"Kenapa sih semua orang ngefans banget sama Bang Daniel ?"
Jihoon noleh, memastikan orang yang baru saja membuka mulutnya dan duduk disebelahnya memang berniat berbicara dan bertanya padanya.
"Umm..karena dia keren.."
"Itu aja ?"
"Enggak sih," Jihoon mengalihkan tatapannya kembali ke arah Daniel yang saat ini sedang menunjukkan aksi B-boynya di tengah lapangan, "Ya lo lihat aja, bisa di bilang dia jago semua hal, basket iya, ngedance apalagi, udah gitu kan lo tahu sendiri Bang Daniel orangnya ramah sama siapa aja, dia tuh definisi dari kalimat, nikmat Tuhan manalagi yang kau dustakan, jadi ya siapa yang enggak ngefans iyakan ?"
"Termasuk lo kak ?"
"Ya bohong sih kalau gue bilang enggak, haha.." Jihoon tertawa kecil, "lagian kan Bang Daniel mah emang cowok sejuta umat, susah buat enggak disukain.."
"Oh."
"Dih gitu doang.."
"Ya terus apa ?" Laki-laki yang masih berseragam basket kebanggaannya itu, meraih ransel yang tadi ia letakkan begitu saja di lantai sambil berdiri, "Gue balik duluan ya Kak.."
"Lhoh, enggak nungguin gue sama Bang Daniel ?"
"Gue bawa motor kan hari ini.."
"Ih iya, gue lupa. Ya udah, jangan mampir-mampir lo, langsung balik rumah, baik-baik tuh bawa motornya, inget belum punya SIM.."
"Berisik.."
"Yee," Jihoon mengerucutkan bibirnya tanpa sadar, "jangan lupa makan lo, badan keatas doang, enggak ada isinya sama sekali, ke rumah gue atau Bang Daniel kalau Tante belum masak.."
"Kak, sumpah deh, tawaran gue buat jadiin lo nyokap gue masih ada, mau aja ya ?"
"Kurang ajar!"
"Abisan, haha, udahlah gue balik ya, bilangin sama Bang Daniel, byee Kak Jihoon yang enggak tumbuh ke atas tapi kesamping!"
Teriak laki-laki itu sambil segera berlari menjauh sambil menunjukkan gummy-smilenya yang khas, yang tentu saja langsung disusul balasan teriakkan lain dari Jihoon.
"IH GUANLIN MAH NYEBELIN BANGET!"
Guanlin mengintip dari balik tirai jendelanya, melihat jelas bagaimana Jihoon tertawa keras dan tampak bahagia melihat Daniel meliukkan badannya, bagaimana keduanya asik bermain dengan kucing-kucing Daniel yang Guanlin sendiri lupa jumlahnya ada berapa, bagaimana Daniel mengelitiki tubuh Jihoon, sampai-sampai perempuan bersweater Pink itu pipinya bersemu sewarna dengan pakaiannya.
Dan, untuk pertama kalinya Guanlin merasa tidak ingin menganggu, merasa tidak bisa mengganggu. Meski selama ini, memang itulah yang selalu ia lakukan. Mengganggu Daniel dan Jihoon, dimanapun, kapanpun.
Guanlin yang belasan tahun lalu pindah kemari, kemudian segera saja menjadi pengikut Jihoon, tetangga manis depan rumahnya, yang sayangnya sudah sepaket dengan Daniel, duo sejak di perut Ibu keduanya, tentunya jauh sebelum Guanlin hadir.
Toh Guanlin tidak pernah peduli, bahkan meski dulu beberapa anak komplek selalu menjulukkinya pengganggu, atau anak bawang, atau bahkan "anaknya" Daniel dan Jihoon, karena well—memang ia selalu kebagian peran tersebut setiap mereka main anak-anakkan.
Lagipula Jihoon memang dari kecil si peduli yang kelewat cerewet, kaya Ibu-ibu pada umumnya, calon makmum hidup idaman, dan Daniel, nah—Ibu Komplek mana yang enggak berharap anak gadisnya bakal di imam-in sama si murah ketawa yang hobi buka baju kalo lagi nyuci mobil di minggu pagi, bikin khilaf.
Namun akhir-akhir ini, Guanlin, entah gimana, punya perasaan aneh itu, berasa ada kupu-kupu yang menuhin perutnya kalau dia lagi sama Jihoon, dan hawa bisa berubah panas banget kalau tiba-tiba Daniel muncul.
Atau mungkin lebih tepatnya, setelah selama ini ia selalu menjadikan Daniel sebagai panutannya, akhir-akhir ini, ia sangat ingin menjadi lebih daripada itu.
