Langkah–langkah yang saling beradu terdengar, membuat berapa hentakan riuh disepanjang koridor dingin yang berkepanjangan.
"Naruto,"
"Diam Nagato! Diam!"
"Tapi—"
"Kubilang DIAM!"
Dua laki–laki berusia belasan saling mengejar waktu dengan kecepatan lari menggila. "Sialan! Sialan!" Naruto berdesis dan akhirnya merekapun tiba dipintu ruang paling ujung yang ada, tanpa ragu–ragu segera saja pria kayu itu ditendang dengan kuat.
Mereka menolehkan kepalanya kesemua penjuru ruangan dan menemukan sosok yang mereka cari tengah meringkuk ketakutan disudut ruangan. Tubuh polosya dipenuhi bercak ungu—kemerahan dengan peluh disana–sini, ada beberapa luka mengering ditubuhnya, dan disisinya ada seragam putih biru miliknya yang susah tak berbentuk lagi—karna bekas dirobek.
"I—ino!" napas Nagato terasa tercekik saat menyebutkan nama sang gadis.
Ino mengangkat wajahnya dan kemudian membelalakan matanya terkejut. "Jangan mendekat! Ja—ngan Mendekat! JANGAN! JANGAN MENDEKAT!" teriaknya sembari memeluk tubuhnya sendiri dengan erat.
"Jangan mendekat! Jangan mendekatiku! Hikss! Hiks! Jangan!" ia kemudian terisak ketakutan.
Nagato bergerak mengambil selimut yang berada diatas kasur dan kemudian melangkah ke arah gadis itu, ia segera membungkus tubuh sang gadis dengan cepat disertai tetesan airmata. Ino mendorong pria itu dengan sekuat tenaga, namun Nagato langsung memeluk Ino dengan erat.
"Maafkan aku! Maafkan aku...Ino," bisiknya.
Naruto mengepalkan jarinya dan kemudian memukul daun pintu dengan keras.
"BRENGSEK," ia berbalik hendak pergi saat suara Nagato terdengar melambatkan detik yang berputar. "Berhenti kau Naruto!"
Naruto mendengus dan akan melangkah pergi lagi kalau saja ucapan Nagato tak menghentikannya seketika dan membuatnya tersadar.
Ia...hanyalah seorang pecundang yang tak bisa apa—apa.
Lalu didetik itulah janjinya terukir untuk waktu yang lama.
Tsukyuu Floo Kitsune Present.
Part of Me.
Disclaimer : Masashi Kishimoto own all character of Naruto.
Spesial dedicated for :
Tamiino
Dan semua pembaca yang percaya MenIno itu serasi xD.
Genre : AU, Drama, & Shool—life.
Warning : Typos, Ooc, and Crack Pairing.
Bahasa kasar, Tindak kekerasan, de el el.
Happy Reading.
.
.
.
Tsukyuu Floo Kitsune
Pria bemata kelam itu menatap bangunan bertingkat dihadapannya tak berminat, ia mendengus dan menyugar rambutnya dengan gaya kasar.
Konoha High School, nama itu terukir dari batu hitam yang diletakan dihalaman depan gedung besar tersebut.
"Si pak tua itu bersikeras menemukanku dengannya ya?" Ia berdecak dan menendang pagar besar sekolahan tersebut. Gayanya sangat jauh dari kata anak baik–baik, tentu saja karna mana ada anak baik yang menggunakan kemeja seragam dengan seluruh kancingnya yang terbuka hingga kaos berwarna putih dengan tulisan Die's mencolok berwarna merah tampak dimata anak–anak lain yang kini menatapnya dengan tatapan berminat, tanpa sebuah benda jinjing yang disebut tas pula.
Pria itu hanya mendengus dan mulai melangkah disepanjang koridor dengan gaya bossy.
Matanya bertemu dengan aquamarine yang dibingkai kacamata seorang gadis yang kini juga menatapnya dengan raut wajah dingin, sedangkan dibelakangnya sang gadis terdapat sosok pria berambut coklat jabrik dengan tato segitiga berwarna merah yang segera menghentikan langkahnya dan menghadang langkah pria tersebut.
