Oneshot

.

YOU BELONG WITH ME

.

Sehun menghabiskan dua minggu bersama Luhan.

Dua minggu yang membawanya pada kesimpulan, bahwa Luhan dan dirinya memang seharusnya ditakdirkan untuk bersama.

Seharusnya.

.

Happy reading!

.

Dia melihat pria berjas itu berusaha menahan sang wanita yang menggunakan dress manis, berusaha menghentikannya yang hendak pergi dengan amarah meluap.

"Hei, aku minta maaf, okay?" sang pria berambut coklat berhasil meraih tangan sang wanita berambut hitam panjang, membuat sang wanita berubah arah menghadap dirinya. "Tolong, jangan marah"

Malam itu cukup dingin. Angin malam yang sejuk berhembus beberapa kali, tetapi aura pertengkaran sang pria dan wanita seperti tidak membuat siapapun di sana merasa dingin.

Suasananya panas dan mencekam bagaikan neraka. Setidaknya itu yang dia pikirkan, melihat sang pria berusaha untuk mendapatkan maaf dari sang wanita.

Sang wanita manis dengan make-up tipis itu dengan kasar melepaskan jemari yang menggenggam lengannya. "Aku sudah terlalu banyak mendengar itu, Luhan!"

Dia mengepalkan tangannya, bukan karena akhirnya kedinginan. Dia hanya merasa terganggu dengan apa yang baru saja didengarnya. Kalau begitu apa maumu?

"Yang kali ini benar-benar keterlaluan!" wanita itu semakin meninggikan suaranya. Wajahnya juga semakin memerah. "Aku benar-benar tidak tahan lagi dengan dirimu!"

Kenapa kau harus semarah itu?

Luhan –sang pria– hanya bisa menatap sepasang mata yang berkilat marah itu dengan menyesal. "Aku tahu, aku akui aku salah. Maafkan aku. Kita sudahi dulu, ya?"

Wanita itu mendecih. "Aku muak mendengar kata maafmu."

Dan aku muak melihat wajahmu.

"Ta–"

"Terserahmu. Aku pergi" potong wanita itu sambil berlalu menjauh dari Luhan, yang hanya bisa menghembuskan napas pasrah sambil melihat punggung kekasihnya yang semakin mengecil.

Ya, pergilah sejauh mungkin dari Xiao Lu.

Dia melihat Luhan yang kini berbalik, menghadap ke arahnya, dan Luhan melemparkan senyuman kecil untuknya –senyuman untuk meyakinkan dirinya bahwa Luhan sendiri baik-baik saja dan apa yang baru saja dia lihat bukan apa-apa– setelah penampakan wanita itu tidak lagi terlihat. Dia menggaruk surai coklatnya. "Ugh, kurasa bukan sebuah perkenalan yang berjalan lancar?"

"Kau tidak melakukan hal yang salah, hyung" suara datarnya dia keluarkan, gatal untuk mengeluarkan isi hatinya sedari tadi. Keinginan untuk membela Luhan yang baru saja ditinggalkan oleh kekasihnya itu sejujurnya kuat, sayang dia tahu dia tidak boleh ikut campur, maka dari itu dia diam saja. "Sangat disesalkan kekasihmu memiliki pendapat lain"

Luhan hanya tertawa kikuk. "Mungkin tidak sebenar itu, jika sampai dia marah"

Dia menghela napas. "Tapi sepertinya dia sering marah karena dirimu"

Luhan menggigit bibirnya, terdengar memikirkan secara serius pernyataannya. "Mungkin karena usia kita berbeda cukup jauh, pemikiran kita berbeda" ucapnya memberi alasan, meski terdengar setengah ragu.

"Itu hanya beberapa tahun dari perbedaan usia kita, hyung" balasnya datar dengan muka bosan. Berhenti membelanya, Xiao Lu.

