All the characters here belong to JK. Rowling

Here's my first Drarry FanFiction. If you do not like slash pairing, mind to out?

Happy reading, guys

A Tea Cup

Sebuah siang yang cukup dingin menemani mereka saat itu. Secangkir teh pun masing-masing tersedia di hadapan mereka. Bukan sesuatu yang ganjil memang mengingat teh sudah menjadi minuman rutin bagi mereka. Namun, tampak raut wajah salah seorang dari mereka menjadikan momen minum teh itu sangat 'berbeda' –konotatif.

"Oh, bloody hell Malfoy! Apa mata sudah rabun?" tanya salah seorang dari mereka. Yang ditatap merasa sangat risih melihat pria di sebelahnya terus menatapnya lekat. Yang ditanya hanya terdiam sesaat sebelum akhirnya menjawab.

"Oh, well. Aku tidak mungkin rabun, Potterhead. Manusia berdarah murni terlalu ditakuti, bahkan untuk kerabunan sekali pun." Jawabnya angkuh –as usual. Dia menyesap tehnya seperti bangsawan –tegas dan perlahan, seperti yang selalu diajarkan ayahnya.

"Oh! Ayahku seorang berdarah murni, dan dia ber'mata' empat. Aku kira teorimu salah, Ferret." pria yang dipanggil Potterhead tangkis penyataan si pria lainnya. Dia langsung meneguk tehnya habis dan mengisi kembali dengan yang baru –tanpa tata krama kebangsawanan pastinya. Dia terlalu marah untuk bertindak seperti pria di sebelahnya.

"Ayahmu tidak masuk dalam hitungan. Sepertinya ramuan penyebuh pun tak dapat menyembuhkan rabun ayahmu. Termasuk juga dirimu." Ujar pria berambut pirang itu yang kembali menyesap tehnya –masih dengan gaya bangsawannya.

Sang pewaris tunggal Potter senior itu mulai geram. Dia menaruh cangkirnya secara cepat sehingga membuat pria di sebelahnya melongo kaget.

Potter junior itu berkata, "cukup, Malfoy! Atau aku akan memanggil Dementor ke sini untuk menjemputmu kembali ke Azkaban."

"Kau yang memulai, Potter." Ujar sang pewaris tunggal Malfoy senior.

"Aku tak akan memulai semua ini jika kau tidak menatapku seakan aku ini trol yang sedang berdansa di depanmu!" ujar si pria berambut hitam tak beraturan itu dengan penuh amarah. Rambutnya pun semakin tak beraturan akibat jemarinya yang memporak porandakan tatanan rambutnya tatkala pria di sebelahnya hanya tersenyum menanggapi kemarahannya.

"Dasar psikopat! Aku sedang marah! Kenapa kau hanya tersenyum?!"

"Apa salahnya aku tersenyum? Seharusnya kau bersyukur dapat melihatku tersenyum seperti sekarang. Semua wanita disini menantikan senyumanku, kau tahu?" ujar si pirang kembali sambil menyunggingkan seringai lebarnya saat dia melihat pria di sebelahnya bertambah frustasi. Sekedar informasi, dia sangat suka raut wajah frustasi milik si pria berkata mata.

"For Merlin's sake, haruskah aku bersyukur? Aku sedang dihadapkan dengan seorang psikopat berdarah dingin yang selama lebih dari 30 menit menatapku lalu tersenyum tanpa dosa. Dan kau bilang aku harus bersyukur? Kau benar-benar seorang psikopat, Malfoy."

Setelah melontarkan semua pikirannya –juga amarahnya- kepada pria di sebelahnya, sang potter junior pun sedikit tenang dan memenuhi kembali cangkir tehnya –dengan lebih tenang. Dia menambahkan dua balok gula ke dalam cangkirnya. Dia berpikir dia sangat membutuhkan rasa manis untuk menetralkan darahnya yang masih sedikit mendidih.

Harry, sang Potter junior, sepenuhnya kembali tenang. Dia mulai menyesap tehnya dengan anggun khas kebangsawanan. Dia terseyum saat mencecap rasa manis dari cangkir tehnya. Draco, sang Malfoy junior yang kembali menatap Harry dengan lekat, kembali melengkungkan senyumnya. Dia terus memperhatikan Harry, terutama di daerah bibirnya yang tipis.

Draco terus memandangi bibir tipis itu. Sangat lekat, sehingga membuat pemilik bibir itu kembali menatapnya. Merasa sudah bosan untuk marah, Harry lebih memilih bertanya,

"Seriously, Malfoy! Mengapa kau menatapku terus?"

"Kau tidak sadar?" tanya Draco dengan alis mengkerut. Yang ditanya hanya mengeluarkan tatapan 'Sadar-akan?'.

"Oh, Merlin! Apa semua Potter sepertimu, Potter? Tidak peka, idiot dan-"

"Malfoy... jangan memulainya lagi!" ancam Harry yang siap dengan teh panasnya.

"Baiklah. Sepertinya kau benar-benar tidak sadar kalau kau sedang memakai cangkir 'kesayangan'ku. Biasanya kau akan marah dan meraung seperti Myrtle. Terbesit dalam pikiranku kalau rabunmu sudah mencapai tingkat tertinggi." Jawab Draco dan kembali meyesap tehnya yang sudah mendingin.

Harry yang mendapat jawaban seperti itu bisa merasakan kalau area di sekitar cuping telinganya –juga tulang pipinya- memanas antara marah dan malu. Dia marah karena teriakannya disamakan dengan suara hantu genit tersebu, serta malu karena bisa-bisanya dia memakai barang milik orang lain, milik Malfoy.

Seumur hidup dia tak pernah terbiasa memakai barang orang lain; prinsip. Ya, mungkin tidak untuk tongkat sirih; dia akan memilih memakai milik orang lain jika dalam keadaan terpaksa. Dan sungguh memalukan saat dia tertangkap basah sedang memakai cangkir kesayangan milik seorang Draco Malfoy.

Milik-Seorang-Draco-Malfoy.

Draco, yang menyadari kalau Potter di sebelahnya ini sedang malu, menambah kadar malunya lagi dengan berkata,

"dan aku baru sadar kalau bibirmu itu lebih terlihat seksi saat menyentuh cangkirku. Apa mungkin bibirmu akan se-seksi itu saat menyentuh bibirku?"

"OH MERLIN! MALFOY! HOW DARE YOU?!" teriak Harry dan dengan secepat kilat dia pun menyiramkan teh panasnya ke atas kepala si pirang. Dengan amarah yang kembali terkumpul, Harry pun lantas pergi setelah apa yang ia perbuat.

Oh, what a good tea time it is...

-FIN-

Would you mind to review? ^_^