Desire
Pair:
Kim Namjoon x Kim Seokjin
Rate: M
Status: Part 1 of …
Summary:
Menurut teman sekamarku yang paling budiman, menjadi virgin di tahun 2016 itu kesalahan besar. Tapi apa salahnya jika aku menunggu waktu yang tepat untuk melepas status 'gadis perawan' itu? / "Lalu menurutmu dia orang yang tepat?" / "Apa orang yang membuatku terangsang setiap waktu adalah orang yang tepat?" / NamJin, GS!Seokjin, AU.
Warning:
Fiction, AU, GS!Seokjin, Jungkook.
Notes:
All Seokjin's POV
.
.
.
.
.
Part. 1 : Our First Meeting.
"Oke, jadi kau sudah tahu apa yang akan kau lakukan?"
"Ya, aku akan interview di perusahaan untuk magang dan aku sudah latihan lima belas kali denganmu semalam. Jadi ya, Jungkook, aku tahu apa yang aku lakukan." Aku tersenyum pada roommate kesayanganku yang masih menatapku dengan mata bulatnya.
Jungkook mengangguk puas, "Oke, kalau begitu kau siap." Jungkook mengayunkan tangannya dan memukul bokongku main-main, "Pergilah, bawa Che-Che kesayanganmu."
Aku mendesis, roommateku itu memang lebih muda dariku, tapi karena budaya Seattle yang memang tidak memandang siapa yang lebih tua atau muda, dia berakhir menjadi teman dekat yang terlihat sebaya denganku. Alasanku memutuskan untuk membiarkan Jungkook menjadi roommateku adalah karena dia juga berasal dari Korea dan aku senang berbicara dengan bahasa Korea sesekali dengannya.
Aku meraih kunci Chevrolet Cruze Eco berwarna pink milikku (yah, aku tahu, Jungkook juga pernah tertawa terbahak-bahak saat melihat mobilku), dan berjalan melintasi ruang depan flat yang kami bagi bersama.
Hari ini aku akan menjalani interview untuk menjadi pegawai magang di sebuah perusahaan besar. Sebenarnya aku tidak ingin melakukan ini, maksudku, pekerjaan sekretaris bukan gayaku sekali. Tapi aku membutuhkan ini untuk resume yang jauh lebih baik saat melamar pekerjaan ke depannya.
Sejak dulu aku tertarik pada bidang literatur, tapi sulit sekali menemukan pekerjaan yang berkaitan dengan materi literatur dan aku berakhir dengan kuliah di bagian manajemen. Bukan bagian yang terlalu sulit juga, tapi menurutku aku tidak berbakat mengawasi pergolakan saham, inflasi mata uang, dan juga rapat-rapat untuk mempertahankan perusahaan.
Aku mengendarai Che-Che kesayanganku menuju sebuah gedung perusahaan multi-company yang hebatnya juga dipimpin oleh orang Korea. Aku tidak mengerti apa yang dia makan tapi dia begitu sukses, sangat berbanding terbalik denganku yang memutuskan untuk kuliah di tempat asing sendirian dan berbagi flat bersama gadis lainnya.
Kalau saja tidak ada Jungkook, aku yakin aku akan melewati masa kuliahku dengan menyedihkan. Bahkan Jungkook adalah orang yang menjerit gembira dan juga melompat memelukku sebelum kedua orangtuaku sempat meraihku setelah aku menyelesaikan pidato kelulusanku.
Jungkook itu gadis yang hyper, dan juga sangat tidak terduga. Aku pernah memergokinya sedang bercumbu bersama gitaris band yang dia temui di café tempat kami biasa hang out. Kalau aku, aku jelas bukan seorang gadis yang hobi melakukan one night stand, kadang aku merasa Jungkook lebih dewasa dalam urusan ranjang daripada aku.
Aku memarkirkan mobilku di depan gedung tinggi tempatku akan melamar, ketika aku keluar dari mobilku, aku menyadari tatapan aneh yang dilayangkan pada mobilku. Tapi aku mengacuhkannya karena oh ayolah, aku hanya mewarnai mobilku dengan warna pink. Apa salahnya?
