okay, any review?
