Kontradiksi

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: AU, Shonen-ai, little OOC, etc.

Don't Like Don't Read

ENJOY

Waktu sudah menunjukkan pukul 3 sore. Dan dalam beberapa jam ke depan, hari akan mulai kembali gelap. Seorang pemuda sedang sibuk membereskan buku-buku yang berada di mejanya. Jam kuliah telah berakhir beberapa menit yang lalu.

Pemuda ini mendesah pelan. Lagi-lagi ia mendapatkan tugas kuliah. Rencananya ia ingin bersantai sejenak setelah disibukkan dengan tugas-tugas beberapa hari yang lalu. Tapi sepertinya rencana itu harus ia simpan untuk digunakan suatu hari nanti.

Pemuda ini pun melangkahkan kakinya menuju luar ruangan. Sesekali ia menganggukkan kepalanya menyahuti sapaan singkat dari teman satu ruangannya. Biar secuek apapun pemuda ini, ia masih bisa menyempatkan diri untuk membalas sapaan dari orang sekitarnya meski hanya anggukan kepala.

Mata hitamnya dengan jeli mencari seseorang yang rutin menjemputnya setelah ia menyelesaikan mata kuliahnya. Mengamati mahasiswa-mahasiswi yang berkeliaran di sekitar kampusnya.

"Sasuke!"

Pemuda ini menengok ke arah datangnya suara panggilan berasal. Dan menemukan seseorang—ralat kekasihnya tengah menebar senyum lebar ke arahnya. Sesekali kekasihnya itu melambai pada beberapa orang yang ditemuinya, sebelum kemudian menghampiri pemuda yang dipanggil Sasuke ini.

Naruto—nama kekasih Sasuke tengah melemparkan senyum lebar di hadapan kekasihnya ini. "Jangan melipat wajahmu begitu. Terlihat seram." Ujarnya mengomentari raut wajah Sasuke.

"Hn." Sasuke mulai meninggalkan kekasihnya itu dan berjalan melewati lorong kampus. Beberapa pasang mata wanita di sekitarnya menatap dirinya lapar. Dan tentu saja pemuda ini tak menghiraukannya.

Naruto pun menyusul langkah Sasuke yang meninggalkannya. Lalu matanya menatap ke sekeliling. "Mau langsung pulang?"

"Terserah." Jawabnya tak peduli.

Mata biru secerah langit itu melirik ke arah kekasihnya. "Bagaimana kalau makan dulu? Aku lapar." Tanyanya sembari mengelus perutnya yang tengah berkumandang dengan ributnya.

Sasuke tak menjawab. Tapi dengan gerakan tubuh itu Naruto tahu bahwa Sasuke menyetujui ajakannya.

Sedangkan Naruto hanya tersenyum tipis. Ia sudah terbiasa dengan sikap Sasuke yang irit bicara yang bahkan hanya menggunakan bahasa tubuh ketika Naruto mengajaknya ke suatu tempat.

"Makan ramen Ichiraku?" Naruto membukakan pintu mobil untuk kekasihnya itu ketika mereka telah sampai di parkiran. "Atau di restoran?"

"Kau tahu pilihanku, Dobe." Sasuke pun masuk ke dalam mobil Naruto.

Naruto memutar jalan untuk menuju ke pintu sampingnya. "Ya, ya." Ia memasuki mobil dan duduk di bagian pengemudi. "Aku memang selalu tahu."

Sasuke mengabaikan perkataan Naruto. Ia memakai safety belt di pinggangnya, setelah itu ia menopang dagu dan menatap pemandangan di luar jendela mobil.

Naruto pun menjalankan mobilnya. Ia mengarahkan mobilnya menuju sebuah restoran yang biasa mereka datangi saat akhir pecan. Sepanjang perjalanan mereka hanya berdiam saja. Naruto asik memperhatikan arah jalannya. Sedangkan Sasuke yang duduk di sampingnya hanya menatap jalanan dengan bosan.

Di tengah keheningan ini, Naruto mencoba memanggil kekasihnya yang sedang bertopang dagu tersebut.

"Teme." Panggilnya pelan.

Sasuke diam saja. Ia tak merubah posisinya, asik dengan pikirannya sendiri. Entah apa yang dipikirkan oleh pemuda ini.

Naruto berniat untuk memanggil lagi tapi diurungkan niatnya begitu melihat restoran sederhana yang tak jauh dari kampus mereka dan membelokkan mobilnya ke area parkir.

Sasuke pun menyadari mobil mulai melambat. Ia mengalihkan pandangannya ke area sekitar yang dipenuhi lalu lalang orang.

