NB: Naskah ini ditulis untuk Challenge: Dialog Bahasa Daerah. Disclaimer ada di bagian bawah naskah.
Kuil Moriya, puncak Gunung Youkai, Gensokyo
Suatu malam di musim panas
Karena kebablasan main catur melawan Kanako hingga malam tiba, Momiji terpaksa bermalam di Kuil Moriya.
And thus the story began.
Malam telah tiba. Saatnya ketiga dewi penghuni Kuil Moriya (secara teknis, Sanae tergolong arahitogami – simpelnya sih, manusia setengah dewa (bukan lagunya Iwan Fals lho ya~ #dikeroyok)) plus satu tengu-serigala-putih yang terpaksa menginap di situ tidur. Keempatnya tidur di ruangan yang sama ... tapi tidak lantas keempatnya dekat-dekatan; Suwako dan Kanako di pojok selatan, Momiji dengan Sanae di pojok utara.
Satu jam, dua jam berlalu. Semua tidur dengan nyenyaknya sampai beberapa lusin nyamuk masuk ruangan itu.
*plok* *plok* Tak lama, keempatnya dapat giliran digigit nyamuk.
'Duh~ adheme ngene kok isih dicokot lamuk, tho yo~ (Duh~ dingin begini kok masih digigit nyamuk, sih~)' batin Kanako yang pertama terbangun gara-gara nyamuk. Bahkan Momiji yang sudah bermukim di gunung itu jauh sebelum Kuil Moriya pindah pun terganggu oleh nyamuk yang menggigitnya, terutama setelah Sanae menampar nyamuk yang nemplok di pipi Momiji. "Heh, enek ngapa, aku kok mbok tapuk? (Heh, ada apa, kok aku kamu tampar?)" tanyanya.
"Sori, Ji, akeh lamuk. (Sori, Ji, banyak nyamuk) ^^;" balas Sanae. Tak lama kemudian, ganti Sanae yang 'ditampar' Momiji, ya gara-gara nyamuk.
"Perasaan mang aku wis masang obat lamuk, wis mati 'rung? (Perasaan tadi aku udah masang obat nyamuk, udah mati 'lum?)" tanya Kanako kepada Suwako, sekaligus isyarat agar Suwako memeriksanya.
"Lhoo, obat lamuk'e isih murub, (Lhoo, obat nyamuknya masih hidup.)" ujar Suwako setelah ia melihat dupa yang tadi Kanako letakkan di tengah ruangan, di atas papan catur yang tadi dipakai untuk pertandingan Momiji vs Kanako. "Sik, yo, aku tak nang gudang dhisik, (Sebentar, ya, aku ke gudang dulu.)" seru Suwako.
"Nang gudang arep golek apa? (Ke gudang mau cari apa?)" tanya Kanako tak terjawab. Tak lama kemudian, Suwako muncul dengan sebuah pot yang berisi kemenyan yang sudah dibakar dan berasap tebal di tangan kanannya, serta senjata pusaka (?) Kuil Moriya – Kapak Paruh Bebek 313 (?!) – di tangan kirinya.
'Hah? Arep ana apa, iki? (Hah? Mau ada apa, nih?)' pikir Momiji dan Sanae praktis bersamaan, bersamaan pula dengan pertanyaan Kanako, "Suwakodok, arep ngapa kowe? (Suwakodok, mau ngapain kamu?)" Bukannya menjawab pertanyaan Kanako, Suwako merapal, "Tian di xuan huang, yu zhou hong huang, ri yue ying ze, chen xiu lie zhang, ... (1)"
"Lha lapo ngrapal Qianziwen, durung entek tembung sewu selak entek beluke dupamu. (Ngapain merapal Qianziwen, belum habis seribu kata keburu habis asap dupamu.) -_-" sergah Kanako dengan 120% (?) sinis.
Pertanyaan itu tidak Suwako gubris, "... hai xian he dan, lin qian yu xiang, ... nah, wis teka. (... nah, udah datang (1))" Muncullah apa yang dipanggil Suwako. Apa itu?
