Disclaimer: Naruto isn't mine, its originally craeted by Masashi Kishimoto. But, this Fanfiction is absolutely created by myself.

Genre: Romance, Fantasy, action.

Normal warning applied.


Special Police Staff -Case 0-


Seorang gadis kecil dengan rambut indigo meremas ujung kimono ibunya sambil berusaha menahan tangis. Dia benci tempat barunya, rumah barunya. Dia benci ketika kedua orangtuanya memaksanya untuk pergi bersama menyapa tetangga baru mereka.

Berbeda dengan rumahnya yang rapi dan tertata, rumah tetangganya itu bagaikan hutan. Gadis itu benci Hutan. Apalagi ketika pintu terbuka, terdengar suara mendecit yang mengerikan.

"Hyuuga-san, bukan?" Seseorang pria keluar dari rumah itu. Diikuti oleh seorang lagi, kali ini wanita yang sepertinya menyeramkan.

"Wah, wah! Ada adek kecil. Woi, Naruto!" Wanita itu berteriak, memanggil seseorang bernama Naruto.

"Naruto adalah anak kami satu-satunya, sepertinya dia sedang asik bermain. Mari masuk," tambah pria tadi.

Suami-istri Hyuuga itu mengangguk dan masuk ke dalam rumah itu. Hinata diam di belakang, dia takut wanita tadi akan memarahinya.

"Hinata? Ada apa? Ayo masuk, nak," ajak sang ibu dengan lembut. Tapi Hinata menolak. Bahkan setelah mendapatkan tatapan tajam dari sang ayah, Hinata tetap menggeleng. Lalu tiba-tiba pintu terbuka lebar dan keluar dari rumah itu seorang anak laki-laki dengan cengiran lebarnya sambil berkata, "Waaah! Kecilnya!"

Hinata tersentak, takut. Namun anak tadi tidak peduli dan mendekati Hinata. Dia menepuk kepala Hinata dan berkata, "Tidak apa-apa, kan, ada aku! Aku bisa lawan Ibu!"

"Apa kau bilang, Naruto!" terdengar lagi teriakan dari dalam ruangan. Naruto langsung merinding dan dengan agak ragu menambahkan, "Mungkin."


"Uzumaki-san, maukah kau menjadi kekasihku!?"

Dia perempuan yang baik dan juga cantik sekali. Surai rambut blondenya terurai jatuh hingga ke pinggang dan senyumnya ramah. Sempurna. Semua orang mengakuinya dan tentu Naruto juga. Ketika perempuan itu menembak Naruto, kenapa dia harus menolaknya?

"Maaf, aku tidak bisa." Lagi, entah untuk berapa kalinya dalam satu bulan ini Naruto kembali mertuki dirinya. Dia telah melewatkan kesempatan emas begitu saja untuk berhubungan dengan wanita secantik itu –sesuatu yang beberapa tahun lalu masih menjadi mimpi baginya.

"Kenapa? Berikan aku alasan, Uzumaki-san," pinta wanita itu lagi. Naruto hanya menggaruk tengkuk lehernya.

"Begini, aku tidak bisa, ya, artinya tidak bisa," jawab Naruto.

"Kau yakin, Uzumaki-san? Setelah apa yang kita lakukan kemarin malam?"

Naruto menghela nafasnya. Dia heran kenapa semua perempuan selalu mengungkit soal itu. Tidak bisakah mereka mengerti bahwa memuaskan hasrat tidak sama dengan mencintai sesorang?

"Maaf," jawabnya, "Tapi aku sungguh tidak bisa. Pokoknya, tidak bisa."

Plak.

Lagi. Entah keberapa kalinya bulan itu. Setiap kali bekas telapak tangan itu hilang dari wajahnya, maka itu akan muncul lagi dari wanita yang berbeda. Padahal itu bukan salah Naruto jika ia menolak semua perempuan. Semua salahkan pada perasaannya.

Pemuda bersurai kuning itu mengelus pipinya sambil mengeluh perih. Padahal sampai 5 tahun yang lalu dia selalu dihindari oleh semua perempuan. Roda kehidupan berputar terlalu kencang hingga pemuda dengan postur tubuh idaman semua wanita itu enggan menerimanya. Naruto tersenyum dan duduk di bangku terdekat.

Naruto Uzumaki. Pria berusia 22 tahun itu sudah menyelesaikan sekolah tinggi kemiliteran. Dia baru saja mendapat rekomendasi jabatan yang cukup tinggi karena pencapaian memuaskan saat perang beberapa waktu lalu. Namun pemuda itu tidak begitu menyukai promosi jabatannya. Tentu saja, karena dia mulai besok bekerja di staf khusus kepolisian. Dia orang militer, tapi kenapa dipromosikan di kepolisian?

"Hinata, sekarang kaya apa, ya," gumam Naruto dengan senyum kecil yang merekah diwajahnya. Hinata, satu-satunya gadis teman masa kecilnya yang dia ingat sekarang. Dia dan Hinata dulu sangat akrab, selalu bersama. Namun sejak orangtuanya meninggal, dia harus berpisah dengan Hinata. Baginya, Hinata adalah sosok yang begitu dinanti. Membayangkan wajahnya saja membuat Naruto merasa nyaman.

