All the Light We Cannot See © Anthony Doerr. No material profit is taken.


closer to home

.

Dalam tidurnya, Werner bermimpi—atau setidaknya, apa yang dia pikir sebagai mimpi.

Dia mengingat memori-memori masa kecilnya dengan ketajaman yang mengejutkan dirinya; kanal-kanal yang membeku, cahaya terang dari lentera, ladang luas terhampar di depannya. Dia melihat Jutta di sana, di mimpinya, tetapi yang lebih jelas dan terang dalam penglihatannya: Marie-Laure, menghilang di kelok jalan, menghilang dari hidupnya. Kerinduan seketika yang memenuhi rongga rusuknya bermanifestasi dalam mimpinya.

Werner juga mengingat: memori tangannya yang menggenggam tangan Marie-Laure. Jika Werner membiarkan dirinya tertidur lebih dalam, dia bisa merasakan jemari-jemari kurus itu di sela-sela jemarinya sendiri. Di usia delapan belas, Werner baru memahami artinya kerinduan meski hanya dalam mimpinya dan untuk waktu yang sekejap saja.

Ada banyak hal yang dia ingat dari Marie-Laure: kedalaman senyumnya, nada melodik suaranya, galaksi di matanya; tetapi yang paling penting, Werner mengingat keberaniannya, yang juga membuatnya menjadi sedikit lebih berani dari sebelumnya. Werner berharap dia tidak akan melupakan itu semua.

Ketika dia terbangun, angin bertiup kencang mengibaskan kain tenda di sekitarnya. Sinar rembulan yang keperakan menerobos masuk dari celah tenda, mengingatkannya atas rumah yang sudah begitu lama tidak dia pikirkan. Mengapa sekarang, Werner bertanya-tanya. Tubuhnya terasa ringan seolah dia tengah melayang. Tetapi pikirannya dipenuhi ingatan-ingatan masa lalunya, memori-memori atas masa kecilnya; tentang perahu kecil yang dia rakit untuk Jutta, siaran radio yang selalu dinanti-nantikannya, Frau Elena yang terbangun tengah malam untuk menyalakan api di perapian, suara bangga Volkheimer dan tangan besarnya menepuk-nepuk bahu Werner.

Begitu banyak hal sekaligus, Werner tidak punya kesempatan untuk memikirkan yang lain. Betapa Werner merindukannya.

Dia melangkahkan kaki keluar dari tenda, para penjaga tengah tertidur lelap. Tidak ada yang mendengarnya beranjak bangun dan berjalan melintasi padang yang luas itu di tengah malam.

Di kejauhan, seseorang berseru kepadanya, tetapi Werner tak menghiraukannya. Kerinduan membuncah di dada dan sudah tidak lagi bisa dia abaikan: ada Jutta, rumah mereka, kehangatan malam dan pekatnya asap dari cerobong yang membubung tinggi. Sudah bertahun-tahun berlalu dan baru kali ini rumahnya terasa begitu dekat, seperti rasa sup kacang Frau Elena di lidahnya yang dipenuhi nostalgia. Hanya segenggaman tangan saja, sedekat itu.

Ah, pikir Werner dengan dada menghangat, aku pulang. [ ]