DISCLAIMER : Masashi Kishimoto
/
"Tou-san, ayo cepat pergi! Kita sudah terlambat!"
Pria berambut pirang dan bermata biru itu terkekeh mendengar seruan jengkel yang diberikan untuknya, dan semakin terkekeh saat melihat ekspresi yang diperlihatkan oleh sang anak.
"Tertawalah semaumu, Minato. Dan mari kita lihat apa kau masih bisa tertawa lagi setelah ini." Ungkap seorang wanita disertai aura-aura ganjil di sekitar mereka.
Pria yang terkekeh tadi segera terdiam saat menyadari aura-aura menakutkan menguar dengan kuat di ruang tamu keluarga mereka –maklum ia adalah tipe suami takut istri- dan tanpa basa-basi lagi ia segera menuju pintu menyusul sang putra yang sudah menunggu di luar.
Keluarga yang terlihat harmonis itu kemudian melangkah pergi bersama walaupun disertai `pertengkaran` kecil diantara sang suami dan istri yang justru terlihat lucu dan membuat sang anak tertawa meledak. Mereka pergi untuk menikmati festival yang sedang berlangsung di desa itu, di desa Konohagakure.
Sebelas tahun silam, tepat di desa Konohagakure ada sebuah insiden mengerikan yang terjadi. Sebuah insiden yang takkan pernah dilupakan oleh semua orang yang menyaksikannya ataupun yang tinggal di Konoha.
Yakni hari ketika Siluman Rubah berekor Sembilan lepas kendali dan menyerang Konoha dengan membabi-buta.
Akibat insiden itu, banyak penduduk Konoha yang meninggal dunia dan menderita luka-luka. Korban juga banyak berasal dari para ninja yang berusaha menghentikan amukan Sang Rubah. Walau sang rubah memiliki kekuatan cakra yang tak terbatas, sang Hokage –Minato- berhasil menghentikan amukan Kyuubi, julukan sang rubah berekor sembilan. Dan untuk bisa menghentikan Kyuubi sepenuhnya, Minato kemudian menyegel rubah itu ke tubuh anaknya sendiri, putra sulungnya yang baru berusia satu tahun.
Sebagai ganti untuk mengingat insiden itu maka Konoha membuat sebuah festival yang diadakan setahun sekali sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan yang diberikan pada mereka yang masih hidup dan do`a bagi mereka yang telah meninggal akibat insiden itu.
DUAR DUAR
Langit malam di Konoha terlihat begitu indah saat ini. Bagaimana tidak, warna-warni kembang api menghias gelap gulita langit malam sejak beberapa menit yang lalu. Orang-orang banyak tertawa gembira dan menikmati festival bersama teman, keluarga ataupun orang yang disayangi. Ada juga orang-orang yang sendirian menikmati festival dengan ditemani secangkir teh atau bermacam-macam cemilan yang dijual saat festival.
Semua terlihat bahagia. Sangat menikmati festival yang berlangsung.
Kecuali seorang anak berambut pirang yang hanya duduk memperhatikan dari kejauhan festival yang sedang berlangsung itu.
Duduk bersandar di sebuah batang pohon, Naruto menatap datar kembang api yang meriah di langit malam. Samar-samar dari kejauhan ia bisa mendengar suara riuh orang-orang yang menikmati festival. Walau sebenarnya, ia sangat yakin kalau tidak ada orang-orang yang cuma duduk melihat festival sendirian, kecuali dirinya.
"Wah, aku benar-benar suka kembang api! Seperti bunga yang langka saat malam hari."
Well, mungkin ia tidak benar-benar sendirian. Mungkin. Naruto hanya menatap wanita berambut perak disebelahnya itu tanpa berniat mengomentari perkataannya. Tidak, ia sama sekali tidak perduli pada apa yang dikatakannya. Ataupun perkataan orang lain. Tidak ada alasan ia harus mengomentari mereka. Dan yang lebih penting, ia tidak ingin terikat dengan siapapun.
"Ne Naru-chan, apa keluargamu kira-kira masih di rumah?" wanita berambut perak itu bertanya tanpa menatap lawan bicaranya, tidak mau melewatkan sedikitpun keindahan kembang api yang masih muncul di langit.
"Pertanyaanmu sangat bodoh. Mereka pasti sudah pergi." Jawab seorang pria yang tiba-tiba muncul di sebelah wanita berambut perak itu.
Pria itu datang seperti bayangan gelap yang tak terdeteksi –kalau ada yang menyadarinya sudah pasti para ANBU yang sedang berjaga datang kemari- dan datang bagaikan penyusup yang mencoba memasuki desa ini, atau memang sebenarnya pria itu seorang penyusup.
