Petals

Osomatsu-san © Akatsuka Fujio

Dibuat untuk kesenangan semata, tidak ada keuntungan lainnya yang didapatkan.

Part 1 of petals in my lungs


Hari ini merupakan perayaan kasih sayang, katanya.

(Namun Karamatsu tidak mengerti—bukankah seharusnya kita saling menyayangi setiap hari? Lalu untuk apa ada hari spesial di mana kita merayakannya?)

Biasanya perayaan hari kasih sayang ini, yang biasa disebut valentine, dimeriahkan dengan memberi cokelat, atau bunga, atau surat, atau hal-hal yang melambangkan cintamu.

(Ah tapi rasanya, jika Karamatsu menyerahkan benda-benda tersebut, semua akan menjadi terasa menyakitkan, bukan?)


Menyayangi merupakan hal dasar. Semua orang pasti pernah merasakannya kan? Pernah menyayangi—sayang, cinta, ingin melindungi seseorang, ingin seseorang itu bahagia, ingin agar apapun yang terjadi orang itu tetap aman dan bahagia dan tidak dalam bahaya.

Menyayangi merupakan hal yang biasa Karamatsu lakukan pada semua orang, pada semua hal yang ada di sekitarnya.

(Namun sepertinya tidak semua orang mengerti hal ini dan mengatakan bahwa yang ia lakukan itu menyakitkan.)


Karamatsu juga tahu apa itu menyakitkan. Dia tahu bahwa dibenci orang yang kita sayangi itu menyakitkan. Dianggap tidak ada itu menyakitkan. Perasaanmu tidak terbalaskan juga menyakitkan.

Kelopak-kelopak yang muncul dari dalam dirinya juga menyakitkan.


Merah.

Hijau.

Ungu.

Kelopak-kelopak bunga yang keluar dari mulutnya berwarna indah. Dia suka mengumpulkannya, lalu mencari apa nama bunga dari kelopak-kelopak tersebut. Dia ingin sekali memberikannya pada saudara-saudaranya, namun sepertinya itu hal menjijikan.


Tadi pagi, dia dengar bahwa Osomatsu dan Choromatsu sepakat untuk menggabungkan kedua uang mereka untuk membeli bunga, untuk diberi pada Totoko. Hari ini memang seharusnya pihak perempuan yang memberi barang pada laki-laki, tapi mereka rasa Totoko tidak akan pernah melakukannya.

Karamatsu berpikir, mungkin dia bisa saja memberikan mereka kelopak-kelopak bunganya daripada mereka harus membeli yang baru. Rasanya sama saja, sama-sama indah, kok.

Tapi kelopak-kelopak ini mengandung perasaan Karamatsu, yang entah sampai kapan tidak akan terbalaskan, jadi dia mengurungkan niatnya.


Kuning.

Merah muda.

Setelah dikumpulkan, semua warna khas saudaranya ada semua. Mungkin sengaja? Bagaimana bisa tubuhnya tahu warna-warna saudaranya itu?


Setiap hari kasih sayang, dia tidak bisa memberikan apa-apa. Uangnya selalu habis dipinjami, dan dia selalu lupa untuk menyisihkan agar dibelikan cokelat atau hal lain.

Dia berikan kelopak-kelopak itu satu masing-masing. Saudara-saudaranya bingung, tidak mengerti kenapa dia harus memberikan kelopak bunga, dan mengatakan bahwa pasti ini merupakan hal menyakitkan lagi.

Mereka tidak salah, sih. Memang menyakitkan.

Dia hampir mati sesak napas tadi pagi karena kelopak-kelopak itu. Tapi mereka tidak perlu tahu.


Karamatsu mengumpulkan kelopak-kelopak itu di dalam satu toples transparan. Kalau dilihat dari jauh, warna-warni, jadi indah.

Dia menulis pada sebuah kertas, lalu ikut memasukkannya ke dalam toples tersebut.

Kalau-kalau dia mati, dia tidak ingin dikremasi. Ingin dikubur saja, lalu ditaburkan kelopak-kelopak ini.


Kalau bicara kasih sayang, Karamatsu pasti mengerti. Hidup selama dua puluh tahun dengan kelopak-kelopak yang muncul karena perasaannya yang tidak terbalaskan membuatnya sangat paham.

Setiap hari adalah hari kasih sayang menurutnya, karena setiap hari selalu saja ada kelopak yang keluar dari mulutnya.

Kelopak-kelopak itu tanda kasih sayangnya, yang akan selalu muncul hingga entah kapan.

.

.

.

Tamat.


Hanahaki disease: is an illness born from one-sided love, where the patient throws up and coughs of flower petals when they suffer from one-sided love.

Kurang maso apa Karamatsu :"""(