"Haaaahhh" Luhan mengacak-acak rambut coklatnya. "Sudahlah, kita lanjutkan makan malamnya saja, kuharap besok kami sudah seperti sedia kala"

Dia tidak membalas lagi, hanya mengikuti Luhan yang mulai berjalan, dia berjalan di samping Luhan. Dan pasti kalian akan bertengkar lagi besoknya karena masalah yang sama, seperti siklus yang tidak ada akhirnya.

"Padahal kau susah payah datang menemuiku di tengah-tengah aktivitasmu yang padat. Aku benar-benar minta maaf kau harus melihat yang tadi, Sehun"

Dia –Sehun– tersenyum. Mengusak rambut Luhan dengan telapak tangannya yang besar –atau mungkin terlihat besar hanya karena Luhan secara keseluruhan lebih kecil darinya. "Tidak apa, hyung, yang penting aku bisa bersamamu"

Luhan membalas senyuman Sehun. Mata rusa indah itu kini menyipit, menampilkan kerutan di ujungnya, tetapi tidak mengurangi keindahannya. "Aku juga senang akhirnya kita bisa bertemu lagi, Sehun"

Sehun merangkul Luhan, dan mereka mulai membicarakan hal-hal lainnya. Apapun, selain mengenai kekasih Luhan, yang tidak ingin Sehun dengar sama sekali.


Malam ini Sehun berada di kamar hotel mewah tempat dia menginap selama di Tiongkok. Suara lagu barat mengalun dari telepon genggamnya yang berada di sampingnya.

Dia beristirahat setelah puas menjalani hari ini dengan menyenangkan. Senyum mau tidak mau terbentuk dari bibirnya jika mengingat-ingat kembali kejadian-kejadian hari ini. Mungkin tepatnya tiga hari ini, selama dia berada di Tiongkok.

Sudah tiga hari dia berada di sini. Tiga hari dilaluinya bersama Luhan. Bersama, mereka berdua mengunjungi banyak tempat dan melakukan banyak hal seru meskipun mereka harus melakukannya dengan penyamaran ekstra dan sangat berhati-hati agar tidak tertangkap kamera.

Tiga hari penuh dengan kebahagiaan –minus ketika si rusa berpikir membawa kekasihnya di hari pertama mereka bertemu adalah hal yang akan membuat Sehun bahagia, dan, jangan lupa bagaimana pertemuan itu tidak berakhir dengan baik.

Keheningan menyambut sejenak karena lagu barat yang tadi dimainkan sudah berhenti. Lagu berikutnya kemudian terputar.

Lagu yang Sehun sangat hapal sekali. Lagu solonya yang pertama, Go.

Sehun menatap langit-langit kamar hotelnya yang didesain dengan indah. Dia kembali mengingat momen di saat dirinya memperdengarkan lagu ini ke Luhan –Luhan adalah yang pertama.

Luhan memberikan pujian kepada Sehun. Dia bilang dia menyukainya, dan Sehun hanya tersenyum saat itu. Dia tahu Luhan akan menyukainya karena selera musik mereka sama.

Sehun bahkan mengerahkan segala fokusnya untuk membantu proses pembuatannya dan dia berusaha keras untuk bisa ikut menulis liriknya. Dia bersemangat sekali karena dia akhirnya bisa membuat lagu seperti impiannya dengan Luhan. Impian mereka berdua sejak mereka masih berstatus trainee; membuat lagu sesuai dengan selera mereka berdua.

Pria kelahiran 1994 itu ingat, mereka berdua, yang merasa bisa memanfaatkan SM yang juga berusaha memanfaatkan kedekatan mereka untuk menjadi asupan para penggemar, berpikir untuk mengajukan ide sub-unit kepada SM nanti ketika EXO sudah besar. Mereka akan membuat lagu-lagu yang mereka sukai.

Meskipun sub-unit itu tidak terwujud sepenuhnya, Sehun merasa senang karena impian mereka untuk membuat lagu yang mereka gemari terwujud dengan caranya sendiri-sendiri.

