Katekyo Hitman Reborn © Amano Akira
Pair : intinya 1827, pair yang lain hanya sebagai bumbu dan tergantung reader sekalian untuk menentukannya XD
Warning : OOC, canon, typo(s) bertebaran layaknya bunga sakura, shounen-ai/BL/yaoi, EYD ngaco, dan beberapa kesalahan lainnya, maklum saia Author pemula.
Karena ini fanfic pertama saia di fandom KHR jadi mohon maaf jika banyak sekali hal yang salah di sini, maka dari itu mohon bantuannya ya senpai-tachi (-/\-)
—o0o—18ひばりつな27—o0o—
Semilir angin berhembus pelan di pinggir hutan dekat kuil Namimori. Di sana terdapat dua sosok yang sedang berdiri berhadapan dengan aura yang unik. Yang satu bertubuh seperti bayi berpakaian khas mafia dengan seekor kadal—yang dia bilang partnernya. Sedangkan yang satu lagi sosok yang agak tinggi—dia bukan bayi seperti sosok yang satunya. Sosok itu tak terlihat begitu jelas karena memakai jubah hitam yang menutupi seluruh tubuh bahkan wajahnya.
Hembusan angin kembali datang membuat jubah hitam itu berkibar seirama dengan gerakan angin. Saat hembusan angin itu terhenti sosok berjubah hitam itu memberikan sebuah buku yang lumayan tebal pada sosok bayi yang kini sedang tersenyum penuh arti—dan cukup menyeramkan bila dilihat lebih teliti.
"Aku harap kau menemukannya, ini juga cukup bagus untuk ujian muridmu," kata sosok berjubah itu dengan nada tenang namun menyimpan sejuta misteri di dalamnya.
Sang bayi kembali tersenyum. "Tentu saja, ini akan menarik. Meski aku tahu bahwa ujian ini hanya akal-akalanmu agar kau bisa senang sendiri,"
"Jangan seperti itu, aku sudah capek membuat jebakannya. Aku mengharapkanmu, Reborn-san." Setelah mengucapkan beberapa patah kata itu, sosoknya menghilang ditelan angin.
Sosok yang dipanggil Reborn kemudian meneliti buku tebal itu. Setelah itu ia mengangkat wajahnya untuk memandang langit malam yang cerah dan penuh bintang.
"Bersiaplah, Tsuna."
—o0o—18ひばりつな27—o0o—
Seven Key
Chapter 1 : Arashi, Ame, to Hare!
—o0o—18ひばりつな27—o0o—
Siang hari yang cerah, ditambah sekarang sudah memasuki musim panas menambah terik matahari berlipat-lipat lebih panas dari biasanya. Seorang remaja berambut cokelat hanya bisa menghela napas panjang. Sesekali ia melirik jendela dengan langit biru tanpa awan satu pun—pantas saja hari serasa panas sekali. Ia menggerakan sebelah tangannya menuju kerah bajunya lalu mengibas-ngibas kerah tersebut sebagai cara penghilang panas. Namun, hal yang ia lakukan tidak terlalu membuat suhu tubuhnya mendingin. Dengan ekspresi lelah satu tangannya lagi ia gerakan untuk menghapus keringat yang telah meluncur dari dahinya.
Hari ini sangat panas sekali—lebih panas dari yang kemarin—dan remaja cokelat itu sudah tidak tahan lagi ingin segera pergi ke kolam renang di sekolahnya; berenang ke sana kemari, juga bermain air—melupakan fakta kalau dia belum bisa berenang sepenuhnya. Dirinya yakin perasaan panas ini akan sepenuhnya hilang berganti dengan dinginnya air kolam renang. Oh, jangan lupakan juga bayangan teman-temannya yang ikut bermain air bersama dirinya. Sungguh mengasyikan.
KRIINGG
Lamunan remaja cokelat itu terhenti saat telinganya mendengar suara bel istirahat berbunyi. Ia kembali menghela napas lalu kembali menatap langit yang kini dihiasi oleh satu awan kecil ditengah. Remaja itu mengeryitkan dahinya, sejak kapan awan itu sudah ada di sana? Datangnya tiba-tiba sekali, mengingatkannya pada ketua komite kedisplinan yang sering datang mendadak—
"Juudaime! Apakah ada sesuatu di langit itu? Musuh kah? Mana? Mana? Siapa orang yang berani mengganggu Juudaime akan saya hajar!" cerocos seorang remaja lainnya rambut perak, rambut yang panjangnya sebahu itu bergerak-gerak bersamaan dengan gerakan celingak-celinguk pemiliknya. Iris emerald-nya menatap tajam langit yang dilihat remaja cokelat tadi.
Sang remaja cokelat tersenyum canggung dan buru-buru berdiri untuk menghentikan sahabatnya yang kini sedang mengacung-acungkan beberapa dinamit di tangannya. "Bu-bukan apa-apa kok Gokudera-kun, aku hanya sedang ingin melihat langit,"
Remaja perak yang terpanggil menurunkan dinamitnya dan segera menyimpannya—tidak ada yang tahu dinamit itu di simpan di mana dan remaja cokelat itu tidak mau tahu dari mana asalnya.
"Memandang langit di musim panas memang yang paling menyenangkan bukan, haha...," sebuah suara terdengar dari seorang remaja lain berambut hitam, ia melipat tangannya ke belakang kepala sambil cungar-cengir gak jelas.
Si kepala perak menoleh ke asal suara. "Aah! Yakyuu-baka! Kau mengambil kata-kataku tahu!" sembur Gokudera seraya mengepalkan tangannya dan siap sedia untuk memukul remaja rambut hitam itu kapan saja.
"Sou na no ka?" jawab si rambut hitam dengan wajah polosnya. Tidak terima dengan ekspresi yang dikeluarkan si rambut hitam, Gokudera langsung mencengkram kerah orang yang dipanggilnya yakyuu baka.
"Teme!"
Remaja cokelat yang merasa akan terjadinya sebuah perkelahian rutin, seperti biasa ia kembali tersenyum canggung dan memainkan lengannya untuk menghentikan kedua temannya yang tak pernah jera untuk berperilaku seperti itu. "Maa—maa—Gokudera-kun! Yamamoto! Sudahlah lebih baik kita istirahat sebelum bel masuk berbunyi,"
Gokudera melepas cengkramannya dengan ekspresi ketus. Namun saat ia melihat remaja cokelat itu ia tersenyum bak malaikat. "Jika Juudaime berkata seperti itu, baiklah."
"Ooh, itu ide yang bagus, Tsuna," tambah Yamamoto masih dengan cengirannya yang khas.
