Sang gadis berambut gelap itu pun mulai membuka sebuah album yang sudah mulai usang dimakan usia. Sambil menyantap penganan ringan yang telah disiapkan oleh asisten rumah tangganya, ia memperhatikan satu per satu foto yang ada di album tersebut. Terlihat dalam salah satu foto yang ditaruh di awal album, Anak-anak yang sedang tersenyum bersama teman-temannya saat bermain di sebuah lapangan yang dekat dari rumahnya pada saat itu. Tanpa gadis itu sadari, dia ikut tersenyum ketika melihat foto tersebut.

Membuka halaman album selanjutnya, tampak lagi sang anak yang sedang berpose. Pose yang sungguh mencerminkan anak-anak seusianya. Menampilkan cengiran dengan gigi yang tampak bolong di salah satu bagian karena menunjukkan masa pertumbuhan gigi pada usianya, dengan baju overall yang sedikit kebesaran, dan sedang memegang sebuah mainan, figure super hero kah? Gadis tersebut bahkan ragu kalau anak-anak di era milenium ini tahu karakter superhero yang dipegang olehnya. Mungkin gadis itu akan menanyakan hal tersebut kepada salah satu teman kakaknya yang memang hingga saat ini masih mengikuti berbagai macam karakter superhero dari seluruh dunia, Rock Lee.

Melihat foto selanjutnya, ah, mata pucatnya tertuju kepada seseorang yang pernah menjadi seseorang yang ia sukai saat masih kecil. Sang gadis teringat kalau dia baru saja bertemu dengannya pada saat resepsi pernikahan salah satu teman lamanya dan dia menyadari bahwa orang yang ia sukai memang tampan, tapi perasaan tersebut sudah menghilang entah ke mana. Namun tetap saja gadis itu selalu malu ketika sedang berhadapan dengan pria tersebut, meski sudah tidak ada rasa karena pada dasarnya dia memang gadis yang cukup canggung untuk berbicara dengan pria manapun.

Perhatiannya yang pada saat itu tertuju pada kumpulan foto yang terdapat pada album usang tersebut harus dihentikan ketika ponsel pintarnya memberikan notifikasi singkat. Setelah mengecek ponselnya, gadis itu menghela nafasnya kasar. Hal semacam ini bukan sekali dua kali terjadi, dia sudah sering, sangat sering bahkan, untuk menghadapi hal semacam ini. Tanpa menutup notifikasi ponsel tersebut, dia mulai bersiap-siap untuk menemui seseorang.

Dari layar ponselnya tampak pesan seperti ini:

Uchiha Sasuke

Hinata, aku butuh bantuanmu, sekarang!


Membuat Uchiha Itachi Menangis

chapter 1

Sebuah fiksi ringan dengan menggunakan karakter Naruto

Naruto © Masashi Kishimoto

Perhatian: AU. OOC. Bahasa Indonesia tidak baku, tidak menggunakan istilah bahasa Jepang sama sekali. Bukan cerita yang harus dibaca dengan serius.

no plagiarism. Cerita ini berasal dari ide yang mendadak muncul di otak saya.

Kalau ada kemiripan dengan salah satu cerita yang ada di FFn, hanya kebetulan saja. Untuk latar tempat dan lain-lain, saya bebaskan kepada pembaca.


"Kamu pasti sedang melihat-lihat foto yang ada di album usangmu itu ya, Hinata?"

Sebuah kalimat yang diucapkan dengan intonasi yang sangat menyebalkan itu adalah kalimat pertama yang diterima oleh gadis bermata pucat itu ketika tiba di ruangan yang luasnya hampir sama dengan ruang keluarga yang terdapat di rumah tradisional keluarga Hyuuga

"Jadi kali ini, apa yang harus aku lakukan, Sasuke?"tanpa memedulikan pertanyaan, yang entah kenapa lebih terkesan sebagai pernyataan, yang dilontarkan oleh sang pria, Hinata justu bertanya balik dengan tegas.

"Hei, jawab dulu pertanyaanku apa susahnya?"

"Kamu juga seenaknya mengganggu waktu senggang yang akhirnya bisa aku peroleh. Kurasa kau harus segera menjelaskan apa yang harus aku bantu. Dan ya, aku memang sedang melihat album usangku." Gerutu sang gadis sambil menyamankan dirinya di salah satu sofa yang ada di ruangan tersebut.

"Kamu selalu saja melihat album usang tersebut. Ada apa sih? Kalau memang ada masalah, ceritakan saja padaku. Mungkin aku bisa bantu," Ujar Sasuke singkat 'dan meski kamu lagi libur tetap saja kamu datang ke sini. Baik sekali deh' tambah sang pria dalam hati.

'Klise sekali' batin Hinata. "Nanti aku cerita tapi sekarang tolong jelaskan apa yang harus aku lakukan di sini?"

"Baiklah, kamu cukup membaca dengan detail apa yang tertulis di kertas ini," ujar Sasuke sambil menyerahkan sebuah kertas yang berisi apa yang harus dilakukan oleh Hinata.

Sekadar informasi, Sasuke dan Hinata telah menjadi teman sejak masih kecil. Tidak hanya mereka berdua, bersama dengan lainnya, seperti Shikamaru, Naruto, Sakura, Kiba, Shino, Chouji, dan Ino, mereka selalu menghabiskan waktu bersama ketika luang. Hal tersebut masih tetap dilakukan bahkan hingga saat ini, ketika usia mereka sudah nyaris seperempat abad.


Sambil menyesap teh yang telah tersaji, Hinata bertanya "Kamu mau bayar aku berapa untuk semua yang tertera di sini?"