"Ayo, Sasuke." Ajak Naruto ketika mesin mobil telah mati. Ia membuka pintu sampingnya dan turun dari mobil.

Sasuke tak mengatakan apa-apa untuk menyahuti Naruto. Ia memilih untuk membuka mobilonya dalam diam dan berjalan menuju ke restoran. Naruto menunggu Sasuke hingga pemuda itu berjalan sejajar dengan.

Kedua pemuda itu memasuki restoran yang cukup mewah. Naruto mengedarkan pandang, mencari tempat yang sekira tidak menjadi pusat perhatian. Tentu saja ini demi Sasuke. Pemuda itu tak begitu suka menjadi pusat perhatian. Dan Naruto menemukan meja kosong di sudut restoran. Naruto membawa Sasuke menuju arah meja tersebut.

Kedua pemuda itu duduk dan pelayan pun segera datang menghampiri, menanyakan pesanan untuk keduanya. Naruto memesan makanan dan minuman untuk dirinya dan juga Sasuke. Dan Sasuke terlihat tak keberatan dengan pesanan Naruto. Asal itu tak berhubungan dengan lemak berlebih dan manis, ia tak masalah.

Naruto memperhatikan Sasuke yang kembali bertopang dagu. "Jadi, bagaimana kuliahmu tadi?"

"Seperti biasa. Tak ada yang menarik. Membosankan." Sasuke menjawab sekenanya. Ia adalah pemuda yang jenius dan tentu materi kuliah yang tadi diajarkan sudah dikuasainya.

Naruto mengangguk. "Ah, sama saja. Kuliah membosankan." Ia berbicara dengan nada malas. "Teme, kau tadi makan siang, 'kan?" lanjutnya bertanya.

"Belum. Aku ke perpustakaan—sewaktu jam istirahat."

Naruto mendesah. "Kenapa belum?" Ia merenggut mendengar jawaban Sasuke. "Kau harus makan teratur. Belakangan ini banyak tugas yang membuatmu kurang tidur, 'kan?"

Sasuke tetap bersikap biasa mendengar penuturan Naruto. "Ya. Karena tugas itulah aku menunda makan siangku."

Kemudian makanan yang telah dipesan datang menghampiri meja mereka. "Memangnya tidak bisa istirahat beberapa menit saja?" Naruto mulai memakan pesanannya setelah menggumamkan 'terima kasih' kepada pelayan yang baru saja meninggalkannya.

Sasuke menggeleng. "Tugasnya terlalu banyak. Tidak ada waktu." Ia memakan dengan malas makanan yang tersaji di depannya.

Naruto meminum jus jeruknya setelah melahap beberapa sendok makanannya. "Sekarang makan yang banyak untuk menggantikan makan siang tadi." Kemudian memberikan cengiran lebarnya.

Sasuke mendelik. "Hn." Ia kembali fokus terhadap makanannya. Hanya beberapa suap dan minus jusnya. Ia selesai makan.

Naruto tercengang dengan Sasuke yang sudah menghabiskan makanannya hanya dalam beberapa suap. Pemuda ini perlu nutrisi lebih. Maka ia merelakan makanan sisanya dan menyerahkannya pada Sasuke. "Makan sesuai porsi, Teme. Aku tidak mau kau kelaparan dan sakit hanya karena kurang makan."

Lagi-lagi Sasuke mendelik pada Naruto yang memperhatikannya terlalu berlebihan. "Aku hanya melewatkan makan siang. Dan itu tidak membuatku kelaparan, Dobe." Ia mengabaikan makanan yang disodorkan oleh Naruto.

Naruto menarik lagi makanannya. Ia menatap Sasuke. "Bahkan makanmu barusan sangat sedikit."

Sasuke mengalihkan pandangannya ke luar restoran. "Aku memang tidak terlalu lapar." Berkata dengan cuek sambil kembali menopang dagunya.

Naruto lagi-lagi mendesah. Apa pemuda di hadapannya sedang diet atau apa? "Kau susah sekali diberitahu. Kalau sudah sampai di rumah, kau harus makan lagi." Naruto kembali melahap makanannya. "Yang banyak." Tambahnya setelah meneguk makanannya.

"Hn."

Sasuke tidak tahu kenapa hubungannya akhir-akhir ini terasa hambar. Seolah-olah tidak ada hari yang istimewa dilaluinya. Hanya melakukan ini dan itu yang bahkan dirasakan Sasuke terlalu membosankan. Dan Naruto, ia memperhatikan pemuda itu makan dengan cepat. Bahkan Sasuke tidak yakin kalau pemuda pirang itu akan mengingat hari spesial mereka berdua sebentar lagi.

