SPADE KING
Skaicards and Kitty Kuromi's collaboration fic
Disclaimer © Masashi Kishimoto
SasuSaku
AU_Romance_T
DLDR APPLIED
.
"Sakura, Sasuke, sini!" teriak suara baritone dari arah taman pada dua orang bocah berbeda gender yang tengah mengamati bunga matahari yang tumbuh di depan sebuah rumah bercat dinding putih gading.
Dua bocah dengan perbedaan warna kepala yang mencolok itu serentak menolehkan kepala ke belakang dan saling berpandangan sesaat. Baru saja dua anak berumur lima tahun itu hendak menolak, sebuah tangan besar menepuk lembut masing-masing punggung mereka.
"Ayo, kita ke tempat Sasori!" ajak pemilik tangan besar itu.
Gadis kecil berambut merah muda itu angkat suara, "Tapi aku dan Sasuke-kun masih ingin melihat itu," ujarnya dengan telunjuk mungil mengarah ke bunga matahari yang mereka pandangi tadi. Sementara itu bocah laki-laki dengan rambut berwarna raven hanya mengangguk mengiyakan perkataan Sakura.
"Tapi Itachi-nii dan Sasori-nii sudah mempersiapkan sesuatu untuk kalian, benar tidak mau?" tawar laki-laki bernama Itachi itu sambil mengangkat kedua alis matanya, merasa apa yang ia tawarkan pasti akan disetujui oleh dua badan chibi di hadapannya ini.
Sakura membuat kernyitan tipis di dahinya sambil menelengkan kepala menghadap Sasuke. Bocah berumur lima tahun dengan mata obsidian itu membalas tatapan emerald dari anak perempuan di sampingnya dengan menggidikkan bahu.
"Baiklah, kami menyetujuinya," putus Sasuke. "Tapi jika apa yang kalian persiapkan itu tidak menarik, Itachi-nii dan Sasori-nii harus mengajakku dan Sasuke-kun ke danau sore nanti," sambung Sakura dengan cengiran lebar tersungging di bibir mungilnya.
Mendengar itu, Itachi hanya bisa mengangguk seraya mengusap lembut kepaa dua bocah mungil di depannya.
Mereka bertiga pun dengan langkah pelan –untuk Itachi khususnya, karena kakinya lebih panjang ketimbang dua bocah di kanan kirinya ini, menuju ke tempat di mana Sasori menunggu mereka.
"Ush, pasti yang membuat lama, Sakura-chan ya?" sungut laki-laki berambut merah itu sesaat setelah ketiga orang yang ditunggunya sampai. Ia menggerakkan sebelah tangannya untuk mengelus rambut pink milik adiknya atau Sakura yang ia anggap sebagai adik selama di panti asuhan?
"Jadi, sudah siap untuk kejutan dari kami?" tanya Itachi sembari menepuk tangannya sekali. Sakura dan Sasuke yang sudah berdiri bersampingan segera mengangguk antusias.
Sasori pun mengambil sepasang kalung dengan sebuah cangkang kerang sebagai liontinnya dari dalam box kecil bermotif tomat dan ceri.
"Ini untuk Sasuke," lengan kurus milik Sasori menjulurkan sebuah kalung kepada Sasuke. "Dan yang ini untuk Sakura," ucapnya sembari mengenakan kalung terakhir tersebut ke leher Sakura.
"Nah, Sasuke," laki-laki itu menepuk kepala raven milik Sasuke, "Kalau aku sudah pergi, kau yang menggantikan aku untuk menjaga adik kecilku ini, ya?" pintanya.
Sasuke menautkan alis, mengernyit bingung. "Memang aniki mau kemana?" tanyanya balik.
Sasori memandang Itachi sekilas kemudian mengulum senyum pada bibir tipisnya. "Tidak kemana-mana, hanya pergi untuk waktu yang lama sekali," jawabnya.
"Sasori-nii mau meninggalkan Saku-chan?" gadis bermata viridian itu hampir tergenangi air mata sesaat setelah penuturan Sasori barusan.
"Tidak meninggalkan Saku-chan. Sasori-nii hanya tidak bisa menemani Sakura main, tapi Sasori-nii masih mengawasi Sakura, lho," timpal laki-laki bermata hazel tersebut.
"Sakura jangan menangis, Sasuke akan menemani Sakura," ujar bocah bermata onyx di samping Sakura sambil mengusap lelehan air mata di pipinya.
Sasori yang melihat kepedulian Sasuke bisa sedikit lega. Ia kemudian menelengkan wajahnya yang tengah tersenyum itu ke arah Itachi yang langsung dibalas dengan tatapan sayu di kedua onyxnya dengan kepala terangguk lemah.
