Hutan yang temaram, sejuk, dan sunyi. Sebuah ketenangan yang mempesona jika saja tak ada anak perempuan yang berjalan di sana, menuju kematiannya. Rambut pirangnya yang dikepang dua berantakan dan wajahnya takut tapi mantap, seolah ia telah menempuh hal yang lebih mengerikan dari ini. Ia berhenti, terdiam seolah menunggu. Mendadak, ia menjerit.

Mataku terbuka dan aku menjerit. Jeritan yang sama dengan gadis itu.

Gadis itu aku.

Aku segera menutup mulutku agar tidak membangunkan Katniss. Aku menoleh, cemas jika aku membangunkannya. Tapi dari sosoknya yang tampak jauh lebih muda, aku tahu dia masih terlelap. Kupandangi wajahnya yang damai. Dia selalu tampak lebih tua setidaknya 5 tahun. Namun dalam tidur ia seolah kembali menjadi 16 tahun usianya. Aku mencium pipinya, lalu beranjak ke tempat tidur ibuku. Seperti biasa, Buttercup, kucingku yang manis (walaupun Katniss menyebutnya kucing paling jelek di dunia) langsung bangun dari lantai dan duduk di lututku. Aku merasa tenang, bergelung di sebelah ibuku dengan Buttercup di pangkuanku, melupakan sejenak bahwa besok siang adalah Hari Pemungutan.

Saat aku terbangun, Katniss sudah pergi berburu dan ibuku sedang menjahit. Aku bangkit dan mendekatinya. Tampaknya ia sedang menjahit baju lama Katniss untuk kupakai pada Hari Pemungutan pertamaku. Menyadari bahwa ini Hari Pemungutan, aku langsung cepat-cepat pergi mandi agar sudah siap saat jam 2 nanti. Terlambat pada Hari Pemungutan dianggap sebagai kejahatan di sini. Ya. Kejahatan. Aku sama sekali tak melebih-lebihkan. Kami hidup di Distrik 12, di bagian wilayah miskin yang dijuluki Seam, dimana setiap paginya jalan disesaki para penambang batu bara yang sedang menuju tempat kerja memulai shift pagi. Namun di Hari Pemungutan jalan-jalan yang hitam karena sisa arang tampak kosong. Daun-daun jendela di rumah-rumah kelabu kecil tampak tertutup, sementara pemiliknya, pria dan wanita dengan bahu-bahu bungkuk dan buku-buku jari yang bengkak, entah sedang bersih-bersih atau tidur lagi karena sudah berhenti berusaha mencungkil sisa-sisa lapisan arang batu bara yang terselip di antara kuku mereka yang patah atau di garis-garis wajah mereka yang cekung, merasa lebih baik tidur lagi selagi masih bisa. Untungnya Pemungutan akan berlangsung kira-kira 6 jam lagi.

Kadang, di saat aku sendirian seperti ini, aku merasakan apa yang Katniss dan semua orang rasakan: getir. Distrik 12 yang miskin, yang membuat kelaparan dan kematian adalah pemandangan sehari-hari, dan orang-orang lanjut usia adalah orang yang patut diberi selamat. Sementara orang-orang yang menguasai negara kami, Panem, dari kota nun jauh di sana yang bernama Capitol, hidup enak dan kekhawatiran terbesar mereka adalah tampak tidak cantik. Saat aku kecil Katniss biasa menyuarakan ini, membuat ibuku ketakutan setengah mati, takut aku mendengarnya dan mengulangnya ke orang-orang, yang akan membuat kami tertimpa semakin dalam tertimpa masalah. Tapi aku tak bodoh. Walau masih muda aku sudah mengerti hidup kami yang sulit. Hanya saja aku tak seberani Katniss sehingga aku tampak tak berdaya.

Selesai mandi, kukeringkan tubuh dan rambutku lalu kupakai baju yang dipakai Katniss pada Pemungutannya yang pertama: rok dan blus dengan rimpel berkerut-kerut. Kusisir dan kukepang rambut pirangku yang semakin tampak cokelat karena hidup sulit di Seam. Tapi aku senang karena itu artinya aku makin mirip anak-anak Seam. Rambutku yang pirang dan mataku yang biru tampak salah tempat di Seam yang semua penduduknya berambut hitam dan bermata kelabu. Aku mendapatkannya dari ibuku, yang dulunya adalah anak pemilik toko obat dari Area Pedagang di mana para orang yang lebih kaya dari Distrik 12 tinggal, yang semuanya berambut pirang dan bermata biru. Ibuku pergi dari sana setelah menikah dengan ayahku yang penduduk asli Seam, yang sangat dicintainya sehingga saat ia meledak berkeping-keping dalam ledakan tambang lima tahun lalu, ibuku seolah ikut mati bersamanya sehingga Katniss-lah yang menjadi tulang punggung keluarga kami. Katniss masih belum bisa memaafkannya. Tapi aku mengerti bahwa ada hal-hal di dunia ini yang tak bisa diatasi dengan mudah, seperti depresi yang dialami ibuku setelah kematian ayahku. Karena kadang-kadang ada kejadian yang menimpa seseorang dan mereka tidak siap menghadapinya. Katniss pun masih terbangun sambil berteriak pada ayahku agar lari dari tambang meskipun aku tidak. Aku tak terlalu ingat karena umurku baru 7 tahun waktu itu.