"Naruto." Panggilnya pelan sesaat keheningan mulai menjalari mereka.

Naruto menyelesaikan suapan terakhirnya, dan disusul dengan minum. "Ya?"

"Kau merasa aka nada hari istimewa dalam waktu dekat ini?" Ia bertanya tanpa mengubah posisinya.

"Hmm." Naruto bergumam. Sejenak ia tampak berpikir keras. "Aku tidak tahu." Lanjutnya sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Oh." Sudah ia duga. Akan begini akhirnya. Pandangannya sedikit menyendu mendengar jawaban Naruto. Kemudian ia pun melanjutkan meminum jusnya.

"Memangnya kenapa, Teme?" Ia memerhatikan Sasuke. Tak menyadari pandangan Sasuke yang sedikit menyendu itu.

Sasuke menyisakan sedikit jusnya. "Nothing. Ayo pulang." Jawabnya sambil berdiri bergegas pulang.

Naruto menatap Sasuke sebentar, sejenak ia terlihat ragu. "Ah, ayo." Sahutnya. Ia meletakan beberapa lembar uang di atas meja, kemudian menyusul Sasuke yang sudah keluar dari resto.

Sasuke pun berjalan dengan santai. Ia berjalan menuju parker dimana letak mobil Naruto berada.

"Kau mau langsung pulang?" Tanya pemuda berambut pirang itu saat tangan tan-nya membuka pintu mobil untuk Sasuke.

Sasuke mengangguk. "Aku mau mengerjakan tugas." Masuk ke dalam mobil.

Naruto mengernyitkan alis. "Ada tugas lagi?" Ia masuk ke dalam mobilnya, kemudian menjalankan pelan. "Mau kubantu mengerjakannya?" Naruto mencoba menawarkan jasanya kepada Sasuke.

Sasuke menggeleng singkat. "Tidak." Tolaknya. "Kau juga punya tugas yang harus kau kerjakan." Menatap ke depan. Sesulit apapun tugas yang dibebankan kepadanya, ia tidak akan meminta maupun menerima bantuan dari siapapun. Harga diri Uchiha yang tinggi membuatnya terlihat tak memiliki kesulitan apapun.

Naruto mengendikan bahu. "Ok, baiklah."

"Hn." Sasuke bergumam. Ia tampak berkelut dengan pikirannya sendiri. Dan tanpa sengaja ia memasang wajah mengerut yang tampak tak enak dilihat. Begitulah ketika Naruto meliriknya sekilas.

"Kenapa kau memasang wajah begitu?" Naruto mencoba berbicara. Sementara tangannya tetap memegang kemudi dengan santai.

Sasuke melirik Naruto sejenak. "Wajahku selalu begini." Jawabnya tanpa merubah posisi sedikitpun.

"Memasang wajah terlipat begitu akan membuatmu cepat tua, Teme. Asal kau tahu." Naruto mencibir.

Perkataan Naruto membuat Sasuke mendengus sebal. Ia melipat kedua tangannya di depan dada. "Perhatikan lajumu dan jangan banyak bicara, Idiot."

Sambil tertawa lepas Naruto menjawab, "Ah, sudah kukira kau akan menjawab seperti itu." Ia memerhatikan jalan di depannya yang mulai terlihat senggang. Memasuki kawasan yang jarang dilalui orang membuat Naruto bersantai dalam mengemudi.

Sasuke tak menanggapi perkataan Naruto sedikitpun. Ia lebih memilih membawa mata hitamnya ke arah jalanan. Mungkin saja jalanan senggang di depannya dapat membuatnya tertarik.

Naruto tampak bosan. Terlihat dari jari-jari tan-nya yang mengetuk kemudi mobil berkali-kali. "Tersenyumlah sekali-kali." Ujarnya, sembari membawa mata birunya melirik pemuda yang sedang duduk di sampingnya.

Sasuke memutar bola matanya. "Hn." Tanggapnya malas. Sasuke takkan begitu suka melakukan sesuatu hal yang tidak ia sukai dari awal.

Mobil yang berpenumpang dua orang tersebut berbelok ke suatu jalanan yang lebih kecil dari jalan sebelumnya. Jalan pulang menuju rumah Sasuke. Dan sebentar lagi mansion yang mewah itu akan tepat di depan mata.

Kawasan mansion Uchiha terlihat. Dan Naruto dengan sigap membelokkan mobilnya menuju rumah besar tersebut. Setelah posisinya cukup pas, ia mematikan mesin mobil tersebut.