Momiji dan Sanae hanya melongo persis orang linglung dibuatnya, dan karena hal yang sama Kanako mencak-mencak, "Jiancuk, Suwako, apa kuwi? (Jiancuk (2), Suwako, apa itu?) DX" Akar masalahnya? Di dalam Kuil Moriya, muncul kuntilanak (!?) hasil rapalan mantra (?!) Suwako! !
"Iki ngunu jenenge Kuntilanak, Bakanako, ben lamuk dha wedi. (Ini namanya Kuntilanak, Bakanako, biar nyamuk takut.) Nyamuk sini cuma takut kuntilanak~" jawab Suwako ke-PeDe-an, lalu menyanyikan jingle iklan sambil joget.
"Suwakodok, arep takkandhani, ra? (Suwakodok, mau kuberi tahu, nggak?)" tanya Kanako, urat kemarahan di kepalanya hanya tertutup oleh penerangan yang pas-pasan (karena sudah malam).
"Kowe ki arep ngomong apa? (Kamu ini mau ngomong apa?)" balas Suwako.
"Nyamuk sini mana takut kuntilanak~ brrrr~" balas Kanako dengan irama mirip iklan suatu merek obat nyamuk bakar di Indonesia, yang tadi juga ditirukan Suwako, sambil menyilangkan tangan.
(Nek disensor kaya ngana, sing maca yo panggah ngerti, Thor~ (Kalau disensor seperti itu, yang baca sih tetep ngerti, Thor) – Sanae, menembus dinding keempat)
Momiji ikut sweatdrop, 'Manuk, be'e, wedi karo wong-wongan sawah? (Emang burung, takut sama orang-orangan sawah?)' bisiknya kepada Sanae, yang sendirinya juga sweatdrop. 'Embuh, mosok yo lamuk wedi kuntilanak, mengko gek kuwalik (Tahu, tuh, masa nyamuk takut kuntilanak, tahu-tahu terbalik [i.e., kuntilanaknya yang takut nyamuk]) :p' balasnya.
Dan ternyata benar apa bisik Sanae.
Kuntilanak panggilan Suwako lalu menggumam, 'Jengklonge kok cik akehe~ (Nyamuknya kok banyak bener~) ._.' sebelum akhirnya ketakutan dan kabur dari Kuil Moriya, menembus dinginnya udara malam Gunung Youkai seraya berteriak seperti setan kesetanan (yo dawg~ :p), "TULUUUUUNGG~ KUIL HAKUREI (?!) KELEBON MALING! (TOLOOOONGG~ KUIL HAKUREI KEMASUKAN MALING!) DX"
Sanae, yang tadi ngomong demikian semata karena iseng, berbisik kepada Momiji, 'Uwik, jebule kuwalik tenan (Wih, ternyata terbalik beneran) :/ ' Momiji ikutan sweatdrop.
Momiji ikut menimpali, 'Ngerti saka ngendi nek Kuil Hakurei kemalingan? (Tahu dari mana kalau Kuil Hakurei kemalingan?) o.O' Sanae angkat bahu.
Sementara itu, Reimu, miko Kuil Hakurei, tidur pulas sampai pagi, tanpa ada insiden yang menimpanya atau kuil itu.
Tak lama berselang, dua tengu-serigala-putih yang kena giliran patroli malam itu, sebut saja Hana dan Taki, melihat kuntilanak kesetanan itu lari kencang dari Kuil Moriya, tapi teriak kalau Kuil Hakurei – yang berdiri jau~uh dari gunung itu – yang kemalingan.
Hana berseru, "Eh, eh, eh, eh~ Ki, Taki, opo kuwi? (Ki, Taki, apa itu?)"
"Embuh. Wong gendheng be'e. (Entahlah. Orang gila, mungkin.)" jawab Taki acuh tak acuh.
