Warning : Genderswitch

=Happy reading=

.

.

Brak...

"Kita harus melakukan sesuatu untuk menghentikan pertunangan ini."

Pemuda berpakaian formal menggebrak meja kerjanya. Menatap serius seorang gadis yang duduk menyilangkan kakinya di atas sofa.

"Kita? Mungkin lebih tepat kalau kau menggunakan kata aku bukan kita." Sang gadis menanggapi dengan santai. Menopang dagunya pada pinggiran sofa. Beberapa kali ia menguap dan menggaruk kepalanya yang tertutup topi.

"Kau gila? Kau menerima begitu saja pertunangan ini?" tanya pemuda tampan berstatus CEO itu.

"Kenapa tidak?" tanggapnya.

"Ternyata semua gadis sama saja." Ia tersenyum meremehkan. Menggelengkan kepalanya tidak percaya dengan takdirnya sendiri.

"Eomma benar-benar tidak waras menjodohkanku dengan gadis gila ini," gumamnya. Setelahnya ia menghembuskan nafasnya kasar. Memandang gadis yang berada di ruang kerjanya tanpa minat.

Baginya, gadis pilihan ibunya adalah gadis terburuk yang pernah ia lihat. Penampilannya jauh dari kata anggun dan rapi. Bahkan kelakuannya sama sekali tidak mencerminkan seorang gadis yang berasal dari keluarga terhormat.

Gadis yang baru pertama kali ia temui begitu urakan. Mengenakan celana jeans lusuh yang sobek di beberapa bagian. Kaos putih ketat di padukan kemeja berwarna coklat yang digulung dengan asal. Kemeja yang ia kancingkan separuh menampakkan sedikit belahan dadanya.

Pandangan Mingyu ia alihkan pada kaki. Gadis itu mengenakan sepatu lusuh yang baginya tidak layak pakai. Ia tidak bisa melihat bagaimana rambut sang gadis. Karena digulung ke dalam topi.

"Jeon Wonwoo, apa yang membuatmu menerima pertunangan ini?" tanyanya setelah terdiam beberapa menit.

Gadis itu lagi-lagi menguap. Menurunkan sebelah kakinya dari sofa dan memandang Mingyu malas.

"Tentu saja karena kau kaya. Kau pikir apalagi?"

Ia ingin tertawa mendengar jawaban Wonwoo. Jawaban cukup frontal yang membuatnya semakin tidak ingin melanjutkan pertunangan.

"Ternyata benar. Kau hanya gadis rendah yang tergila-gila dengan harta," sinis CEO tampan itu.

"Kim Mingyu, apa disini tidak ada makanan? Aku lapar." Wonwoo justru menanyakan pertanyaan lain. Mengabaikan kalimat menusuk Mingyu untuknya.

"Sebaiknya kau pergi!"

Usiran yang cukup kejam untuk diucapkan pada seorang gadis. Mingyu mengucapkannya dengan begitu dingin. Matanya nenatap tajam ke arah Wonwoo. Tapi sepertinya tidak berpengaruh pada Wonwoo.

"Tsk, kau pelit juga ternyata. Padahal aku hanya ingin makan." Tanpa diusir untuk kedua kalinya, Wonwoo bangkit dari sofa. Meregangkan ototnya dan memutar lehernya beberapa kali.

"Kau cukup tampan untuk aku ajak clubbing dengan teman-temanku. Jadi aku tidak mungkin menolak pertunangan ini. Dan lagi kau juga kaya. Jadi aku anggap ini keberuntunganku."

Setelahnya, Wonwoo langsung menutup pintu dengan kasar. Melenggang tanpa rasa bersalah dan mengabaikan tatapan karyawan Mingyu.

.

.

Wonwoo berulang kali menggerutu. Seseorang yang ingin ia temui belum juga terlihat. Di taman yang cukup sepi itu, ia tidak menemukan siapapun. Ia hampir tidak bisa membedakan pemakaman dan taman yang tengah ia pijak.

Seolah belum menyerah, Wonwoo melanjutkan pencariannya. Dan memilih duduk di bangku taman saat mulai merasa lelah.

"Cih... jadi itu yang dia lakukan?"

Gadis berkulit putih itu mendecih sebal. Mingyu yang tengah ia cari sedari tadi akhirnya muncul. Namun tidak sendiri. Pemuda tampan itu merangkul seorang gadis. Berambut pendek yang mengenakan mini dress.

"Sebenarnya apa yang dia lakukan? Dia ingin aku menonton kencannya? Cih." Lagi-lagi ia mendecih. Namun tetap memperhatikan Mingyu dengan intens.

Dua sejoli itu berjalan mesra dengan bergandengan tangan. Canda dan tawa mengiringi langkah keduanya. Tidak jarang, sang gadis memukul dada Mingyu manja. Semuanya tidak luput dari pandangan Wonwoo.

Langkah keduanya terhenti. Tidak jauh dari Wonwoo, Mingyu menghadap ke arah gadisnya. Entah apa yang pemuda itu ucapkan, yang Wonwoo tahu, gadis itu tengah tersenyum malu.