"Hoi, Naruto!" pria bername tag Inuzuka Kiba itu mengambil sejumput rambut pria dihadapannya. "Kenapa dengan rambutmu? Kau ganti suasana atau bagai—"
"Kau sebut aku siapa?" pria bermata kelam itu menatapnya memicing.
"Ha? Apa?" Kiba malah balik bertanya.
BUGH!
Tanpa basa–basi sosok berambut hitan itu meninju rahang Kiba dengan keras, Kiba terhuyung dan memelototkan matanya tak percaya, "Kau kenapa Naru—"
BUGH!
Tak cukup dengan itu ia bahkan menendang perut Kiba dengan sekuat tenaga.
Bruk!
Tubuh Kiba tersungkur diatas lantai koridor yang dingin.
"Tadi kau memanggilku dengan nama sampah menjijikan idiot!"
BUGH! BUGH! BUGH!
Menma menghajar pemuda itu membabi buta,
semua siswa yang berada di sana menatap pria itu tak percaya, bahkan para siswi menjerit dan kemudian menutup bibir mereka rapat-rapat.
Menma berdecak sembari menginjak dada pria dihadapannya dengan ekspresi pongahnya.
"Hei bedebah! Tunjukan ruang kepala sekolah!" bentaknya dengan nada nyaring, namun para siswa dan siswi disana hanya bisa saling melempar pandang dengan ekspresi memucat.
"Uhuk! Uhuk!" Kiba memegangi pergelangan kaki Menma dengan susah payah, berharap bisa menyingkirkan kaki laknat itu darisana. "sialan—"umpatnya tak terima.
Menma kembali berdecak dan lalu ia menginjak dada pria itu tanpa ampun. "Sampah!"
"Mati kau!"
"Sialan!"
"Kau mau melawan ha?"
"Memangnya bisa?" katanya sembari tertawa keedanan.
"Kurang ajar!"
"Mati kau!"
Cemooh Menma bertubi-tubi sembari menginjak–nginjak tubuh dihadapannya.
"Berhenti!"
Menma menghentikan gerakannya diudara dan kemudian mendengus saat ia melihat jernihnya aquamarine yang tadi bersibobrok dengannya kini menatapnya.
"Heh?" Menma memiringkan wajahnya dan kemudian sebuah seringaian tercipta dibibirnya.
"Kenapa kau melarangku?"
Ia berbalik dan berjalan mendekati sang gadis dengan gerakan yang sangat mengancam. "Apa kau..." Menma mengitari tubuh ramping sang gadis dengan tatapan tajam menilai yang mengoyak kepercayaan diri.
Oh.
Semua orang yang berada disana menahan napas. Entah kenapa mereka berpikir bahwa sebentar lagi, akan sesuatu yang mengerikan akan terjadi jika ini terus berlanjut.
"Kau kekasihnya?" Menma menatap Ino dengan senyum meremehkan, ia mendekatkan wajahnya mendekati wajah ayu dihadapannya yang membuat sang gadis refleks memundurkan wajahnya dan mengeratkan pelukannya pada buku tebal yang ada didekapannya.
"Wajahmu cantik juga," Menma menyeringai senang dan menggoda, lalu ia berdecih dan bertanya dengan nasa sinis,"kau mau dengan sampah seperti itu?"
WUSSH!
Sebuah kaleng minuman terbang menuju kepala Menma, dengan cepat.
Plak!
Menma menangkap kaleng itu dan mendapati pria berambut merah dan bermata lavender tak jauh dihadapannya.
"Menyingkirlah dari milik kami," desisnya saat seorang pria berambut surai bata dengan iris mata turqouise berada disisinya.
"Woooow? Apa aku tak salah dengar?" Menma tertawa dibuat–buat dan tanpa sadar tangannya mencengkram kaleng itu dengan kuat hingga menjadikan bagian tengahnya sesikit banyaknya remuk.