"Teme! Kau mengambil kata-kataku lagi!"
"Sou na no ka?" lagi, Yamamoto memasang ekspresi polos yang membuat Gokudera tambah tersulut emosi.
"Sou—jane—yo—!"
"Mou ii, Gokudera-kun! Yamamoto!" lerai remaja cokelat itu dengan sedikit menaikkan nadanya. Ia menghela napas lega saat sahabat peraknya memalingkan wajah dan memasang senyum paksa pada dirinya; sedangkan Yamamoto masih betah dengan senyuman khas-nya.
Akhirnya tiga orang itu pergi ke kantin bersama-sama meskipun pertengkaran kecil masih senantiasa terdengar di sepanjang jalan, yah remaja cokelat itu sudah sangat terbiasa dengan ke'akuran' mereka, asalkan tidak menimbulkan masalah setidaknya dirinya bisa memaklumi.
Dia—remaja cokelat itu bernama Sawada Tsunayoshi, hidupnya awalnya tenang, tentram, sejahtera dan biasa saja—jangan lupakan kehidupan ke-dame-annya. Namun hal itu berubah saat seorang bayi—dilihat dari segi fisik—bernama Reborn datang dan menjadi katekyo untuk dirinya. Sejak saat itu Tsuna menjadi bos ke sepuluh Vongola, yaitu salah satu mafia terbesar yang ada di dunia. Seberapa keras pun Tsuna menolak untuk menjadi bos, akhirnya ia bersedia juga—meski memakan waktu yang sangat banyak untuk mengakui bahwa dirinya adalah bos mafia yang besar.
Tsuna melirik ke arah Gokudera yang masih berwajah ketus dan garang—hal itu membuat Tsuna berkali-kali ketakutan, bahkan setiap hari bercerita pada mamanya bahwa Gokudera itu menyeramkan. Tapi, kini Tsuna sudah tidak takut lagi pada Gokudera, remaja perak itu adalah teman sekaligus guardian yang paling loyal padanya, bahkan Gokudera memanggilnya dengan julukan 'Juudaime' berbeda dengan guardian yang lainnya. Tapi justru itulah ciri khas seorang Gokudera Hayato—Arashi no Shugosha.
Lalu remaja berambut hitam di sebelah kanannya yang selalu tersenyum di mana pun ia berada bernama lengkap Yamamoto Takeshi—Ame no Shugosha, seorang penggila baseball yang memiliki keberuntungan yang luar biasa di dalam pelajaran. Sifatnya tenang dan bisa menjadi penengah apabila Gokudera mulai menyulut emosi orang lain. Sebut saja saat Sasagawa Ryohei—Hare no Shugosha; yang hobi mengatakan kyokugen; tengah adu mulut dengan Gokudera pasti dirinyalah yang menenangkan keduanya; seperti sifat air yang tenang.
Selain mereka bertiga masih ada tiga orang lagi guardian yang dimiliki oleh Tsuna. Lambo sang Kaminari no Shugosha, Chrome Dokuro atau Rokudo Mukuro sebagai Kiri no Shugosha dan Hibari Kyoya sebagai Kumo no Shugosha yang hobi menyendiri dan antisosial namun sadis.
Tsuna kemudian melihat Ryohei berjalan mendekatinya dan langsung mengajaknya untuk masuk klub boxing seperti biasa.
"SAWADA! KAU HARUS MASUK KLUB BOXING SECARA KYOKUGEN!" teriak Ryohei seraya menatap Tsuna dengan pandangan serius.
Gokudera yang memiliki mental mudah tersulut kini sudah berdiri di hadapan Ryohei dengan dinamitnya. "Diam kau shibafu-atama! Juudaime tidak akan masuk ke dalam klub bodohmu itu!"
"Apa kau bilang tako-head? Itu tidak ada urusannya denganmu!" Ryohei menjawab lantang.
"Maa—maa—futari te mo..., ojitsuke...," giliran Yamamoto melerai.
Sekali lagi Tsuna hanya bisa tersenyum canggung melihat teman-temannya yang selalu melakukan rutinitas seperti ini setiap hari. Yah, setidaknya rutinitas tersebut berjalan mulus sampai pada malam harinya Tsuna dikagetkan oleh informasi yang diberikan oleh Reborn.
—o0o—18ひばりつな27—o0o—
Malam itu, Tsuna memilih untuk duduk di depan meja belajarnya—sebenarnya ia mencoba untuk mengerjakan PR namun nihil. Karena bosan ia melangkahkan kakinya ke arah jendela dan membuka tirai sekaligus jendelanya. Ia memperhatikan langit malam penuh bintang yang sangat cerah. Saat dirinya sedang asyik merasakan belaian angin dan menghirup aroma tanah khas musim panas, Tsuna dikagetkan dengan tendangan mendadak dari Reborn.
"Dame-Tsuna! Sekarang bukan saatnya untuk bersantai! Akan ada bencana sebentar lagi jika kau terus bermalas-malasan!"
Tsuna yang masih mengusap bokongnya menatap Reborn dengan pandangan polosnya—tak lupa dengan gumaman 'itte' dan 'hiie'-nya. Setelah beberapa detik Tsuna merasakan ada yang tidak beres dengan perasaannya. Sepertinya sesuatu yang buruk memang akan terjadi, apakah ini berhubungan dengan perkataan Reborn barusan?
"A-apa maksudmu Reborn?"
Sementara itu Reborn hanya tersenyum misterius seperti biasa. Bayi kecil itu melompat untuk mengambil sebuah buku kemudian disodorkannya ke arah Tsuna. Bos kesepuluh Vongola itu terdiam sejenak kemudian dengan ragu menerima buku itu, ia tahu dalam hatinya terdapat rasa enggan namun disisi lain ia tidak bisa menolak perintah dari Reborn. Bisa-bisa dirinya ditembak sampai mati.
Karena Reborn tidak mengatakan apapun, Tsuna mengambil inisiatif untuk membuka buku itu dan segera terbelalak kaget ketika sebuah hologram terpantul jelas di sana. Dalam hologram itu tergambar beberapa pedang berukuran kira-kita 7 centimeter dengan sebuah bola kristal warna-warni ditengahnya. Jika dilihat dengan baik warnanya sama dengan warna dot Arcobaleno atau warna pelangi. Apakah ini ada hubungannya dengan trinisette?
"R-Reborn apa maksudnya ini?" Tsuna makin tak mengerti saat melihat hologram itu, bukankah rencana Byakuran sudah digagalkan tiga bulan yang lalu? Lalu sekarang apa lagi masalahnya? Tsuna merasakan hawa tak enak saat menyentuh buku tersebut.