Pikiran itu menghantamku ke kenyataan. Umurku 12 sekarang dan ini Pemungutan pertamaku. Meskipun aku takut bahwa aku yang akan terpilih nanti, kepanikanku hampir seluruhnya tercurah pada Katniss. Sistem pemungutan ini sebenarnya tidak adil, karena orang miskin seperti kami mendapat kemungkinan terburuk dari pemungutan ini. Namamu disertakan saat kau berulang tahun ke-12. Pada tahun itu namamu dimasukkan 1 kali. Pada umur 13, namamu dimasukkan 2 kali. Dan begitu seterusnya sampai umurmu 18, tahun terakhir kau bisa ikut pemungutan, saat namamu 7 kali masuk ke undian. Itulah yang terjadi pada semua warga negara di 12 distrik di Panem.

Tapi ada yang lebih parah dari itu. Jika kau miskin dan kelaparan seperti kami, kau bisa memasukkan namamu lebih banyak untuk ditukar dengan tessera. Setiap tessera bisa ditukar dengan persediaan gandum dan minyak sekadarnya untuk 1 orang selama setahun. Kau juga bisa melakukan ini untuk anggota keluargamu yang lain. Karena itulah penduduk Seam dan Area Pedagang seringkali kurang (bukannya tidak pernah) akur, karena sangat mengesalkan bahwa orang-orang kaya tak perlu menukar tessera. Katniss sudah memasukkan namanya 4 kali saat berusia 12 tahun. Dan karena setiap tahun nama yang dimasukkan bersifat kumulatif, jadi nama Katniss dimasukkan 20 kali dalam undian tahun ini, disaat umurnya 16 tahun. Sahabat Katniss, Gale, yang berusia 18 tahun dan menafkahi keluarganya yang terdiri atas 5 orang selama 7 tahun malah akan memasukkan namanya 42 kali tahun ini. Meskipun demikian Katniss melarangku menukar tessera, yang kusetujui dengan perasaan lega bercampur khawatir.

Aku sudah siap berangkat saat Katniss kembali membawa hasil buruannya dan beberapa barang dari Hob, pasar gelap di Distrik 12. Setelah menaruh barang-barangnya ia langsung mandi lalu berpakaian dengan salah satu gaun indah milik ibuku, peninggalan dari masa ketika dia bekerja di toko obat. Aku mengagumi kecantikannya saat ibuku mengeringkan rambutnya dan mengepangnya (yang tak pernah ibuku lakukan terhadapku sekarang, dan aku tidak mengeluh), lalu menggelungnya ke atas.

"Kau tampak cantik," ujarku dengan suara berbisik, pertama kalinya aku bicara di hari ini.

"Dan sama sekali tidak mirip diriku," jawabnya. Lalu ia memelukku, menenangkanku sambil berkata, "Bukannya kau yang tampak cantik?"

"Aku harap aku mirip denganmu," kataku sambil berusaha tersenyum.

Katniss tersenyum sedih."Oh tidak. Akulah yang ingin tampak sepertimu. Tapi sebelum itu," ia berkata sambil memasukkan blusku yang masih kebesaran ke dalam rok, "masukkan ekormu, Bebek Kecil."

Aku tergelak dan berkata pelan, "Kwek."

"Kwek sendiri sana," sahutnya sambil tertawa kecil, lalu mencium puncak kepalaku dengan cepat. "Ayo, kita makan."

Semua makanan yang dibawa Katniss disimpan untuk nanti malam agar makan malam nanti jadi istimewa. Kami minum susu Lady, kambingku, dan makan roti kasar dari gandum tessera. Namun tampaknya tak satupun dari kami yang masih punya nafsu makan.

Pada pukul 1, kami menuju alun-alun, salah satu dari sedikit tempat di Distrik 12 yang bisa jadi tempat menyenangkan. Hari itu semua toko di sekitar alun-alun tutup, menimbulkan suasana suram di udara. Semua orang datang karena kehadiran kami di sini wajib, kecuali kau dalam keadaan sekarat. Setelah orang-orang mendaftar dan masuk tanpa bicara, pemuda-pemudi berusia 12 sampai 18 tahun digiring menuju area yang sudah dibatasi berdasarkan usia. Yang berusia 12 tahun seperti aku berada di barisan belakang. Anggota-anggota keluarga berkerumun di dekat garis batas, dan tempat ini menjadi semakin sempit karena semakin banyak orang yang datang.

