Frozen Lake

By: Lily Kotegawa

Disclaimer: Vocaloid © Yamaha dkk

Warning: dikhawatirkan terdapat typo, crack-pair, dan bahasa non-baku

Summary: Kisah cinta dimusim dingin dengan danau berair beku sebagai saksinya. /Leon-Kokone/

.

.

.

*) For challenge #BrilliantWords 2 [Rainbow Theme]: Blue ― Melodious Lake

.

.

.

"Sendirian saja."

Kokone menoleh. Salju-salju mulai turun perlahan. Danau dikota telah membeku. Jalanan beraspal kini telah ditutupi oleh warna putih. Musim dingin kali ini, Kokone tidak berencana untuk melakukan apa-apa. Bahkan ia baru tahu kalau ada anak satu sekolahnya ada disini.

"Memangnya kenapa?" Kokone memiringkan kepalanya ―bingung. Iris matanya menatap lelaki berambut pirang itu.

"Nggak kenapa-kenapa sih," lelaki berambut pirang itu menggosok-gosokkan kedua tangannya untuk menghilangkan rasa dingin karena tidak memakai sarung tangan.

Kokone menghela nafas pelan. Suasananya menjadi canggung dan hening seperti ini. Lagi pula, Kokone juga tidak terlalu tertarik untuk memulai percakapan ―apalagi jika ia berbincang-bincang dengan laki-laki. Tapi entah mengapa ia merasa jengah sendiri dengan suasana seperti ini.

"Sudah membuat sesuatu untuk tugas musikalisasi puisi?" pertanyaan itu lolos dari mulut mungil Kokone.

"Belum," lelaki berambut pirang itu menjawab pertanyaan Kokone sesegera mungkin. "Kau sendiri?"

"Sudah sih. Tapi baru instrumental-nya saja yang sudah. Belum dicocokkan sama puisinya," jawab Kokone panjang lebar. Jujur saja, ini pertama kalinya Kokone berbicara panjang lebar kepada seorang laki-laki.

Orang-orang nampak ramai berkumpul. Jika bukan musim dingin, mungkin orang-orang akan menaikki perahu didanau ini. Tapi karena danau telah membeku, tempat itu menjadi arena ice skating.

"Dari lagu siapa?" lelaki itu menatap Kokone penasaran.

"Luka Megurine ― Waiting for You," jawab Kokone. "Kamu sendiri bagaimana? Belum dapat instrument atau puisinya sama sekali?"

Lelaki itu tersenyum tipis.

"Aku sudah membuat puisinya," lelaki itu mengeluarkan secarik kertas dari tas gitarnya yang sedari tadi ia bawa. "Instrument-nya mungkin belum begitu pas, tapi setidaknya kau mau mendengarkannya sebentar?"

Kokone mengangguk. Iris matanya menatap lelaki berambut pirang itu sedang mengeluarkan gitarnya.

Langit secerah kemarin

Memandang awan yang berarak

Dengan mata tertutup

Bermalasan dihari cerah

Ada hal yang kulupa

Dan tak bisa kuingat

Mungkinkah karena banyak

Tahun yang telah kujalani

"Baru segitu." Lelaki itu menyudahi petikkan gitarnya.

Kokone memandang kagum terhadap lelaki yang ada dihadapannya.

"Keren sekali loh, Leon," ucapan polos keluar dari mulut Kokone.

Leon ―lelaki itu― hanya tersenyum tipis. Dipuji oleh gadis pujaannya merupakan kebanggaan tersendiri buat Leon.

"Lain kali mau mendengarnya lagi jika puisinya telah selesai semua?" tanya Leon sambil tersenyum lebar.

"Memangnya boleh?" Kokone menatap lurus kearah Leon.

"Tentu saja," jawab Leon gemas sambil mengacak-ngacak rambut Kokone.

"Ah, Leon. Rambutku jadi berantakan," keluh Kokone.

"Hahahahaha …," tawa Leon seolah tak bersalah.

Kini, kisah cinta baru dimulai. Kisah cinta dimusim dingin dengan danau berair beku sebagai saksinya.

.

.

.

The Ends

Iya, saya tahu ini terlalu singkat. Niatnya ingin diperpanjang, tapi entar bakalan kepanjangan. Jadi segini dulu ya! Sampai jumpa~