Kaki berbalut heelsku terdengar menghentak saat aku melangkah melintasi lobby dengan lantai yang bersih dan mengkilap luar biasa, rasanya aku bisa bercermin di lantai itu melihat betapa berkilaunya mereka. Aku berhenti di hadapan seorang resepsionis berambut magenta dan dalam hati aku mulai berpikir untuk mewarnai rambutku seperti itu karena Jungkook selalu menjerit bahwa warna rambut coklat alamiku itu luar biasa membosankan.
"Hai, aku Kim Seokjin. Aku salah satu peserta interview untuk magang." sapaku dengan senyum professional.
"Oh ya, semua peserta interview akan diinterview di lantai sebelas. Silakan gunakan lift di sana dan jangan lupa mengenakan ini." resepsionis itu memberiku sebuah kartu bertuliskan 'visitor' dan aku pun langsung mengenakannya.
Aku melangkah ke arah lift dan menunggu pintu elektronik itu terbuka, aku mengetuk-etuk sepatuku ke lantai seraya menggigiti bibirku, kebiasaanku saat sedang gugup.
Ketika akhirnya pintu lift terbuka, aku sudah hendak melangkah masuk namun aku tertahan oleh seseorang yang hendak keluar lift.
"Oh, sorry.." lirihku pelan dan aku mendongak, dan hominahominahomina, dia adalah pemimpin perusahaan besar ini!
Aku mengenali wajahnya karena semalam aku dan Jungkook baru saja membaca profilnya di internet! Aku bahkan ingat Jungkook mendecakkan lidahnya dan mengatakan kalau dia akan melakukan apa saja untuk mendapatkan pria sempurna seperti itu.
Dan si pria sempurna itu sekarang berdiri di hadapanku, yang hanya mengenakan blazer dan rok bahan selutut, lengkap dengan rambutku yang dibentuk pony tail dengan poni depan. Astaga, aku tidak siap bertemu dengannya.
Aku menggeser tubuhku dengan luar biasa canggung dan menggumam maaf lagi.
"Kau ingin ke lantai berapa?"
Apa?
Apa si pria seksi nan sempurna ini baru saja berbicara padaku?
"A-ah, aku ingin ke lantai 11." Aku melangkah masuk ke dalam lift dan pria itu mengikutiku masuk ke dalam lift, sementara itu seorang pria lainnya yang berada agak di belakang tubuhnya juga ikut masuk ke dalam.
"Kau calon karyawan magang?"
Aku mengulum bibirku, "Eer, ya"
Pria itu mengangguk dan kemudian pintu lift menutup di depan kami. Dia berdiri cukup dekat denganku namun tidak membuat tubuh kami bersentuhan, tapi tetap saja, bagiku ini benar-benar membakarku. Astaga, aku tidak pernah bereaksi seperti ini sebelumnya.
Suara dentingan lift membuatku nyaris melompat, aku melangkah dengan terburu-buru dan sialannya aku lupa kalau adalah nona super clumsy, aku tersandung kakiku sendiri dan nyaris saja mempermalukan diriku tapi lengan seseorang sudah menangkapku lebih dulu.
"Kau harus berhati-hati atau kau akan melukai wajahmu."
Astaga, demi Tuhan dan seluruh alam semesta. Suaranya adalah suara paling seksi yang pernah kudengar seumur hidupku. Astaga, kurasa aku bisa basah hanya dengan mendengar suaranya.
"Ya, terima kasih." Aku menatap sekeliling dan menyadari kalau semua orang tengah menatapku.
"Mr. Namjoon,"
Seorang wanita berambut pirang terang melangkah menghampiri kami. Aku mengerutkan dahiku iri melihat betapa indahnya rambutnya. Apa semua karyawan wanita di sini adalah bintang iklan shampoo?
"Mrs. Caroline, kuharap kau mau mengantar.." si pria seksi menatap ke arahku.