Tiba-tiba saja ia tidak ingin jadi Guanlin yang dikenal sebagai "adik"-nya Daniel, atau Guanlin si calon penerus Daniel sebagai Kapten Basket, atau Guanlin si "The Next Daniel" yang selama ini ramai-ramai orang bicarakan di sekolah mereka.
Ia ingin dilihat sebagai Guanlin saja.
Atau jika itu permintaan yang banyak.
Ia ingin Jihoon melihatnya sebagai Guanlin saja.
Cukup.
Ting!
Malas-malasan, Guanlin melirik hapenya yang tergeletak di atas kasur.
Bang Daniel:
Lin ?
Dimana ?
Kok kamar lo gelap ?
Udah pulang belom sih ?
Ngelayap ya lo ?
Kak Jihoon:
Pasti ngeluyur ya!
Kan gue udah bilang langsung pulang!
Bang Daniel:
Jihoon katanya ngambek sama lo wk
Sini gih rumah gue
Guanlin segera merubah mode hapenya menjadi silent, terlalu pusing dengan suara notif yang masuk beruntun, ia membalikkan layar hapenya menghadap kasur, menutupinya dengan bantal, kemudian segera menidurinya. Berusaha memejamkan matanya, meski ia tahu, ngantuk masih jauh dari dirinya saat ini, seperti jodoh mungkin, mungkin.
"Emang bener Lin, Kak Jihoon sama Bang Daniel jadian ?!"
Guanlin udah temenan sama Daehwi dari SD, tapi tetep aja kadang suka kaget kalau dia tiba-tiba muncul gini dengan hebohnya, tapi kali ini, dia lebih kaget sama pertanyaan bendahara kelasnya itu sih, jadilah Guanlin, meski dengan tampang cool nan datarnya, sok-sok nyingkirin mangkok soto yang isinya baru aja dia abisin, dan ngasih perhatian 100% buat Daehwi.
"Denger darimana Hwi ?"
"Dari mana-mana, lagian emang sekarang mereka sering berdua kemana-mana, kan ? Terus karena lo jarang keliatan sama mereka lagi, pada bilang gitu deh, jadi official enggak nih beritanya ? Spolier dong buat gue!"
"Yee lo kira mereka film." Jawab Guanlin acuh.
"Ya kan lo yang paling deket sama mereka! Pasti tahu dong, bagi-bagilah kabar baik sama gue!" seru Daehwi dengan semangat menggebu-gebunya, berbanding terbalik dengan ekspresi Guanlin.
"Enggak tahu apa-apa gue, mereka enggak cerita.."
Daehwi mengamati rona wajah Guanlin, yang emang dari dulu sampe hari ini, gitu-gitu aja, lempeng kaya jalan tol.
"Lo lagi berantem apa gimana sih sama mereka ?"
"Heh ?"
"Kenapa sih ? Serius deh, kalo gue inget-inget, emang udah lama banget sih gue enggak lihat lo barengan sama mereka," Daehwi menatap Guanlin intens kali ini, "Baejin juga bilang lo langsung kabur gitu aja kalau abis latihan basket, enggak pernah ikut ngumpul lagi, kenapa sih ?"
"Kepo lo Hwi.."
"Dih, walaupun elo mah nganggep gue cuma temen yang selalu sekolah bareng sama lo, gue mah nganggep lo sahabat kali Lin," Daehwi tersenyum kecil, "atau ya kalau enggak mau sama gue, sama Baejin kek, atau sama Mas Woojin tuh, gue juga baru inget tadi dia nyariin lo, katanya lo enggak pernah bales chat di grup OSIS lagi."
"Lebay ah lo pada, gue masih muncul ini di sekolah, di lapangan basket, di ruang OSIS juga," Guanlin bohong sih kalau bilang enggak kesentuh sama kalimat Daehwi barusan, jadilah dia senyum-senyum kecil, "tapi thanks ya Hwi, gue baru tahu, banyak juga yang kangen gue, hahaha.."
"Ih nyesel gue ngomong lihat cengiran lo yang kaya gini sih," goda Daehwi sambil nunjuk-nunjuk Guanlin bercanda, "tapi..beneran nih Lin, enggak mau spoiler ke gue ?"
"Yeeuuuh.."
"Hahahaha.."
"Eh..eh Hwi, gue mau nanya.."
"Ih lo mah ditanya enggak jawab malah balik nanya.."
"Ya udah enggak udah dijawab kalau enggak mau," respon Guanlin cuek, "Lo termasuk fansnya Bang Daniel enggak Hwi ?"
"Eh ? Gue kan udah sama Baejin Lin, dia aja cukup, satu enggak abis-abis dari dulu.."
