...
Baby Chapter 1
Kuroko No Basuke
Genre : Family aja
Rate : Teen
Warning : M-Preg! Banyak typo bertebaran!
...
AkashixKuroko
AominexKise
MurasakibaraxHimuro
MidorimaxTakao
...
Seperti bapak-bapak pada umumnya, Akashi Seijuro kini tengah meminum kopi paginya ditemani sebuah koran bisnis di tangannya. Iapun juga ditemani oleh sesosok makhluk mungil yang merangkak kesana kemari di bawahnya, membuat Akashi harus lebih waspada.
"Sei-kun, bisa suapin Haru-chan?" Kuroko datang dari dapur dengan semangkuk kecil makanan yang entahlah Akashi tak tak tahu apa itu.
Tanpa menunggu jawaban orang yang dimintainya tolong, Kuroko langsung saja kembali menuju dapur. Meletakkan mangkuk kecil yang sekali lagi Akashi tak tahu apa itu di atas meja tempat kopi Akashi berada.
Akashipun melipat koran bisnisnya, meletakkannya di bawah meja bersama dengan majalah-majalah dan koran-koran bisnis lainnya. Sekarang tinggal mencari orang yang akan disuapinya.
Akashi menunduk, tak ada seorangpun dibawah meja ataupun di bawahnya. Iapun berjalan menuju dekat TV, menunduk di bawahnya, ya kali-kali nyelempit disitu. Tapi tetap nihil, tak ada seorangpun disana.
"Haru-chan, kau dimana?" akhirnya Akashi mengeluarkan suaranya juga. Tak ada yang menyahutinya, tapi tetap saja Akashi memanggil nama itu berkali-kali.
Setelah lima menit berlalu, Akashi akhirnya menemukannya. Sebenarnya bukan Akashi menemukannya, tapi sosok itu sendiri yang datang padanya.
"Kemana saja, Haru-chan?" tanya Akashi sambil meraup sosok itu, membawanya ke tempatnya semula untuk mengambil mangkuk yang dari tadi diabaikannya dan berjalan menuju ruang makan.
Setelah duduk di kursi tinggi kecilnya, sosok yang dipanggil Haru itu mulai merengut. Dengan rasa kebapakkannya yang sangat minim itu, Akashi langsung saja mememasang bib bayi pada leher Haru, kemudian menyodorkannya sesendok yang entah keberapa kalinya Akashi tak tahu apa itu.
Haru tetap menutup mulut mungilnya, bahkan ia memalingkan kepalanya ke arah lain, pokoknya tidak memandang Akashi.
"Apa? Haru-chan nggak mau makan? Ya sudah biar Papa yang makan" tanpa belas kasih, Akashi menyingkirkan mangkuk makanan Haru di belakangnya.
Haru tetap diam, ia malah memainkan bib bayi yang terpasang di lehernya. Akashi memasang wajah berpikir, memikirkan cara agar Haru mau makan, dan juga memikirkan kenapa Haru tak mau makan.
Setelah berpikir sesaat, Akashipun membuat keputusan. Diletakkannya kembali mangkuk kecil itu di atas meja makan, kemudian memusatkan pandangannya ke arah kepala kecil yang tak mau menatapnya itu.
Dengan sedikit pemaksaan, kedua pasang mata yang hampir mirip itu akhirnya saling bertatapan.
"Kenapa Haru-chan tidak mau makan?" tanyanya dengan nada lembut.
Dengan jawaban absurd, Harupun menjawabnya, membuat Akashi merutuk dalam hat karena dengan bodohnya ia bertanya pada seorang bayi. BAYI. Bagaimana bisa Akashi mengerti apa maksudnya coba?
Akashi Miharu, atau sering dipanggil Haru, bayi tujuh bulan yang memiliki kulit putih nan mulus, rambut merah menyala, serta mata heterokrom, satu merah dan satunya lagi biru langit. Aneh? Memang.
Ditengah-tengah tatapan antar dua pasang mata itu, datanglah Kuroko sang penyelamat bagi Akashi dengan satu piring besar di amsing-masing tangannya.
"Ada apa, Sei-kun?" tanyanya sambil meletakkan piring berisi makanan itu di atas meja.
"Haru-chan tidak mau makan, kenapa ya?" tanyanya bingung.