"Aw, aw...cih, dasar perempuan menyebalkan. Rasanya perih sekali. Mana besok harus pindahan lagi."


Naruto menatap kunci rumahnya. Dia memang sudah lama bertugas di kota Konoha, namun selama ini dia selalu takut tinggal di rumah orangtua-nya. Dia selalu tinggal di apartemen atau bahkan menyewa penginapan. Apapun itu, asal sebisa mungkin jauh dari rumah orangtuanya.

Sekarang tempat dia bekerja dekat dengan rumah orangtuanya dan disana tidak ada penginapan ataupun hotel. Mau tidak mau dia harus menetap disini –lagi.

Di kota metropolitan seperti Konoha, daerah ini bagaikan dunia lain. Begitu tradisional, tanpa ada bangunan pencakar langit atau gedung tinggi. Begitu tentram –walau suasananya agak menyeramkan. Daerah ini disebut Distrik Khusus Konoha.

Dan inilah rumah orangtua Naruto. Rumah yang layaknya hutan ini masih sama seperti dulu, mungkin paman atau siapapun kerabatnya telah rutin membersihkan. Naruto suka sekali bau khas yang menyeruak dari setiap dedaunan dan tanah di rumah orangtuanya itu. dia juga suka bentuk arsitektur rumah yang unik itu. Terasnya kecil, namun atapnya luas. Atapnya terbuat dari genting batu yang entah didapat dari mana. Jendela berukuran sangat besar di depan, juga pintu yang berukiran tanaman. Semuanya Naruto suka.

Semua, tapi tetap saja dia takut. Rumah ini membawa kenangan buruk. Naruto tidak tahu apa itu, dia hanya merasa kalau dia tidak boleh kembali ke sini.

Ingatannya sebelum memasuki SMA agak buram. Yang dia ingat hanya orangtua-nya meninggal dan setelah itu dia tinggal bersama kerabat di pedesaan. Dan tentu saja Hinata. Sudah, itu saja. Tidak lebih dan tidak kurang. Dia bahkan tidak tahu kenapa ingatannya bisa jadi begitu buram. Dan selama ini dia juga tidak ingin tahu akan hal itu.

Setelah membuka kunci pintu, Naruto memutar knok pintu rumah itu, mendorongnya, dan membuat bunyi mendecit terdengar seiring dengan semakin terbukanya pintu. Reaksinya tentu saja terbatuk. Rumahnya begitu berdebu. Naruto diam-diam tersenyum. Dia memang tidak terlalu suka bersih-bersih, tapi berhubung tidak ada kerjaan lain, sepertinya bersih-bersih tidaklah buruk.


Distrik Khusus Konoha adalah asal muasal Konoha yang sekarang, Distrik tua yang tetap sama seperti dulu. Yang tinggal disana bukan cuma manusia. Sudah menjadi rahasia umum jika di Distrik ini adalah pusat dari siluman-siluman dan makhluk sakral lainnya. Dulu, keduanya hidup dengan akur. Namun semakin lama, Makhluk gaib itu semakin sering menyerang manusia. Yang tinggal di Konoha sebagian besar adalah keluarga yang mampu menangani makhluk gaib itu.

Begitu juga dengan Naruto. Kemampuannya yang begitu hebat dalam menggunakan Sacred Object membuatnya direkrut ke dalam staf khusus kepolisian di kota itu –walaupun Naruto tidak begitu menyukainya. Dia lebih suka berperang melawan sesama manusia ketimbang harus melawan makhluk gaib yang terkadang tak punya pikiran dan sulit ditebak. Lagipula, dia tidak pernah berusaha belajar menggunakan benda itu. Dia hanya menggunakan Sacred Object seingat dan sebisanya.

Sacred Object Naruto adalah sebuah pedang besar peninggalan ayahnya –yang kata atasannya adalah sacred object berbahaya. Tidak ada yang tahu apa itu sebenarnya ataupun nama aslinya, tapi dia memberi nama pedangnya dengan 'Kiken na Shinken'. waktu melawan siluman saat perang, pedang itu berubah warna menjadi biru dan setiap kali Naruto menyayat tubuh siluman, Kiken na Shinken akan menyerap energi siluman itu. Energi itu kemudian digunakan Naruto untuk memulihkan para korban atau daerah yang luluh lantah karena ulah siluman tadi. Naruto tidak tahu bagianmana dari pedangnya yang berbahaya.

Mungkin orangtuaku juga sama sepertiku, batin Naruto sambil menyeka keringatnya. Dia melepas kaos oblongnya, mengelap badannya yang basah kuyup karena keringatnya sendiri, dan mengencangkan ikat kepalanya. Orangtuaku mungkin staf khusus yang hebat, batin Naruto lagi. Dia sendiri meragukan pemikirannya. Selain karena dia sendiri tidak ingat, Staf khusus juga tidak pernah tercatat dalam sejarah, tidak pernah ada di buku apapun. Nama mantan anggotanya juga di sembunyikan, dari orang lain maupun interen staf khusus sendiri.