Mingyu merengkuh pinggang sang gadis semakin mendekat. Menundukkan kepalanya dan menyatukan kedua bibir mereka. Seakan-akan pasrah dengan permainan Mingyu, gadis berambut pendek itu memejamkan mata.

Sedangkan gadis lain dengan penampilan kacaunya tidak bergerak di tempat. Tetap menyaksikan kegiatan Mingyu tanpa berkedip.

Disela ciumannya, Mingyu tersenyum. Ia tahu Wonwoo terus memperhatikannya. Ia merasa menang telah menyakiti hati tunangannya. Pertunangan sepihak yang dilakukan orang tuanya. Tanpa izin dan kehadirannya.

"Haah... bad kisser," gumam Wonwoo malas. Ia kembali menguap dan memandangi Mingyu tanpa minat.

Merasa bosan melihat ciuman dengan durasi cukup lama itu, Wonwoo mengangkat kedua kakinya ke bangku taman. Menyilangkan kaki dan bersidekap. Menundukkan kepala dan lebih memilih memejamkan mata. Sepertinya ia akan tidur selama menunggu Mingyu menyelesaikan ciumannya.

"Kenapa kau tidur?"

Wonwoo tersentak. Ia langsung mengedarkan pandangannya ke sekitar taman. Ia tidak menemukan keberadaan gadis itu. Yang ada hanya Mingyu yang tengah berdiri di depannya.

"Sudah selesai?" tanya Wonwoo yang membuat Mingyu menggeram. Namun setelahnya ia menyeringai.

"Apa kau begitu sakit hati sampai memilih memejamkan mata?" tanyanya dengan pandangan meremehkan.

"Aigoo... kepalaku gatal. Sepertinya karena dua minggu ini aku belum keramas." Wonwoo menggaruk kepalanya yang tertutup topi. Mengabaikan Mingyu yang memandangnya jijik.

"Jeon Wonwoo, kau sudah lihatkan bagaimana kekasihku? Dilihat dari segi manapun, kau tidak akan bisa sepertinya. Jadi urungkan niatmu untuk tetap melanjutkan pertunangan gila ini." Meski bangku taman itu cukup panjang, Mingyu lebih memilih berdiri. Ia benar-benar tidak ingin berada di dekat sang tunangan.

"Kau benar. Dia cantik. Dia manis dan sangat feminim." Wonwoo menganggukkan kepalanya berulang kali.

"Haaah... aku sakit hati. Rasanya benar-benar sakit." Wonwoo menepuk dadanya yang membuat Mingyu tersenyum puas.

"Hatiku terasa panas. Kau benar-benar kejam dengan tunanganmu sendiri," lanjut Wonwoo. Mingyu tidak bisa menutupi senyum kemenangan di wajah tampannya.

"Tapi... aku suka rasa sakit ini." Seketika mata Mingyu membola. Ia menatap tidak percaya ke arah Wonwoo yang tengah menatapnya.

"Aku suka sakit ini ketika kau mencabik-cabiknya. Bahkan aku ingin lagi." Mingyu semakin merasa ngeri dengan gadis di depannya. Ekspresi pura-pura sedih yang ditampilkan membuat Mingyu merinding.

"Kau masochist?"

"Yah... sebut saja seperti itu." Wonwoo bangkit dari duduknya. Sedangkan Mingyu masih berdiri kaku. Perlahan, Wonwoo mendekati Mingyu.

"Kau pernah mendengar istilah psikopat?" bisik Wonwoo tepat di telinga Mingyu dengan menjinjitkan kakinya.

"Aku bisa menunjukkan padamu," bisiknya lagi yang membuat udara di sekitar Mingyu terasa menghilang.

Wonwoo menjauhkan wajahnya. Tersenyum miring memandangi tunangannya yang tiba-tiba memucat. Dan lagi-lagi ia menjinjit. Menghadapkan wajahnya tepat ke hadapan wajah Mingyu.

"Tapi sayangnya tunanganku yang tampan ini sangat buruk dalam berciuman." Mingyu menahan nafas saat Wonwoo mendekatkan bibirnya. Namun belum sampai bibir mereka bersentuhan, Wonwoo langsung menjauh dengan kekehan yang menyapa gendang telinganya.

"Kalau kau tidur dengannya, kau bisa hubungi aku lagi. Aku ingin merasakan sakit yang lebih. Dan aku juga bisa membantu merekamnya kalau kau mau." Wonwoo tersenyum manis. Menepuk pundak Mingyu dan berlalu begitu saja.

Sepeninggal Wonwoo, Mingyu terduduk lemas di bangku taman. Baginya, ucapan Wonwoo terdengar mengerikan. Ia kira Wonwoo akan menangis, menamparnya atau bahkan mengadu pada orang tuanya. Tapi ia tidak tahu tunangannya segila itu. Bahkan menunggu adegan ranjangnya dengan wanita lain.

.

.

.

.

Aku ga tahu mesti dibuat Fin atau tbc. #nyengir

Ga menarik ya? Aku tahu kok. :D