Kurokopun ikut-ikutan menatap sepasang mata kecil nan lebar itu dengan mata biru langitnya.
"Memangnya Sei-kun tidak memberinya mainan?" tanya Kuroko karena tak mendapati apapun di tangan mungil Haru.
Akashi menggeleng masih tetap pada raut wajah bingungnya, "Memangnya kenapa?" tanyanya.
"Haru-chan kan kalau makan harus memegang mainan, Sei-kun. Pantas saja dia tidak mau makan" jawab Kuroko santai.
Masalah selesai. Dengan sebuah mainan bebek kecil di tangannya yang juga kecil, Haru membuka mulutnya yang lagi-lagi kecil itu.
...
.-.
...
.-.
...
Murasakibara memakan snack kentangnya dengan santai di ruang tengah. Selagi menunggu masakan Himuro matang, ia bertugas menjaga Kei.
Murasakibara Kei, bayi tujuh bulan dengan rambut sebahu dan wajah yang sangat manis, rambut ungu dan mata hitam pekat, serta sebuah anda lahir di bawah mata kirinya. Siapa yang menyangka jika bayi cantik nan manis nan imut itu sebenarnya adalah laki-laki. Dilihat dari manapun, bayi itu menyerupai perempuan, apalagi Himuro selalu menguncir sedikit bagian rambutnya dengan kuncir rambut warna ungu. Jika tidak begitu, Himuro memasangkan jepit rambut ataupun bando dengan warna yang senada dengan warna rambutnya. Katanya memanfaatkan rambutnya yang lumayan panjang untuk ukuran laki-laki.
"Kei-chin mau?" tanya Murasakibara karena Kei menatapnya dengan sangat intens.
Keipun mengambil keripik kentang yang Murasakibara sodorkan padanya. Menatapnya sebentar sebelum memasukkannya ke mulut kecilnya.
"Enak kan? Ini snack yang Papa-chin suka lho" ujar Murasakibara tanpa dosa.
Merasakan sensasi baru di lidahnya, bayi bergigi satu itupun kembali memasukkan keripik kentang itu ke mulutnya setelah tadi di keluarkannya.
"Kalau mau lagi, bilang Papa-chin saja" ujar Murasakibara sambil kembali memakan keripik kentangnya.
Dua Murasakibara itu larut dalam sensasi snack berbahan kentang dengan tenangnya, menimbulkan rasa curiga yang sangat di benak orang yang tengah sibuk di dapur.
"Sepi sekali. Apa mereka tidur ya?" gumam Himuro pelan.
Karena sangat curiga, Himuropun berniat mengintip sebentar saja. Ingin tahu apa yang dilakukan dua orang beda generasi itu.
"ATSUSHI! APA YANG KAU BERIKAN PADA KEI-CHIN?!" dengan semangat ibu-ibu yang membara, Himuropun berlari menuju ke TKP.
Dari kejauhan Himuro tak tahu apa yang dipegang oleh Kei, tapi setelah mendekat ia tahu benar apa yang ada di mulut bayi itu.
"Jangan dimakan, Kei-chin! Ini bukan makanan Kei-chin" Himuro merampas sisa keripik kentang tak berdosa itu dan meletakkannya di tangan besar Murasakibara.
Himuro menatap tajam ke arah Murasakibara yang meamakan sisa snack di tangannya, "Bisa kau jelaskan, Atsushi?" tanyanya penuh penekanan.
Kei yang memang pada dasarnya tenang itu tak ikut campur sama sekali, ia turun dari sofa dan merangkak menuju tempat mainnya yang tak jauh dari situ.
"Jadi tadi Kei-chin minta, dan aku memberinya" jelas Murasakibara sangat singkat dan sangat tidak jelas menurut Himuro.
"Hanya itu? Bagaimana cara Kei-chin meminta keripik kentangnay?" tanya Himuro yang masih tidak terima.
"Oh, itu tadi Kei-chin menatap keripik kentang dengan tatapan ingin, jadi aku memberinya satu" jawab Murasakibara santai.
Himuropun mengangguk paham, marahpun percuma menurutnya, jadi ia hanya akan memberikan nasihat saja kepada orang di depannya ini.
