Mereka menjauhiku karena takut padaku

Mereka menjauhiku karena aku ini aneh

Mereka menjauhiku dan menganggapku gila

Padahal aku juga tidak ingin seperti ini

Padahal aku selalu menjerit meminta pertolongan

Padahal aku tidak berbahaya

Aku hanya…

.

.

berbeda…


o0o

Akashi Seizi Proudly Presented

O

Fictif, OOC, Characters is belongs to FT-sensei, typo(s), BL, and many more

o0o


.

.

.

Kuroko Tetsuya selalu sendiri dimanapun dan kapanpun, bahkan jika ia sedang berada di rumah.

Kuroko Tetsuya, 16 tahun, siswa tahun kedua SMA Teikou yang bahkan tidak pernah diakui bahwa eksistensinya benar-benar nyata.

Anak yang pendiam dan misterius, selalu menyendiri dan hampir tidak pernah memperhatikan pelajaran. Kuroko Tetsuya bukan anak pintar, tapi juga tidak bodoh. Dia bukan orang kaya, tapi juga tidak miskin. Dia juga bukan anak yang terkenal, bahkan nyaris tidak dikenal.

Satu fakta yang membuat dia menjadi perhatian dunia hanyalah karena dia memiliki teman.

Teman di dunia nyata, maupun teman di dunia lain.[]

o0o

.

.

.

"Tetsuya, bukankah seharusnya ini tugas kelompok?"

Kuroko Tetsuya mengalihkan pandangannya dari layar komputer ke sosok di hadapannya. Dia memberikan seulas senyum tipis sebelum kembali meneruskan pekerjaannya.

"Tetsuya, jangan mengacuhkanku."

"Aku tidak mengacuhkanmu, Akashi-kun," jawab Tetsuya tanpa mengalihkan fokusnya dari layar komputer.

"Kau mengacuhkanku, Tetsuya."

Dan Kuroko Tetsuya pun menghentikan sejenak pekerjaannya begitu mendengar nada dingin nan ketus yang diucapkan oleh sosok pria tampan beriris crimson di hadapannya, Akashi Seijuurou.

"Maafkan aku, Akashi-kun," kata Tetsuya. "Tadi, apa yang kau tanyakan?"

Akashi Seijuurou menghela napas pelan setelah mendengar perkataan Tetsuya. Ternyata Tetsuya memang mengacuhkanku, pikirnya.

"Akashi-kun?" Kuroko Tetsuya kembali memanggil. Matanya mengedip-ngedip lucu tatkala sosok di hadapannya tak kunjung bicara.

"Bukankah ini tugas kelompok?" Akashi Seijuurou kembali mengulangi pertanyaannya. "Tidakkah kau lelah mengerjakan tugas yang seharusnya dikerjakan oleh empat orang ini?"

Kuroko Tetsuya kembali menatap layar komputer di hadapannya. "Tentu saja lelah, Akashi-kun. Tapi kau tahu aku tidak punya teman."

"Kalau begitu, carilah teman—" dan perkataannya terhenti saat ia melihat perubahan ekspresi pemuda manis di hadapannya. Akashi Seijuurou pun tak kuasa untuk tidak meringis karena teringat fakta yang siapapun tidak mudah untuk menerimanya.

"Sumanai, Tetsuya," kata Akashi Seijuurou. Kuroko Tetsuya tidak menyahut. Ia membiarkan keheningan yang menyesakkan menyelimuti mereka.

"Tetsuya—"

"Bukan salahmu, Akashi-kun," potong Tetsuya cepat sebelum kembali menggerakan jari-jari lentiknya di atas keyboard. "Mungkin seharusnya aku memang mencari teman."

"…"

"Tugas ini akan dikumpulkan besok." Tetsuya tersenyum padanya. "Mau ikut ke sekolah?"

Akashi Seijuurou pastilah sudah gila jika ia menolak ajakan tersebut.

"Bukan ide yang buruk," ujarnya dengan seringai tipis. "Seperti biasa?"

Kuroko Tetsuya mengangguk. "Seperti biasa," ucapnya, menegaskan pernyataan Akashi.

Akashi Seijuurou tersenyum lembut. Ia mengulurkan tangan kanannya dan mengusak lembut helaian biru muda milik Kuroko Tetsuya. Dan dirinya tak tahan untuk tidak terkekeh ketika melihat Tetsuya memejamkan mata karena menikmati belaian yang ia berikan, walaupun ia tahu bahwa belaian tersebut hanyalah sebuah energi tipis yang menenangkan.

"Aku pergi dulu, Tetsuya," kata Seijuurou sesaat setelah ia menghentikan belaian tangannya.