"Seokjin, Seokjin Kim." ucapku langsung.
"Ya, Mrs. Seokjin ke ruangan untuk interview?"
Gadis pirang bernama Caroline itu mengangguk cepat, "Tentu, Sir."
Si gadis pirang melangkah menghampiriku dan helaian rambut pirangnya tidak sengaja menyenggol lenganku dan seperti dugaanku, rambutnya halus luar biasa. Aku iri.
"Darimana kau mengenal Mr. Namjoon? Dia tidak pernah akrab dengan gadis manapun sebelumnya."
Uh, apa?
"Aku mengenalnya? Tidak, aku tidak mengenalnya. Aku bahkan baru membaca profilnya semalam di internet." Aku refleks menutup mulutku, "Oh my God, itu tidak akan mempengaruhi nilai interviewku kan?"
"Apa yang kau maksud dengan 'itu'?" tanya Caroline.
"Fakta bahwa aku baru mengenalnya setelah membaca profilnya semalam di internet?"
Caroline tertawa, "Tentu saja tidak."
.
.
.
.
.
.
.
Ketika aku keluar gedung setelah interview, hujan turun dengan derasnya di Seattle. Dan sialnya, aku tidak membawa payung dan aku memakai kemeja putih dengan bahan yang agak tipis saat ini.
Aku bisa saja menggunakan blazerku untuk melindungi diri dari hujan, tapi itu akan membuat kemejaku basah dan tentunya aku akan membuat semuanya terlihat. Atau aku bisa saja tetap memakai blazerku, tapi itu akan membuat kepalaku basah dan aku pasti akan terkena flu.
"Oh, astaga.." gumamku pelan, aku menadahi air hujan yang menetes dan hujan itu sama sekali tidak mereda sedangkan perutku mulai keroncongan.
Aku menggigit bibirku dan akhirnya aku memutuskan untuk berlari ke arah mobilku dengan mengenakan blazerku, tubuhku langsung basah kuyup seketika dan aku mencoba secepatnya mencapai mobilku.
"Kau seharusnya tidak berlari seperti itu."
Suara itu membuatku menoleh dari kegiatanku mencoba membuka kunci pintu mobil dan aku melihat Kim Namjoon berdiri di sana di bawah naungan payung besar berwarna hitam.
"Apa?" tanyaku bingung.
Kim Namjoon melepas jasnya dan menutupi tubuhku dengan itu, "Tubuhmu, astaga."
Dia berjalan meninggalkanku setelah selesai menutupi tubuhku dengan jasnya, aku hanya terpaku tidak mengerti tapi akhirnya aku bergegas masuk ke dalam mobilku. Aku menyalakan pemanas dan melepaskan jas dari Namjoon, dan saat itulah aku membelalakkan mataku, aku memang memakai blazerku, tapi blazer itu sama sekali tidak menutupi kemeja basahku dan astaga, braku tercetak jelas di kemejaku.
Aku bergegas meraih jas milik Namjoon dan memakainya, "Oh Tuhan.." rutukku seraya membenturkan kepalaku ke roda kemudi.
Perjalanan dari kantor itu menuju flatku terasa begitu menyebalkan, tubuhku basah kuyup dan aku kedinginan setengah mati. Ketika aku membuka pintu flat, aku langsung disambut sosok Jungkook yang sedang mengecat kuku jari kakinya di sofa.
"Hey, babe. Bagaimana interviewnya?" sapanya ringan.
"Nanti aku ceritakan setelah mandi, 'kay? Aku benar-benar terlihat seperti anjing basah saat ini."
Jungkook mengangkat kepalanya dan menatapku, "Wow, kau benar. Jangan sampai tetesan airmu mengenai karpet, astaga."
"Tidak akan, Nona." ujarku sebelum aku melesat ke kamar mandi di flat kami.
Aku dan Jungkook nyaris tidak mengenal apa itu namanya privasi jadi kami sama sekali tidak masalah jika satu sama lain masuk disaat kami sedang mandi atau lainnya. Dan itulah yang Jungkook lakukan sekarang, dia melangkah masuk ke dalam kamar mandi saat aku sedang sibuk di bawah shower.