Sedangkan Sasuke melepas tali pengaman yang terpasang di tubuhnya. Ia bersiap turun. Rasanya lelah sekali. Ia ingin cepat-cepat mandi dan beristirahat sebentar, kemudian mengerjakan tugas yang membuatnya berpusing ria bagaimana mengakhirinya.

"Aku langsung pulang, ya, Sasuke." Kata Naruto. Sasuke baru menyadari bahwa pemuda pirang itu tak turun dari mobilnya. Sebaliknya, ia malah memunculkan kepalanya dari balik jendela mobil. "Salam untuk Paman Fugaku dan Bibi Mikoto." Lanjutnya dengan iringan senyum lebar.

"Hn. Hati-hati." Sasuke tak memusingkan kekasihnya itu yang tidak mampir ke rumah besarnya.

Naruto kembali menghidupkan mesin mobilnya. Dengan perlahan-lahan, ia segera keluar dari area mansion mewah itu dan pulang menuju rumahnya. Sekilas, melambaikan tangannya ke arah Sasuke yang masih berdiri di depan pintu mansion itu. Ah, ia juga teringat bahwa ada tugas yang menunggunya di rumah.

Sasuke memijit keningnya yang terasa pening. Badannya juga terasa pegal, mengerjakan tugas di hadapannya selama dua jam penuh tanpa berpindah tempat. Cukup membuat pinggangnya kaku.

Lagipula, tugas di hadapannya ini membutuhkan pemikiran keras. Dan sialnya, ia hanya punya satu buku yang sekiranya kurang untuk mencari jawaban. Butuh dua atau tiga buku lagi. Maka dari itu ia memutuskan untuk membeli buku baru.

Beruntung, beberapa blok dari mansionnya ada sebuah toko buku yang baru seminggu ini dibuka. Sasuke belum mengunjungi tempat itu sebelumnya. Ia tak punya waktu. Maka kesempatan inilah ia gunakan untuk mengunjungi toko buku tersebut. Mungkin kalau ia menemukan novel yang bagus, ia akan membelinya—sebagai hiburan.

Sasuke merasa tak membutuhkan mobilnya. Cukup berjalan saja. Lagipula, lokasi yang akan dikunjunginya tak terlalu jauh. Hanya berjalan sekitar lima belas menit, maka ia sampai di tempat tujuan.

Toko buku yang cukup sederhana, tapi terkesan mewah. Sasuke bisa melihat dari jendela—yang memang tembus pandang—buku-buku di sana terlihat baru dan masih terbungkus plastik. Semoga saja ia menemukan buku yang ia cari di sana.

Seorang pemuda tampak membungkukkan badannya saat Sasuke mendorong masuk pintu toko tersebut. Seorang pemuda berambut coklat panjang (yang Sasuke pikir rambut tersebut cocok untuk perempuan daripada laki-laki) membungkuk sambil berucap, "Selamat datang. Ada yang bisa saya bantu?" setelah menegakkan badannya, ia memasang ekspresi terkejut. "Sasuke?"

Sasuke menengok ke arah pemuda berambut coklat panjang tersebut. Ia mengernyitkan alisnya. "Siapa kau?" Sasuke merasa tidak terlalu mengenal pemuda di depannya ini.

Pemuda berambut coklat panjang itu memasang tampang heran. "Kau tidak ingat kepadaku?" ia menunjuk dirinya sendiri.

"Kalau aku ingat, tak mungkin aku bertanya." Sasuke berjalan acuh menuju ke rak buku.

"Masih seperti dulu." Pemuda itu tampak menghela napas. "Aku Neji. Kau ingat sekarang?"

Sasuke menghentikan langkahnya. Ia tampak berpikir, berusaha mengingat pemuda bernama Neji ini. Kemudian ia menatap Neji. "Kau, Hyuuga Neji, murid SMP Konoha yang hampir menjadikan seluruh wanita di sekolah sebagai kekasihmu. Aku ingat."

Entah kenapa Neji merasa tertohok dengan perkataan tajam dari Sasuke. Walaupun yang dikatakan Sasuke benar adanya. Dahinya berkedut. "Mereka yang mengejarku, bukan aku yang mengejar mereka. Kupikir akan lebih menyenangkan kalau aku menerima pernyataan mereka."

"Hn." Sasuke tak membantah. Malas. Ia pun melanjutkan jalannya menuju ke rak buku. Matanya memerhatikan dengan jeli setiap judul buku di rak tersebut.

Neji pun mendekati Sasuke yang tampak sibuk memilah-milah buku di tangannya. "Hei, bagaimana hubunganmu dengan Sakura? Masih seperti yang dulu?" Neji mencoba memulai topik pembicaraan.