"Baiklah." Tetsuya tersenyum. Ia melambaikan tangannya pada Akashi Seijuurou yang tengah melangkah menuju pintu kamarnya yang tertutup. Dan seperkian detik sebelum Seijuurou keluar, Tetsuya memanggilnya, membuatnya berhenti melangkah dan berbalik menatap pemuda manis tersebut.

"Jangan telat, ya." Tetsuya tersenyum jahil kemudian tertawa begitu melihat Akashi mendengus.

"Seperti aku pernah telat saja."

"Aku hanya bercanda, Akashi-kun." Tetsuya menggeleng-gelengkan kepalanya dengan ekspresi geli di wajah. "Mungkin sebaiknya kau tidak iseng saja."

Akashi Seijuurou mengangkat sebelah alisnya seolah menantang Tetsuya untuk meneruskan perkataannya yang menggantung itu.

"Kau tahu Akashi-kun? Aku tidak bisa menahan rasa ngeri saat kau selalu mengganggu Seijuurou-san dengan segudang keisenganmu itu." Walau Tetsuya mengucapkannya dengan nada santai, ia sama sekali tidak menyadari perubahan ekspresi di wajah Akashi Seijuurou sesaat setelah dirinya menyebutnya dengan nama kecilnya.

"Terserah apa katamu, Tetsuya," kata Akashi sebelum menghilang di balik pintu yang tertutup, tidak menyadari senyuman pahit Kuroko Tetsuya yang diiringi dengan linangan air mata.[]


o0o

Teman di dunia nyata, dan di dunia lain

Dua orang yang 'sama'

Dua orang yang kucintai

Nyata, dan tidak nyata

Aku hidup di dalam warna abu-abu dunia

o0o


Ke esokan paginya tepat pada pukul enam pagi, Kuroko Tetsuya tengah sibuk mempersiapkan barang-barangnya yang akan ia bawa ke sekolah. Semua buku, tugas, bekal makan siang, dan pakaian ganti ia jejalkan dengan agak sembrono ke dalam ransel hijau lumut yang sudah agak lusuh. Ia melirik ponsel kecilnya yang tengah di charge di atas nakas dan iPod kesayangan yang tersambung pada sebuah kabel headset putih panjang yang ia biarkan menjuntai jatuh ke lantai, berpikir, sebaiknya mana yang akan ia bawa ke sekolah. Ponsel? Ataukah iPod?

"Kau tidak akan dapat pacar jika kau selalu menggunakan sweater bertudung kombo, kau tahu?"

Kuroko Tetsuya melirik ke arah meja rias kecil yang nyaris kosong tanpa barang kecuali fakta bahwa Akashi Seijuurou sudah duduk manis di sana. Tungkainya menyilang, tangan kanannya tampak memegang sebuah sweater abu-abu, dan jangan lupa sebuah seringai jahil yang terukir indah di paras rupawannya.

"Aku ke sekolah tidak untuk mencari pacar, Akashi-kun," sahut Tetsuya datar sembari melangkah menuju nakas dan menyambar iPodnya—memutuskan untuk tidak membawa ponselnya.

"Yeah, lalu?" Seijuurou menyeringai semakin lebar. "Jelas ini bukan untuk bergaya, Tetsuya. Kau selalu memakai sweater tebal dimanapun dan kapanpun. Bahkan di tengah pasar di musim panas."

Kuroko Tetsuya mendelik tajam dan membuat Akashi Seijuurou tertawa.

"Itu sama sekali tidak lucu," desis Tetsuya tajam.

"Okee…Baiklah…" Akashi tampak berusaha mengendalikan tawanya hingga benar-benar berhenti saat melihat tatapan Tetsuya yang tajam dan tampak tidak senang dengan kelakuannya. Akashi berdeham, lalu melemparkan sweater abu-abu tersebut pada Tetsuya. Dan kedua matanya menyipit tak suka saat melihat Kuroko Tetsuya benar-benar memakai sweater itu dan menyebabkan helaian biru muda yang indah tersembunyi dari pandangan dunia. Kuroko Tetsuya juga segera memakai headset di telinganya, menyembunyikan kabel putihnya yang panjang di balik sweater, dan memasukkan iPodnya ke dalam saku celana. Namun, tepat ketika ia hendak mengambil sebuah kacamata hitam besar di atas tempat tidur, tangannya telah ditahan oleh Akashi yang sudah berdiri di sampingnya.

"Apa?" tanya Tetsuya tak mengerti.

"Kau tidak akan memakai ini," kata Akashi dingin. "Aku tidak suka melihat kau memakainya."

"Demo—"

"Tetsuya."

