Hallo minna, aku balik lagi dengan fic baru..Haha.. Maaf ya fic yang lama belum sempet di update coz datanya ilang semua dari laptop ku, dan aku gak punya copyannya, di flasdisk ku juga gak ada karna waktu itu aku yang ngapus sendiri #gubrak

Cerita ini adaptasi dari film Taiyou No Uta, tapi gak sama-sama banget kok, banyak yang aku bikin beda *mungkin*. Oia, chapter ini masih prolog. Maaf ya kalo pendek dan banyak misstyponya.(_ _)


Bleach © Tite Kubo

Taiyou No Uta © Bandou Kenji

.

.

Warning: OOC/Typo(s)/Abal/Gaje

Don't Like Don't Read!

.

.

~Prologue~

.

.

Ichigo POV

"Oi Renji, aku pulang duluan!" seruku pada Renji dan langsung meninggalkan gerombolan temanku yang sedang berkumpul dipekarangan rumah Renji.

Aku melihat jam, sekarang pukul 19.13, sudah telat 13 menit dari waktu yang telah ditentukan oleh si jenggot itu untuk berada dirumah. "Agh, kenapa sih si jenggot itu menetapkan peraturan bahwa tidak boleh pulang lewat dari jam tujuh malam?" gerutuku kesal di sepanjang jalan.

Saat aku melewati stasiun, aku mendengar suara petikan gitar dan suara nyanyian –yang sangat merdu. Aku menghampiri asal suara tersebut dan melihat seorang gadis yang sedang bernyanyi sambil memetik gitarnya. Aku benar-benar terperangah dibuatnya, aku terpesona oleh suaranya, permainan gitarnya dan juga…wajahnya.

Wajahnya amat manis, dia terlihat seperti err…anak SD? Tapi, ya ampun! Dia terihat begitu berkilau dimataku, baru pernah aku merasakan hal seperti ini pada orang lain. Saat aku hendak menghampirinya lebih dekat tiba-tiba…

DRRTTDRRTT

Ponselku bergetar, siapa sih yang menggangguku disaat seperti ini?

Akupun mengambil ponselku dan menengangkat telpon tersebut.

"Nii-chan, cepat pulang! Ayah sudah mencarimu sejak tadi!" seru seseorang di seberang sana, yang tak lain adalah Yuzu –salah satu adik kembarku.

"Huh, iya. Sekarang aku sedang di stasiun, sebentar lagi juga sampai rumah. Bilang pada si jenggot itu jangan mengkhawatirkanku seperti bayi." tukasku dan langsung menutup ponselku. Niat untuk menghampiri gadis itu aku urungkan, mungkin besok kami bisa bertemu lagi disini.

.

.

At Kurosaki Household

"Tadaima!" seruku saat membuka pintu rumah dan sebuah serangan mendadak dari ayahku muncul –yang bisa kuhindari dengan mudah dan sukses membuatnya tersungkur di lantai.

"Hebat juga anakku." katanya sambil mengelap darah yang keluar dari hidungnya.

Aku tak memperdulikan ayahku yang agak sinting itu, aku terus saja berjalan, hingga saat di ruang keluarga aku melihat Karin dan Yuzu sedang menonton acara televisi.

"Okaeri Ichi-nii." seru kedua adikku bersamaan.

"Hn."

"Nii-chan, kau lapar? Kalau mau makan akan segera aku siapkan." tawar adikku –Yuzu.

"Tidak usah Yuzu, aku tidak lapar. Aku mau langsung mandi saja." tolakku lembut, dan akupun menaiki anak tangga menuju kamarku yang berada dilantai dua.

Setelah aku memasuki kamarku, aku langsung menjatuhkan diri pada ranjangku yang empuk. Kupejamkan mataku, dan munculah ingatan beberapa waktu lalu tentang gadis di stasiun yang membuat perasaanku menjadi tak karuan, padahal aku baru saja bertemu dengannya, mengobrolpun belum pernah.

Wajahnya begitu manis, rambutnya hitamnya yang tertiup hembusan angin bagai benang sutra, mata violetnya yang indah, jari-jarinya yang memetik gitar dengan lincah, dan suaranya yang menentramkan jiwa. Ah, semua hal tentannya membuat aku gila.