Sasuke menatap Neji sebentar. "Aku tidak bersamanya lagi. Pengkhianat." Tentu Sasuke masih ingat bagaimana perempuan merah muda itu lebih memilih laki-laki yang baru dikenalnya daripada dirinya yang sudah bersamanya selama setahun. Tidak. Sasuke takkan berusaha untuk mempertahankan hubungannya itu.

"Begitu." Neji mengangguk. Ia paham apa maksud dari perkataan Sasuke mengenai Sakura. "Sejak kapan?" Neji penasaran, bagaimana hubungan yang terkenal adem ayem semasa SMP dulu itu bisa retak dan pecah.

"Lulus SMP, kurasa." Sasuke membuka halaman belakang buku yang ada di tangannya.

Neji melipat kedua tangannya di depan dada. Ia menyenderkan punggung di rak buku yang nampak kokoh. "Apa kau masih sendiri sekarang?" Mata lavender yang dimilikinya menatap Sasuke yang masih membaca.

Sasuke menutup bukunya. Ia memutuskan memilih buku tersebut untuk dibeli. Lalu ia menatap Neji sebentar. "Kau bawel sekali." Ia berjalan ke arah kasir untuk membayar buku.

Neji pun mengikuti arah berjalan Sasuke. Sesaat ia tersenyum tipis saat berhadapan dengan seorang kasir yang juga memamerkan senyum ke arahnya. "Aku hanya bertanya. Tidak boleh?"

Sasuke memutar bola matanya. "Terserah." Ia meletakkan lima buku baru yang dibawanya ke meja kasir.

"Kau mengesalkan. Siapa tahu kalau aku bisa menjadi kekasihmu." Sudut mata Neji melirik Sasuke yang tampak mengeluarkan dompet dari sakunya.

"Takkan bisa." Sasuke mengeluarkan beberapa lembar uang. Kemudian menyerahkan kepada sang kasir yang menunggunya.

Neji kembali tersenyum tipis. Ia mengerti, apa maksud dari perkataan Sasuke. "Rupanya si Uchiha ini sudah dewasa." Neji terkekeh sejenak. "Jadi, siapa orang yang beruntung itu?"

Sasuke menerima bungkusan bukunya. Ia berjalan keluar dari toko, meninggalkan Neji di belakang. "Bukan urusanmu."

"Sudah mau pergi?" Neji menyusul langkah Sasuke.

"Hn." Jawab Sasuke seadanya. Sesungguhnya ia lelah meladeni pertanyaan teman semasa SMP-nya itu. Lagipula, Sasuke merasa ada maksud tertentu yang ingin diungkapkan Neji.

"Hei, kapan-kapan bisakah kita bertemu lagi?" Neji sedikit berteriak dalam nada bicaranya. Takut-takut Sasuke takkan mendengar perkataannya.

Sasuke tak menjawab. Sebagai gantinya, ia mengangkat tangan. Menjawab 'mungkin' dari lambaian tangan itu. Lalu kemudian berjalan ke arah mansion besarnya.

"Dasar." Neji berbalik dan tersenyum tipis. "Dia semakin menarik saja."

"Neji." Panggil seseorang yang berada di belakang Neji. Otomatis, Neji menghentikan langkah dan kembali berbalik. Ia tersenyum cerah, senyum yang berbeda yang selama ini ditampilkan oleh bibirnya.

"Hei!" Neji melambaikan tangannya, bermaksud menyambut seseorang tersebut.

Pemuda itu berjalan mendekati Neji. "Setahuku tempat kerjamu buka di lapangan parkir." Pemuda itu berkata, bermaksud menyindir Neji.

Neji tak ambil pusing. Sebaliknya, ia tampak merangkul pemuda tersebut dan menyeretnya ke dalam toko. "Ada angin apa kau ke sini? Tidak biasanya."

Pemuda tersebut hanya diam menerima perlakuan Neji. "Ada buku yang harus kubeli. Apa lagi?" ujarnya datar.

Neji melirik sekilas ke arah pemuda yang sedikit lebih pendek darinya itu. "Kukira kau mau menemuiku." Neji tampak merenggut.

Sang pemuda tak berekspresi seperti biasa. Ia memasuki toko bersama Neji di sampingnya yang masih merangkul dirinya.

TBC

Me as Neji Hyuuga

Mumomo as Sasuke Uchiha

Llewellyn as Naruto Uzumaki

Hanya sebuah Roleplay gaje dari kami. Maaf kalau karakternya OOC, terlebih pada Neji T^T

Review, minna :3