Soundless

»«

.

.

.

»«

Summary: Pria raven maniak musik itu akhirnya menemukan sesuatu yang menarik dalam hidupnya selain nada, melodi, dan ritme dalam lagu-lagu klasik. Hingga akhirnya gadis itu menjelaskan siapa dia yang sebenarnya./"Naruto, bantu aku."/"Uchiha Sasuke bisa jatuh cinta? Kau ingin aku percaya?"/AU/SasuSaku

»«

.

.

.

»«

Disclaimer © Masashi Kishimoto

Story © Uchiha Raikatuji

Rate: T

Genre: Romance, family, friendship

Warning: OOC, GJ, miss typo(s), etc.

Words: 1.138

»«

.

.

.

Happy Reading!

.

.

.

Don't Like Don't Read!

.

.

.

»«

Seorang pria taman pergi ke halaman belakang setelah meminta pelayan rumahnya membawa piano di ruang bawah ke sana. Dengan baju kasual, pria itu mulai mengalunkan not-not membentuk lagu The Magicful dari Mozart. Lantunannya mengalir mengisi sepinya Uchiha Mansion. Ditambah lagi dengan rumah yang banyak kosong di tempat ini.

Not demi not yang dimainkan Uchiha bungsu itu begitu menikam dan membawa siapapun turut dengan apa yang coba disampaikan Mozart pada lagu ini. Lagu kesukaannya.

Tepat saat nada terakhir memecah kesunyian, sebuah alunan biola terdengar lembut membuat pemuda raven itu menengadah dan menoleh pada siapapun yang memainkan lagu Für Elise itu dengan sangat berbeda. Ada sedikit improviasi yang menghasilkan nada tersendiri bagi para pendengarnya. Membuat rasa lain yang digambarkan dalam lagu itu.

Keputusasaan.

Kisah cinta yang tidak bisa diharapkan.

Luka.

Keterpaksaan.

Sasuke merasakannya meskipun sekilas. Tak ayal juga tatapan sendu sang gadis yang menoleh pada bingkai jendela. Memamerkan wajahnya yang hanya dapat terlihat separuh dalam perspektif Sasuke.

Siapa dia?

Ah… Sasuke ingat sekarang. Ibunya bilang, akan ada keluarga baru yang tinggal di sebelah kediaman mereka. Keluarga Akasuna.

Bisa dibilang, sekarang Sasuke sedang terpana untuk pertama kalinya selain saat melihat dirinya sendiri. Gadis yang begitu ekspresif mengungkapkan apa yang dia rasakan melalui lagu milik orang lain.

Berhenti.

Lagu yang sedang dinikmati oleh pemuda raven itu berhenti. Gadis manis itu kini menunjukkan senyumnya seakan berhasil bercerita pada alam semesta. Wajahnya terlihat lega telah mengurangi beban yang dipikul pikirannya.

Jendela kamar itu ditutup.

Semburat jingga terpantul dalam onyx kelam yang untuk pertama kalinya melihat sepasang iris yang begitu indah. Ia masih terpaku meski sesaat. Sepanjang pertunjukkannya tadi, gadis itu terus menutup matanya. Menyembunyikan manik indahnya rapat-rapat.

Lembayung semakin melingkupi wajah bungsu Uchiha itu.

"Hoi, otouto, sampai kapan kau mau diam saja di sana seperti orang dungu?" suara Itachi terdengar dari arah pintu. Dia melambaikan tangannya pada Sasuke.

Tanpa Sasuke sadari, perlahan lembayung mulai menghilang, memberikan efek semi violet di langit.

Sasuke menoleh pada kakaknya.

"Hn." balasnya pedek.

Senyum manis terukir di wajah Itachi.

"Apa yang kau lakukan sampai gelap begini?" tanya Itachi. "Kudengar kau hari ini memainkan dua lagu. Tapi tadi aku tidak melihat biola di dekat pianomu. Padahal Für Elise-mu tadi mengagumkan sekali." komentar sulung.

"Bukan aku," elak Sasuke tanpa jeda dari pertanyaan kakaknya. "Itu gadis dari keluarga Akasuna."

"Akasuna?"

