Dia Ino Yamanaka—ah bukan lagi. Marganya sudah digantikan dengan Uchiha beberapa bulan yang lalu. Harusnya Sasuke senang. Ya, setelah hilang beberapa hari lamanya, harusnya Sasuke senang karena wanita itu terlihat baik-baik saja meskipun harus dirawat di rumah sakit. Ya harusnya begitu. Jika saja kenyataan tidak membuat Sasuke pilu.

"Anoo… kau siapa?"


.

.

.


Sasuke duduk di kursi tunggu rumah sakit dengan menyandarkan punggungnya yang tegap pada dinding. Di seberangnya, adiknya Hinata tampak menatapnya prihatin seraya mengelus perutnya yang membuncit. Sasuke membuang nafasnya pasrah. Tangannya mengusap wajahnya yang frustasi.

Hukuman Tuhan apa lagi yang akan diberikan padanya?

Sasuke menelan semuanya dengan getir.

"Ino-san akan baik-baik saja."

Vokal maskulin itu membuat Sasuke mengangkat kepalanya. Di samping Hinata, seorang pria bersurai merah dengan jas putih kebanggaan dokter tersampir di lengannya yang kekar. Setidaknya Sasuke sedikit bersyukur bahwa yang menangani istrinya adalah dokter kebanggaan Todai. Oh, benar. Dokter kebanggaan Todai itu kini adalah adik iparnya.

Sasuke mengangkat satu sudut bibirnya getir.

"Ini kesalahanku…."

"Berhenti menyalahkanmu." Gaara—suami Hinata berucap dengan nada dingin. Dia merangkul Hinata dengan penuh posesif. "Ini semua sudah takdir." Gaara melanjutkan dengan penuh penekanan berarti. Hinata langsung memeluk Gaara dan bersembunyi dalam dekapan suaminya yang hangat menenangkan.

Semuanya adalah duka.

Hinata juga tau.

Sasuke mengepalkan jemarinya hingga buku-buku jarinya memutih. Ekspresi wajahnya yang biasa datar dingin kini seolah tidak terkendali. Sasuke kalut. Dia takut. Hatinya tidak menerima sedikitpun apa yang terjadi pada istrinya. Kenyataan ini membuat Sasuke muak. Bila Sasuke dapat mengintip sedikit apa yang terjadi pada hari esok, dia jamin kejadian seperti ini tidak akan terjadi.

"Jika saja aku tidak berniat menikah lagi dengan Karin, Ino tidak akan kehilangan ingatannya!" Sasuke berteriak frustasi. Bola mata hitam kelamnya memerah bertanda dia murka.

Demi Tuhan.

Kecelakaan itu...

Sasuke menggigit bibir bawahnya getir.

Air mata sudah mengembang di pelupuk matanya.

Bukan maksud Sasuke cengeng atau mellow di saat seperti ini. Tapi sungguh, dia tidak kuat menahan semua bebannya sendiri. Di mana keluarga Uchiha ketika istrinya mengalami musibah seperti ini? Hanya Hinata dan Gaara, lalu kemana semua keluarga Uchiha yang agung? Kenapa tidak ada yang datang ke rumah sakit menjenguk Ino?

Sasuke menangis seraya menutup wajahnya.

Sasuke tau, semua keluarga tidak ada yang setuju dengan pernikahannya. Ino adalah yatim piatu dengan keluarga tidak diketahui. Kehidupannya yang berasal dari panti asuhan Osaka membuatnya sulit diterima oleh keluarga Uchiha yang segalanya sempurna. Sasuke tau, dan dia tetap memaksakan semua kehendaknya meski semua menentang.

"Ingatan Ino akan kembali—"

"Dia bahkan melupakan semua kenangan kami," Sasuke berucap lirih seraya menghapus jejak air mata yang melewati pipinya yang tirus. Beberapa perawat melewati mereka dan Sasuke tidak peduli. "Itu yang tidak bisa aku terima."

Gaara terdiam menyimak semuanya. Hinata juga masih mendekap suaminya.

Dari awal Hinata sudah mengingatkan pada Sasuke, bahwa segala hal yang dilakukan Sasuke salah. Bahwa menikahi Karin di pernikahannya dengan Ino berumur 6 bulan itu salah. Mengenal Ino sejak play group hingga kini dewasa, Hinata tau itu membuat Sasuke jengah, namun semuanya gegabah.


.

.

.


Hinata berjalan memasuki kamar rumah sakit dengan langkah cukup lambat. Di ranjang sana terduduk seorang wanita berambut pirang panjang dengan mata sekilau samudera yang menatap segala sesuatu di sana dengan tatapan bingung. Hinata mengambil nafas panjang, penuh duka sebelum menyelipkan senyum tipis bertanda damai.

"Aku Hinata." Hinata berucap pelan ketika sudah berada di samping ranjang kakak iparnya tersebut. Senyum tipis masih disampirkan penuh santun.

Ino menatapnya bingung, kemudian mengangguk kaku.

"Aku Ino, err~ mereka menyebutku begitu. Kupikir itulah namaku." Wanita bersurai pirang itu tertawa kikuk. Terlihat sekali bahwa dia masih bingung dengan keadaan sekitar. Hinata memaklumi segala hal yang terjadi padanya.

"Ya, kau Ino." Hinata melebarkan senyumannya hingga sudut matanya menyipit. "—dan aku adalah Hinata."

Ino tertawa pelan. Dia tampak santai meski baru beberapa saat lalu siuman dari tidurnya yang cukup panjang. Wanita itu tampak tidak ada masalah apapun atau tidak ada sedikitpun kelainan yang dialaminya. Hinata tertawa pelan sedikit ada kegetiran di dalamnya. Dia masih sosok kakak kelas dan kakak ipar yang terlalu periang.

"Hinata-san, boleh aku bertanya?" Ino menampakan raut bingung, dan Hinata mengangguk semangat dengan senyum yang manis hadir di bibirnya. Ino tampak senang melihat persetujuan yang dibolehkan secara frontal tersebut.

"Sebenarnya Sasuke-san itu siapa?"


.

.

.


Masashi Kishimoto

to be continue


Thank's for reading-,

Salam hangat,

Panda Merah