Jungkook menendang gumpalan pakaianku yang basah kuyup di lantai, "Hei, jas siapa itu?"
"Apa?" tanyaku seraya mengusapkan shampoo ke rambutku.
"Jas itu jas pria, kan? Jas siapa? Apa kau sudah mendapatkan co-worker tampan di sana?"
Aku tertawa dan menggeleng, "Tidak, itu jas Kim Namjoon."
"Wait, what?! Kim Namjoon?! Kim Namjoon si pemimpin perusahaan seksi itu?!"
Aku meliriknya dari bawah shower, "Yeah, dia."
Jungkook menjerit, "Oh, astaga, seharusnya kau mengajaknya kemari dan mungkin kita akan melakukan sesi threesome panas penuh gairah!"
Aku terbahak dan melempar Jungkook dengan botol sabun mandiku, "Itu tidak akan terjadi, Nona Jeon. Bahkan tidak dalam mimpimu."
"Oh ayolah, kenapa? Kau harusnya berbagi pada roomatemu yang cantik ini."
Aku tertawa lagi hingga tersedak busa shampoo yang sedang kubilas, "Apa yang harus kubagi? Aku dan si pemimpin perusahaan seksi itu tidak memiliki hubungan apapun."
Jungkook memutar bola matanya malas, "Tidak mungkin."
Aku menyelesaikan mandiku dan melangkah keluar dari bawah shower, "Itu benar. Nah sekarang bisakah kau mengambilkan handuk itu untukku?"
Jungkook memberikan handuk padaku dan dia memperhatikan tubuhku, "Kau seksi, kau harusnya mencoba berhubungan seks agar menjadi lebih seksi."
"Astaga kau dan mulut binalmu itu, Mrs. Jeon." Aku memutar bola mataku dan berjalan melewati Jungkook.
"Apa? Aku benar! Seks akan membuat wanita menjadi semakin indah. Kau melihatku saat aku selesai menghabiskan malam panas, kan? Aku terlihat lebih cantik, kan?"
Aku menggeleng pelan dan melangkah masuk ke kamarku, "Aku tidak butuh seks agar menjadi lebih seksi."
Kali ini Jungkook lah yang memutar bola matanya, "Kau dan obsesi sucimu untuk berhubungan dengan orang yang tepat. Babe, ini 2016! Kau seharusnya sudah tidur dengan dua lusin pria jika melihat dari usiamu sekarang!"
Aku tertawa lagi dan melepas handukku untuk memakai pakaian dalam, "Astaga, kau pikir aku sex doll?"
Jungkook menghempaskan tubuhnya di ranjangku, "Hmm, ya terserah padamu saja lah. Yang jelas aku menanti-nanti siapa kiranya yang akan membuat gadis perawan teman sekamarku ini menjadi tidak perawan lagi." Jungkook mengedipkan matanya padaku.
"Ya, ya. Terserah kau saja. Hei, ngomong-ngomong, kau memesan sex toy dengan namaku lagi ya?" aku melemparkan sebuah kotak kecil pada Jungkook.
"Astaga, jadi ini sudah sampai? Kenapa kau tidak bilang?"
"Itu baru tiba kemarin. Aku membukanya dan aku benar-benar ingin menjejalkan mainan bodoh itu ke mulutmu. Kau membuatku sangat malu, astaga, tidak bisakah kau membelinya dengan namamu sendiri?"
Jungkook mendongak menatapku, "Mereka sedang memberi promo, member yang pertama kali melakukan order akan mendapat diskon 70% di 10 pemesanan awalnya." Jungkook melanjutkan membuka kotaknya, "Dan kau tahu aku sudah terlalu sering membeli di sana."
Aku menahan diriku untuk tidak berdecak melihat kelakuan binal teman sekamarku, "Jadi kali ini apa lagi?"