"Baca saja sendiri, aku mau tidur." Setelah mengucapkan itu, sebuah gelembung keluar dari hidung Reborn menandakan sang bayi telah tertidur.
Melihat itu Tsuna makin mengacak rambutnya frustasi. Kenapa dirinya harus mengalami hal malang seperti ini? Setelah insiden melawan Byakuran selesai, apalagi yang akan muncul? Bukankah rahasia trinisette sudah ditemukan? Lalu hologram berbentuk pedang ini apa? Bagian lain dari trinisette? Benarkah?
Si remaja cokelat makin panik. Beberapa kali ia mengacak rambutnya untuk menghilangkan rasa gugup, khawatir bercampur cemas dalam hatinya. Apakah ini pertanda bahwa dirinya harus kembali bertarung? Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa semuanya harus berjalan rumit seperti ini?
'Reborn! Kenapa kau malah tidur?' batin Tsuna sambil menangis lebay—dalam imajiner tentunya.
Setelah sepuluh menit ia berperang dengan kacaunya hati serta pikirannya. Akhirnya ia memutuskan untuk meneliti buku aneh tersebut. Alangkah terkejutnya saat ia membaca isi dari buku tersebut.
"Uso..., sonna...," gumam Tsuna lirih, buku yang ada dipangkuannya terjatuh begitu saja. Ekspresi shock kini terpangpang jelas di wajah manisnya. Sungguh ia tidak percaya dengan apa yang ditulis di dalam buku ini.
Di sana tertulis bahwa segel Mare Ring telah rusak. Satu-satunya cara untuk memperbaikinya hanyalah menemukan 'Seven Key' yang berada di sebuah situs kuno di sebuah hutan belakang kuil Namimori. Jika segel itu tidak diperbaiki dalam waktu tiga hari lagi, cincin itu akan kembali menemukan pemiliknya, dan kemungkinan masa depan akan terancam lagi.
"UWAAA DOUSHIYOUU!" jerit Tsuna sambil keliling-keliling kamar dengan tidak elitnya. Pokoknya besok ia harus menghubungi teman-temannya dan membicarakan masalah ini dengan serius.
Padahal besok adalah hari terakhirnya sekolah karena akan ada liburan musim panas. Sayangnya liburan kali ini ia dengan terpaksa lagi harus melakukan hal yang berbau mafia. Tsuna kadang berbatin, kapan dirinya akan kembali ke kehidupan normalnya? Ah, tapi jika ia kembali pada waktu saat ia belum bertemu dengan Reborn, bisakah dirinya memiliki teman yang sangat berharga seperti sekarang? Belum tentu bukan? Rasanya ia sedikit bersyukur dengan kedatangan bayi Arcobaleno ber-dot kuning itu—meski Tsuna masih tidak suka dengan tendangan kasar ala Reborn. Tapi itu semua salah Tsuna sendiri bukan? Yah, meski tidak murni semua sih.
Saat bola mata cokelatnya menatap jam dinding yang sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Dengan berat hati ia mematikan lampu kamarnya dan menghempaskan tubuhnya ke atas kasur. Ini akan menjadi malam yang sulit, malam di mana ia tidak bisa tidur karena terlalu mengkhawatirkan perihal 'Seven Key' tersebut.
'Aku harap semuanya akan baik-baik saja,' batin Tsuna sebelum kelopak matanya tertutup; menyembunyikan indahnya iris karamel yang diam-diam selalu membuat orang lain terpesona.
—o0o—18ひばりつな27—o0o—
Keesokan harinya sepulang sekolah Tsuna plus guardian-nya—minus Chrome dan Hibari; tengah berkumpul di kamar sang Bos. Entah kenapa setelah Tsuna membicarakan soal segel Mare Ring yang rusak ketiga sahabatnya itu malah terdiam—abaikan Lambo yang masih asyik bermain dengan I-Pin.
Tsuna yang tidak enak dalam kondisi canggung seperti ini memutuskan untuk membuka suara, namun baru saja ia membuka mulutnya Ryohei menyela dengan suara lantang.
"Kita pasti bisa menemukan kunci itu dengan KYOKUGEN!" teriaknya dengan nada khas-nya yang agak berisik—walau tak seberisik Squalo dari Varia; tiba-tiba yang namanya terketik bersin gak jelas.
"Sou-ssu ne," tambah Yamamoto ceria.
"Atarime—darou? Aku sebagai tangan kanan Juudaime pasti bisa menemukannya dengan cepat," bangga Gokudera dengan berlutut seraya mengangkat satu tangannya ditambah dengan blink-blink imajiner yang entah sejak kapan muncul.
Tsuna yang tadinya sedikit khawatir kini bisa bernapas lega kembali. Ia sangat bersyukur memiliki sahabat yang sangat perhatian padanya.
Gokudera kemudian mengambil buku berisikan hologram tersebut kemudian membacanya sambil mengangguk-angguk tanda mengerti. Yang lainnya masih pada acara kejar-kejaran—Lambo dan I-Pin; Tsuna yang sibuk memperhatikan buku; Ryohei yang asyik meninju-ninju udara dan Yamamoto yang masih asyik dengan kekehannya. Aah, teman-teman yang sangat 'normal'.
"Aku mengerti Juudaime, intinya jika kita ingin—"
"Gyahaa~ kejar aku kalau bisa! Lambo-san adalah pelari nomor satu—da moo ne!" seekor atau lebih tepatnya seorang anak kecil berambut afro bertanduk sapi berlari-lari di atas meja di mana Gokudera sedang menjelaskan perihal Seven Key pada Tsuna. Seperti biasa aura suram dan perempatan imajiner kini setia keluar dari tubuh si Arashi no Shugosha.
"Ah Lambo curang! Kau melewati batas!" I-Pin berusaha untuk mengejar lambo, namun segera mundur saat merasakan hawa membunuh dari sang remaja perak yang kini sedang mematahkan kacamata bacanya—saking kesalnya dia.
"AHO-USHI! JANGAN GANGGU! PERGI SANA!" kala itu Gokudera melempar Lambo ke arah pintu keluar dengan kasar—mengabaikan tangisan air terjun milik Lambo, Gokudera kembali ke mode teoritisnya dan manatap Bos-nya dengan serius. "Begini Juudaime, seperti namanya Seven Key menandakan bahwa kunci tersebut ada tujuh buah, setiap kunci memiliki warna masing-masing seperti dot Arcobaleno—"
Tsuna sempat terbengong melihat Lambo dan bergumam 'hiie' kecil sebelum kembali fokus mendengarkan 'ceramah' Gokudera.
