.
.
"Gomennasai, Otanjoubi Omedetou" by Aragaki Kuga
.
Disclaimer : Kuroko no basuke © Tadatoshi Fujimaki
.
Fic ini kupersembahkan untuk Jiyuu15, Otanjoubi omedetou, tomodachi : )
.
.
.
Seulas senyum tipis tersungging di bibir mungilmu kala kau berjalan santai menuju Akademi Touou. Sebuah ponsel touchscreen bertengger di salah satu tanganmu, menerima pijatan-pijatan kecil dari ibu jarimu. Kedua manikmu menilik beberapa pesan bersubjek "Happy Birthday" yang menunggu untuk dibaca. Dan yang pertama masuk antrian adalah pesan dari sepupumu, seorang remaja bersurai merah membara dengan manik heterokromianya yang khas. #Yah, kalian tau siapa itu
Masih asyik membaca, kau tidak menyadari beberapa meter di belakangmu, seorang remaja berjalan terhuyung-huyung ke arahmu. Jika dilihat sekilas, remaja itu tentu akan menciptakan image sebagai kriminal yang menyamar sebagai siswa SMA, terlihat dari seragam yang dikenakannya. Meski begitu, ponsel di tanganmu tetap menjadi pusat perhatianmu.
DUKK...
Dan titik acuan sebagai perhatian kedua manik matamu teralih ketika ada benturan keras menghampiri bahu kananmu. Ponselmu terjatuh dengan mulus dan seketika layarnya berubah gelap. Sebuah perempatan terbentuk indah di keningmu. Seseorang dengan surai dark blue dan bermanik safir baru saja menabrakmu.
"Ahomine Dakian!" Spontan saja kau melempar ponselmu yang telah rusak ke arah Aomine Daiki dan tepat mengenai kepala birunya, membuat ponselmu rusak sempurna. "Kau membuat ponselku rusak!"
Remaja berkulit tan itu menoleh dan melontarkan kata "Ha~?". Menampilkan air mukanya yang terlihat seperti zombie berjalan, wajah mengantuknya tentu saja, terlihat setetes air menggenang di pelupuk matanya.
"Kau. Merusak. Ponselku!" ulangmu menekankan di setiap katanya. Padahal ini hari spesialmu yang kau tunggu-tunggu, tapi seorang teman sekelasmu berhasil menghancurkannya.
"Bukannya kau yang merusaknya sendiri dengan melemparkannya padaku?" elak Aomine.
"Kau yang menabrakku duluan!"
"Ha~? Aku tidak ingat pernah menabrakmu."
Dan satu lagi perempatan mendarat di pipimu. "Itu karena kau terlalu mengantuk sehingga tidak sadar. Akh, aku tidak peduli! Pokoknya kau harus ganti rugi!"
"Apa? Tidak mau." Lelah berdebat, kepala dark blue Aomine menoleh dan akan kembali berjalan ketika terdengar bunyi lonceng yang nyaring.
"Lihat! Gara-gara kau kita akan terlambat!"
"Apa? Kau merusak ponselku dan kemudian menyalahkanku?"
Menghiraukan ocehanmu, dengan cepat Aomine melompat ke balik sebuah pagar. Dan kau baru menyadari pagar apa itu ketika si ace basket Touou itu melemparkan salam untukku.
"Semoga beruntung!" ujar Aomine sambil membentuk lingkaran dari ibu jari dan jari telunjuknya.
"Nani?!" Dan spontan kau menoleh ke arah gerbang yang baru saja tertutup. Oh, sial, kau terlambat untuk yang pertama kalinya. Di hari ulangtahunmu pula. Satu lagi perempatan mendarat di wajahmu sebelum akhirnya kau berjalan lesu menghampiri kerumunan siswa yang juga tidak sempat melewati gerbang sebelum tertutup.
"Awas kau, Ahomine!" Dalam hati, kau terus mengumpat orang yang telah menghancurkan sebagian kebahagiaan kecilmu. Sementara di tempat lain, sebuah bersin menghampiri Aomine.
# # #
"Jadi, hukuman apa yang kau dapatkan?"
Beberapa detik tepat setelah bel istirahat berbunyi, seorang gadis bersurai pink menghampiri bangku tempatmu duduk.
"Menulis laporan 50 kali," jawabmu sambil mendengus. "Makan siang?"
Gadis bernama Momoi Satsuki itu menggeleng. "Aku kemari untuk memberitahumu aku ada urusan dengan klub dan tak bisa menemanimu makan siang. Kau bisa bergabung dengan teman-teman yang lain?"
Kau terdiam sejenak, namun kemudian mengangguk. "Aku bisa mengatasinya."
"Baiklah, aku percaya padamu. Sebelumnya, Otanjoubi Omedetou!" ujar Momoi lagi sambil tersenyum riang, kemudian ia mengeluarkan bingkisan kecil dari jaket hijau toscanya. "Kado dariku," sebuah kedipan pun ia lemparkan.
"Arigatou, Momoi," balasmu singkat membalas senyuman sahabatmu dan menerima bingkisan itu.