"Hn."

"Aku tidak butuh 'hn'-mu, Uchiha. Dengan harga yang biasa kamu 'bayar' padaku, hal tersebut hanya setara dengan setengah halaman yang harus aku kerjakan." Ujar Hinata dengan perasaan yang gemas seakan ingin mencubit Sasuke dengan sepenuh tenaga.

"Kamu tidak akan sendirian. Kali ini kamu akan melakukan hal tersebut dengan semua teman masa kecil kita dan teman baiknya 'dia'. Wajar kalau aku hanya 'membayar' seperti biasa" balas Sasuke datar. "Maafkan aku, ini permintaan mutlak ayah dan ibuku. Aku tidak bisa menolaknya. "

Hinata terdiam, netranya menatap Sasuke dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Gadis itu memang sudah lama tidak bertemu dengan teman masa kecilnya karena kesibukannya sebagai seorang anggota unit khusus kepolisian yang terfokus pada pemberantasan kejahatan di lingkungan masyarakat. Sang gadis sudah terkenal di antara teman-temannya maupun di kantor dengan pekerjaanya yang cekatan, rapi dan tanpa terdeteksi oleh lingkungan sekitarnya. Berkat penampilannya yang terlihat lemah lembut dan memberikan aura nyaman, dia selalu mudah mendapatkan informasi yang cukup penting tanpa dicurigai sekitarnya.

Sebenarnya Hinata memang sudah terbiasa dengan permintaan yang cukup aneh dan sulit dipahami orang awam dari teman antiknya yang satu ini. Namun, apa yang tertulis di kertas yang telah diberikan Sasuke bukanlah hal yang mudah. Sang gadis sangat tahu, bahkan Sasuke, orang yang membutuhkan bantuan Hinata pun, sadar kalau hal tersebut akan sulit karena mereka harus mempersiapkan sesuatu yang membutuhkan strategi dan harus peka dengan keadaan sekitar karena orang yang harus ditangani adalah orang yang memang sangat jenius dan peka terhadap sekitar. Hinata hanya bisa menghela nafas. Ia tahu ini akan sulit karena orang yang harus 'ditangani' sudah mengenal Hinata dengan baik. Entah itu kelebihan maupun kekurangannya dalam kehidupan sehari-hari maupun kehidupan pekerjaannya karena kebetulan orang ini juga yang terkadang menjadi rekan kerjanya.


"Sasuke"

"Hn?"

"Kamu sudah menghubungi yang lain?"

"Belum."

"Terus?"

"Kamu aja yang menghubungi mereka."

"Ya ampun, Sasuke!"

"Apa?" balas Sasuke santai sambil mengambil sebuah kotak yang telah diisi potongan tomat segar dari kulkas di sudut ruangan dekat tempat Sasuke duduk.

"Kamu berharap aku yang menghubungi mereka semua?"

"Hn."

"Sasukeeeeeeeeeeee. Serius nih."

"Tenanglah Hinata," sambil mengunyah potongan tomat pertamanya, "ahu hudah minta Hikamaru untuk menghubungi yang lainnya ."

"Habiskan dulu makanan di mulutmu. Kamu ngomong kayak gitu gak cocok banget sama penampilanmu yang keren" ujar Hinata dengan suara yang semakin lama semakin mengecil.

"Apa?"

"Lupakan. Ngomong-ngomong ini serius? 'Membuat Uchiha Itachi menangis.' Paman sama Bibi kok tumben sih?" cerocos Hinata.

Sambil memakan potongan tomat yang kesekian, "Mereka kangen lihat Itachi kecil," jawab Sasuke santai.

Sang gadis kemudian teringat satu hal. Itachi memang tidak pernah terlihat menangis dalam keadaan apapun Bahkan nonton film sesedih apapun ekspresi Itachi biasa aja. Orang yang paling disegani di unit Hinata, Yahiko dan Nagato, pas nonton film Hachiko nangisnya lebay banget, Hinata pun ikut sedih tapi Itachi sama sekali tidak berekspresi.

"Terus semua rencana ini harus kita laksanakan? Aku tak yakin Kak Itachi akan menangis dengan segala rentetan rencana yang kau bu…."

"Makanya aku butuh bantuan kamu, HI-NA-TA," timpal Sasuke tanpa membiarkan Hinata menyelesaikan kalimatnya. "yang lainnya juga sih."

"Baiklah, baiklah. Kamu mungin tak percaya tapi aku juga agak penasaran bagaimana wajah kakakmu saat menangis."

"Bagus. Itu mempermudah aku menyelesaikan permintaan ibu dan ayah. Mohon kerja samanya, Hinata! Setelah ini ayo kita kumpul dengan yang lain"

Tanpa bersuara, Hinata mengacungkan ibu jari kanannya ke hadapan Sasuke sebagai tanda 'Oke.'


Di suatu ruangan yang penuh dengan layar, di waktu yang bersamaan Itachi mendengarkan semua percakapan Sasuke dan Hinata.

"Gawat. Aku harus segera menyusun rencana juga…." Ujar Itachi pelan, sambil menghela nafas.

*bersambung*


*catatan author*

Halo semuanya, saya sedang mencoba membangun mood untuk menulis sebuah cerita singkat bersambung.

Semoga suka dengan ceritanya. (Semoga lucu aja ceritanya soalnya mencoba membuat fiksi dengan genre Humor)

Ditunggu masukan dan kritiknya :3

Kuis: ada yang tahu kelemahan Itachi sebenarnya apa?

Terima kasih sudah membaca!

Zei.