Mengingat tentang impian bersama Luhan, senyuman Sehun yang tadi terbentuk secara natural menghilang perlahan-lahan. Pria yang sudah tumbuh menjadi pria dengan bahu yang lebar dan proporsi tubuh yang indah itu lalu teringat dengan satu impian, yang masih berhubungan dengan Luhan, yang belum terwujud sampai sekarang.

Sehun bahkan tidak yakin dia bisa mewujudkannya dengan keadaan yang sekarang ini.

Menghela napas, Sehun mengambil telepon genggamnya, yang langsung menampilkan wajah pemilik hatinya ketika dihidupkan kembali layarnya.

"Apakah kau benar-benar mencintainya?" tanyanya pada orang yang menjadi wallpaper telepon genggamnya itu. "Apakah kau benar-benar bahagia bersama dengannya?"

Iris mata yang biasanya tajam itu kini menampilkan kesedihan, keraguan, dan keputusasaan. "Aku lebih lama mengenalmu. Kita berlatih bersama. Kita debut bersama. Kita pernah tinggal di dorm yang sama. Aku tahu cerita-cerita tentangmu yang dia tidak tahu"

"Apakah dia mengajakmu membeli americano? Atau bubble tea? Apakah dia memiliki selera musik yang sama dengan kita?"

"Apakah... dia mencintaimu sebesar aku mencintaimu, Xiao Lu?"

Dia merasa sakit hanya dengan mengingat impiannya untuk bisa berbahagia, berdua, menjalani hidup sampai akhir hayatnya bersama pujaan hatinya, Luhan.

Impian yang harus dia kubur dalam-dalam.


Sehun ingat di malam ke lima dia berada di Tiongkok, dia bermimpi mengenai Luhan. Tidak mengejutkan, seharusnya, karena Luhan sudah berada di mimpinya sejak sebelum hari-hari mendekati debut. Hari-hari ketika dia sadar dan mengakui pada dirinya sendiri bahwa dia menyukai Luhan.

Namun, mimpi kali ini berbeda. Mimpi kali ini mengejutkan Sehun karena kehadiran seseorang yang sudah lama tanpa sadar mengganggu kebahagiaan Sehun.

Di mimpi itu, pria itu menggunakan kaos santai yang dulu sering dia kenakan semasa SMA. Dia duduk di bangku penonton, di depannya terpampang lapangan hijau dengan dua buah gawang di sisi kanan dan kirinya.

Matahari bersinar terang. Di lapangan sepak bola itu ada beberapa anak dengan seragam olahraga, sedang bermain dengan penuh semangat. Tawa, teriakan, dan umpatan mereka terdengar jelas sampai di bangku penonton tempat Sehun duduk.

Sehun sempat hendak bertanya kenapa dia berada di sini sebelum mata hitamnya melihat Luhan berada di antara anak-anak itu. Dengan senyuman manisnya, pemilik iris indah seperti rusa itu mengoper bola kepada salah satu rekan satu timnya.

Sehun tersenyum melihat apple hair Luhan yang membuatnya semakin manis seperti senyuman pria rusa itu. Senyum Sehun semakin lebar melihat pipi Luhan yang memerah karena terbakar matahari maupun semangatnya sendiri.

Luhan benar-benar manis.

Mungkin, jika ditanya kenapa Sehun mencintai Luhan, Sehun bisa menjawab karena Luhan manis sebagai alasan.

Sejujurnya saja, pria asli Korea Selatan itu tidak mengerti kenapa dia mencintai Luhan.

Di hari-hari menjelang debut mereka, Sehun hanya sadar bahwa yang dia rasakan kepada Luhan adalah cinta. Rasa hangat dan nyaman ketika bersama Luhan, keinginan untuk terus bersamanya dan melihat senyumnya, rasa tidak suka ketika anggota grup EXO lain dekat dengan Luhan. Sehun hanya bisa menafsirkannya sebagai cinta, tetapi tidak bisa melihat alasan kenapa dia bisa memilikinya, kenapa harus Luhan, dan kapan tepatnya dia mulai mencintai pria berdarah Tiongkok itu.