"—dan untuk mendapatkannya kita harus menyelesaikan tujuh rintangan di dalam situs kuno tersebut. Masalahnya yang bisa masuk situs hanya dua orang dan di buku ini tidak tertulis tentang apa saja mengenai tujuh rintangan itu. Bisa disimpulkan kalau ini termasuk salah satu ujian juga. Dan sebagai tangan kanannya Juudaime, aku berhak pergi bersamanya ke dalam situs kuno itu, lagi pula hanya aku yang bisa membaca tulisan kuno itu dibanding semuanya." Jelas Gokudera panjang. Yang lain hanya kicep karena tak begitu mengerti dengan penjelasan si remaja perak yang terlalu panjang—intinya mereka tak bisa menangkap semua perkataan sang Arashi no Shugosha, lemot sekali otak mereka—ups.
Ryohei langsung berdiri tanda tak terima dengan keputusan sepihak dari Gokudera. "Apa maksudmu tako-head? Aku lebih kyokugen dari pada kau! Kau tidak berhak memutuskannya sendiri!" katanya seraya mengarahkan kepalan tangannya ke depan.
"Diam kau shibafu-atama! Ini tidak ada hubungannya dengan kyokugen bodohmu, ini soal masa depan kita dan kita harus—" selanjutnya perkataan Gokudera terpotong oleh Yamamoto yang berusaha melerai dengan kalimat khas-nya.
"Maa—maa—"" Yamamoto berusaha untuk kembali melerai.
"Hmph, dasar Aho-dera! Orang sepertimu mana bisa? Kau lebih pantas memijat punggung Lambo-san—da moo ne!" entah dari mana Lambo kembali muncul sambil mengorek hidung-nya seperti biasa—kelihatan sekali dia tidak takut siksaan dari Gokudera.
"NANI?!" Gokudera sudah mengeluarkan dinamit plus Box Weapon-nya.
Tsuna yang mulai merasakan perang akan terjadi ber-sweetdrop ria kemudian memasang ekspresi serius. "Maa—maa—minna! Tenanglah dulu, lebih baik kita pergi ke sana bersama-sama saja. Nanti kita tentukan siapa yang cocok di sana," akhirnya sang Bos mengeluarkan suaranya sekaligus kata-kata bijaknya yang sering keluar dari mulutnya tanpa ia sadari.
Reborn yang tiba-tiba datang dengan misterius, kini seenaknya duduk di bahu Yamamoto. "Benar apa yang kau katakan dame-Tsuna! Karena situs kuno itu akan memilih siapa yang paling cocok untuk bisa masuk kedalam labirin rintangannya,"
"Kau dari mana saja Reborn? Menghilang di saat yang sangat penting," Tsuna bertanya atau lebih tepatnya menggerutu pelan. Remaja cokelat itu sama sekali tidak pernah mengerti cara Reborn mendidik dirinya. Karena pada akhirnya harus dirinya sendiri yang mengerti dan memutuskan semuanya. Bukankah itu memang sudah tugas dari seorang bos?
—o0o—18ひばりつな27—o0o—
Gokudera sebagai guardian paling pintar, memimpin perjalanan untuk masuk ke dalam hutan. Berkat kecepatannya dalam menyimpulkan dan teknik membaca peta-nya, dalam waktu sepuluh menit mereka sudah sampai di sebuah gua yang tampak lembab.
Baru saja Ryohei akan masuk ke dalam gua, Gokudera menghentikannya. Sang badai bilang kalau yang bisa masuk ke sana hanyalah orang yang memiliki hubungan dengan trinisette. Mendengar itu Tsuna mengangguk dan menyuruh—memohon kalau dilihat dari ekpresinya— pada semua guardian-nya untuk masuk ditambah dengan Reborn. Untuk yang lainnya lebih baik menunggu di luar untuk jaga-jaga.
Tsuna menjadi orang pertama yang masuk ke dalam gua itu. Hawa lembab yang terkesan dingin langsung terasa disekujur tubuhnya. Suasana gelap dengan gema tetesan air menambah aksen suram pada tempat itu. Sang Decimo yang notabene-nya sangat penakut langsung bergetar dalam perjalanannya. Ia juga bergumam kecil saat melihat sekeliling gua yang nampak seram, Tsuna tambah panik saat ia mendongkakkan kepalanya ke langit-langit; di mana ia bisa melihat batu-batu tajam yang siap jatuh apabila terjadi sebuah gempa. Meneguk ludah paksa, Tsuna melambatkan langkahnya saat senter yang ia bawa menemukan sebuah batu yang menyerupai situs kuno. Apakah dirinya sudah sampai?
Saat sang Decimo merasa aman, ia tidak sengaja mengarahkan senternya ke sebelah kanan dan mengenai seseorang. Perasaan Tsuna makin tak enak, hawa membunuh ini, tidak salah lagi—
"Herbivore—"
"HIEE! Maaf! Maafkan aku! Aku tidak sengaja! Uwaa~" Tsuna malah berlari kembali ke arah belakang meninggalkan orang yang memanggilnya.
Si pemanggil hanya pasang wajah datar sambil mengarahkan kemana Tsuna mengarahkan senternya tadi. Sebuah situs kuno, ia merasakan hawa membunuh keluar dari balik batu itu. Ia pun menyeringai karenanya.
"Juudaime! Kenapa Anda malah mundur? Apa di sana ada musuh? Maafkan saya Juudaime, gara-gara shibafu-atama dan yakyuu-baka, saya jadi lupa untuk terus mengikutimu, sumimasen! Sumimasen!"
Tsuna yang bertemu dengan Gokudera langsung menghentikan larinya dan menatap sang remaja perak yang tengah menundukan kepalanya berkali-kali ke tanah—bersujud ala Gokudera.
"Iie, Gokudera-kun! Tidak apa-apa, sudahlah hentikan itu. Le-lebih baik kita lanjutkan perjalanannya aku sudah menemukan situs kuno-nya," ujar Tsuna mencoba membujuk Gokudera untuk berhenti melakukan sujud aneh seperti itu.
Mendengar perkataan dari Bos-nya Gokudera langsung bangkit ala anjing yang sangat setia pada pemiliknya. "Sasuga Juudaime!"
Setelah itu Ryohei, Yamamoto dan Chrome yang sedang menggendong Lambo datang. Mereka pun memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka untuk menemukan Seven Key.