Guanlin memutar matanya malas, "Es Krim emang si Baejin.."
"Hahaha, abis lo nanya aneh-aneh banget ?!"
"Enggak, maksud gue, lo tahu sendirilah, semua anak cewek yang kenal Bang Daniel pasti jadiin dia idola, kali aja lo juga iya.."
"Umm..ya sulit sih emang enggak nge-idolain Abang lo yang satu itu.."
"Kalau gue ?"
"Apaan elo ?" Tanya Daehwi balik, bingung.
"Yaa gue..bisa di idolain juga enggak ?"
Daehwi kembali menatap serius Guanlin, beberapa detik, kemudian tertawa sekeras-kerasnya, bikin Guanlin pengen ngumpet aja, "Lo kejedot apa sih Lin ?!"
"Kalem Hwi, gue tinggal nih."
"Mainnya ngancem ih," Daehwi masih saja tergelak, "Lo tuh…ya banyak juga sih yang idolain, tapi kan charm lo bedalah sama Bang Daniel, makanya gue heran sama headline mading minggu kemaren, Guanlin The Next Daniel, itu mah kaya, musim panas diganti musim dingin gitu, paham enggak ?"
"Enggak," cueknya Guanlin keluar lagi, "kalo lo sukanya sama yang kaya gue atau Bang Daniel ?"
"Baejinlah, jelas.."
"Salfok.."
"Hahahaha..ya lo juga pinter nanyanya, menurut gue mah yang cocok sama Bang Daniel ya model-model kaya Kak Jihoon gitu, yang imut-imut, gemesin tapi bisa ngontrol situasi, terus ya lo perhatiin aja lah, mereka kaya apa kalau udah berdua, terus…."
Guanlin bahkan tidak lagi mendengar kalimat-kalimat yang diutarakan Daehwi selanjutnya, pikirannya jadi jalan kemana-mana, dari dulu padahal kalimat semacem "Jihoon cocok banget sama Daniel" tuh udah makanan sehari-harinya Guanlin, tapi kenapa sekarang rasanya ganggu banget ?!
"Jangan kabur dulu lo Lin, gue mau ngomong."
Guanlin yang emang orang pertama, yang berhasil keluar dari kelas pas bel pulang bunyi, cuma bisa melengos pasrah melihat Woojin—Ketua Osisnya, sudah ada di parkiran motor, entah sejak kapan.
"Niat banget Mas nyegat guenya.."
"Tumben lo sopan ?! Kesambet ?!"
"Yaudah, mau ngomong apa Jin ?"
"Si bangke emang," Woojin noyor kepala Guanlin pelan, dengan sedikit jinjit tentu saja, "Lo kemana sih tiap balik sekolah ? Heran gue, lebih gampang ketemu Kepsek daripada elo.."
"Poin ?"
Woojin menghela nafas, mencoba sabar, seperti biasa. "Hyungseob titip pesen, cuma lo yang belum ambil sertifikat LDKS, terus gue enggak tahu lo baca chat grup apa enggak, tapi besok sore kita ada rapat dan gue mau semua anak baru dateng, yang terakhir, Jihoon nyalahin gue karena katanya lo kelewat sibuk OSIS sampe enggak bisa nemuin dia, padahal ini aja gue mesti nungguin lo disini biar bisa ketemu, lo kenapa sih Lin ?"
Biarpun di cap cuek tingkat nirwana, Guanlin bukan orang yang suka bohong dan lepas tanggung jawab, jadi sebenernya dia agak enggak enak dan ngerasa bersalah juga sih denger omongan Woojin barusan.
"Maaf Jin, gue—gimana ya ?"
"Si bangke malah balik nanya," Woojin menepuk pundak Guanlin pelan, "Gue tahu lo lagi kabur-kaburan Lin, semua yang deket sama lo juga ngerasa. Kalau lo nganggep gue sebagai temen lo, gue cuma bisa bilang, silahkan cerita ke gue kalau lo mau, tapi sebagai ketua OSIS lo, gue juga enggak bisa biarin lo gitu aja jadiin OSIS kambing hitam buat masalah lo, paham kan Lin ?"
"Iya gue ngerti, maaf Jin."
"Kemaren lo masih gue cover di depan Jihoon, gue iya-iyain aja tuh bocah nyalahin gue, besok-besok kalau gue denger kaya gitu lagi, gue ganti lo jadi ketua acara pensi sekolahan."
"Anji—"
Pluk! Woojin sekali lagi menoyor kepala adek kelasnya itu, lumayan keras kali ini. "Bahasa wey, masih dibawah umur lo!"
