Bungou Stray Dogs (c) Asagiri Kafka & Harukawa Sango
Warning: Typo, OOC, nirfaedah, receh.
Pukul 7:30, Chuuya dengan terburu-buru berusaha memasang sepatu, melompat-lompat dengan satu kaki menuju pintu kamar. Bertepatan ketika melewati kaca seluruh badan, Chuuya mematut dirinya sekilas.
Pakaiannya hanya grosiran barang bekas, tapi masih layak pakai, cukup dipadu-padankan saja sudah kelihatan necis. Rambut ikalnya dikuncir ke belakang karena sudah mulai panjang dan mengganggu; bulan ini pun dia tidak punya uang untuk pergi potong rambut. Terakhir kali Chuuya memutuskan memotong rambutnya sendiri, hasilnya yang petal masih bisa dilihat sendiri di pantulan kaca, dan sejak saat itu dia tidak berani mengulanginya lagi. Kaus kakinya sebenarnya berlubang satu, tapi tak apalah, tak terlihat kok karena ketutupan sepatu. Sekali lagi, tersandung masalah keuangan, Chuuya masih belum bisa membeli yang baru.
Chuuya adalah anak dari keluarga dengan kondisi keuangan menengah ke bawah. Saat ini dia sedang merantau demi mengejar pendidikan kedokteran di universitas idaman dengan bantuan beasiswa. Dia tidak perlu khawatir soal membayar uang kuliah yang selangit itu tiap semesternya, tapi tetap saja, dia harus menekuni pekerjaan paruh waktu kalau belum mau makan mie instan terus-menerus selama 30 hari penuh. Dia memang tidak punya banyak uang untuk dihamburkan, tapi yang penting kan meski bajunya gombal, masih dicuci setiap hari; meski rambutnya gondrong dan panjang sebelah, yang penting dia rajin mandi dan keramas; dan meski kaos kakinya berlubang, yang penting dia tidak menunggak biaya praktikum, buku, maupun peralatan kuliah.
Bicara soal praktikum, jadwal kuliahnya hari ini ada kegiatan otopsi. Jurusan mereka akan mengunjungi rumah sakit lokal untuk menerima pengarahan langsung dari profesional. Kalau Chuuya ingin sampai tepat waktu, dia harus berangkat sekarang juga.
Langkah terburu-burunya berlanjut.
Di depan kos dia bertemu mbak Kouyou, sang pemilik kosan. Selain memiliki usaha kosan, orangnya juga mendirikan usaha warung persis di depan kosan ini. Pada jam segini memang waktunya mbak Kouyou mempersiapkan dagangannya. Psst orangnya baik banget, berkat beliau ini lah Chuuya tidak pernah kelaparan sepanjang perantauannya. Bukan hanya diperbolehkan ngutang tiap akhir bulan, mbak Kouyou terkadang juga berbaik hati menambah porsi nasi Chuuya atau memberi bonusan sebuah telur ceplok.
Melihat Chuuya yang lewat, otomatis mbak Kouyou menyapa. Chuuya membalas dengan senyum dan obrolan basa-basi sedikit. Kemudian Chuuya pun berangkat diiringi ucapan selamat jalan dari mbak Kouyou saat sebuah angkot berhenti di tepi jalan, tepat di depan kosan—indahnya kosan yang dilewati jalur angkot, Chuuya tidak perlu jalan jauh dulu.
Setelah oper bus mini sekali, sampailah Chuuya di rumah sakit lokal. Di area ruang otopsi, tampak beberapa teman sejurusan berdiri di depan pintu, mengobrol ringan sembari menunggu kedatangan dosen. Salah satu di antara mahasiswa-mahasiswi itu ada Dazai Osamu, tertawa renyah seolah hidupnya tanpa beban, dikelilingi gadis-gadis cantik yang tergiur wajah tampan dan dompet tebalnya.
