At Gwanghwamun Songs Fiction
The characters belong to Masashi Kishimoto
The songs belong to Kyuhyun (SM Ent.)
These stories are made by MaryLavey
Chapter 1
Eternal Sunshine
"I try hating you
Looking for the reason we had to break up
Then my heart sinks
When I find myself not having forgotten anything
Another day passes like this"
.
.
.
Sudah genap satu minggu sejak kedatangan Hinata Hyuuga, gadis yang adalah teman kecil dari kekasihku, Sasuke-kun. Sudah seminggu pula, aku merasa sosok Sasuke-kun perlahan menjauh dariku. Awalnya hanya jiwanya namun belakangan juga fisiknya. Ya, sekarang Sasuke-kun lebih sering bersama dengan Hinata.
Aku bukan kekasih pencemburu, bukan. Namun, kalian pasti akan sependapat denganku bila kalian berada di posisiku saat ini. Posisi serba salah, mau marah salah, mau diam juga salah. Ah, tapi, menjadi kekasih orang yang kucintai tentu bukan hal yang salah, bukan? Aku bingung apa yang harus kulakukan untuk mempertahankannya, atau paling tidak, bertahan saat melihat hal yang menyakitkan. Kalian perlu contoh? Tentu, lihat saja ke belakang.
Ya, walaupun aku berada di depan kedua orang yang menjadi sumber masalahku, namun aku tahu bahwa mereka sekarang pasti sedang berjalan berdampingan. Aneh? Sangat! Seharusnya aku yang berada di sampingnya. Aku benar-benar kesal.
Sebenarnya, sebelumnya aku berjalan HANYA bersama Sasuke-kun, sampai akhirnya gadis itu datang dan berjalan di sebelah kanan kekasihku. Dan karena trotoarnya cukup kecil, jadi saat ada mobil melintas, gadis itu bergeser ke kiri hingga kami juga terpaksa bergeser. Dan sialnya, aku berjalan di dekat tembok dan karena kami bergeser, maka otomatis jika aku tidak mau menabrak tembok, aku tergeser ke belakang.
Tentu saja aku tidak mau! Maka aku mencoba mendorong tubuh Sasuke-kun agar bergeser ke kanan. Entah mungkin doronganku terlalu keras hingga mengenai Hinata dan gadis itu tersandung kemudian jatuh. Aku awalnya kaget dan merasa bersalah, namun saat aku hendak menolong Hinata berdiri, Sasuke-kun malah menampik tanganku dan memelototiku.
Rasa bersalahku tergantikan oleh rasa kesal yang menggebu-gebu. Maka dari itu, aku dengan cepat berjalan kedepan meninggalkan mereka berdua. Dan, disinilah aku sekarang, berjalan sendiri ke sekolah dengan wajah luar biasa kesal. Hebat! Sekarang akulah yang menjadi orang jahat! Benar-benar menyebalkan!
"Saaa..Kuraaa-chaaaann!"kudengar suara cempreng dari arah gerbang, dan benar saja, itu suara laki-laki menyebalkan kedua, setelah Sasuke-kun. Aku hanya memberikan lirikan sebagai respon sekaligus pengganti kata 'Apa?'.
"Seram, deh, Sakura-chan. Eh, tadi kau bertemu Hinata-chan tidak?". Bagus, Naruto, bagus. Tambah saja rasa kesalku saat ini!
"Ketemu,"jawabku singkat sembari terus melanjutkan jalanku yang kini sudah memasuki gerbang sekolah.
"Nah, mana Hinata-chan nya?"tanyanya lagi.
"Belakang, sama Sasuke-kun. Habis jatuh."
"Oh, baiklah, aku kesana saja, hehe,"kata Naruto sambil nyengir. Aku mendengus dengan cukup keras berharap rasa kesalku sedikit menguap. Naruto sudah bersiap keluar gerbang, namun entah kenapa ia malah berbalik arah dan berjalan di sebelahku.
"Sakura-chan, aku harap kau mengerti keadaan,"katanya dengan nada yang serius hingga membuatku menoleh ke arahnya. Aku menaikkan sebelah alisku mengisyaratkan bahwa aku meminta penjelasannya.
"Hinata kan memang lemah, jadi Sasuke tentu harus membantunya, 'kan? Sedangkan kau kan bertenaga badak." Langsung saja ku tinju perut si mulut kurang ajar itu dan Naruto reflek berjongkok sambil memegang perutnya. Aku tertawa sinis,"Wah, kau benar, SAHABATKU. Aku memang bertenaga badak. Jadi bila tinjuanku barusan sakit, ku harap kau mengerti keadaan, ya."
"Sakura-chaaan, jahat sekali kau,"ujarnya sambil menunjukkan wajah kesakitan yang sangat dibuat-buat dan malah nampak menjijikan. Dan, aku tidak tahan untuk tidak tertawa melihatnya,"Rasakan, haha. Sudah sana, jemput putrimu! Suruh dia kembalikan Sasuke-kun ku."