Rasa itu hanya semakin menguat sampai Sehun merasa harus mengerti sebenarnya apa yang dia rasakan.

"GOLLLLL!"

Sehun tersadar dari lamunannya, yang sudah dia lakukan sedari tadi selama memandangi Luhan, karena mendengar teriakan kompak beberapa orang. Dia bisa melihat Luhan tersenyum, jelas sekali menunjukkan bahwa grupnya baru saja berhasil membobol gawang lawan.

Sehun ikut tersenyum lebar dengan perasaan ikut berbahagia yang membuncah. Sesungguhnya sampai dia hendak berdiri sambil bertepuk tangan. Namun, dia segera mengurungkan niatnya. Perasaan ikut berbahagianya pun lenyap, menguap entah ke mana.

Ini semua karena Sehun mendapati pandangan mata penuh cinta dan harap Luhan yang terpantul di kedua iris rusanya.

Pandangan mata, yang Sehun rela menukar apapun yang dimilikinya untuk mendapatkan pandangan mata itu, itu bukan untuknya.

Sehun menelusuri arah pandangan mata itu. Pandangan itu jatuh ke gerombolan wanita dengan rok mini, membawa pom-pom, dan sedang berteriak dengan suara melengking mereka. Kelompok pemandu sorak yang sepertinya sedang berlatih.

Senyuman lenyap dari wajah Sehun. Sehun bahkan tidak tahu ekspresi seperti apa yang terbentuk pada wajahnya.

Di sana, di antara wanita-wanita pemandu sorak itu, ada sosok wanita itu dengan rambutnya yang diikat tinggi.

Luhan melihat wanita itu dengan senyuman memuja, sedangkan wanita itu asyik memberi arahan dan aba-aba kepada yang lainnya.

Dan di bangku penonton, ada Oh Sehun yang melihat Luhan. Ada Oh Sehun yang bertanya-tanya kapan Luhan akan melihatnya sama seperti ketika dia melihat wanita itu sekarang ini.

Sehun ingat dia terbangun dengan perasaan sesak sampai dia meneteskan air mata. Sehun ingat dia mencoba bernapas, tetapi yang keluar hanyalah hembusan terengah-engah.

Mimpi itu benar-benar membuat suasana hatinya memburuk sampai dia tidak bersemangat menjalani hari keenamnya bersama Luhan. Sehun merasa bersalah karena Luhan terus berusaha memperbaiki moodnya.

Kendati demikian, Sehun tetap tidak bisa berhenti bertanya kepada Sang Pencipta kapan Luhan akan mencintainya seperti dia mencintai Luhan.

Itu membuatnya sakit dan akhirnya dia memutuskan kembali ke hotel, menyudahi acaranya bersama Luhan yang sebenarnya sudah direncanakan untuk berlangsung lebih lama.

Pemilik mata rusa itu khawatir, tetapi, Sehun tidak merasa senang.

Karena Sehun tahu sekhawatir apapun Luhan pada Sehun, perasaan mereka tidaklah sama.


Sebagian besar penduduk Tiongkok mestinya sudah terlelap sekarang ini. Mungkin hanya yang terkena insomnia, yang masih memiliki pekerjaan menumpuk yang harus diselesaikan, atau yang memang bekerja selarut ini, yang masih terjaga.

Mereka-mereka itu ditemani oleh dua anak manusia yang kini berada di taman kecil, tempat anak-anak biasa bermain dan beberapa orang berjogging di sore hari. Dua insan ini tidak terkena gangguan pola tidur, pun tidak memiliki pekerjaan yang harus diselesaikan. Mereka hanya sedang berbincang dengan seru.