"Kei-chin belum boleh makan makanan kita, Atsushi. Dia masih belum bisa mencernanya dalam tubuhnya. Jadi kau tidak boleh lagi memberinya makanan selain yang kuberikan padanya. Berlaku juga untuk minuman, hanya susu bayi saja" nasihatnya sabar. Himuro berasa mengurus dua bayi sekarang.
"Oh begitu. Tat-chin bilang dong kalau tidak boleh" kini Murasakibara malah balik menyalahnkan Himuro.
Himuro hanya mengangguk saja, "Maaf, kupikir kau sudah tahu" ujarnya pasrah.
Masalah selesai. Murasakibara tidak berani lagi memberikan sesuatu yang dilarang oleh Himuro ke Kei.
...
.-.
...
.-.
...
Midorima menonton TV dengan tenang, acara Oha-Asa akan dimulai sebentar lagi. Sambil menunggu Takao memasak, dia menyempatkan diri menonton acara kesayangannya.
"Lucky item Cancer untuk hari ini adalah botol susu bayi" perempuan yang ada di TV itu mengumumkannya.
Dan klik. Dengan acak, sosok kecil itu menekan-nekan remote TV yang menyebabkan layar TV hitam pekat. Tawa langsung saja bergema di seluruh penjuru rumah itu, tawa cempreng pastinya.
"Nao, apa yang kau lakukan-nanodayo?" tanyanya dengan nada geram yang ia tahan.
Tawa itu berhenti dan Naopun menyerahkan kembali remote yang dipegangnya ke Midorima. Rupanya Midorimapun tak tahu sejak kapan remote itu ada di tangan Nao.
Bayi hiperaktif itu kemudian turun dari sofa dan merangkak menuju sebuah boneka kura-kura yang lebih besar dari ukuran tubuhnya itu. Dengan berteriak sangat kencang, akhirnya Midorimapun mendekat dan membantu Nao naik ke atas boneka kura-kura itu.
'Memang sejak kapan ada boneka kura-kura-nanodayo?' batin Midorima kesal.
Midorima Hinao, bayi yang lagi-lagi berumur tujuh bulan, dengan rambut hijau dan mata lentik yang hitam pekat. Wajahnya sangat manis dan tentunya sekali lagi sayangnya bayi ini berjenis kelamin laki-laki. Memiliki sifat suka berteriak dan tidak bisa diam, sama persis seperti salah satu orang tuanya.
Midorima dengan sabar memegangi tubuh mini itu dengan sebelah tangannya, sedangkan tangan lainnya mendorong boneka kura-kura itu agar berjalan.
Tak sampai lima menit, Nao sudah bergerak ingin diturunkan, memang tingginya memang tidak seberapa sih. Ia kembali merangkak, dan kini ia menuju ke atas sofa lagi, membuat Midorima kembali mengikutinya.
Ah, rupanya Nao hanya mengambil botol susunya dan segera meminumnya dengan lahap.
"Habis?" Midorima menerima sodoran botol kosong yang Nao berikan padanya.
Nao dan Midorima sama-sama diam. Midorima tak tahu apa maksud bayi itu yang hanya menatapnya dan botolnya secara bergantian.
"Apa?" tanya Midorima.
Nao kembali merebut botol kosong miliknya, kemudian membawanya dengan merangkak entah bagaimana caranya. Di belakangnya tak lupa Midorima mengikutinya tentunya dengan berjalan pelan, bukan ikut-ikutan merangkak.
"Ke dapur?" tanya Midorima yang entah keberapa kalinya.
Nao tetap menyeret tubuhnya ke sesosok yang tengah berdiri di depan kompor. Di tariknya kuat celana panjang yang dikenakan sosok itu.
"Eh!"
Sontak saja Takao, sosok yang berdiri di depan kompor, kaget karena ada yang menarik celananya. Iapun berbalik dan mendapati Midorima berdiri di belakangnya dengan menjaga jarak.
"Ada apa, Shin-chan?" tanyanya bingung. Ia kira yang menarik celananya adalah Midorima yang sebenarnya sama sekali tak melakukan apapun itu.
"Bukan aku-nanodayo" jawab Midorima sambil menunjuk ke bawah.
Takaopun mengikuti apah tunjukan Midorima, dan tersenyum gemas mendapati sosok berambut hijau yang memegang botol susu itu.