"Apa ini yang disebut cinta pada pandangan pertama?" tanyaku entah pada siapa.

Aku kembali memejamkan mataku dan rasa kantuk mulai merayapi tubuhku yang lelah, lalu akupun tertidur dengan bayangan wajahnya yang memenuhi kepalaku.

.

.

Normal POV

Seorang gadis sedang duduk disebuah taman stasiun, dipangkuannya terdapat sebuah gitar bermerek 'Fender'. Dia memetik senar gitarnya dengan lincah, mulutnya pun tak hanya diam, dia melantunkan sebuah lagu yang amat indah.

Saat ia berhenti bernyanyi, tiba-tiba ada sebuah tepukan tangan untuknya. Gadis itupun menoleh kesumber suara Didapatinya seorang laku-laki paruh baya yang memakai topi garis-garis bersama dengan seorang dua orang anak kecil yang kira-kira berumur dua belas tahunan.

"Bagus sekali Rukia-chan. Bravo!" seru sang lelaki.

"Terima kasih Urahara-san." balas sang gadis itu –Rukia.

"Semakin lama, suara Rukia-san semakin merdu saja." puji gadis kecil disamping pria paruh baya tersebut.

"Ya benar kata Ururu." sambung anak lelaki berambut merah di samping gadis kecil tersebut.

"Terima kasih Ururu-chan, Jinta-kun." Rukia menyunggingkan senyuman termanisnya pada dua penggemar kecil setianya.

"Tumben sekali jam segini Rukia-chan sudah muncul, biasanya kan sekitar jam sembilan baru datang tapi sekarang baru jam delapan sudah bernyanyi disini?" tanya Urahara sedikit heran.

"Tadi aku kabur dari rumah. He. He." jawab Rukia polos.

"Kau itu memang suka sekali kabur ya Rukia-chan." sindir Urahara.

Rukia hanya tersenyum dan menggosok-gosok tengkuknya –menyadari kebiasaan buruknya tersebut.

"Rukia-san, ayo bernyanyi lagi. Aku ingin mendengar nyanyianmu." pinta Ururu.

"Hn, Ok. Kali ini aku akan membawakan lagu yang baru beberapa hari ini kuselesaikan, judunya It's Happy Line." seru Rukia dengan semangat. Ketiga orang yang melihatnyapun ikut tersenyum.

.

.

Kira-kira pukul empat pagi, Rukia memasukan gitarnya kedalam boxnya. Dia kemudian berdiri dan menepuk-nepuk celana deninnya yang sedikit kotor karena duduk tanpa beralaskan di atas jalan. Setelah dirasa celananya bersih, Rukia segera melangkahkan kakinya meninggalkan stasiun –menuju rumahnya.

Jalanan yang dilaluinya masih sangat sepi –terang saja karena sekarang masih pagi buta. Orang-orang masih tertidur dibawah selimut mereka yang hangat.

Langkah Rukia terhenti disebuah rumah yang mewah. Dia membuka gerbang rumah tersebut dan berjalan melewati taman yang indah, tapi karena sekarang cahaya penerangannya hanya berupa cahaya bulan dan lampu taman maka keindahan taman yang dipenuhi bunga tersebut tidak bias dinikmati oleh indra penglihatan.

"Okaeri." seru Rukia saat membuka pintu dengan kunci cadangannya, lalu mengunci pintu itu kembali.

Suasana rumah tersebut sangat sunyi dan gelap karena penghuninya sedang terlelap nyenyak. Rukia menaiki anak tangga lalu menuju kamarnya dan menaruh gitarnya disamping ranjangnya yang berukuran Queen Size. Rukia merasa amat lelah dan langsung merebahkan dirinya diatas ranjangnya yang emuk dan nyaman tersebut, matanya pun segera terpejam. Namun sebelum dia benar-benar terlelap, bibir mungilnya bergumam.

"Oyasuminnasai."

TBC…


Gimana? Ceritanya aneh bin jelek ya? Sepertinya tulisanku emang makin jelek aja *pundung*, oia aku skarang masih dalam semi-hiatus. Mungkin bulan depan udah bener-bener aktif lagi soalnya udah mulai libur. Haha

Jangan lupa tinggalin jejak di kotak RIVIEW ya…

Adieu~