Kuroko Tetsuya terdiam setelah mendengar nada penuh penekanan itu. Mereka saling memandang dalam diam, seperti tengah berkomunikasi melalui telepati. Dan mereka memang benar-benar melakukannya.

"Tetsuya, tidakkah diriku cukup sebagai pelindung dan penjagamu?"

Kuroko Tetsuya menundukkan pandangannya ke bawah. Dirinya merasa tertohok mendengar pertanyaan bernada terluka tersebut.

"Tetsuya?"

"Maafkan aku, Akashi-kun," jawab Tetsuya sembari tergesa memakai sepatu ketsnya. "Kurasa kita bisa membahasnya nanti. Sudah jam enam lewat. Sebaiknya kita berangkat."

Dan selalu begitu. Kuroko Tetsuya yang masih tidak mau terbuka padanya, padahal dirinya telah bersumpah akan selalu berada disisinya, sampai kapanpun.

Tidakkah kau percaya padaku?[]


o0o

Aku tidak pernah meragukanmu

Aku selalu percaya padamu

Karena kau adalah perisai, penopang, dan udara bagiku

Tapi aku, selalu hidup di dalam abu-abu dunia

o0o


"Ohayo, Kuroko."

Kuroko mengangguk kecil sebagai balasan. Seulas senyum tipis ia berikan saat si penyapa membukakan pintu mobil untuknya.

"Arigatou, Seijuurou-san."

Seijuurou—Akashi Seijuurou—ikut tersenyum mendengarnya. Manik heterochrome-nya yang selalu tampak dingin dan tajam kini terlihat lembut dan menenangkan. Penuh kasih, penuh perasaan yang telah diketahui Kuroko sedari awal mereka berjumpa.

Seijuurou masuk ke sisi pengemudi setelah menutup pintu mobil yang ia bukakan untuk Kuroko. Dilihatnya Kuroko yang tengah menyamankan diri di sampingnya sambil memejamkan mata, membuat seulas senyum tipis terukir di wajah Seijuurou.

"Kau bisa melepaskan tudungmu, Kuroko."

Kuroko membuka matanya dan menoleh. "Kenapa?"

Seijuurou mengedik santai. "Karena aku lebih suka melihatmu tanpa mengenakan tudung," katanya terang-terangan.

Kuroko Tetsuya terdiam sambil memandangnya. Dan Seijuurou tahu bahwa ia tengah diperhatikan sedemikian rupa oleh pemuda manis yang telah memikat hatinya. Fakta bahwa ia tengah diperhatikan membuat hati Seijuurou dipenuhi oleh luapan kebahagiaan.

Kuroko menghela napas pelan dan mengalihkan pandangannya ke depan, ke jalan raya yang tengah mereka lalui. Dan beberapa kali Seijuurou mendapati Kuroko yang melirik ke jok belakang yang kosong melalui kaca spion belakang.

"Ada apa, Kuroko?" tanya Seijuurou yang sudah tak dapat menahan rasa penasarannya.

"Tidak ada apa-apa, Seijuurou-san."

Seijuurou meliriknya sekilas, tampak khawatir. "Kau yakin?" tanyanya. "Karena kau selalu melihat ke jok belakang sedari tadi. Apakah ada sesuatu?"

Kuroko menggeleng pelan sebagai jawaban. Detik selanjutnya, ia menarik turun tudung sweaternya serta headset-nya. Helaian rambutnya yang lembut ia biarkan tak terlindungi. Ia biarkan dunia menikmatinya secara utuh. Dan ia biarkan Seijuurou menikmati kelembutan yang dimiliki oleh setiap helaian rambutnya.

Dan sekali lagi, Kuroko melirik ke kaca spion belakang. Tatapannya bertemu dengan sepasang manik crimson yang menatapnya balik. Dilihatnya sang pemilik manik crimson mengangguk kecil padanya. Seulas senyum lembut penuh ketulusan ia berikan padanya. Dan itulah yang membuat hati Kuroko kembali tertohok dan berdenyut sakit.

Dia tidak pernah bertanya, "Mengapa, Tetsuya?"

Dia selalu berkata, "Tidak apa-apa, Tetsuya."

Kuroko menggigit dinding mulut bagian dalamnya hingga rasa besi darah terdeteksi syaraf-syaraf lidahnya. Sentuhan Seijuurou mendadak tak terasa, karena yang ia rasakan hanya rasa sakit.

Rasa sakit yang ditimbulkan oleh ketulusan Akashi Seijuurou yang lain.[]


o0o

Aku hidup di dalam warna abu-abu dunia

o0o


.

.

.

Continue or End?

:)