"Milik kami?" ia terkekeh saat salah satu dari pria itu segera menarik tangan Ino mendekatinya. Menma mendesis penuh dengan aura kebencian. "Lama tak bertemu sepupu," sapanya pada pria bermata lavender tersebut disertai senyuman miring, dibelakang sana Kiba mencoba berdiri dengan susah payah.
"Aku tak sudi punya sepupu sepertimu," tegas pria bername tag Uzumaki Nagato tersebut, ia makin menyembunyikan Ino dari balik punggungnya.
"Dan juga tolong menjauh darinya. Kotoran sepertimu sangat mengganggu," pria bersurai merah bata itu menyampirkan jas almamaternya di pundak Ino dengan pelan.
Menma mendengus dan hanya memutar bola matanya jengah. "—seriously," decaknya.
"Ya, baguslah. Aku juga tak berharap kau akui sebagai sepupu, dan kau—" Menma menunjuk pria bernama Sabaku Gaara itu dengan jari tengahnya. "Baumu bahkan lebih mengerikan dari pup—nya anjing sekalipun!" katanya kemudian, suasana di sekitar makin tak kondusif, sebagian murid ada yang berubah cemas, ada yang bersemangat, dan ada juga yang tak perduli.
"Bedebah," Mata lavender Nagato menatap tepat ke bola mata Menma, namun ucapannya ditujukan pada sosok berambut jabrik coklat dibelakang sana. "Apa kau tak bisa menjaga Ino dengan baik?"
Kiba tak menjawab, hanya bisa melihat kearah lain dengan tatapan bersalah.
"Gadis itu Slave(—budak seks) kalian ya? Apa dia begitu memuaskan hingga kalian begitu menggilainya?"
Bugh!
Tanpa bisa berkedip sebuah pukulan yang cukup keras mampu membuat Menma terhuyung kebelakang.
Lagi–lagi suara cicitan dan pekikan terdengar menggema. Menma mengusap sudut bibirnya yang sobek, matanya menemukan titik berwarna merah disana. Ia membawa pandangannya menatap lurus ke depan dan rahangnya mengeras menemukan pria berambut pirang dan bermata blue shappire itu tengah berdiri dengan aura mengancam yang mengintimidasi miliknya.
"Naruto," desisnya.
"Kupastikan mulutmu itu akan robek kalau berani membuka mulut tentangnya,"
"Well, siapa ini?" tanyanya sembari bertepuk tangan. "Yang mulia Namikaze Naruto—sama rupanya."
"Tutup mulutmu!"
"Apakah mereka ini bawahanmu?"
Naruto hanya berdecak. "Kenapa kau ada disini?"
"Memangnya kenapa? Kau tak suka aku disini? Oh, gadis itu siapa dia—"
"Milikku!" tandasnya dengan tegas
Menma tak menjawab setelahnya, ada perasaan asing yang memasuki hatinya. Ia tak pernah melihat Naruto semarah ini kecuali di hari itu...
"Ooh, apa kau berkata dia milik kalian bertiga? Kalian berbagi atau bagaimana?" tanyanya dengan nada provokatif. "waah, jalang jenis apa—"
Duagh!
Naruto menendang perut Menma hingga pria itu kini terhempas diatas lantai yang dingin, tanpa belas kasihan ia menginjak dada Menma dengan kasar berulang–ulang sembari mengumpat, dengan suara keras, "brengsek kau!" makinya emosi. Menma tak melawan sedikitpun akan perlakuan Naruto hingga sosok kakaknya itu puas menginjak-injak tubuhnya.
Naruto kini membungkuk dan menarik kerah baju seragam Menma hingga kini wajah Menma yang telihat menahan sakit kini berada tepat dihadapannya.
"You. Will. Die." ucapnya dan kemudian menghempaskan tubuh itu dengan kasar, ia segera berbalik dan merangkul Ino kemudian diikuti Gaara dan Nagato. Bisik–bisik mulai terdengar disekeliling Menma yang hanya terdiam ditempatnya terbaring sekarang seperti sedang merenungi sesuatu.
"Apa–bahkan belum ada sehari?"
"Pantas saja."