Tepatnya lagi, salah satu di antara mereka hanya tersenyum senang melihat yang lain berceloteh dengan berapi-api, menceritakan rangkaian syuting yang dia lakukan hari ini. Sesekali sang pendengar yang lebih muda ini akan menyela, memberikan komentar, atau hanya menggoda yang lebih tua.

Sehun, sang pendengar, tertawa ketika Luhan baru saja menceritakan adegan lucu di mana grup lawan Luhan di Keep Running melakukan kesalahan yang menghibur. Luhan ikut tertawa, baik karena mengingat kejadian itu sendiri atau karena berhasil membuat Sehun tertawa.

Hati Sehun menghangat mendengar melodi indah yang paling dia sukai. Melodi tawa dari pujaan hatinya.

Matanya menatap si pemilik hati dengan penuh cinta.

Seharusnya seperti ini, batin Sehun masih menatap Luhan, Seharusnya kau selalu tertawa seperti ini. Aku menyukainya Xiao Lu. Sangat menyukainya

Yang ditatap akhirnya sadar pendengarnya sudah berhenti tertawa. Sayang, yang ditatap hanya menangkap garis pandang dan senyumannya, tidak dengan perasaannya. Luhan hanya tersenyum lebar usai tertawa bermaksud membalas Sehun yang tersenyum kepadanya.

"Kau berkali-kali lipat lebih memesona jika kau tertawa, hyung" Sehun bertutur jujur. "Kalau kata Lufan, senyummu bisa menjadi terang di dunia yang gelap ini"

Luhan kembali tertawa. Tertawa geli karena ucapan Sehun. Dia tidak pernah mendengar ada penggemarnya yang beranggapan bahwa dia dapat menerangi seluruh dunia dengan senyumannya. "Apa-apaan itu?"

"Hei, aku setuju dengan mereka!" meskipun ikut tertawa bersama Luhan, Sehun benar-benar serius dengan perkataannya. Sehun hanya berharap Luhan percaya bahwa dia memiliki senyum dan tawa yang menawan.

Tawa keduanya akhirnya berhenti. Namun, mereka masih saling bertukar pandangan.

"Terima kasih, Sehun" akhirnya Luhan memecah keheningan. "Aku benar-benar merasa baik sekarang"

Pria berdarah Korea itu tersenyum, ikut senang karena Luhan sudah tidak bersedih lagi. Namun, di dalam hati Sehun merasa kesal jika mengingat seseorang yang tadinya sudah berani membuat Luhan bersedih.

Baru beberapa hari Luhan dan kekasihnya akhirnya berdamai, hari ini mereka harus bertengkar lagi. Sang wanita dan juga kedua orangtuanya menuntut Luhan untuk menjadi apa yang keluarga itu inginkan. Calon menantu yang memenuhi kriteria pria baik-baik yang sudah lazim menjadi standar seorang pria di Tiongkok.

Jangankan Luhan, Sehun saja tidak mengerti. Apakah memperlakukan anaknya dengan baik, mencintainya sepenuh hati, dan berusaha membahagiakannya tidak cukup? Apakah Luhan benar-benar harus memenuhi kriteria pria baik-baik yang kuno dan seharusnya sudah tidak relevan lagi itu?

Sehun juga hanya tidak mengerti. Apa yang sebenarnya Luhan lakukan dengan memegang erat hubungan tidak sehat seperti itu?

Apakah Luhan mencintai wanita itu sebesar itu sampai dia tidak apa senantiasa merasa sakit?

Sehun tahu apa jawabannya, tetapi dia tidak mau memikirkannya.

Dia hanya ingin menggenggam tangan Luhan, mengajaknya berjalan-jalan sekedar menikmati malam berdua.

Dan itulah yang Sehun lakukan.

Sehun hanya ingin Luhan bahagia lebih lama sebelum pria yang lebih tua empat tahun darinya harus menghadapi kekasihnya lagi.