Sasuke menoleh pada Itachi. "Tetangga. Baru pindah." Uchiha Bungsu itu menggedikkan bahunya.

Kakak beradik itu naik ke lantai atas. Kamar mereka berdua memang berseberangan dipisahkan lorong yang hanya selebar satu meter.

"Soukka." pria berkucir itu mengangguk sebelum menyadari sesuatu. "Eh?"

Sasuke menoleh mendapati tatapan aneh kakaknya. Itachi mengangkat sebelah alisnya lalu memasang ekspresi aneh.

"Gadis, hm?" wajah Itachi bergerak maju untuk melihat ekspresi adiknya lebih jelas.

Sasuke mengalihkan pandang dan berjalan di depan Itachi. "Kuso! Baka aniki." umpat Sasuke.

"Bahkan aku tidak peduli jika dia seorang pria." Itachi mengejar adiknya yang mulai menjauh. "Hanya saja…"

"Hm?" pria itu masih memasang ekspresi anehnya untuk menggoda Sasuke. "Hanya saja?"

Sasuke mengalihkan pandangannya dari Itachi. "Permainan Für Elise-nya memang bagus."

Sasuke kembali berjalan lebih cepat dan mencapai kamarnya sebelum sempat ditanyai hal-hal aneh oleh Itachi.

Pintu kamarnya dikunci rapat. Tidak memberi celah untuk Itachi masuk.

Sepertinya Sasuke pernah mendengar marga Akasuna sebelumnya. Pria itu memutar otak jeniusnya untuk berpikir. Menggali informasi di bagian berkas-berkas di otaknya.

Sial.

Kekagumannya pada musik tadi membuatnya tidak fokus. Tidak ditemukan satu rekaman apa pun di antara berkas-berkas yang ia lihat dalam memorinya.

Alasan, eh?

»«

.

.

.

»«

Kelopak mata remaja tanggung itu terbuka saat mendengar panggilan jam wekernya. Sudah lebih dari setengah jam yang lalu ia sadarkan diri. Ia hanya menutup mata. Masih berusaha menggali informasi.

Akasuna?

Tapi bukannya mereka datang dari luar Konoha? Apa gadis itu akan sekolah di tempat yang sama? Pikir pria itu penuh harap. Entah apa yang membuatnya langsung memilih bangkit dari kasur dan berjalan ke kamar mandi.

Ia melepas seluruh pakaiannya dan memakai selembar handuk di pinggangnya lalu menutup pintu kamar mandi.

Sepertinya berharap di sekolah tidak terlihat begitu menyedihkan, kan, Uchiha?

"Sasuke-chaann…"

Tok.. tok.. tok..

Suara Itachi memasuki pendengaran Sasuke. Dia hanya mendengus melihat kakaknya seprotektif itu. Dia bukan anak kecil yang harus dibangunkan untuk berangkat ke sekolah setiap paginya.

"Gadis Akasunamu ada di depaannn!" seru Itachi sambil mengetuk pintu kamar adiknya lebih keras.

Sistem pendengaran Sasuke tiba-tiba saja seribu kali lebih tajam mendengar marga Akasuna disebut. Terutama tentang gadis itu.

Secepat kilat pria itu berlari menerobos kakaknya di depan pintu kamar menuju ruang tamu.

Di depan pintu utama, Uchiha bungsu itu mondar-mandir. Mengingat kini hanya sebuah handuk yang menutupi bagian pinggangnya kini, ia mulai tak bisa berpikiran logis.

"Hai, adik." sapa Itachi jahil. "Jadi apa yang kau lakukan di ruang tamu bertelanjang dada seperti ini, hm? Coba jelaskan padaku."

"Ck." Sasuke menggerutu lagi mendengar kakaknya kini mulai tertawa.

"Baik, baik, agar kau tidak menangis, aku akan keluar dan menyapanya untukmu."

Sasuke mengintip dari jendela menatap seorang gadis sedang menyiram tanaman, tapi sepertinya itu seseorang yang berbeda. Rambutnya berwarna merah, pikir Sasuke.

"Hai, baru pindah?" sapa Itachi ramah.

Gadis itu tersenyum. "Hai. Iya."