Bersamaan dengan perginya Momoi, kau mengambil kotak bekal makan siangmu dan berjalan meninggalkan kelas hendak menuju atap, tempat biasanya kau makan siang bersamanya. Sambil berjalan melewati koridor-koridor sekolah, mulutmu tak henti-hentinya melontarkan umpatan-umpatan yang kau tujukan untuk seseorang yang membuatmu harus kehilangan ponsel dan menulis laporan lantaran terlambat. Kata-kata seperti "Ahomine sialan!" atau "Awas kau Dakian!" terus menemani sepanjang langkahmu.
Dan perjalananmu berujung pada sebuah pintu yang tidak asing bagimu. Tanganmu terulur memutar kenop pintu sebagai akses keluar masuk atap sekolahmu, membukanya dengan sedikit kasar, membayangkan seandainya pintu itu adalah seorang Aomine Daiki. Angin berhembus menampar wajahmu bersamaan ketika kau membuka pintu itu.
Kau menghempaskan pantatmu dan menyandarkan punggungmu pada pagar pembatas. Rasa kesal masih saja menghantui pikiranmu.
"Awas saja kau Ahomine! Kalau ketemu, kau pasti akan aku-"
"Akan kau-?"
Dan spontan kau terperanjat mendengar suara yang tak asing tertangkap gendang telingamu. Tak jauh dari tempatmu duduk, orang yang sedari tadi ingin kau lenyapkan hidupnya itu sedang tiduran di tempat yang lebih tinggi darimu, menyandarkan kepalanya diantara kedua tangannya yang sengaja melipat menyangga kepalanya.
"APA YANG KAU LAKUKAN DISINI?!" teriakmu kencang seolah-olah suaramu tidak akan sampai telinganya jika kau tidak berteriak.
Jari kelingking si remaja bermanik safir itu mengorek sebelah telinganya. "Apa maksudmu? Aku yang duluan disini, kau tahu?"
Menghiraukan gertakan deret-deret gigimu serta rasa kesalmu yang makin menimbun, kau langsung membalikkan tubuhmu membelakangi Aomine. Tanpa pikir panjang kau langsung membuka kotak bekalmu dan memakannya. Tentu kau tidak ingin terlambat lagi mengikuti pelajaran hanya karena masalah sepele dengan seorang Aomine.
"Hei-" panggilan Aomine sama sekali tidak ingin kau gubris. "Aku penasaran dengan lanjutan kata-katamu tadi. Kau ingin melakukan apa jika bertemu denganku?"
"Bukan urusanmu!" sahutmu dengan mulut penuh dengan nasi.
"Tidak baik, lho, berbicara sambil makan," sela Aomine lagi. "Sekarang, kan, kau sudah bertemu denganku. Jadi, kau ingin melakukan apa terhadapku?"
Malas dengan ocehannya, kau memilih untuk tetap melanjutkan makan tanpa membalasnya lagi. Namun sepertinya nasib tidak memihakmu karena tiba-tiba sebuah tangan berkulit tan terjulur memelukmu dari belakang.
"Na-ni-" ucapmu terbata-bata.
Aomine menenggelamkan kepalanya di perpotongan lehermu. Dan beberapa detik kemudian ia kembali mendongak. "Ukuran dadamu tidak lebih besar dari Mai-chan."
Sontak saja sebuah perempatan besar mampir di wajahmu, dan saking syoknya, kotak bekal yang kau pegang kini terlepas dari genggamanmu dan tengkurap di antara kakimu.
"Are~ kenapa kau menjatuhkannya? Terkejut?" ucap Aomine dengan nada jahil.
Tanganmu bergetar sambil kedua manikmu menatap nanar bekalmu yang berceceran di tanah. Tidak hanya satu, beberapa perempatan mulai bermunculan di kening serta beberapa bagian di kepalamu. Secepat kilat kau berdiri, membelakangi Aomine yang masih berjongkok di belakangmu.
"Celana dalammu kelihatan," celetuk Aomine tanpa dosa.
DUAK...
Langsung saja secara reflek kakimu menghampiri wajah tan Aomine, memberi bekas merah di pipinya dan membuatnya merintih kesakitan.
"Itte... Apa yang kau lakukan, baka!"
"HARUSNYA AKU YANG BERKATA BEGITU!" teriakmu meredam rintihan Aomine. Terlihat wajahmu memerah menahan kesal. "Apa kau belum puas sudah merusakkan ponselku dan menumpahkan bekalku di hari ulangtahunku, hah?! Lalu sekarang kau mau melakukan pelecehan padaku? Kau sengaja menghancurkannya, ya? AKU SANGAT MEMBENCIMU, AHOMINE!"
Dan kedua kakimu melangkah cepat, berlari, meninggalkan Aomine yang entah sedang apa sekarang di atap. Tak peduli dengan kotak bekalmu yang masih tertinggal di atap, pokoknya kau tidak mau lagi bertemu muka dengan si Dakian itu. "Ahomine memang Aho!" umpatmu berkali-kali setiap kau menapakkan kakimu.
.
.
To be continued
.
.
.
(A/N)
Apa ini?
Hontou ni gomennasai, Kuga merasa fic ini sungguh gaje.
Fic ini kupersembahkan untuk my tomodachi : ) Otanjoubi omedetou
Tapi maafkan aku jika fic ini bukan tandingan fic mu -_- Mungkin ficku terlalu sederhana... dan apa alurnya terlalu cepat?
Thanks for reading,
Kuga