"Bukankah kau sudah membukanya?"
"Aku hanya membukanya sekilas, saat aku membaca pengirimnya, aku langsung menutupnya lagi. Jadi kali ini kau membeli apa?"
Jungkook mengangkat mainan barunya, "Dildo biasa. Kali ini teman kencanku memiliki penis dengan ukuran luar biasa dan aku harus membiasakan diriku dengan itu agar tidak meringis-ringis saat berhubungan."
Aku melipat tanganku di depan dada, "Dan siapa teman kencanmu kali ini?"
Jungkook tersenyum lebar, "Vokalis band rock yang sedang tur ke sini. Mereka terkenal sekali, kau tahu? Aah, aku benar-benar meleleh karena suaranya."
Dahiku mengerut, "Siapa?"
Jungkook tersenyum lebar, "Stage namenya V. Kau tidak perlu tahu siapa nama aslinya karena hanya aku yang diberikan kehormatan untuk mengetahui nama aslinya diantara fansnya."
"Kenapa?"
Jungkook mengangkat bahunya, "Dia bilang akan terdengar lebih seksi kalau aku mendesahkan nama aslinya."
Aku mengangkat kedua tanganku, "Oke cukup, keluarlah dari kamarku sebelum kau mencemari telingaku yang suci dengan ceritamu."
Jungkook memekik tidak terima tapi aku sudah membanting pintu kamarku menutup di depan wajahnya.
"Astaga, apa dosaku memiliki roommate sepertinya?"
.
.
.
.
.
.
.
Aku baru saja selesai memanggang dua roti dan menyambarnya dari toaster ketika tiba-tiba saja ponselku berbunyi.
"Ya, hallo?"
"Selamat pagi, dengan Mrs. Seokjin Kim?"
Aku mengerutkan dahiku, "Ya, itu aku."
"Kami ingin mengabarkan bahwa anda diterima untuk magang di perusahaan kami dan kami mengharapkan kedatangan anda pagi ini sebelum jam 10."
Wait, what?
"A-apa?" mataku berputar cepat menuju jam dinding dan mataku membulat saat jam sudah menunjukkan pukul 07.00.
"Terima kasih atas perhatiannya, selamat pagi."
"Tu-tunggu!"
Tapi sebelum aku sempat mengatakan apapun telepon itu sudah terputus dan akhirnya aku langsung bergegas berlari ke kamar mandiku dan mandi dengan kecepatan kilat.
"Uh, wow, ada apa ini? Apa kau terlambat untuk sesuatu?"
Aku menoleh dan menatap Jungkook, "Aku diterima bekerja dan aku harus ada di sana sebelum jam 10. Astaga, aku harus melakukan sesuatu pada rambut sialku ini sebelum aku benar-benar terlambat."
Jungkook melangkah menghampiriku, "Oke, sekarang sebaiknya kau tenang dan duduk. Aku akan mengurus rambutmu dan kau mengurus pakaianmu."
Aku melayangkan senyum berterima kasih dan mulai memakai pakaianku sementara Jungkook berdiri di belakangku dengan hairdryer di tangannya.
"Jadi kau diterima? Untuk posisi apa?"
"Entahlah, aku hanya melamar untuk menjadi staff atau sekretaris. Aku tidak tahu aku diterima sebagai apa."
Jungkook mengangguk kemudian pandangannya turun ke tubuhku yang terbalut pakaian dalam, "Tunggu, kau akan pakai itu?"
"Ya, kenapa?"
"Itu tidak seksi sama sekali! Astaga, pakailah pakaian dalam yang kubelikan untukmu natal lalu."
"Maksudmu bra transparan dan thong? Tidak terima kasih."
"Hei, itu mahal! Koleksi terbaru!"
Aku memutar bola mataku, "Seharusnya kau memberiku hadiah yang normal seperti hadiahku padamu. Apa kau lupa kau membelikanku sex toy dan juga lingerie di ulang tahunku? Kau dan sifat binalmu itu benar-benar harus dihentikan, Jungkook Jeon."