"Lancang sekali sih,"
"Tapi sepertinya anak baru itu tahu soal Naruto—sama dan Nagato—kun,"
"Biar dia rasakan,"
"Padahal lumayan tampan, sayang sekali ya?"
Naruto berhenti dan secara alamiah tiga orang disisinya melakukan hal yang sama.
"Kiba!" seruan Naruto terdengar, sangat dingin dan terkesan kasar. "Kau dikeluarkan," ia baru saja akan melangkah kalau tangan Ino tak menggengamnya. "Naruto—kun,"
"Ohh tidak,"
"Ya Tuhan, apa yang akan terjadi padanya?,"
"Kasihan sekali Kiba–kun."
"Kenapa dia mau ikut dalam kelompok itu sih?!"
Riuh suara itu kembali terdengar.
Kiba berbalik hendak melangkah ke arah berlawanan kalau saja suara Ino tak memanggilnya.
"Kiba." Ino kini berbalik menatap punggung tegap pria pecinta anjing tersebut.
Suasana kembali hening, anak–anak perempuan menatap sinis kearah gadis bermahkota pirang yang kini menoleh pada Naruto. "Ayo ikut denganku, lukamu harus diobati."
Kiba menoleh tak percaya, ia baru mau membalas ucapan Ino saat kemudian kembali terdiam mendengar suara Naruto yang berdecih tak suka dan pria itu kembali melangkah. "Kau tak mendengar kata Ino?"
Ino mengangguk dan berucap, "ayo!"
Lalu segera menyusul Naruto didepan sana, Gaara menatap pria itu tanpa ekspresi, dan kemudian Nagatolah yang angkat bicara, "tunggu apa lagi, Kiba?"
Dan dengan itu Kiba melangkah bersama keduanya.
Menma terhenyak mengetahui betapa mudahnya Naruto mengubah keputusannya dalam sekejap.
"Siapa gadis itu?" desisnya lalu segera bangkit dari sana melihat lima punggung yang berjalan dikoridor dengan barisan terbelah dua, hingga tak ada yang menghalangi jalannya.
"Bubar!" sebentuk suara yang dingin terdengar menginterupsi semua orang yang berdiri disana, dan tanpa pikir panjang mereka segera berlalu meninggalkan Menma dan pria tinggi dibelakangnya.
"Kau,"
Menma menoleh dan mendapati pria berambut oranye disana. "ikut aku."
"Memangnya kau siapa memerintahku?" bentak Menma tak terima.
"Aku Yahiko Pain, dan kalau menurutmu penting aku adalah ketua osis disini."
"Cih!" Menma berdecak dengan bola mata yang berputar terhibur.
"Dan kalau tak salah kau adalah Uzumaki Menma 'kan?" Ia mendekati Menma dan kemudian berbisik, "anak dari Namikaze Minato dan Namikaze Kushina, saudara kembar... Namikaze Naruto." ujarnya penuh penekanan.
Tsukyuu Floo Kitsune
Kiba meringgis perih saat sapuan alkohol menyapa kulitnya yang terluka, Ino tengah mengobatinya dengan telaten diruang kesehatan. Almond terang itu menatap wajah manis di hadapannya.
"Kenapa... kenapa kau menolongku?" tanyanya ragu-ragu.
Ino menatap pria dihadapannya tak mengerti, namun sesaat ia mengingat yang terjadi saat otaknya segera memproses perkataan Kiba.
"Aku tak ada maksud apapun,"
"Jadi," Kiba bertanya dengan hati–hati. "Kau hanya ingin mengobati lukaku?"
"Tentu saja." Ino merapikan kotak P3K yang berada didalamnya. "Tapi kurasa Naruto mengizinkanmu tetap disisinya."
"Kau yakin?"
Ino hanya menghela napas dan kemudian menyunggingkan senyuman kecilnya.
"Percayalah Naruto tak sejahat itu. Lagipula tak baik juga kalau kau berada disisiku untuk waktu yang lama."
"Tapi, Naruto sudah berada disampingmu selama lima tahun 'kan?"
"Kadang...aku merasa menyesal padanya."