"Baik, sebelum hari menjadi gelap, ayo ke danau!" seru Itachi sambil tersenyum dengan mata sedikit menyipit, menyembunyikan rasa bersalah yang meraung di relung hatinya.
.
Seorang gadis berambut merah muda dikucir ponytail terlihat tengah mengayuh sepeda dengan keranjang berisi ransel merah di bagian depan kemudi. Sebuah kemeja putih, dasi, dan rok berwarna biru gelap tampak sedikit kebesaran di badan mungilnya yang kini tengah berdiri dari tempat duduk sepeda untuk mengayuh lebih kuat karena jalanan yang menanjak.
Akhirnya, setelah menempuh waktu beberapa menit, gadis berkulit porselen ini memasuki sebuah gerbang berwarna hitam yang terbuat dari besi milik di sebuah sekolah ternama, Tokyo High School. Gadis bermata viridian itu dengan gesitnya mengarahkan sepedanya ke tempat penitipan sepeda yang ada di sekolah dan langsung memarkirkan sepeda silvernya tersebut.
"Baik, Sakura, berhubung kau sudah bosan dikerjai," gadis yang memanggil dirinya dengan nama Sakura itu mengeluarkan seutas rantai dari dalam ransel merah yang telah ia ambil tersebut. "Kau harus merantai ban sepedamu kali ini," dan gadis itu pun mulai melilitkan rantai tadi memasuki jeruji ban dan menguncinya setelah membelitkan rantai tadi ke sebuah tiang yang berada persis di depan ban sepeda miliknya dengan posisi horizontal.
Ia mendesah pelan dengan wajah berwarna merah karena harus berolahraga di pagi buta ini demi menghindari tatapan tajam anak-anak sekolahnya yang teramat sangat menyebalkan. Kaki-kaki kurusnya kemudian melangkah menuju lantai dua, tempat di mana kelasnya berada.
Setelah memasuki sebuah ruang yang sedikit gelap karena hanya disinari bias cahaya mentari pagi, Sakura berjalan menuju tempat duduknya dan segera mengambil buku biologi dari dalam ranselnya. Ia membuka beberapa halaman sebelum akhirnya berhenti di sebuah bab yang tengah menjelaskan kingdom animalia. Dengan susah payah, gadis itu meneguk ludahnya kala sepasang giok matanya menangkap gambar cacing di salah satu halaman. Ia menarik napas dalam-dalam sembari menutup matanya dan mengingatkan dirinya bahwa gadis itu harus lekas menguasai materi tadi sebelum anak-anak yang lain datang. Atau dia tidak akan pernah bisa mempelajari bab itu karena bukunya pasti akan diambil dan disembunyikan, meskipun pada akhirnya buku itu akan kembali ke perpustakaan. Dan selama satu jam sebelum pukul tujuh pagi, Sakura menekuni dengan serius buku biologi tadi.
.
Jam dinding di depan kelas tengah mempertontonkan dua jarum kesayangannya yang kini tengah menunjukkan pukul tujuh tepat ditemani sebuah jarum kecil yang agaknya hiperaktif ini karena terus menerus berputar-putar. Gadis berambut merah muda yang sudah menyelesaikan bab kingdom animalia beberapa menit yang lalu itu, kini tengah menopang dagu runcinya sembari menatap datar tatapan-tatapan jijik yang dilontarkan padanya oleh beberapa pasang mata milik teman sekelasnya.
Ia mendesah bosan dan memilih untuk membasuh wajahnya di toilet perempuan ketika sebuah keributan tiba-tiba menggema di sepanjang koridor kelas. Sakura yang malas memikirkan apa penyebab keributan yang didominasi oleh suara jeritan perempuan itu langsung melangkah melewati pintu kelas. Baru saja ia berbelok ke kanan, sebuah tubuh berbau maskulin merengkuh badan mungilnya, membuat ia melebarkan kedua matanya.
Dengan gerakan reflek, Sakura mendorong tubuh yang mendekapnya itu sekuat tenaga dengan mata terpejam erat –tidak mau rasa bersalah menjalari tubuhnya kalau-kalau emeraldnya melihat tubuh yang ia dorong itu terjungkang ke belakang. Ia bisa mendengar sorakan gadis-gadis yang cukup mencubit hati menyusup masuk ke telinganya.
Tapi ia tak peduli. Ia hanya merasa bahwa tubuhnya ini harus segera dibawanya pergi. Dan dengan mata yang masih tertutup, Sakura mengambil dua langkah ke samping dan berjalan pergi. Wajahnya tertunduk, dadanya bergetar, rasa panas seakan memenuhi sesuatu di dalam matanya. Namun langkah kaki mungilnya terhenti. Sebelah tangannya ditarik paksa oleh tangan yang lebih besar dari miliknya.