"Hadiah yang normal? Apa yang normal dari hadiahmu? Kau memberiku pil kontrasepsi dan sekotak besar kondom di paskah kemarin."
"Itu sindiran tersirat agar kau tidak melakukan one night stand, babe."
Jungkook mengangkat bahu, "Well, nyatanya aku tidak berhenti. Hadiahmu sudah kupakai separuh, by the way."
"Oh astaga, aku menyerah menghadapi kau dan kelakukan malammu."
Jungkook tertawa, "Nah, rambutmu sudah kering. Kau akan menatanya seperti apa?"
"Entah, terserah kau saja."
Jungkook mendengung pelan dan mulai menyisir rambutku, "Aku akan membuatmu tampil luar biasa sehingga si pria pemimpin perusahaan seksi itu akan tertarik padamu."
Aku tertawa, "Oh dengan segala hormat, Nona. Kurasa itu tidak akan terjadi."
"Well, who knows?"
.
.
.
.
.
.
.
Mulanya kupikir aku akan menjadi staff biasa, dan siapa yang menduga kalau aku akan magang sebagai asisten dari pemimpin perusahaan?
Ini gila, luar biasa gila. Tapi saat aku menempati mejaku aku sadar kalau ini bukanlah mimpi dan aku memang benar-benar sedang menjadi asisten dari pemimpin perusahaan.
"Apa yang harus aku kerjakan?" tanyaku pada seniorku, seorang perempuan berambut coklat keemasan. Sumpah dia benar-benar terlihat seperti Barbie.
"Kau hanya perlu menyusun jadwal, menerima dokumen dan email dari seksi lain dan kantor cabang lain, dan juga membuat resume dan laporan-laporan." Seniorku menatapku, "Kurasa kau pasti bisa melakukannya, kan?"
"Ah ya, tentu saja."
"Sebentar lagi Mr. Namjoon dan Mr. Chris akan datang. Bersiaplah."
Aku mengangguk ragu, aku sekarang sudah mengetahui kalau sekretaris dari Namjoon Kim adalah Christian yang akrab disapa Chris, dia selalu datang bersama Namjoon Kim dan selalu berada di sekitarnya, dedikasinya luar biasa.
"Good morning, Sir." Seniorku yang mirip Barbie dan ternyata bernama Barbara berdiri dan menyapa Namjoon bersama Chris.
Aku ikut berdiri dengan canggung dan menyapa mereka berdua, Namjoon melirikku tapi dia tidak mengatakan apapun.
"Mrs. Seokjin Kim?"
"Ah ya!" ujarku kaget saat Chris tiba-tiba saja mengajakku berbicara.
"Aku akan memberikan training singkat padamu, perhatikan."
Aku mengangguk dan mulai memperhatikan Christian bekerja. Dia memberiku banyak pengetahuan dan langkah-langkah yang harus kukerjakan selama menjabat sebagai salah satu asisten dari Kim Namjoon.
"Siang ini ada rapat di Renaissance hotel, kau akan ikut dengan kami."
"Eh? Apa?"
"Selamat bekerja, Mrs. Seokjin."
Christian tidak memberikanku kesempatan untuk menolak ataupun mengatakan hal lainnya karena dia sudah pergi meninggalkanku.
Barbara menatapku, "Kau beruntung sekali."
"Kenapa?"
"Aku sudah bekerja sebagai asisten selama dua tahun tapi tidak pernah mereka mengajakku untuk pergi keluar untuk meeting. Kau pasti sangat berprestasi atau resumemu pasti bagus."
Aku berkedip, "Kurasa tidak juga."
Karena pekerjaan ini kuterima dengan sangat mendadak, aku memutuskan untuk membuat kopi di pantry untuk sedikit menyegarkan kepalaku. Aku mendorong pintu ke arah pantry dan membuat kopi kemudian melangkah keluar untuk kembali ke mejaku.
'A-aah..'