Saat semuanya sudah sampai di depan situs itu. Mereka mencoba untuk menemukan jalan masuk, namun setelah beberapa menit berlalu tak satu pun orang yang menemukan pintu masuk selain dinding yang terbuat dari batu.
Di saat semuanya tengah termenung, tiba-tiba sebuah cahaya keluar dari tubuh Tsuna yang mengakibatkan sang Decimo melayang dan bergerak sendiri ke arah dinding hingga Tsuna menembus dinding itu dengan ajaib. Setelah itu hanya teriakan teman-temannya yang terdengar dan beberapa suara ledakan dari Gokudera yang mencoba menghancurkan batu itu namun gagal.
"Jangan bertingkah bodoh, mungkin Tsuna sudah dipilih untuk menyelesaikan rintangan itu," seru Reborn.
Yang lainnya terdiam, mencoba berpikir. "Kalau tidak salah akan ada dua orang yang dipilih kan? Lalu siapa—"
Belum sempat Gokudera menyelesaikan kata-katanya, ia melihat seseorang juga bercahaya dan melayang melewati dirinya dan masuk ke dalam batu tadi.
"ANO YATSU! Kenapa malah Hibari yang dipilih?!" geram si perak frustasi. "Kalau terjadi sesuatu pada Juudaime, aku tidak segan-segan akan meledakkannya!"
—o0o—18ひばりつな27—o0o—
Tsuna mengerjapkan matanya setelah selesai mengelus bokongnya yang sukses menghantam lantai. Pandangannya menyipit saat menemukan beberapa pilar raksasa dengan langit-langit yang terdapat batu-batu lancip—jika ada gempa dijamin hujan batu hampir sama dengan gua tadi. Tsuna makin terdiam saat kedua bola matanya menangkap sebuah gerbang yang lumayan besar terbuat dari batu dengan pahatan yang rumit disertai ukiran atau tulisan? Yang Tsuna tak tahu apa—sulit didefinisikan.
Tersadar akan ke-loading-an dirinya dalam menatap ruangan unik yang semuanya terbuat dari batu—mengakibatkan ruangan cukup gelap. Tsuna pun memutuskan untuk berdiri seraya menepuk pakaiannya.
Kepala cokelat itu kembali menatap sekeliling ruangan, ia bisa merasakan hal aneh akan terjadi sebentar lagi, tapi mengapa? Oh iya, di mana teman-temannya?
Tsuna mencoba mengingat kembali kejadian sebelum dirinya sampai di sini. Tubuhnya dibungkus cahaya—entah cahaya itu dari mana datangnya; masuk ke dalam batu—Tsuna tidak mengerti kenapa tubuhnya bisa menembus gerbang batu itu; dan terakhir jatuh sendirian di tempat ini.
'Masalahnya yang bisa masuk situs hanya dua orang...,' ucapan Gokudera kembali terngiang di benak Tsuna. Lantas siapa satu orang lagi yang akan masuk?
Sang Decimo membelakakan matanya. "HIIEE!" Ia mengangkat kedua tangannya untuk meremas kepala—rambutnya.
"J-jadi aku yang dipilih?" jeda sejenak. "Ah, biasanya juga seperti ini," gumamnya lesu seraya menunduk. "Lalu satu lagi siapa ya?" Tsuna bertanya pada diri sendiri.
"Ah, senterku," pikirannya kini teralih pada sebuah senter yang tergeletak di sampingnya. Setidaknya benda itu dapat menambah cahaya—karena di sini pencahayaannya remang-remang oleh obor.
Tap—tap—
Gerakan Tsuna terhenti sesaat sebelum dirinya mengganti posisi berdiri tegak yang tadinya membungkuk—mengambil senter.
"S-siapa?" tanyanya dengan suara cukup gemetar. Takut-takut Tsuna pun menyalakan senternya. Ia meneguhkan hatinya untuk melihat siapa orang yang berjalan mendekat ke arahnya. Musuh? Teman?
Tap—
—Langkah itu terhenti. Tsuna memberanikan diri untuk melihat sosok itu.
"Hi-Hibari-san?" entah perasaan apa yang harus ia tunjukan sekarang, antara senang karena dirinya tidak sendirian di tempat ini, ataukah takut jika sang ketua komite kedisiplinan itu akan meng-kamikorosu-nya karena telah melibatkan dirinya masuk ke dalam situs.
'Aku bisa mati! Reborn! Kau di mana? Apa yang harus kulakukan?' raung Tsuna dalam hati, sepertinya ia sedang perang batin sekarang.
Sementara Tsuna sibuk dengan dirinya sendiri. Hibari ikut memperhatikan seluk beluk ruangan ini dengan padangan tajamnya seperti biasa. Saat bola mata biru keabuannya menatap gerbang besar di depannya ia menyeringai. Hibari bisa merasakan hawa membunuh dibalik gerbang itu.
Setelah Tsuna kembali dari khayalan kematiannya. Ia meluruskan pandangan di mana Hibari sedang berjalan mendekati gerbang itu. Tanpa ia sadari, dirinya pun ikut mengikuti langkah sang Kumo no Shugosha.
Mereka berdua berhenti di depan gerbang. Tiba-tiba sebuah cahaya kemerahan keluar dari gerbang itu dan menunjukan sebuah tulisan melayang—yang terlihat seperti hologram. Di sana tertulis—
[Selamat datang di rintangan pertama,
Jika kalian ingin mendapatkan kunci pertama, kalian harus melewati jurang berbadai yang berjarak 500 meter setelah gerbang ini terbuka.
Selamat mencoba!]
Hologram—atau apalah itu namanya—menghilang. Selanjutnya, gerbang pun terbuka dengan sedikit gempa. Lalu, terlihatlah sebuah badai dengan ujung tanah yang terlihat cukup jauh dari sini. Tidak salah lagi, jurang itu hanya bisa dilewati dengan cara terbang. Maka dari itu Tsuna pun memakan pil-nya dan berubah ke mode hyper. Dengan kecepatannya ia terbang melewati badai tersebut, sepertinya rintangan pertama tidaklah buruk.
Bola mata orange-nya melirik ke arah Hibari yang sedang meloncat ke sana kemari dengan Roll sebagai pijakannya. Dirinya sudah tahu Hibari itu jenis orang yang tidak suka dibantu oleh siapapun, dan ia sedikit bersyukur karena tadi tidak menawarkan bantuan.
Tep.