Kedua emerald itu terbuka. Mempertemukannya dengan sepasang obsidian yang alisnya saling menaut bingung. Kepala laki-laki itu kemudian menunduk, mencoba mensejajarkan wajahnya dengan milik Sakura.
Gadis yang dipandangi oleh dua onyx dihadapannya itu hanya bisa membeku. Rahang tegas, pipi tirus, kulit putih, dan wajah tampan seolah menyedot kesadarannya dari balik viridiannya.
Laki-laki itu tiba-tiba menyeringai penuh, "Kau tidak besar-besar, ya!" ucap laki-laki itu membuat Sakura menelengkan kepalanya lucu.
"Kau tidak ingat aku?" timpal laki-laki itu sembari menegakkan tubuhnya dan bersedekap. Ia mendengus dan mengacak rambut merah muda Sakura.
Gadis itu hanya menggeleng, "Memang kau siapa?" tanyanya balik.
Laki-laki berambut raven itu menoyor kepala Sakura pelan, membuat gadis itu mendelik ke arahnya. "Balasan doronganmu tadi," sahutnya.
"Jadi, kau benar-benar lupa siapa aku?" laki-laki itu kembali bertanya, dengan inti yang sama. Sakura menyunggingkan cengiran lebar, namun hal itu hanya bertahan beberapa detik karena ia sudah mengubah ekspresinya menjadi datar –wujud adaptasinya di sekolah ini, "Lupa."
"Ya sudah perkenalan laginya nanti saja," balas laki-laki itu yang langsung memutar badan dan melenggang pergi. Laki-laki bertubuh tegap yang dibalut kemeja putih dan sebuah celana berwarna senada dengan rok Sakura. Dan laki-laki yang membuat Sakura sedikit mengingat beberapa memori masa kecilnya.
.
"Baik, silakan masuk," suara guru berambut keperakan itu memenuhi kelas yang mendadak sepi. Mereka –murid-murid itu, sudah tahu akan kehadiran anak baru yang menurut beberapa siswi sangatlah tampan, bahkan melebihi ketampanan dewa. Dan benar saja, ruangan kecil itu langsung dipenuhi riuh teriakan siswi perempuan ketika pintu kelas bergeser terbuka dan menampilkan sosok laki-laki berambut raven dengan model emo. Kedua telapak tangan pemuda itu bersembunyi di balik saku celananya. Membuat kesan keren terpatri di kepala gadis-gadis yang ada di dalam kelas, kecuali kepala Sakura. Gadis itu sibuk membenahi kacamatanya yang patah pada bagian di antara kedua lensa dengan menggunakan selotip.
TOK. TOK.
Suara penghapus kayu yang dibenturkan ke atas meja itu sukses meredam teriakan heboh yang cukup memekakkan telinga, membuat beberapa siswa bernapas lega karena tidak perlu memeriksakan telinga mereka ke dokter THT apabila teriakan tersebut bertahan lebih lama.
"Silakan perkenalkan namamu dan alasan kau pindah sekolah," suruh guru tersebut.
Laki-laki itu memasang ekspresi dingin ke seluruh penjuru kelas yang dibalas dengan mata berbentuk hati dari para siswi yang sudah berancang-ancang untuk mengencani laki-laki itu.
"Sasuke Uchiha, pindahan dari Amerika, kembali ke Tokyo untuk memenuhi janji," jawabnya datar tanpa inotasi. Sepertinya dia tidak pernah mendengarkan musik.
"Baik, kau akan duduk di–" belum. Bibir guru itu belum selesai mengucapkan sebuah info yang teramat penting, suara jeritan anak-anak perempuan membuat suara pria berumur sekitar empat puluhan itu tenggelam.
Sementara Sasuke hanya mendecih sebal. Terlalu bosan mendapati respon yang selalu saja sama.
TOK. TOK. TOK.
Lagi-lagi, penghapus kayu yang ada di atas meja itu harus merelakan tubuhnya dibenturkan dengan keras ke permukaan meja, hanya untuk menenangkan gadis-gadis liar di kelas itu. Semisal penghapus itu memiliki nyawa mungkin ia sudah menyumpahi satu persatu siswi di sana yang telah membuat ia tersiksa.
Keadaan kembali tenang setelah suara ketukan keras sebanyak tiga kali itu menggema memenuhi ruangan. Guru berambut keperakan itu menghela napas sesaat. Ia benar-benar tidak mengerti dengan kelakuan hingar bingar murid kelas XI 3 ini, membuat kepalanya berdenyut saja.
"Sasuke, kau duduk di belakang…" guru itu berujar sembari memijit pelipisnya. "Sakura!"