Naruto langsung berdiri tegak dan memasang pose member hormat lalu pergi keluar gerbang. Ku gelengkan kepalaku sambil tersenyum kecil lanjutkan jalanku masuk ke dalam sekolah. Yah, aku tidak akan menunggu Sasuke-kun, karena hampir tidak mungkin ia akan menyusulku walaupun sudah ada Naruto disana.
Tiba-tiba seseorang menepuk bahuku pelan,"Ohayo, Saku-chan." Ku tolehkan kepalaku kesamping dan yang kulihat sekarang adalah Sasori-senpai yang menyapaku dengan senyuman. "Ohayo, senpai,"sapaku kembali.
"Kenapa geleng-geleng kepala? Naruto kenapa?"
"Yep. Tapi senpai mau tahu saja deh. Hehe,"jawabku sambil memeletkan lidah. Sasori-senpai menatapku tak percaya lalu kembali tersenyum sambil mengacak-acak rambutku. "Hei, hei, Sasori-senpai, berhenti. Berantakan deh nanti rambutku,"kupukul tangannya dan membuatnya sedikit meringis karena memang pukulanku cukup perih, katanya sih.
"Ah, iya, iya, sini kurapikan,"balasnya dengan nada setengah mengejek. Aku hanya bisa tertawa melihat wajah Sasori-senpai yang memang imut itu dibuat menjadi sok kesal dan kemudian ia juga ikut tertawa. Yah, paling tidak, pagi ini ada Naruto dan Sasori-senpai yang membuatku cukup terhibur, walaupun sebenarnya yang kuharapkan adalah Sasuke-kun.
.
.
.
"Sasuke-kun, ayo ke taman. Aku sudah belajar memasak dan sesuai janjiku, kau kubawakan bekal buatanku sendiri, ayo cepat,"kataku dengan penuh semangat pada kekasihku yang sedang duduk di bangkunya, tepatnya di depan bangkuku. Sasuke-kun menoleh lalu mengangguk kecil dan kemudian ia berdiri. Aku pun juga ikut berdiri hendak pergi bersamanya.
"Emm, Sasuke-kun." Kami yang baru akan melangkahkan kaki akhirnya berhenti setelah mendengar suara itu. Kami kemudian menolehkan kepala kami kea rah suara tersebut dan pemilik suara itu adalah teman sebangkuku, Hinata.
"Sebenarnya begini, setelah sekian lama dilarang masuk dapur, hari ini Kaa-san mengijinkanku memasak dan aku membuatkan bekal untukmu, Sakura-chan, dan Naruto-kun. Tapi sepertinya Sakura-chan sudah membawakanmu ya,"lanjutnya dengan wajah memelas dan itu membuatku kasihan juga.
"Hn, kita makan bersama saja,"jawab Sasuke-kun. Aku sedikit kaget, tapi aku sendiri juga merasa iba melihat Hinata. "Apa tak apa, Sakura-chan?"tanya Hinata. Aku melirik Sasuke-kun sekilas, dan ternyata ia menatapku balik dan seolah memintaku untuk setuju. Akhirnya, dengan tidak rela aku menganggukkan kepalaku,"Ya, tak apa, ayo kita makan berempat."
.
.
.
Uggh, melihat bekal buatan Hinata aku menjadi minder. Sungguh berbeda bentuknya dengan punyaku, bekalnya nampak sangat enak. Ah, tapi itu bukan masalah, yang penting aku sudah berusaha membuat bekal untuk Sasuke-kun walaupun sebenarnya aku tidak bisa memasak. Ya, yang penting kan sudah berusaha.
Baru saja Hinata membuka kotak bekalnya, Sasuke-kun sudah mengambil sebuah telur gulung dan memakannya. "Enak, seperti biasa,"pujinya sambil mengusap kepala Hinata pelan. Arghh, menyebalkan sekali. Segera kubuka bekal buatanku dan menyodorkannya di depan Sasuke-kun,"Ini, Sasuke-kun. Coba telur gulung buatanku."
Sasuke-kun yang masih mengunyah makanan itu mulai menyumpit telur gulung dari kotak makanku dan mulai memakannya ketika makanan yang sebelumnya telah terkunyah sampai habis. Satu gigit dan….
"UHUKK, UHHUKK."Sasuke-kun batuk! Aku, Hinata, dan Naruto menjadi panik. Aku segera mencari minuman untuknya, namun Hinata mendahuluiku dan memberikan air dari botol minumnya. "Kau kenapa, Sasuke-kun?"tanya Hinata. Dan, Sasuke-kun hanya mendengus sambil terbatuk-batuk kecil. Karena bingung, aku mencoba memakan telur gulung buatanku dan hmm, menurutku enak kok dan tidak ada yang salah.
"Menurutku ini enak kok, manis dan—"
"Ah, itu dia. Sasuke-kun tidak suka makanan manis, Sakura-chan,"kata Hinata memotong perkataanku. "Hah? Tapi manisnya wajar kok, aku tahu Sasuke-kun tidak suka manis, tapi makanan hambar itu lebih tidak enak tahu,"belaku.
"Sakura-chan, tetap saja. Bagi Sasuke-kun manis ya tetap manis, dan ia tidak suka itu." Baik, aku mulai kesal mendengar ucapannya. Ia bertindak seolah-olah aku telah meracuni kekasihku sendiri. Sungguh menyebalkan!