"Nani? Nani?" tanya Takao setelah meraup sosok mungil itu.
Dengan teriakan super kerasnya, Nao memberikan botol kosongnya ke Takao.
"Habis ya? Mama buatkan lagi kalau begitu" ujar Takao seakan paham dengan apa yang Nao inginkan.
Masalah selesai. Ternyata Nao masih haus dan meminta susu lagi. Hanya itu.
...
.-.
...
.-.
...
Aomine menatap jam dinding yang melekat di dinding. Kemudian mengecek ponselnya, kali saja ada yang menghubunginya. Dan selama beberapa saat, Aominepun bergelut dengan ponsel di tangannya, melupakan sosok yang seharusnya menjadi pusat perhatiannya kini.
"Wawaawawawa" Aya mengoceh sangat panjang untuk ukuran bayi sepertinya. Ia seakan bercerita pada boneka bebek lumayan besar yang di pangkuannya.
Aomine Ayane, terkesan seperti nama perempuan memang, tapi untuk kesekian kalinya, bayi ini berjenis kelamin laki-laki. Memiliki warna kulit putih bersih, rambut biru tua, serta mata yang senada dengan warna rambutnya. Wajahnya terkesan cool untuk ukuran bayi, tapi mulutnya seakan tak bisa diam dan terus saja mengoceh sangat panjang.
"Pelankan suaramu Aya" ternyata bukan hanya itu saja, suaranya juga lumayan keras sehingga mampu mengalihkan perhatian Aomine dari ponselnya.
Tak menanggapi peringatan yang diberikan padanya, Aya melanjutkan ceritanya yang entah apa itu ke boneka bebeknya.
"Aya, Papa mau telpon sebentar. Bisa pelankan suaramu?" Aomine yang tiba-tiba mendapat panggilan segera menyela cerita Aya.
Dan sekali lagi Aya tak memperdulikan sama sekali ucapan Aomine yang sebenarnya ia tak mengerti maksudnya.
"Halo?" Aomine sedikit mengeraskan suaranya.
"..."
"Iya, sudah saya terima. Tapi ada yang kurang menurut saya"
"..."
"Saya sudah menerimanya dan ada yang kurang menurut saya" ulang Aomine.
"..."
"SAYA SUDAH MENERIMANYA DAN ADA YANG KURANG MENURUT SAYA" ulang Aomine lagi kini dengan berteriak.
Mendengar Aomine berteriak, Ayapun meninggalkan boneka bebeknya dan merangkak mendekati Aomine. Dengan susah payah dia naik ke atas sofa dan duduk di pangkuan Aomine, duduk menghadap ke arahnya.
"Maaf, tadi anak saya bicara keras sekali" ucap Aomine tulus.
"..."
Selagi mendengar ucapan orang di sebrang telpon, Aomine menutup mulut kecil bayi yang mau mengeluarkan suaranya itu.
"Iya, nanti kita bicarakan lagi di kantor" ujar Aomine setelah itu menutup sambungannya.
"Nyayayayanya" suara keras itu kembali bergema setelah Aomine melepaskan tangannya dari mulut kecil itu.
Kise muncul dari dapur dengan membawa sebotol susu berisi susu hangat untuk Aya.
"Kenapa Dai-cchi?" tanya Kise sambil ikut duduk di samping Aomine.
Botol susu itu sudah diambil alih oleh pemiliknya, yang langsung saja meminumnya dengan lahap.
"Apa Aya tidak bisa diam sebentar saja? Suaranya sangat keras menurutku" jawab Aomine jujur.
Kise tertawa keras, ia tak kuat melihat raut wajah Aomine yang entah bagaimana mendeskripsikannya itu. Ia tahu Aomine kesal tapi tidak bisa marah ke Aya.
"Biarkan saja dia bicara keras" sahut Kise santai setelah tawanya berhenti.
"Tapi, aku tadi lagi Telpon, Ryota" ujar Aomine tak terima.
Kise merogoh saku bajunya, mencari sesuatu tentunya.
"Berikan ini saja biar dia diam, atau kasih susu saja" ujar Kise santai seraya memberikan mainan karet yang kecil.
Aomin menerimanya dengan terharu. Akhirnya dia menemukan cara untuk membuat Aya diam. Masalah selesai.
...
.-.
...
.-.
...
RnR please...