"Apa kau bilang?! Hei, aku ini bukan orang bodoh tau! Asal kau tau saja ya, orang-orang dulu sering menyembah kakiku hanya agar aku membiarkan mereka hidup." Sahut wanita itu dengan wajah kesal.
"Oh? Aku tadi tidak bilang kau bodoh, hanya perkataanmu yang bodoh. Aku tidak tau ternyata kau sadar diri juga, kalau sebenarnya kau itu memang idiot." Balas pria itu dengan keji.
Dan akhirnya dimulailah pertengkaran dua orang yang saling mencaci maki. Antara sang wanita yang memang tidak suka dijelekkan atau sang pria yang diam-diam memang menikmati pertengkaran ini, Naruto tidak tau apa yang membuat dua orang menyebalkan ini –menurut Naruto- sering bertengkar.
Naruto melirik ke kiri dan kanan mengawasi keadaan rumahnya yang sepi dan gelap gulita. Walau tidak bisa melihat dalam kegelapan, ia bisa mengandalkan pendengarannya yang tajam. Bagus, keluarganya tidak ada di rumah. Ia masuk dengan perlahan meskipun tau kalaupun berlari-lari dalam rumah tidak akan ada yang menyadarinya.
"Berhenti memegang jubahku, Kazura!"
Bukannya melepas pegangannya, wanita berambut perak –Kazura- semakin mengeratkan pegangannya di jubah pria berambut hitam itu. Mereka berdua tepat dibelakang Naruto. Dan –ya ampun. Apa-apaan posisi mereka itu? Kenapa mereka konyol sekali? Naruto menggelengkan kepalanya melihat dua orang yang sedang berjongkok itu mengendap layaknya pencuri yang takut ketahuan si pemilik rumah –padahal salah satu anggota keluarga pemilik rumah sedang bersama mereka.
"Diam Kuro! Nanti kita ketahuan." Sahut Kazura dengan nada pelan pada pria berjubah hitam, Kuro.
"Hentikan kalian berdua. Tidak perlu mengendap-ngendap, kalian pasti sudah tau kalau tidak ada orang di rumah." Kata Naruto yang mencoba menengahi karna lama-lama ia jengah juga melihat kekonyolan Kuro dan Kazura.
"Cih, bukan begitu. Aku tau disini tidak ada orang, tapi bagaimana kalau ada hantu? Bagaimana kalau ada hantu yang mengerikan tiba-tiba muncul? Lalu bagaimana kalau aku akan dimakan?"
Kuro mendecih dalam hati, merasa jijik dengan perkataan Kazura. Ternyata selain bodoh, Kazura punya imajinasi yang kelewatan, batinnya.
"Kau punya otak tidak? Bagaimana bisa kau takut dengan hantu, sedang kau sudah `mati`?" sindir Kuro.
Inilah alasan yang membuat Naruto mengatakan kalau ia selalu sendirian. Walau tau Kuro dan Kazura sering menemaninya kemanapun. Kenyataan kalau mereka berdua bukanlah manusia dan hanya bisa dilihat olehnya membuatnya bungkam mengenai keberadaan mereka, lagipula tidak ada orang yang bisa diajaknya bicara.
"Sudahlah, jangan bertengkar terus. Kenapa kau ingin kerumah, Kazura?"
Naruto bertanya pada Kazura sesaat setelah lampu dihidupkan. Ia tidak perlu khawatir kalau keluarganya akan tiba-tiba muncul. Festival masih akan lama berlangsung hingga tengah malam nanti, dan sebagai keluarga hokage keluarganya pasti akan sangat sibuk di festival bersama orang-orang yang sibuk mengeluk-elukan keluarganya.
"Hm, aku mau meminjam dapur rumahmu sebentar. Kalian berdua tunggu di ruang tamu dan jangan mencoba datang ke dapur ataupun ruang makan, mengerti?" perintah Kazura dengan nada bosy.
Kuro dan Naruto mengernyit mendengarnya. Apa yang mau dilakukannya? Batin mereka. Walau rasanya terlalu ganjil mereka tetap menuruti perintah Kazura tanpa banyak bertanya, terlalu malas memperpanjang urusan sebenarnya.
Setelah menunggu selama satu setengah jam di ruang tamu barulah Naruto dan Kuro diizinkan masuk ke ruang makan. Mata biru cemerlang Naruto membulat saat masuk ke ruang makan, begitu pula dengan Kuro. Dan Kazura hanya terkekeh melihat reaksi mereka.
"Bagaimana? Kalian pasti tidak menyangka aku bisa melakukannya kan?" Kazura menaikkan dagunya, jelas merasa kalau ia sangat bangga dan terlalu percaya diri.
"Kau memasak?" tanya Kuro datar.