Kiba menatap gadis bermata aquamarine yang kini mengalihkan pandangannya keluar jendela, menatap sosok berambut pirang yang tengah mengobrol dengan Nagato dan Gaara.
Sebenarnya Kiba tidak tahu banyak tentang mereka semua meskipun sudah hampir dua tahun ia ikut bersama Naruto dan teman–temannya, hanya saja ada sesuatu yang membuat dan menuntut Menma untuk tetap bersama mereka.
"Aku merasa...dia terlalu menyiksa dirinya sendiri." pandangan Ino menyayu, teduh namun membuatnya merasa sesak.
"Ino,"
Ino menoleh kembali pada Kiba yang kini mendadak gugup. "Apa aku tak bisa tinggal disisimu?"
Cklk.
Pintu terbuka, menampilkan kepala Nagato yang menyembul disana.
"Apa kau sudah mengobati Kiba? Kalau sudah cepatlah mengobati Naruto—aaawwww," Nagato meringis saat merasakan Naruto menendang tulang keringnya, ia kemudian membukakan pintu Uks secara utuh dan Naruto sudah berdiri dengan tangan terlipat didepan dada, "ayo masuk kelas." ujarnya kemudian.
Ino mengangguk dan kembali meletakan kotak P3K dilemari kaca yang berada tak jauh darinya lalu segera melangkah mendekati Naruto, Kiba hanya sibuk dengan pikirannya sendiri saat suara seseorang menginterupsinya.
"Kau ikut tidak?" tanya Naruto dengan nada biasa.
"Eh?" Kiba malah balik bertanya padanya hingga membuat Naruto berdecak. "Apa tendangan si brengsek tadi membuatmu tuli?"
Dengan segera Kiba berdiri dari posisi duduknya dan kemudian melangkah mendekat kearah empat sosok berbeda karakter tersebut.
"Tentu saja tidak," cengirnya kelewat bahagia, Naruto hanya berbalik dan melangkah pergi dari sana diikuti Gaara yang melangkah bersamaan dengan Ino sedangkan Nagato merangkul pundak Kiba lalu menyeret pria itu disisinya.
"Kau tenang saja, Naruto tak mungkin mengganggumu lagi karna kau mendapat lampu hijau dari Ino!"
"Yah, tentu saja!" Kiba malah menyombongkan diri dan tertawa pongah. "Ino tak mungkin menolak pesonaku, hahahhaha!"
"Cih," Nagato beralih mengunci leher Kiba. "Percaya diri sekali kau!"
"Aaaarggghh, lepas Nagato!" Kiba menarik–narik tangan Nagato menjauh.
"Hahaaha rasakan! Siapa suruh kau tak becus menjaga Ino ha? Siapa suruh?!"
"Ma—maafkan aku!"
"Hah? Aku tak butuh maafmu! Rasakan cekikan mautku ini!"
Mereka berdua malah sibuk bergumul satu sama lain.
Naruto memutar bola matanya dan bergumam sebal. "Dasar bocah," namun saat ia menoleh, hatinya bergemuruh mendapati tawa kecil dari seorang Yamanaka Ino.
Bahkan... tawa sekecil itu saja mampu membuat hatinya menghangat.
Ino memanglah pusat hidupnya.
Tsukyuu Floo Kitsune
Menma menatap kepala sekolah dihadapannya dengan tatapan bosan, terganggu, tak suka, dan juga kesal.
Pria bermasker dengan uban yang menutupi kepalanya itu menatapnya dari atas ke bawah dan dari bawah keatas. Oh tidak, rambut pria itu memang berwarna perak sebenarnya hanya Menma yang darisananya memang kurang ajar malah mengatai pria itu ubanan didalam hatinya, dan juga kenapa pria ini bermasker? Bibirnya sumbing atau peyot sih? Batinnya kurang ajar.
"Bisakah kau langsung saja menceramahiku?" sergahnya.
Hatake Kakashi mengernyitkan keningnya tak suka. "kau ini—apa?"
"Menurutmu?" Menma merasakan moodnya berada dititik terendah. "Apa aku tidak seperti manusia dimatamu?" tanyanya tersinggung.