Tsuna berhasil sampai di atas tanah terlebih dahulu disusul oleh Hibari. Yah, di depan sana ada sebuah kunci yang melayang di udara, bentuknya sama persis dengan kunci yang ia lihat di buku, tanpa pikir panjang ia pun terbang dan mendapatkan kuncinya. Ternyata rintangannya tidak sesulit apa yang ia pikirkan sebelumnya, kalau seperti ini terus dijamin akan selesai dengan mudah. Tapi sebelum itu, ada sesuatu yang harus ia katakan pada Hibari namun selalu gagal karena takut.
Mode hyper-nya Tsuna menghilang, lalu dia melirik ke arah Hibari yang sedang memegang Box Weapon-nya. "Ano, Hibari-san. Maaf sudah membuatmu harus masuk ke dalam sini, sebenarnya kita sedang mencari tujuh kunci untuk segel Mare Ring dan kita baru mendapatkan satu...," ucapan Tsuna terputus untuk melihat kunci berbentuk pedang yang sedang dipegangnya, dan warna kristal ditengahnya itu merah mengingatkannya pada sang Arashi no Shugosha—Gokudera.
Hibari menutup matanya sejenak. "Hn, bayi itu sudah menjelaskannya padaku. Dan sepertinya di ujung rintangan ini akan ada hal yang menarik," jawab si raven datar dengan seringaiannya. Ia merasakan hawa membunuh itu selangkah mulai mendekat, sepertinya ada di rintangan-rintangan selanjutnya.
Sang Vongola Decimo itu hanya mengedipkan matanya beberapa kali seraya memiringkan kepalanya tanda tak mengerti. Tapi, sudahlah, jika Hibari menerima ini maka dirinya tidak perlu menjadi korban dari tonfa-nya, yang penting ia sudah mendapatkan satu kunci.
Mereka berdua melanjutkan langkahnya. Hibari yang terus berjalan di depan dengan cepat diikuti oleh Tsuna, mereka berjalan dengan jarak dua meter. Salahkan Tsuna yang terlalu takut untuk berjalan lebih dekat dan lebih cari aman dengan menggunakan jarak.
Jalanan di sana cukup tertutup kabut meski Tsuna bisa melihat Hibari yang ada di depannya. Tsuna semakin tidak mengerti di mana dirinya sekarang, pasalnya di kanan-kirinya hanya terdapat kabut yang menghalangi jarak pandang dan hanya menyisakan jalan ke depan. Tsuna berpikir, mustahil bila ada tempat seluas ini di dalam sebuah gua yang dimasukinya tadi, jangan-jangan dia masuk ke dimensi lain? Sepertinya hal itu menjelaskan semua keanehan tempat ini, meski itu baru dugaan dan belum sepenuhnya pasti.
Tsuna memperhatikan sosok yang berada di depannya. Ia menatap punggung tegap dibalut gakuran hitam yang berkibar diterpa angin—atau gerakan si empu-nya. Tsuna mengakui kalau tidak banyak hal yang bisa diucapkan oleh dirinya jika sudah menyangkut masalah Hibari. Mau mengajaknya mengobrol sama saja dengan cari mati—Tsuna akui Hibari benci hal-hal yang berisik dan menganggu ketenangan. Tapi, terus berada dalam keadaan canggung tanpa satu patah kata yang keluar dari mulutnya juga membuat Tsuna tidak enak. Pada akhirnya sang Oozora itu hanya menghela napas pasrah dan kembali menatap Hibari dari belakang.
Selanjutnya Tsuna hanya membayangkan tentang Seven Key yang konon adalah bagian dari trinisette. Katanya Seven Key adalah benda yang gagal dibuat dan akhirnya tidak banyak dikemukakan di dalam sejarah. Benda itu disebut gagal karena kemampuannya yang hanya bisa menyegel sesuatu dan tidak bisa digunakan untuk apapun. Padahal energinya terlampau besar, namun hanya bisa digunakan untuk menyegel. Maka dari itu disebut produk gagal. Katanya, selain Seven Key masih ada lagi yang gagal masuk ke dalam jalur trinisette—begitulah yang ia baca dan ingat dari buku itu. Salahkan Reborn yang bersiap untuk meledakkan dirinya jika ia tidak hafal isi dari buku tersebut.
Duk!
"Itte...," Tsuna meringis pelan saat hidungnya menabrak sesuatu yang keras yang tidak lain adalah punggung Hibari. "Hiie—go-gomennasai!" seru Tsuna menjauh saat dirinya merasakan tatapan mematikan khas Hibari.
Yang ditabrak hanya mendelik tajam dan segera mengeluarkan tonfa-nya, dan niatnya untuk menghabisi sang Decimo terhenti saat sebuah cahaya kebiruan muncul disertai dengan pemandangan di sekitarnya yang berubah menjadi gunung salju, di depan mereka juga terdapat sebuah kendaraan yang biasa dipakai di atas salju. Dilihat dari dekat kendaraan mirip papan seluncur itu hanya bisa dinaiki oleh dua orang.
"Eh?" Tsuna kembali tidak mengerti dengan jalannya ruangan atau situs ini. Benar-benar sangat ajaib. Ditambah salju ini asli dingin—meski tubuhnya tidak merasa kedinginan.
[Selamat datang di rintangan kedua,
Hancurkan beberapa benda kubus melayang yang kalian temui!
Selamat mencoba!]
Tulisan itu kembali hilang. Tubuh Tsuna dan Hibari kembali melayang dan memindahkan tubuh mereka di atas kendaraan menyerupai papan seluncur. Iris karamel Tsuna menatap ke bawah dan melihat beberapa benda kubus yang melayang, lalu pandangannya berubah menjadi shock. 'Tinggi sekali gunungnya! Jangan bilang kalau kita harus menghancurkan kubus itu sambil meluncur ke bawah? Hiie! Tidaaaak!'
Seperti yang Tsuna katakan, mereka meluncur ke bawah dengan kecepatan yang sangat tinggi hingga terasa sulit untuk bergerak maupun bernapas. Lalu di depan mereka ada sebuah kubus melayang, dengan sigap Hibari langsung meloncat dan menebas kubus itu namun tak mempan. Tsuna bisa melihat Hibari sedikit menarik sudut bibirnya kemudian kembali menyerang kubus itu dan hancur bersamaan dengan kembalinya Hibari ke dalam papan seluncur.
Setelah itu, kubus-kubus yang lain kian berdatangan dengan cepat. Tsuna tak ambil diam dan segera turun tangan untuk membantu. Saat semuanya sudah habis dan Hibari sudah duduk manis di papan seluncur sambil menguap. Tsuna yang masih terbang melihat masih ada satu yang tersisa dan menuju ke arah sang Awan. Panik, sang Oozora mengikuti gerakan kubus itu dan menghancurkannya tepat sebelum kubus tersebut mengenai Hibari.