"Ya, sensei!" sahut Sakura sambil mendongakkan wajahnya dari kacamata-patah-yang-belum-selesa-diisolasi.
"Nah, Sasuke, duduk di belakang dia," suruh pria bermasker itu membuat Sasuke tersenyum tipis.
Sorakan 'hu' nyaring terdengar.
"Anak yatim piatu begitu iuh,"
"Iya, anak berambut pink norak,"
"Apalagi miskin,"
"Tidak punya pacar, duh,"
"Gembel sih,"
Tatapan-tatapan menusuk tiba-tiba menghujani Sakura. Gadis itu menolehkan mukanya ke pemuda yang tengah berjalan ke arahnya sebentar untuk menatapnya dan memutuskan untuk melanjutkan lagi kegiatannya dengan wajah tertekuk. Sakura sudah biasa mendengar ucapan-ucapan tadi, namun yang membuat hatinya sedikit ngilu adalah bagian di mana ia tidak mempunyai pacar. Sakura mengerti, maksud ucapan itu adalah sindiran untuknya yang beberapa hari lalu ditolak oleh Gaara –yang kini berstatus sebagai pacar Matsuri.
Sasuke yang mendapati respon buruk semacam itu pada si gadis berambut merah muda langsung memberikan deathglare ke beberapa gadis. Dan hal itu berhasil membungkam mulut mereka. Nyali mereka seakan langsung menciut menjadi debu kecil kala obsidian hitam milik laki-laki bernama Sasuke itu berubah warna menjadi merah.
Pemuda berambut emo itu segera mendudukkan dirinya di belakang Sakura dan menoel punggung mungil gadis itu.
"Hei," panggilnya.
Gadis bermanik viridian itu memutar wajahnya ke belakang, menampilkan sepasang emerald yang kebingungan. "Kenapa?"
"Sudah ingat aku?" tanya Sasuke. Gadis itu tiba-tiba memasang cengiran kuda dan menggaruk kepalanya canggung.
"Maaf ya, aku tidak dengar namamu siapa, he he," jawabnya polos membuat Sasuke mendecih sebal.
"Bisa kau ulangi?"
"Tidak,"
"Ayolah!"
"Tidak,"
"Ku beri satu permintaan deh,"
"Tidak,"
"Dua permintaan?"
"Kurang,"
"Empat permintaan?"
"Hn, ku terima,"
"Jadi namamu siapa? Aku Sakura Haruno," ujar gadis itu sambil menjulurkan lengan kurusnya ke arah Sasuke.
"Sasuke Uchiha," jawabnya membuat gadis itu membeku sebentar.
"K-kau pulang, Sasuke-kun?" tanyanya dengan suara sedikit tersendat. Sasuke memutar bola matanya jengah. Sudah tahu iya, masih bertanya lagi, rutuknya dalam hati.
"Tapi kenapa kau jadi..." laki-laki merasakan salah satu sudut bibirnya berkedut, karena yakin yang dimaksud Sakura adalah dirinya yang berubah tampan, "Woah, makanan orang Amerika memang hebat-hebat ya! Kau jadi lebih tinggi dibanding aku," ucap gadis itu sambil tersenyum lebar. Ucapan yang mematahkan persepsi yang ada di dalam...
"Eh, ngomong-ngomong kenapa kepalamu jadi seperti rambut ayam begitu? Kau mulai menjadikan Blacky –nama ayam yang ada di panti asuhan, sebagai modelmu ya?" sambungnya yang diakhiri sebuah tawa geli.
…kepala bermodel pantat ayam miliknya.
"Berisik," singkat, jelas, dan dingin. Cukup membut Sakura menghentikan tawa gelinya.
"Jangan marah, Sasuke-kun, kau menakutkan kalau marah," balas gadis itu sambil menarik kedua sudut bibirnya ke atas.
Membuat laki-laki itu bergumam dalam hati, 'Aku merindukanmu, musim semiku.'
.
A/N:
(2046 words)
Bingung? saya juga. Agak minder sebenernya waktu ngepublish. Ini mau nulis apa jadi kayak gimana. Untuk masalah Sasuke dia agak menye ya di sini? chapter depan suruh Kitty bikin yang IC ya :D
Yah. Ini fic collab dengan Kitty Kuromi yang sukses bikin saya guling-guling kebingungan bikin openingnya mau gimana. Dan maaf kalo semisal ini pendek._. anggap saja prolog. Maaf kalo ada typo dan hal-hal lainnya yang menganggu, serius… ini bikinnya di masa kepepet khukhu. Dan jika sempat akan segera diedit. Oh ya, masalah rating bisa berubah, tergantung Kuromi-chan mau bikin mature atau enggak heheh~
Oke, akhir kata,
Review? :D