Kakashi tertawa kecil, "maksudku tampilanmu, kau lebih mirip Preman ketimbang seorang Pelajar."
Menma berdecih. "Akan ku perbaiki nanti."
"Juga cara bicaramu, Uzumaki—san?"
Kali ini Menma benar–benar ingin melayangkan kepalan tinjunya pada kepala sekolahnya sendiri ini.
"Baiklah, Sensei."
"Kau benar–benar anak bungsu keluarga Namikaze?"
"Kau tak membaca profilku?" tanya Menma balik. "—sensei?"
"Baiklah, baiklah, aku hanya terkejut melihatmu disini."
"Terimakasih," balas Menma tak nyambung.
"Kau harus merapikan seragammu dulu Uzumaki."
"Aku tak mau."
"Kenapa?"
"Karna itu bukan gayaku—Sensei."
Kakashi hanya menghela napasnya dan kemudian menatap pria berambut oranye yang sejak tadi hanya diam.
"Yahiko, antarkan dia pada Kurenai—sensei, ia akan masuk kelas 2A."
Yahiko mengernyitkan dahinya. "2A?" tanyanya, "tapi, Naruto—,"
"Sudahlah, antarkan saja!" sergah Kakashi tak terbantah dan Yahiko hanya bisa menganggukan kepalanya patuh.
"Ayo, Menma!"
Lalu mereka melangkah keluar dari ruangan tersebut bersama-sama.
"Ada apa dengan kelas itu?" tanya Menma sembari mengekori Yahiko.
"Biar kujelaskan secara singkat, diangkatan kita kelas A adalah kelas paling istimewa. Tidak cukup dengan menjadi pintar saja, kau harus bisa menahan diri dan tak berulah disana. Disaat murid lain memiliki kelas dengan 40 siswa didalamnya, kelas A hanya memiliki 20 orang."
"Kenapa hanya angkatan kita?"
"Kenapa lagi memangnya? Tentu saja karna pria berambut pirang yang kau temui tadi pagi, Naruto."
Raut wajah Menma berubah kesal. "Memangnya dia siapa seenaknya? Dia pemilik sekolahan ini?" desisnya tak terima.
"Dia bukan pemiliknya,"
"Lalu?" Mereka sampai diruang guru ketika Menma mengajukan pertanyaan tersebut.
"Pria bermata panda yang bernama Gaara membeli sebagian saham sekolah ini dari yayasan dengan uangnya sendiri."
"Benarkah?" tanya Menma tak percaya. "Untuk apa?"
"Menurutmu?"
Baru saja Menma hendak membuka mulutnya, Yahiko berhenti tepat didepan salah satu meja guru dan mengucap salam dengan formal. "Selamat pagi Kurenai—sensei."
Guru fisika itu mengalihkan perhatiannya dari tumpukan kertas dimejanya pada anak muridnya.
"Pagi juga Yahiko,"
"Aku membawa murid baru, namanya Uzumaki Menma, ia akan berada di kelas 2A."
Kurenai terperangah sebentar. "Kau yakin?" lalu menatapi Menma lekat–lekat.
"Kurasa ya."
"Baiklah, mari ikut saya Uzumaki—san,"
Kurenai mengambil buku–bukunya dan melenggang pergi.
"Ku peringatkan hati–hati pada Naruto, dan jika bisa menjauhlah dari gadis Yamanaka itu,"
Menma mendengus. "Ya, Ya, Ya, Bla, Bla, Bla" ocehnya setengah bergumam.
"Aku tak takut dengan rubah buluk itu," dan kemudian beranjak dari sana mendahului Yahiko yang menatapnya tanpa ekspresi.
"Apalagi dengan gadis cupu satu itu," sambungnya sembari berdecih.
Yahiko hanya bisa menggelengkan kepalanya dan kemudian mulai mengetikan sederet pesan singkat diponselnya dan mengirimnya kemudian.
"Kau terlalu sombong Menma."
.
.
.