"Tentu saja, kau bisa lihat ada makanan diatas meja." Jawab Kazura semakin bangga dengan kemampuan memasaknya.
"Kuharap kau tidak menggunakan bahan makanan dari rumah Naruto."
Kazura cemberut karena merasa tersinggung dengan ucapan Kuro. Ia tau Kuro bermaksud menyindirnya.
"Aku tidak akan komentar dengan kalian yang sama sekali tidak mau memuji masakanku atau sekedar mengucapkan terima kasih. Tapi, jangan mengatakan kalau aku bodoh, Kuro." Balas Kazura semakin cemberut. Tentu saja ia tidak seceroboh itu, Naruto akan mendapat masalah kalau ia menggunakan bahan-bahan masakan dari rumahnya. Ia sudah mempersiapkan semuanya sejak awal. Caranya? Hanya Kazura yang tau.
Naruto menatap hidangan yang tersaji di depannya. Ada bermacam-macam makanan dan semuanya menggugah selera. Kuro bahkan langsung duduk di meja makan tanpa disuruh. Naruto menatap Kazura dengan ekspresi pasif, walau dalam hati bertanya-tanya.
"Untuk apa kau memasak?" tanya Naruto dengan ekspresi tenang meski perasaannya campur aduk. Ini pertama kalinya seseorang memasak untuknya. Kushina –ibunya- bahkan tak pernah melakukannya.
"Yah, sebagian karna aku ingin melakukannya. Sudah lama aku tidak memasak untuk orang lain," entah kenapa Kazura memasang ekspresi kosong saat mengatakannya, dan begitu pula dengan Kuro yang tiba-tiba berekspresi datar.
"-tapi, yang paling membuatku ingin melakukannya adalah karena kau, Naru-chan. Selamat ulang tahun yang kesebelas, Namikaze Naruto." Ucap Kazura dengan senyumnya yang ternyata sangat menawan.
Mata Naruto melebar mendengarnya. Ia bahkan sampai tidak bisa mengatakan apapun karena terlalu terpaku mendengar perkataan Kazura. Ia bahkan lebih kaget lagi saat Kuro tiba-tiba menyodorkan sebuah kotak yang dibungkus kertas berwarna hitam (Kazura sempat mengomel karena Kuro membungkus hadiah dengan kertas warna hitam).
"Selamat ulang tahun, Naruto." Kuro tersenyum tipis saat mengatakannya.
Sesaat Naruto masih terdiam dengan semua kejutan ini. Ia tidak menyangka kalau Kuro dan Kazura berniat merayakan ulang tahunnya meskipun mereka tidak tau kalau masing-masing dari mereka berniat merayakan ultahnya.
"Arigatou." Ucap Naruto tersenyum tulus dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Dan kemudian ia bergabung dengan Kuro dan Kazura di meja makan untuk menikmati makan malam yang terlihat lezat.
.
.
.
Pukul 01.45.
Kuro menatap jam dinding di kamar Naruto. Malam masih larut dan Naruto telah terlelap. Keluarga Naruto sudah kembali sejak satu jam yang lalu dan kini sudah terlelap. Kazura duduk di dekat bingkai jendela kamar Naruto yang tidak tertutup dengan gorden. Matanya menatap jauh ke langit malam yang kini terasa gelap dan kelam.
"Aku rasa kita sekarang sudah bisa memulainya, Kuro." Kazura berucap dengan nada datar dan masih menatap langit malam di balik jendela kamar Naruto.
Kuro menghela nafas dengan pelan. Dan kemudian berjalan untuk duduk di kursi di seberang Kazura dan ikut memandang langit malam.
"Aku tau. Rencana sudah tersusun sekarang, tapi masih ada hal yang harus kita lakukan dan ini membutuhkan waktu." Balas Kuro yang sekarang sedang menatap datar Kazura.
"Aku mengerti. Kita akan melatihnya agar dia bisa menjadi `senjata` yang berguna untuk kita." Sahut Kazura dan seketika langsung menatap dalam mata hitam Kuro.
Dan secara bersamaan, mereka langsung memandang Naruto yang terlelap di tempat tidurnya dengan pandangan datar. Baik Kuro maupun Kazura sama-sama tau dan mengerti, bahwa segalanya akan segera dimulai dari sekarang. Kini segalanya telah ditetapkan.
"Dunia sudah terlalu busuk sekarang." Ucap Kuro dan Kazura bersamaan.
TBC
Ini fic remake Braeden yang sebelumnya. Haduh, maaf ya kalau belepotan. Soalnya dibuat dengan secepat kilat jadi pasti banyak typonya. Dan hontouni gomennasai! Gomen, baru bisa publish sekarang. O iya, ada yang bisa tebak siapa Kuro dan Kazura ini? Hehehe tebak ya…
See you next time!