"Nek gendheng, pancen. Mlayu saka Kuil Moriya, lha kok bengok-bengok Kuil Hakurei kemalingan. Cuma, kok koyoke dudu uwong, (Kalau gila, memang. Lari dari Kuil Moriya, kok teriak Kuil Hakurei kemalingan. Cuma, kok kayaknya bukan orang.)" balas Hana.
"Lha, njur nek dudu uwong, apa? Kowe? (Terus, kalo bukan orang apa? Kowe? (3))" tanya Taki setengah sarkastik.
"Lho, aku ning kene, kok, ra melu mlayu, (Lho, aku di sini, kok, nggak ikut lari.)" jawab Hana salah paham.
"Sapa ngarani dirimu? Sing mlayu saka Kuil Moriya mang anak munyuk ta? (Siapa bilang dirimu? Yang lari dari Kuil Moriya tadi anak monyet?) - -;" sergah Taki.
"Yo dudu, lah~ Aja kok anak munyuk, mbok'an munyuk isih kurang gedhe (Ya bukan, lah~ Jangankan anak monyet, induk monyet pun kurang besar.) :p" balas Hana.
"Lha njur apa, Hana, bocah ayu anake maling kayu, kok mang jaremu dudu uwong? (Lalu apa, Hana, bocah ayu anaknya maling kayu, tadi katamu bukan orang?)" tanya Taki tidak sabar.
"... mosok jiangshi? Jare mburine Kuil Myouren enek siji-loro, (... masa' jiangshi? Katanya di belakang Kuil Myouren ada satu-dua.)" jawab Hana setelah ia berpikir beberapa saat.
"Yo ... mungkin, kathik mirip tenan karo sing nang kono~ (Ya ... mungkin, mana mirip bener sama yang di situ (Kuil Myouren – Pen.))" angguk Taki.
Tamat
A.N:
(1) Adegan Suwako merapal Qianzi Wen sengaja tidak penulis terjemahkan.
(2) Mohon maaf, kata jiancuk sulit diterjemahkan. ^^;
(3) Dalam bahasa Jawa, kowe memiliki (setidaknya) dua makna, (antara lain) kamu dan anak monyet. :p
Qianzi Wen tuh apaan, Thor? Qianzi Wen (kira-kira dalam bahasa Inggris, menurut wikipedia, Thousand Character Classic) merupakan naskah yang, sesuai katanya, terdiri dari seribu karakter yang semuanya berbeda. Konon katanya, Kaisar Wu dari Liang (memimpin pada 502-547 M) mencari naskah untuk melatih putranya menulis kaligrafi, dan untuk itu meminta Zhou Xingsi untuk menyusun Qianzi Wen tadi. Konon katanya pula, naskah itu jadi hanya dalam semalam, dan rambut serta jenggotnya memutih saat ia menyusunnya.
BTW, yang dirapal Suwako adalah bab pertama (dari tujuh bab, FYI) dari Qianzi Wen.
Mengenai Bakanako dan Suwakodok, Bakanako merupakan fusi (?) dari baka (bego, kira-kira) dan Kanako, dan yang ini lumayan umum dipakai di fandom Touhou internasional berhubung baka diambil dari bahasa Jepang. Semantara, Suwakodok berasal dari Suwako dan kodok; mungkin yang ini belum pernah dipakai selain di sini. :v *Jangan songong, Thor~ –Suwako, menembus dinding keempat*
Kapak Paruh Bebek 313 dari mana? Well~ ada yang tahu Kapak Naga Geni 212 (Wiro Sableng)? Nah, dari situ, plus nomor mobil Donal Bebek: 313. :v
DISCLAIMER: Touhou (c) ZUN (aka Oota Jun'ya). Yang terbukti menerbitkan ulang naskah ini tanpa seizin penulis bakal diminta Suwako untuk membantu Sanae menghafalkan Qianzi Wen. BTW, Momiji, Suwako, dan Kanako sudah hafal, sehingga kalau kau terbukti menyesatkan hafalan Sanae ... hasilnya tidak akan baik.