Naruto merenggangkan tubuhnya. Dia sudah bisa menempati rumah tua ini setelah membersihkannya seharian. Ini lebih melelahkan ketimbang latihan paling berat ketika di sekolah militer. Ototnya bahkan seperti menangis dan berteriak. Tapi Naruto percaya, sejauh itu tidak membunuhmu, maka itu baik bagi kesehatanmu dan tentu saja ototmu.

Dia baru saja merebahkan tubuhnya di lantai ketika terdengar suara ketokan pintu. Naruto bangkit kembali dan sambil menggerutu dia berlari membukakan pintu. Barangnya sudah tiba, diantar oleh truk pindahan. Beberapa kursi kayu untuk tamu, sofa untuk bermalasan, kasur, satu set peralaan dapur dan beberapa kerdus berisi baju dan berkas penting.

"Pak, tanda tangan disini dan disni," kata kurir itu, menyodorkan sebuah bolpoin dan kertas pada Naruto.

"Hn," Naruto mengambil bolpoin dan kertas itu, "Terima kasih sudah membantuku hari ini." Naruto tersenyum ketika dia sudah selesai menandatangani kertas itu.

"Terima kasih juga telah menggunakan jasa kami, pak," balas pak kurir lalu membungkuk dan pergi kembali ke truknya. Naruto melambaikan tangannya ketika truk itu mulai pergi.

"Aaaah!"

Naruto terkejut. Rupanya ada beberapa orang anak dibalik truk itu. entah bersembunyi atau apa.

"Hinata-chan! Ada yang menempati rumah itu!" teriak salah satu anak itu kepada seseorang bernama Hinata yang berada cukup jauh dari mereka –cukup jauh hingga tidak masuk jarak pandang Naruto.

"Hinata?" gumam Naruto. Dia mengangkat salah satu alisnya. Dia memang ingat tentang Hinata, tapi hanya sebatas sosok gadis berambut indigo yang selalu mengatakan 'aku suka kak Naruto'. Dan setelah sekian tahun, Naruto penasaran bagaimana bentuk Hinata sekarang.

"Be, benarkah, Kiba?" sahut Hinata. Naruto membelalakkan matanya. Gadis itu...rambutnya panjang terurai sampai ke pinggang, bagaikan kebun bunga lavender yang menari mengikuti arah angin. Senyumnya, tubuhnya, cara gadis itu melangkah, setiap gerak geriknya, semunya membuat Naruto terdiam. Bagitu sempurna di mata Naruto.

Hinata dan beberapa orang tadi kemudian menyeberang jalan dan mendekati Naruto. Pria yang dipanggil Kiba tadi berjalan disamping Hinata, memperhatian Naruto dengan tatapan tajam.

"Ini...kau kak Naruto 'kan?" tanya Hinata. Kiba terlihat kaget. Ekspresinya yang memang sudah menyeramkan semakin terlihat seram dengan kilatan dendam menyambar dari tatapannya. Naruto?, batinnya, jadi dia cowok itu.

"Benar. Dan, oh, kau pasti Hinata 'kan? Aku mengingatmu," balas Naruto. Kiba, yang sepertinya tidak mampu menahan luapan emosinya, langsung memukul Naruto tepat di pipinya.

"Tentu saja kau harus mengingatnya, bapak tua tak tahu diri! Kau yang sudah membuat Hinata–" beberapa orang dibelakang menahan Kiba yang sepertinya akan memukul habis Naruto. Perkataan Kiba terpotong karena Hinata menatapnya dengan tajam.

"Tidak baik berkata seperti itu, Kiba. Kak Naruto, silahkan beristirahat dulu. Kami permisi." Hinata membungkuk dan mendorong teman-temannya menjauh dari Naruto.

"Hinata, kenapa kau menghalangiku? Aku baru akan membalaskan dendammu," tanya Kiba, kesal.

"Tidak ada yang dendam Kiba, kau sendiri yang menganggapku dendam pada Kak Naruto."

"Tapi, karena dia kamu jadi seperti sekarang, kan?!"

"Aku tidak apa-apa, Kiba. Shino dan Ino juga, jangan biacarakan macam-macam dengan kak Naruto."

Ino hanya bisa menghela nafas, dia memukul Kiba dan berkata, "Kau itu tidak mengerti sama sekali tetang cinta, Kiba bodoh."

Shino menimpali dengan mengagguk. Hinata tersenyum. Ya, benar, jangan samapai Naruto mengetahuinya, batin Hinata. Tentang Insiden itu.


-TBC-


Halo, halo, halooooha! Mizutto disini!

Ini fanfic NaruHina pertama Mizutto, mudahan berkenan. Terinspirasi dari macam-macam komik, dan drama Security Police.

Ini baru Prologue, tapi Mizutto mohon dukungannya untuk Case berikutnya, yaa! Mohon kritik atau apapun itu melalui review.

Next:

Naruto memulai pekerjaannya dengan seragam yang aneh –dan...lentera?

"Sebentar, sebentar. Aku dididik selama 3 tahun di sekolah militer hanya untuk ini?"

"Kenapa dengan semua orang? Kau juga? Ini aneh!"