Orang-orang berkata, bahwa level tertinggi sebuah cinta adalah merelakan dia berbahagia bersama dengan orang lainnya.

Sehun terkadang merasa bahwa dia sudah mencapai level itu.

"Aku tidak menyangka hanya tinggal 3 hari kita bersama..."

Sehun bisa melihat Luhan yang –entah mengapa– menunduk, mengaduk-ngaduk Americanonya.

"...tetapi kau sibuk dan aku juga. Kita tidak bisa selalu bersenang-senang bersama kan, ya?"

Sehun bisa merasakan kedua tangannya yang mengepal di bawah meja tempat mereka berdua sedang menyeduh kopi hangat mereka.

"Kau masih ingat masa-masa trainee kita, Sehun?"

Sehun tetap diam. Dia mengerti Luhan tidak benar-benar bertanya kepadanya.

"Waktu malam hari aku bersedih karena komentar-komentar orang yang mengatakan EXO adalah kegagalan terbesar SM dan aku pergi ke kamarmu..."

Sehun tersenyum kecil. Tentu saja aku ingat, Xiao Lu. Aku tidak pernah melupakan satu waktu pun ketika aku bersamamu. "Kau tidak hanya bersedih, hyung, kau nyaris menangis"

Luhan mendongak hanya untuk menunjukkan wajah geramnya yang manis kepada Sehun. "Aish, iya-iya, pokoknya waktu itu"

Terkekeh, Sehun memutuskan untuk menyudahi acara menggoda Luhan dan membiarkan pria rusa itu melanjutkan apa yang hendak dia katakan. "Hm, lalu?"

"Lalu kau menghiburku"

Sehun hanya bisa tersenyum tulus membalas senyuman hangat Luhan yang memancarkan rasa terima kasih. "Lalu sejak saat itu pun kau selalu menghiburku, Sehun. Aku sangat bersyukur bisa bertemu denganmu. Aku selalu bisa tertawa lepas dan puas jika bersamamu, aku..."

Perasaan Sehun bergejolak, apalagi melihat Luhan seperti hendak menangis. Jangan menangis, Xiao Lu. "Kenapa kau menjadi melankolis seperti ini?"

Luhan tertawa kecil sambil menggelengkan kepalanya, air matanya mengering karena Sehun yang mengacaukan suasana yang sudah terbentuk. "Kau benar-benar menyebalkan. Tidak bisa membaca suasana"

Sehun hanya melemparkan tawa kecil.

Menutupi jantungnya yang tidak beraturan tanpa terkendali.

Jangan menangis, Xiao Lu, atau aku akan mengungkapkan perasaan yang kusimpan rapat-rapat ini kepadamu.

Orang-orang berkata, bahwa level tertinggi sebuah cinta adalah merelakan dia berbahagia bersama dengan orang lainnya.

Sehun terkadang merasa bahwa dia sudah mencapai level itu.

Namun, jika Luhan mengatakan dia merasa bahagia bersama dengan Sehun seperti ini, Sehun takut dia akan menjadi egois dan memaksa Luhan untuk bersamanya.

Sehun tahu, bahwa tempat Luhan adalah berada di sampingnya. Sehun mengerti Luhan, Sehun tidak akan menyakiti Luhan.

Namun, Sehun juga tahu bahwa tempatnya sebagai orang yang mengerti Luhan adalah menghargai keputusan Luhan dan menunggu sampai Luhan membalas perasaannya.


"Ini hari terakhir dan aku bahkan tidak bisa mengantarmu ke bandara..."

Sehun menggenggam kedua bahu di depannya dengan lembut. "Apa kau tahu sudah berapa kali kau mengatakan itu, hyung?"

Luhan mendengus geli. "Aku benar-benar tidak tahan denganmu, Sehun"

"Baru beberapa hari yang lalu kau bilang bahagia bersama denganku" balas Sehun menggoda.