"Sudah, Sasuke-kun makan bekal buatanku saja, ya? Makanannya asin dan tidak manis kok,"kata Hinata lagi. Dan yang membuatku lebih sebal lagi, Sasuke-kun mengangguk dan mulai mengambil makanan dari kotak bekal Hinata.
"Hei, lalu aku harus makan bekalku sendiri, hah?"kataku kesal dan ketus. Mereka bertiga serempak menoleh ke arahku. "Ah, tidak tidak, Saku-chan. Aku tidak suka makanan hambar, aku makan saja, ya bekalmu?"sahut Naruto dengan takut—terlihat dari ekspresi wajahnya. Hinata pun juga memandangku dengan sungkan, sedangkan Sasuke-kun hanya memandangku datar.
Aku mendengus dengan keras dan berdiri dari kursi kemudian menata kotak bekalku dengan kasar. Setelah kotakku tertutup kembali, aku melangkahkan kakiku dengan cepat dari taman, tempat dimana seharusnya aku makan bekal berdua dengan kekasihku.
Sembari berjalan, aku merasakan mataku memanas dan akhirnya airmata ini turun juga. Dasar bodoh! Jadi inilah akhir dari semua usahaku membuatkan bekal. Aku selalu saja kalah dengan Hinata, dasar bodoh. Aku mengusap airmataku dengan kasar, namun airmata ini terus saja mengalir.
Tiba-tiba, ada yang menarik pergelangan tanganku dan mebuatku berhenti berjalan. Ah, itu Sasuke-kun, mungkin ia akan meminta maaf. Aku mencoba berhenti menangis dan menghapus jejak airmataku,"Apa? Kau mau apa?". Sasuke-kun malah menatapku tajam dan melepaskan pergelangan tanganku.
"Kenapa kau bertingkah seperti itu? Kau benar-benar kekanakan!" Hah? Kenapa ia malah marah? "Apa maksudmu, Sasuke-kun? Jelaskan bagian mananya yang kekanakan, hah!"balasku dengan suara yang meninggi. Sasuke-kun menggeram pelan lalu menghela napas.
"Kau membuatnya menangis! Padahal maksudnya baik, tapi kau malah berlaku bodoh seperti itu!"
"Oh, jadi ini tentang Hinata lagi ya? Bukan karena kau ingin meminta maaf padaku?"
"Kenapa aku harus minta maaf? Kau! Kau yang harusnya minta maaf pada Hinata karena telah berbicara seperti itu!"
"Tidak! Dia yang tidak tahu diri! Sudah tau kita ini kekasih, masih saja mengganggu! Ia menggunakan wajahnya yang lemah untuk mencari perhatian! Sok sok menangis, padahal dia yang menyebabkan ini semua terjadi! Dasar perempuan ular!"
"Tutup mulutmu! Kau tidak tahu apa-apa tentangnya!"sentak Sasuke-kun. Aku benar-benar kaget dibuatnya. Ia tampak sangat marah, tangannya terkepal seakan ia mau memukulku. Aku menjadi semakin marah,"Apa? Kau mau memukulku, Sasuke-kun? Pukul saja! Aku bukan Hinata yang lemah, tapi aku juga perempuan, Sasuke-kun. Aku juga bisa sakit hati!".
"Sakit hati? Hanya karena hal tadi?"katanya seolah-olah hal yang dilakukannya adalah hal yang biasa. Aku menggelengkan kepalaku dan menatapnya dengan pandangan tidak percaya.
"Sudahlah, sulit bicara denganmu. Pikiranmu masih seperti anak-anak,"katanya lalu pergi. Tanganku bergetar, badanku pun juga bergetar. Aku sangat marah hingga aku kembali menangis. Aku benci dengan sikapnya yang seperti ini. Aku memang berpikir untuk mengakhiri ini, tapi aku terlalu mencintainya untuk melakukan itu.
Dasar bodoh, ya aku memang bodoh. Aku telah berusaha membencinya, dan terus mencari alasan-alasan untuk putus dengannya, namun hatiku malah menjadi lebih sakit lagi. Semakin aku ingin menghapus dirinya dari hidupku, ia malah menjadi semakin berharga. Aku terjebak di dua pemikiran, antara ingin lepas dari penderitaan ini, atau mempertahankan hubungan yang sudah sangat rapuh ini.
Seandainya, aku bisa melepasnya. Aku terlalu egois, ya, mungkin itulah kesalahanku. Biarlah seperti ini untuk sementara waktu. Biarkan hatiku yang egois ini memilikinya, walau hanya sekedar status saja. Mungkin suatu saat, aku akan rela melepasnya.
.
.
"When I open my eyes tomorrow and have no memory of you, would I live comfortably?"
Author's Note :
So, basically Mary mau bikin songfict buat album At Gwanghwamun (yes, album, bukan cuma 1 lagu). Walaupun agak maksa sih rasanya storylinenya, hehe :D But, I'm trying, I really am. Semoga readers suka, dan jangan lupa review yaa. Saran dan kritik needed banget. Thank you J