"Kau yang bermain biola kemarin? Adikku sangat menyukai permainan Für Elise-mu kemarin."

Gadis itu mengernyit, mengangkat sebelah alisnya. "Kemarin?"

"Iya, adikku melihatmu memainkan biola kemarin. Sepertinya dia menyukaimu. Tahu, tidak? Dia pasti sedang mengintip dari jendela sekarang." ibu jari Itachi mengarah ke belakang, menunjuk jendela hitam yang tidak dapat dilihat dari luar.

Kedua irisnya mengikuti arahan Itachi. "Aku tidak bisa melihatnya. Ah ya, aku memang suka bermain biola, tapi kemarin aku tidak melakukannya. Hari pertama pindah aku beres-beres. Mungkin adikmu salah dengar."

"Benarkah?"

Itachi tidak yakin akan hal itu. Sasuke tidak mungkin berkhayal, kan? Sangat tidak Sasuke sekali. Apalagi sebenarnya dirinya sendiri pun mendengar lagu itu dengan sangat jelas.

"Ya. Oh ya, perkenalkan aku Akasuna Karin." gadis berambut merah itu memperkenalkan dirinya seraya menjulurkan tangan.

"Uchiha Itachi." Itachi mengamit tangan Karin.

Karin mengernyit lagi. "Uchiha? Jangan-jangan adikmu itu Uchiha Sasuke?"

Pria itu memiringkan kepalanya. "Ya, ada apa?"

"Adikku, Tayuya, adalah penggemar berat adikmu."

"Kau punya adik?" tanya Itachi memastikan. Mungkin gadis ini yang dimaksud Sasuke. Adiknya.

"Ya, aku punya. Gadis berambut pink. Akasuna Tayuya." Karin terlihat melanjutkan kegiatannya menyirami halaman. Terlihat beberapa tanaman bunga yang nampaknya baru saja ditanam. "Keluarga kami memang menyukai musik walau tidak sehebat Uchiha."

"Baiklah. Kurasa kau sibuk bertanam. Aku pamit dulu, ya. Senang bertemu denganmu." pamit Itachi seraya melambai.

Karin balas melambai kaku.

"Gadis itu berambut pink ?" tanya Itachi pada adiknya saat ia masuk ke dalam rumah.

Sasuke mengangguk.

"Sepertinya dia adiknya Karin, namanya Tayuya."

"Hn." gumam Sasuke tak jelas kemudian berbalik. Bagaimana mungkin sebelumnya ia lupa bahwa dirinya hanya menggunakan handuk dan dalam keadaan bertelanjang dada.

Itachi tertawa. Memerhatikan adiknya dari atas hingga ke bawah. "Gadis beruntung mana yang bisa membuatmu menjadi sosok yang sebodoh ini."

"Ck. Kuso aniki."

Lagi-lagi tawa tertahan terdengar. Sasuke tidak mengacuhkannya dan langsung pergi ke kamar mandi. Dia mungkin akan sedikit telat hari ini.

Gara-gara seorang gadis.

Ha. Bagus sekali, Uchiha.

»«

.

.

.

»«

Love can change you into the stupidest and the craziest person in the world.

»«

.

.

.

»«

To Be Continued

»«

.

.

.

»«

Author's Note:

Aku tahu ini pendek. Banget. Entahlah. -.- Sulit banget manjangin cerita lebih dar 1k words karena pada dasarnya aku penulis cerpen. Tapi apakah menurut kalian cerita 1k words itu pendek? .-.

Btw, ini buruk. Aku bingung kenapa aku terus menyebalkan dan mengupdate fic GJ yang masih dipertimbangkan akhirnya. T.T Harusnya aku pikirkan matang-matang dulu. Aku tahu. Tapi…. Semua ini menyebali. Ada ribuan ide melayang di atas otakku. Menari-nari. Mengajak jariku ikut breakdance di keyboard. *nangis*

Jadi aku tulis fic ini mau gamau. XD

Ini udah lama ada di otak saat disela-sela menulis Demi Sebuah Senyuman. Judul aku nyolong dari fic-nya Kira-senpai. Aku udah PM ke Beliau *uhuk* sih... udah diizinin. XD

Review, please? ^^