Guanlin mematikan motornya, meraih hapenya dari saku celana seragamnya, mendial nomor teratas yang beberapa jam lalu baru menghubunginya juga.
"Sam, gue udah di depan ruko yang warna-warni.."
"…"
"Oh..oke-oke, awas aja lebih dari dua menit.."
Tanpa menunggu balasan dari suara di ujung sana, Guanlin langsung saja memutuskan sambungan telepon diantara mereka, turun dari motornya, mengaitkan helmnya di stang, dan memastikan hadiah ulang tahunnya tahun lalu itu sudah benar-benar terkunci.
"Yooaa my brooo!"
Guanlin noleh pas banget ada bocah seumurannya yang lagi nyeruduk dia, kemudian setengah meluk badannya, berasa kaya udah enggak ketemu sekian abad. Guanlin mah seperti biasa, hanya berdiri kaku, sedikit geli, karena emang enggak suka skinship—katanya.
"Samuel, biasa aja, please ?" Pinta Guanlin langsung, sambil nengok kanan-kiri, takut-takut ada yang lagi ngelihatin mereka.
"Hahahahaha," Samuel, temen Guanlin waktu SMP tapi terus pindah komplek, jadi SMAnya juga enggak gabung sama yang lain, "Abisan kan gue merasa tersanjung di datengin seorang Guanlin.."
"Jangan bikin gue merasa salah pilih nih.."
"Emang lo punya pilihan lain, heh ? Sama siapa lagi lo mau minta diajarin ngedance, kalau bukan sama gue ?" Samuel mengedip-ngedipkan matanya, membuat Guanlin langsung aja inget si pencinta Pink yang jam segini harusnya lagi bimbel dan suka ngedip-ngedip manis juga—yang itu, kalau si Samuel ini sih enggak manis kedipannya, "..tapi masih heranlah gue, kenapa enggak minta ajarin Bang Daniel aja sih ?"
"Dia sibuk, kan udah kelas tiga.."
"Ooh iya juga sih," Samuel manggut-manggut, berjalan duluan sambil ngodein Guanlin untuk ngikutin dia, "Btw Lin, beneran suka banget ya sama si gebetan lo ini ? Sampai bela-belain belajar ngedance ?"
"Kok lo berisik sih Sam.."
"Yee, ini buat riset tau, gue kan perlu paham dulu nih latar belakangnya gimana, jadi gue juga ke-motivasi buat ngajarin lo," Samuel melirik ke arah Guanlin sekilas, "ya..maaf-maaf aja nih, dari sekian orang seumuran yang gue kenal, elo doang yang kalau joget kaya Kakek-kakek senam jantung..hahahaha…"
"Sialan!"
"Fakta tau Lin, jadi—"
"Gebetan gue suka anak B-boy—"
"Oh My God!"
"—dan gue tau itu susah, gue juga tau kapasitas gue kaya apa, bulan depan ada pensi di sekolah gue Sam, gue pengen battle sama si anak B-boy ini—"
"Bulan depan ?!"
"Berhenti nyela bisa enggak sih ?!" Sungut Guanlin emosi, yang cuma dibales cengiran lebar Samuel. "Iya bulan depan, dan iya gue juga tau, waktu segitu dengan postur gue yang kaku ini, gue enggak akan bisa sejago itu. Target gue cuma basic aja, popping or krumping or apalah sebutan kalian, seenggaknya gue cuma mau nunjukkin sebesar apa usaha gue untuk nyoba hal yang gebetan gue suka, jadi gimana, lo mau bantuin gue enggak ?!"
"Ngegas ih.."
"Samuel, mau bantuin gue apa enggak ?"
"Hahaha, iya-iya, patah tulang diluar tanggung jawab gue ya Lin tapinya.." Samuel tertawa semangat, menggaet tubuh Guanlin dalam rangkulannya—lagi, membuka pintu yang ramai ditempeli sticker-sticker band emo di hadapan mereka, membuat keduanya segera ditatap oleh sekumpulan manusia-manusia lain seusia mereka, yang sudah berkeringat, tampak dipenuhi adrenaline, dan berbaur dengan dentuman musik yang keras penuh semangat.
.
.
.
TBC
.
.
.
Haiii..
Huuuf, aku enggak nyangka bakal kena virusnya wanna one juga, secara cuma Jisung yang bisa aku oppa-in HAHAHAHA
Dari kemarin tuh di sela-sela kerjaan aja kebayang-bayang plot cerita ini banget, sampe kesel, jadilah ini di bela-belain nulis, takut kebawa mimpi T.T
Bakal ada 1 atau 2 chapter lain, tolong reviewnya ya hehehehe
Cheers!