Aku menghentikan langkahku saat mendengar suara desahan samar, aku mengerutkan dahiku dan menatap sekeliling dan mataku tidak sengaja melihat pintu tangga darurat yang tidak tertutup rapat. Aku menggerakkan tubuhku untuk melangkah mendekati pintu itu dan suara desahan itu semakin keras terdengar.
Jemariku bergerak untuk membuka sedikit pintu tangga darurat dan aku nyaris menjatuhkan kopiku saat melihat Barbara, seniorku, tengah sibuk mendesah-desah dengan tangan memegangi kepala seorang pria yang sibuk di antara pahanya.
Aku melangkah mundur dengan shock dan tidak sengaja menabrak dada seseorang, aku berbalik dengan kecepatan cahaya dan mataku nyaris keluar dari tempatnya saat melihat Namjoon.
"Suka dengan apa yang kau lihat?" tanyanya.
Aku menggeleng panik, astaga, hari pertama magang dan sudah ketahuan saat mengintip kegiatan pribadi orang lain itu benar-benar gawat.
"Tidak perlu panik seperti itu." Namjoon tertawa kecil.
"Anda.. tidak merasa marah pada mereka?"
Namjoon mengangkat bahunya, "Kenapa harus? Seks itu kebutuhan dan sejauh ini Barbara tidak pernah menelantarkan pekerjaannya. Aku tidak peduli mereka mau melakukannya di sini, selama pekerjaan tetap selesai, aku tidak keberatan."
Aku terdiam, gigiku bergerak menggigiti bibir bawahku karena gugup.
"Kau harus bersiap, kita akan berangkat untuk rapat."
"Oh ya, baiklah!" pekikku.
Aku yang gugup mencoba melangkah namun aku tidak sengaja menabrak Namjoon lagi dan kali ini membuat kopiku jatuh, aku memekik saat tersiram air panas dari kopi. Aku memeluk tanganku di dada dan meringis sakit.
"Astaga, perlihatkan tanganmu."
"Aku tidak apa-apa."
"Perlihatkan saja!"
Dengan ragu-ragu aku mengulurkan tanganku dan Namjoon memperhatikan jemari kurusku yang mulai memerah karena tersiram air panas.
"Aku tidak apa-apa, aku akan mencari salep atau semacamnya dan.."
Aku tidak bisa menyelesaikan kalimatku karena tiba-tiba Namjoon sudah membawa tanganku ke depan mulutnya dan menjilat tepat di kulitku yang memerah.
Mataku membulat dan aku bahkan lupa caranya bernapas, astaga, seorang pemimpin perusahaan seksi sedang menjilati jemariku!
"A-apa yang.."
Namjoon mengangkat kepalanya dari tanganku dan menatap mataku yang masih membulat, "Air liur bisa menyembuhkan luka, kan?" dia menyeringai dan kurasa isi tubuhku baru saja meleleh.
Kurasa keputusanku untuk magang di tempat ini adalah sesuatu yang sangat salah.
To Be Continued
.
.
.
.
Hahaha, tadinya mau oneshoot tapi ternyata ini terlalu panjang untuk menjadi oneshoot.
Oya, setiap kata-kata dan karakter yang ada di sini itu fiksi ya. fiksi!
Aku membuatnya seperti ini karena memang ya idenya begini. Entah kenapa. Hahaha
.
.
.
Oke, review?
.
.
.
Teaser
"Aku asistennya, Kook. Asisten."
"Mana ada asisten yang diajak makan malam keluar?"
.
.
.
"Aku tidak kuat minum alkohol."
"Ya, aku bisa lihat itu."
.
.
.
"Apa yang terjadi semalam?"
"Well, tidak banyak. Kau mendorongku ke tempat tidur kemudian kau melepas pakaianmu lalu melepas pakaianku."
"Astaga.."
.
.
.
"Jungkook,"
"Ya?"
"Bunuh aku, please.."
.
.
.
"Jadi menurutmu dia adalah orang yang tepat?"
"Apa orang yang membuatku terangsang setiap waktu adalah orang yang tepat?"
See you in the next part!