Yang dimasalahkan, Tsuna lupa untuk menghentikan pergerakannya ke arah Hibari—entah kenapa tiba-tiba ada angin kencang yang datang—dan Tsuna tak bisa berhenti—
—Bruk!
Tsuna terjatuh ke dalam pelukan Hibari dan bergumam kata 'itte' pelan. Saat ia mendongkakkan kepalanya, iris cokelatnya bertemu dengan iris biru milik Hibari. Mereka berpandangan dalam diam sambil merasakan hembusan napas mereka yang terasa hangat di wajah masing-masing. Tsuna yang dengan polosnya terdiam sambil menatap bola mata Hibari yang tajam, begitu pula sebaliknya. Mungkin mereka mencoba mencari 'sesuatu' di sana. Posisi yang cukup ambigu itu pun terhenti saat papan seluncur mereka berhenti bersamaan dengan munculnya kunci kedua.
Tsuna yang tadinya masih enak bersandar pada dada Hibari beringsut menjauh seraya membawa kunci itu yang kebetulan ada di depannya. Si surai cokelat memalingkan wajahnya yang bersemu sambil merutuk pelan atas kejadian tadi. 'Aaaah! Kenapa tadi malah diam?! Ugh!' batinnya.
Dalam sekejap suasana gunung salju tadi terganti menjadi kumpulan kabut seperti sesudah mereka menemukan kunci pertama tadi. Kemudian Tsuna mengamati kunci yang baru ia dapatkan, kristal di tengah pedang itu berwarna biru muda berarti mirip dengan air kan? Lalu kenapa harus berhubungan dengan salju? Sudahlah, tempat ini dari awal memang gak jelas.
"Gerbangnya muncul lagi!" seru Tsuna saat dirinya melihat sebuah gerbang yang tidak jauh dari tempat dirinya berada.
Dan sekali lagi tempat mereka berpijak berubah menjadi padang bunga yang indah. Di setiap sisi jalan terdapat pohon bunga sakura yang sedang bermekaran, daun-daunnya tertiup angin sehingga terlihat seperti hujan bunga sakura. Bukan hanya itu, di ujung jalan terdapat sebuah panggung eh, bukan! Lebih tepatnya sebuah ring tempat tinju? What? Untuk apa sebuah ring ditempatkan di tengah hamparan bunga sakura? Sangat tidak nyambung bin gak jelas banget. Dimensi ini memang aneh.
Di tengah ring itu terdapat sebuah robot atau makhluk asing? Tsuna tak bisa memprediksikannya, saat ia melihatnya dari dekat ia tercekat. Makhluk yang tidak diketahui jenisnya itu berbadan seperti manusia namun tidak memiliki wajah—dan itu membuat Tsuna menjerit sambil jatuh saking kaget.
Tanpa pikir panjang Hibari malah naik ke atas ring dengan tonfa yang sudah diacungkan seraya mengambil kuda-kuda untuk menyerang.
"Eh! Hibari-san tunggu! Kita belum tahu makhluk apa itu—" ucapan Tsuna sekali lagi terhenti akibat hawa dengan tatapan menusuk yang dikeluarkan sang Kumo no Shugosha. Vongola Decimo itu menelan ludah paksa, ia bisa merasakan hal yang buruk akan terjadi setelah ini.
Hibari mendelik tajam ke arah Tsuna. "Diam saja di sana, jangan mengangguku!"
Tsuna bergidik ngeri dan segera mundur menjauhi ring. Seperti yang ia duga, ia tak akan pernah bisa menghentikan Hibari. Oh, semoga saja setelah ini ia akan baik-baik saja.
Makhluk itu melangkahkan kakinya lalu mengambil pose yang mirip seperti Hibari, setelah itu badannya bersinar, saat sinar itu hilang yang berdiri di sana bukanlah makhluk tanpa wajah yang Tsuna lihat sebelumnya, tapi kini ia sudah memiliki wajah dan wajah itu adalah Hibari?
Jangan bilang kalau makhluk itu adalah makhluk peniru—Tsuna makin panik. Sudah ia duga mungkinkah ini perasaan tidak enaknya itu?
Jadi Hibari akan melawan dirinya sendiri, ah Tsuna harus—
"Kubilang jangan mengganggu, bukan?" kata Hibari masih dengan nada datarnya.
Tsuna lagi-lagi mundur dan meneguk ludah paksa. Oke kita serahkan saja semuaya pada Hibari.
Karena lelah akan perjalanannya, Tsuna memutuskan untuk duduk di tengah hamparan rumput hijau. Warna dan aromanya membuat sang surai cokelat mengambil napas dalam-dalam seraya mengeluarkannya perlahan. Suasana di sini benar-benar sangat nikmat, pikirnya.
Baru saja Tsuna akan melihat aksi Hibari di atas ring. Makhluk jadi-jadian yang meniru Hibari sudah tergeletak tak berbentuk, menandakan betapa sadis dan bad mood-nya sang ketua prefek. Tsuna meneguk ludah—lagi, ia bisa merasakan hawa tidak enak yang menguar di sekitar tubuh Hibari.
Yang dibicarakan kini sedang menatap makhluk aneh itu dengan tatapan tajam, ia sudah bosan menunggu musuh yang pas untuk dirinya. Sampai kapan dirinya harus mengurusi herbivore seperti ini? Rutuknya.
Baru saja dirinya meloncat dari atas ring, suasana dalam dimensi ini kembali berubah menjadi seperti semula. Sebuah kunci berbentuk pedang pun datang menghampiri Hibari. Tahu bahwa benda itu yang sedang ia cari, ia pun menerima kunci itu setelah sekilas melihat bola kristalnya bewarna kuning—pantas saja arenanya menyerupai ring. Setelah itu, dengan santainya Hibari melempar kunci itu ke belakang.
"Tidak butuh," katanya singkat dan datar. Tsuna yang melihat kunci itu seenaknya dilempar mundur beberapa langkah—berusaha untuk menangkap kunci itu dan hap!
Sekali melompat kecil Tsuna langsung bisa menangkapnya meski dirinya harus jatuh terjungkal ke belakang seraya merintih pelan. "Aduduh, tidak usah dilempar juga kan?" gerutunya pada dirinya sendiri, kemudian ia mengamati kunci itu sambil tersenyum manis. "Dengan ini sudah menjadi tiga," lanjutnya sambil menyimpan kunci itu ke dalam saku.
Tsuna tak menyadari bahwa sedari tadi pandangan sosok di depannya terus memperhatikan senyum manisnya—sepertinya intuisi-nya tidak berjalan karena senang—mungkin.
