Dynasty Warriors franchise © KOEI
Hue: First Red © Fragments of Light, 2016
Fiksi ini tidak mengambil keuntungan materil dalam bentuk apapun dan tidak bermaksud untuk menyalahi hak cipta yang dipegang oleh pemegang hak cipta yang bersangkutan.
0: The Birth, AD 183
Sun Ce, sang Penakluk Kecil dengan gelisah mondar-mandir di depan pintu kayu hitam legam yang menuju ke kamar tidurnya. Zhou Yu tengah duduk di sebuah kursi kayu tanpa lengan di dekat tembok, melipat tangannya. Meskipun tidak kentara, Zhou Yu sama gelisah dan tegangnya dengan Sun Ce – terlihat dari tatapan matanya yang tidak setajam biasanya. Matahari sudah tenggelam, menyisakan hanya langit segelap tinta tanpa cahaya. Kedua orang itu tidak menghiraukan para pelayan yang lari bolak-balik untuk menyalakan pelita di sepanjang koridor, masing-masing tenggelam dalam pikirannya sendiri.
Sebuah jeritan menyayat telinga terdengar dari balik pintu kayu. Sun Ce langsung menghentikan langkahnya dan menatap pintu kayu itu nanar, otot-otot tangannya menegang. Gila, menunggui istrinya melahirkan untuk yang kedua kalinya tidak membuatnya terbiasa! Jari-jari Sun Ce mengepal – harus ada yang tahu kalau dirinya sudah ingin meninju pintu kayu itu dan menerobos masuk ke kamar, bukan hanya berdiam diri saja seperti ini! Zhou Yu yang mendengar jeritan itu juga menegang, lalu menatap Sun Ce.
"Sialan," desis Sun Ce. "Berapa lama lagi? Proses persalinannya sudah hampir setengah hari!"
"Ini persalinan yang sulit," ucap Zhou Yu, nada suaranya terkontrol meskipun ia sama tegangnya. "Bersabarlah, Bofu."
Sun Ce hampir berteriak lagi. Bukan karena dia lelah menunggu – tapi karena jeritan kesakitan Daqiao yang tengah bersalin menghancurkan hatinya. Sun Ce bisa melindungi Daqiao dari semua hal – kecuali dari kesakitan saat bersalin. Dan hal itu membuatnya merasa lemah, merasa tidak berharga, membuat Sun Ce merasa dia orang yang payah.
Sebuah jeritan panjang terdengar lagi; membuat Sun Ce dan Zhou Yu berhenti di tempat. Membeku. Dan setelah jeritan tersebut, hanya ada keheningan.
Mata Sun Ce melebar. Tidak, tidak, tidak!
Tanpa berpikir dua kali, Sun Ce kemudian berderap maju dan hendak menerobos pintu ketika pintu terbuka dan seorang wanita tua berdiri di balik pintu, kepalanya menyembul keluar.
"Yang Mulia," ucap si wanita tua, "Baginda Permaisuri sudah melahirkan dengan selamat."
Sun Ce merasa jantungnya mau copot ketika mendengar kabar itu, namun dengan segera sebuah senyuman lebar mengembang di bibirnya. Zhou Yu juga dengan segera berdiri dan mendekati Sun Ce.
"Biarkan aku masuk," ucap Sun Ce dengan cepat dan berderap masuk, sudah tidak sabar untuk melihat istri dan anaknya.
Sun Ce dengan segera melihat Daqiao yang terbaring lemah, mengenakan hanya pakaian putih dan kulitnya berpendar tertimpa cahaya pelita untuk menerangi kamar. Para pelayan sibuk membereskan perkakas bersalin – melipat kain penuh darah, menenangkan si bayi yang menangis dan membasuhnya dengan handuk hangat, membawa baskom berisi air dingin keluar kamar, berlari-lari untuk mendapatkan kain untuk membungkus si bayi supaya tidak kedinginan. Sun Ce tercengang mendengar tangisan si bayi – tangisan yang kuat dan bertenaga, menandakan hadirnya sebuah kehidupan yang baru dalam hidupnya, sebuah kehidupan baru yang berwujud seorang bayi. Sang bayi masih ditimang-timang seorang pelayan berbaju merah namun tangisannya tidak juga reda. Dengan langkah pelan dirinya menghampiri si pelayan, sang Little Conqueror diserbu rasa grogi saat ia melihat si bayi, anaknya. Sun Ce dapat melihat rambut hitam kecokelatannya, pipinya yang merah karena menangis, hidungnya yang pesek, bibirnya yang tipis, dan kedua tangan kecilnya yang terkepal.
Anaknya.
"Yang Mulia, anaknya perempuan," ucap si pelayan yang tengah menimang si bayi, terbersit seberkas rasa sedih di dalam suaranya. Sun Ce tersenyum. "Dia tetap anakku."
Sun Ce lalu mengulurkan lengannya, grogi. "Bolehkah aku…menggendongnya?"
Si pelayan menundukkan kepala, lalu menyerahkan si bayi dalam gendongannya kepada Sun Ce. Dengan rasa grogi yang makin memuncak Sun Ce menerima tubuh si bayi, lalu mendekapnya dekat dengan dadanya. Si bayi kemudian berhenti menangis, lalu lengannya menggapai ke arah sang ayah dan tertawa. Dan seketika itu juga, Sun Ce jatuh cinta pada anak perempuannya.
Ia kemudian membawa sang bayi pada Daqiao, meletakkan si bayi dengan lembut dalam pelukan ibunya. Daqiao tersenyum lemah, mata cokelatnya bersinar bahagia meskipun kelelahan yang amat sangat membuat wajahnya seakan sepuluh tahun lebih tua.
"Dia manis sekali," sahut Daqiao lirih sementara ia mengusap pipi si bayi sambil menyusuinya. Sun Ce mengangguk. "Ya."
"Akan kita namakan siapa dia?"
Sun Ce diam sebentar sebelum ia tersenyum. "Xiaoqing. Dia akan jadi pintar…bahkan melebihi Sun Tzu."
Daqiao mengangguk. Sun Ce menaruh harapan besar pada putri keduanya ini – sama besarnya jika mereka berdua dianugerahi seorang putra.
Malam itu, Sun Ce sama sekali tidak keberatan tidur terpisah dengan Daqiao. Penantian seminggu lebih dari cukup jika ia pada akhirnya nanti bisa bertemu dengan anaknya dan istrinya setiap hari.