Ketika Dazai menyadari kehadiran Chuuya, tawa pemuda itu terhenti. Sontak, matanya menyipit tidak suka. Eh, kemudian dia tiba-tiba memalingkan muka diiringi sebuah dengusan kesal. Waduh, bikin orang kepingin nonjok saja.
"Sabar, Chuuya, sabar," Chuuya menasihati dirinya sendiri dengan gumaman pelan. Kalau dia tonjok Dazai sekarang, di sini, beasiswanya yang akan jadi taruhan. Sabaaaaarrr.
Untunglah, tak lama kemudian dosen datang bersama seorang dokter forensik. Setelah perkenalan singkat dari Dokter Yosano, sang dokter forensik yang akan membimbing prakter hari ini, akhirnya para mahasiswa diijinkan masuk ruangan. Saat membukakan pintu, dengan ceria Dokter Yosano mengatakan kalau kebetulan hari ini ada mayat yang baru datang untuk diotopsi.
Praktikum berlangsung selama beberapa jam. Singkat kata, pelajaran lapangan ini sangat berkesan... Dalam banyak artian. Chuuya tidak ingin membahasnya secara mendetail.
Selesai praktikum, anak-anak sekelas masih sempat menggosip di depan ruang otopsi. Terutama membahas sang dokter forensik kece yang ternyata seram kalau sudah memegang pisau bedah. Si Dazai Osamu, yang memang playboy dan uhukmasouhuk, malah menyombong bahwa dia pasti bisa menggaet Dokter Yosano. Chuuya sendiri yang sudah tidak nafsu melakukan apa pun memutuskan untuk berjalan gontai menuju pintu gerbang.
Saat keluar dari gedung rumah sakit, Chuuya berpapasan dengan Pak Mori di area parkir. Bukan, beliau ini bukan tukang parkir. Pak Mori adalah tetangga sebelah kosan, berprofesi sebagai dokter bedah, dan sama tukang ngutangnya seperti Chuuya di warung mbak Kouyou. Memang tidak selamanya seorang dokter itu berkecukupan. Tapi kalau dalam kasus bapak duda satu ini sih, uangnya habis hanya untuk memanjakan anak gadis semata wayangnya. Terlalu mengikuti dorongan hedonisme sampai lupa prioritas.
"Eh, mas Chuuya," sapa Mori. Orangnya memang cukup akrab dengan Chuuya. Terkadang mereka suka ngobrol bareng di warung—nggak pake sambil rokok-an lho ya (buat makan saja susah, duit rokok dari mana?). "Habis praktek, mas?"
"Iya, Pak," jawab Chuuya sopan. "Ada tugas bedah pagi ini, Pak?"
"Oh, bukan. Ini baru pulang," koreksi Mori. "Ini mas Chuuya mau ke kampus atau langsung balik kosan? Kalau balik kosan, bareng saya aja."
Wah, kebetulan! Setelah ini Chuuya memang akan langsung kembali ke kosan karena sudah tidak ada kelas lagi, kerja paruh waktunya pun libur. Lumayan nih, penghematan.
"Boleh nih, pak?" Chuuya bertanya, sok sungkan. "Nggak ngerepotin?"
"Ah, bukan masalah," Mori berkata dengan ringan, membuka pintu belakang mobilnya untuk menyimpan tas kerja. "Toh searah. Siapa tahu nanti bisa ketemu mbak Kouyou sekalian. Mau bayar tunggakan, mumpung baru dapat bonusan."
Syukurlah masih ingat punya hutang si Bapak ini.
Chuuya pun kembali ke kosan menumpang mobil Mori. Sepanjang perjalanan, pikirannya diisi rencana yang telah disusunnya; sampai kosan langsung cuci baju, setelah itu mengerjakan tugas, kemudian main game sebentar (semoga nggak bablas), balik mengerjakan tugas, kemudian istirahat. Semoga bukan hanya wacana.
Thanks for reading.
Constructive criticism/review will be appreciated 3