Dan sekarang tibalah saatnya untuk rintangan keempat. Tidak seperti sebelumnya, kali ini gerbang menuju rintangan keempat menyerupai sebuah pintu berlapis emas dengan ukiran khas gaya Italia—Tsuna merasa mengenali bentuk pintu ini, namun ditepisnya pemikiran itu saat melihat sosok di hadapannya dengan santai membuka pintu tersebut.
Hal yang pertama mereka lihat adalah sebuah ruangan besar dengan lantai marmer. Ruangan itu kosong, tidak terisi oleh benda apapun. Tempat ini seperti sebuah ruangan yang biasa dipakai dalam pesta gaya Eropa.
"Ciao-ssu," terdengar suara sapaan yang sangat Tsuna dan Hibari kenal.
"Reborn!" Tsuna berjalan mendekati sosok yang menyapanya, ia sangat senang karena guru-nya ada di sini. Sebenarnya ia sudah tidak tahan untuk keluar dari rintangan ini karena hawa membunuh dari Hibari yang terus keluar sampai sekarang. Untunglah sekarang Reborn ada di sini, jadi dirinya tak perlu khawatir bila sesuatu terjadi padanya. Atau tidak?
"Dame-Tsuna!"
Bruk!
Reborn dengan cepat membanting Tsuna dengan sebuah palu—yang berasal dari Leon. Sang bayi tersebut kembali mengubah bentuk palu menjadi kadal seperti semula seraya menatap Tsuna dengan pandangannya yang biasa.
"Kau membuang banyak waktu untuk sampai di sini! Cepat selesaikan rintangan keempat dariku! Baca petunjuknya di sana!" titah Reborn seenaknya seperti biasa. Sang Arcobaleno tersebut menoleh ke arah Hibari dengan senyum misteriusnya yang di jawab pandangan datar serta sebuah smirk dari Hibari.
"Mou, Reborn! Kenapa harus dipukul segala sih?"
Mau tak mau Tsuna pun berjalan ke arah yang Reborn tunjuk dan segera mengambil sebuah kotak pink berpita merah dan sepucuk surat di atasnya—Tsuna merasakan feeling tidak enak mengenai hal ini.
"Jadi Reborn? Kenapa kau bisa sampai di sini? Apakah kau penguji rintangan keempat ini?" tanya Tsuna to the point.
"Tidak biasanya kau menggunakan otakmu, dame-Tsuna?"
Firasat Tsuna bertambah buruk soal ini.
"Yo, akanpo. Bisakah langsung dimulai?" Hibari yang tadi diam kini mengangkat tonfa-nya bersiap untuk menyerang.
"Hmph, sayang sekali pertarungan yang kau tunggu ada di rintangan keenam. Jadi sebaiknya kau harus cepat menyelesaikan rintangan ini dan selanjutnya sebelum bertemu dengan hal yang menarik."
Perkataan dari Reborn barusan membuat Hibari kembali menyimpan tonfa-nya dan menunggu ujiannya seraya menguap bosan.
"Jadi apa yang harus kami—eh, yang harus kulakukan?" Tsuna bertanya sambil memandang kotak pink khas cewek di tangannya.
"Kau harus menyerahkan kotak itu sambil membaca surat tersebut kepada Hibari, dan setelahnya Hibari akan menciummu," jelas Reborn tenang.
Tsuna mulai panik. "HIIEE—TIDAAK! Tidak mungkin aku melakukan hal itu? Kau pasti bercanda kan Re—"
"Jangan terus mengeluh dame-Tsuna! Seorang Bos tidak akan menolak pekerjaan apapun yang gurunya berikan,"
"AKU TIDAK MAU!" jerit Tsuna, namun saat dirinya melihat Reborn yang tengah mengacungkan pistolnya, dia terpaksa menurut—daripada mati di sini—lalu membuka surat tersebut, mencoba membacanya dan—
—Blush!
Wajahnya berubah menjadi merah saat membaca kata 'aku menyukaimu'. Masih dengan wajah memerahnya ia melirik ke arah Hibari yang diam seolah tak keberatan dengan perihal ini. Tsuna yakin yang ada di kepala si raven hanyalah 'pertarungan yang ada di rintangan keenam', si surai cokelat menangis dalam hati.
"Cepat selesaikan," ujar Hibari datar yang entah sejak kapan sudah berdiri di belakang Tsuna.
"Hiie—ba-baik aku mengerti, tapi ugh. Ano, apa Hibari-san tidak keberatan dengan uhm—ya kau dengar yang dikatakan Reborn—soal yah—uhm...," Tsuna kali ini benar-benar terlihat aneh dengan gelagat gak jelasnya, dia sama sekali tidak menyangka kalau dirinya harus melakukan hal aneh seperti ini, ia ingin secepatnya pergi dari tempat ini kalau bisa, aah~ dirinya sangat malu sekali. Ia juga merasakan debaran jantungnya menjadi tambah cepat dari biasanya—sejak kapan?
Tsuna akhirnya membalikan badan, demi teman-temannya dan keselamatan seluruh umat manusia ia berani mengangkat surat itu dengan tangan yang gemetaran. Bahkan Tsuna tak mampu menatap senpai-nya.
'Ah Reborn! Kenapa aku harus melakukan hal ambigu seperti ini? Apalagi orangnya Hibari-san, bisa mati aku. Tapi setidaknya Hibari-san cukup keren juga kan? Bola matanya juga sangat indah untuk terus dipandang—eh aku ini bicara apa sih?' batin Tsuna seraya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tsuna mengepalkan tangannya erat dan mulai mempersiapkan hatinya, lebih cepat lebih baik. "Su-sudah lama aku mengenalmu..., aku tahu ini mendadak, tapi..., a-aku—me—menyu—"
Belum sempat Tsuna menyelesaikan kata-katanya, Hibari sudah memperpendek jarak dengan sedikit seringai, 'menarik' batinnya seraya menghapuskan jarak diantara mereka—
—Cup!
Tsuna terbelalak kaget dibuatnya.
.
Tsudzuku
.
Bagaimana minna-san? Fanfic ini benar-benar gaje kan? ._.' *pundung* niatnya oneshoot tapi kepanjangan (u.u)' *jedotin kepala*
Sekali lagi maaf jika banyak sekali kesalahan di fanfic saia (-/\-) *sujud sungkeman(?)*
Bersediakan minna-san memberikan saran, kritik, flame (jika membangun) atau unek-unek kalian di kotak review?
Thanks for reading,
Next or delete?