"Ia murid baru dari Otogakure. Saya harap kalian dapat berteman baik dengannya, nah silahkan perkenalkan dirimu,"
Menma melangkah sedikit dan mengangkat dagunya angkuh, mengedarkan pandangannya dan tak menemukan orang yang dicarinya.
"Uzumaki Menma,"
"Hanya itu?"
Ia tak menjawab ucapan Kurenai dan itu sukses membuat sudut bibir Kurenai berkedut kesal.
Anak ini... mirip sekali dengan seseorang.
BRAK!
Pintu kelas terbuka menampilkan pria bermata shappire blue yang kini bertatapan dengan onyx black yang menyipitkan matanya.
"Kenapa kau berada dikelasku?" tanya Naruto dengan nada dingin.
"Kau idiot atau apa? Tentu saja karna ini kelasku," balas Menma sakartis.
Naruto menggeram dan hendak berbalik pergi saat Ino menahan bahunya dengan tangan rampingnya.
"Maaf kami terlambat Sensei,"
Kurenai berdeham dan mengangguk. "Silahkan duduk Ino."
Ino hanya menganggukan kepalanya lalu melirik Naruto yang hanya bisa menahan kekesalannya dan kemudian melangkah kebangkunya dengan tangan Ino yang berada dipergelangan tangannya, Nagato, Gaara, dan Kiba pun melakukan hal yang sama. Mereka berlima duduk dibarisan pertama yang paling dekat dengan jendela. Naruto duduk dibangku pojok paling belakang dan segera membuang mukanya ke luar jendela, Ino segera duduk disisinya dengan tenang, satu meja di depan meja keduanya ada Nagato dan Gaara, dan didepannya lagi Kiba duduk berpasangan dengan seorang wanita berambut indigo.
"Silahkan duduk Uzumaki—san,"
Menma memilih bangku kosong yang berada dipojok baris ketiga dekat tanpa banyak bicara, matanya melirik kesudut kanan, dimana Naruto masih dipengaruhi emosinya dan Ino yang terlihat tak perduli.
Mereka itu sepasang kekasih atau apa? Kenapa ia sangat perduli pada perkataan gadis itu?
.
.
.
"Kau selalu seperti itu," Naruto berkata dengan nada pelan, Ino mulai membuka buku paketnya.
"Aku melihatnya,"
"Apa?" tanpa sadar ia meninggikan suaranya sendiri, Ino menoleh pada pria itu dengan tatapan prihatin, "tanganmu bergetar saat pertama kali meninju wajahnya."
Naruto menolehkan wajahnya pada Ino.
"Kau..."
Ino tersenyum lembut dan menenangkan.
"Dia adikmu 'kan? Aku pernah melihat fotonya dikamarmu, jadi kupikir wajar kalau—"
"Aku tak peduli siapapun! Kalau ada yang berani menyakitimu, aku tak akan segan–segan memberi mereka pelajaran!" Potong Naruto final.
Ino terdiam dan kemudian tangan kirinya meraih tangan kanan Naruto yang berada diatas meja, mengenggamnya dengan erat dan sedikit meremasnya.
"Naruto... kurasa kau harus—"
"Aku tak suka dibantah Ino!"
Ino kemudian menghela napasnya, ia hendak menarik tangannya dari Naruto saat pria itu malah berbalik mengenggam tangan Ino dengan erat.
"Ku mohon, jangan seperti ini," pintanya bersungguh-sungguh dan Ino hanya bisa menganggukan kepalanya dalam sebagai jawaban.
Menma melihat itu semua dengan tatapan tertarik.
Siapa kau sebenarnya Yamanaka Ino?
.
.
.
Bersambung
Well—ff ini meresmikan Floo sebagai MenIno lovers.
Tapi ya, lihat dulu banyak yang review minta lanjut atau enggak karna masih banyak yang perlu Floo rampungin *ngesok sibuk xD bukannya Floo mau ngemis review atau apa ya. *peacesign tapi mari kita saling menghargai :)
Mohon dukungannya Mina~
Samarinda 19 Februari 2016
Salam kecup,
Tsukyuu Floo Kitsune.