Aku berdiri di antara teman-temanku dari Seam. Kami saling mengangguk dan berpegangan tangan, lalu memusatkan perhatian kami pada panggung non-permanen di depan gedung pengadilan. Ada 3 kursi di sana. 2 di antaranya diisi oleh Mayor Undersee–wali kota di Distrik 12 yang jangkung dan mulai botak, dan Effie Trinket, wanita heboh yang dikirim langsung dari Capitol untuk menjadi pengiring Distrik 12, lengkap dengan seringainya yang putih menyeramkan, rambut bergaya afro berwarna merah jambu, dan pakaian hijau cerah. Kursi yang satunya masih kosong.

Ketika jam kota menunjukkan tepat pukul dua, sang wali kota melangkah ke podium dan mulai membaca. Kisah yang sama setiap tahunnya. Sejarah Panem, negara yang muncul dari sisa-sisa tempat yang dulunya bernama Amerika Utara, yang hancur karena berbagai bencana. Hasilnya adalah Panem, berpusat di Capitol yang bersinar dikelilingi 13 distrik. Kemudian tiba Masa Kegelapan, gejolak kebangkitan perlawanan distrik terhadap Capitol. 12 distrik dikalahkan dan distrik ke-13 dimusnahkan. Perjanjian Pengkhianatan memberi kami undang-undang baru untuk menjamin perdamaian, dan sebagai pengingat (atau lebih tepat disebut hukuman) setiap tahunnya agar Masa Kegelapan tidak terulang lagi, Capitol memberi kami Hunger Games.

Peraturan Hunger Games sebenarnya sedernaha. Masing-masing distrik harus menyediakan 1 anak laki-laki dan perempuan, yang disebut Tribute, yang berarti sukarelawan, namun bisa berarti upeti atau penghargaan. Nama yang ironis sebenarnya, mengingat bahwa mereka dipaksa ikut dan bukannya sukarela untuk dijadikan sebagai harga atas pemberontakan 75 tahun lalu sehingga aku dan Katniss lebih suka menyebut mereka sebagai peserta. 24 peserta akan dipenjara di arena luar yang sangat luas selama beberapa minggu untuk bersaing. Membunuh atau dibunuh. Peserta terakhir yang masih hidup adalah pemenangnya. Dan yang terburuk, kami harus menontonnya. Awalnya aku tidak mengerti untuk apa Games ini dilakukan. Sekarang aku sadar bahwa pesan dari mereka sangat jelas: kami semua berada di bawah belas kasihan Capitol.

Aku nyaris tidak memperhatikan Pak Wali Kota membacakan nama-nama para pemenang dari Distrik 12. Distrik 12 hanya memiliki 2 pemenang dan hanya 1 yang masih hidup: Haymitch Abernathy, lelaki gendut setengah baya, yang baru saja datang ke panggung. Ia mabuk, teler berat. Orang-orang menyambutnya dengan bertepuk tangan. Tapi ia cuma tampak bingung dan memeluk Effie Trinket erat-erat, membuat wanita itu menjerit dan berkutat melepaskan diri. Hal ini membuat Wali Kota kesal karena kejadian ini ditayangkan di seantero Panem, dan tentu saja membuat kami menjadi bahan tertawaan. Jadi ia buru-buru menarik perhatian kembali ke acara Pemungutan dengan memperkenalkan Effie Trinket.

Effie akhirnya berhasil mengenyahkan Haymitch, menjejakkan kaki ke podium dan menyampaikan salamnya yang terkenal, "Selamat mengikuti Hunger Games! Dan semoga keberuntungan selalu berpihak kepadamu!" kemudian ia berceloteh tentang betapa terhormatnya ia bisa berada di sini, walaupun semua orang tahu itu bohong. Terutama setelah Haymitch mempermalukannya di depan sepenjuru negeri.

Waktunya menarik undian. Effie Trinket mengucapkan, "Ladies first!" dan berjalan menuju bola kaca yang berisi nama anak perempuan, yang didalamnya ada 20 nama Katniss Everdeen dalam tulisan tangan yang indah. Ia mengulurkan tangan, mengaduk-aduk ke dalam bola kaca, dan menarik selembar kertas. Kerumunan massa menahan napas. Hening, dan di antara keheningan itu aku mengucapkan dalam hati, "Jangan Katniss, jangan Katniss, jangan Katniss."

Saat Effie membacanya, memang bukan Katniss.

Tapi aku, Primrose Everdeen.