Luhan tertawa, melodi terindah yang ingin Sehun dengar sebelum berpisah dengan Luhan lagi. "Kau benar-benar menyebalkan maknae"

"Lagipula, sudahlah, aku tidak ingin kau kerepotan jika kita ketahuan. Bandara adalah tempat terawan, apalagi kau jarang berpergian"

Luhan menggelengkan kepala. "Tapi ini hari terakhir... dan aku tidak tahu kapan kita bisa bertemu, menghabiskan waktu seperti ini lagi"

Sehun mencubit gemas pipi Luhan. "Kita pasti bisa"

"Mungkin. Tapi dengan jadwal kita yang padat–" Luhan menghela napas. "–pasti akan terjadi sangat lama"

Sebelum Sehun sempat membalas, Luhan dengan cepat menambahkan dengan nada menggerutu. "Kenapa kau seperti mudah sekali menghadapi perpisahan ini?"

Karena jika kau memintaku tinggal, aku tidak akan berpikir dua kali untuk tinggal.

Karena jika kau menangis sebelum aku pergi, aku akan membiarkan pesawatku lepas landas tanpa diriku.

Dan itu tidak masalah, Xiao Lu.

Kalau saja kau siap menerimaku tidak hanya sebagai sesosok sahabat baik, tidak hanya sebagai seorang adik, tetapi juga sebagai sosok yang kau cintai untuk ditempatkan di hatimu.

Jadi jangan menangis. Jangan memintaku tinggal. Jika kau nanti hanya akan menghapus keberadaanku untuknya.

Sehun menyingkirkan kedua tangannya dari bahu Luhan dan tersenyum kecil. "Karena aku yakin kita akan bertemu lagi dan melakukan banyak hal menyenangkan bersama lagi"

"Dan saat itu tiba–" Sehun menggenggam tangan Luhan. "–pastikan kau sudah mengerti perasaanmu dan sudah bulat dengan segala keputusanmu"

Karena aku akan memperjuangkanmu jika kau membiarkanku. Dan aku akan mundur perlahan jika kau memang memutuskan untuk berbahagia bersama wanita itu.

Sehun kemudian memeluk Luhan. "Kau harus mengerti dengan siapa kau ingin berbahagia dan dengannya lah kau seharusnya bersama menghabiskan sisa hidupmu"

Melepas pelukannya dari Luhan yang ternyata masih terdiam dengan pandangan mengawang entah kemana, Sehun menepuk pipi Luhan pelan. "Terima kasih untuk dua minggu ini, hyung. Aku benar-benar bersenang-senang"

Luhan, tampaknya sudah melupakan –atau mengesampingkan– apa yang tadi dia pikirkan, tersenyum lebar. "Aku juga. Terima kasih, Sehun. Aku tidak sabar untuk waktu itu tiba"

"Aku juga tidak sabar, hyung"

Ketukan terdengar. Pastinya dari petugas hotel untuk memberitahukan Sehun bahwa kendaraan pribadi hotel yang dia pesan untuk mengantarnya ke bandara sudah siap.

"Hhh, kurasa memang ini ya?" Luhan menyerahkan koper mini Sehun yang sedari tadi dia mainkan pegangannya kembali kepada Sehun.

Sehun menerimanya, sebelum kembali mendekap Luhan dalam pelukannya. "Saranghae, hyung"

Berbeda dari apa yang akan kau jawab nanti.

"Nado" Luhan membalas pelukannya.

Sehun melepaskan pelukan mereka. Memakai masker dan kacamatanya. Dia lalu meraih genggaman kopernya dan berjalan ke arah pintu diikuti dengan Luhan di sampingnya. "Baiklah, aku pergi"

"Semoga kau selamat sampai di Korea" Luhan menggenggam erat tangannya, melihat Sehun yang membuka pintu kamar hotelnya dan menampilkan seorang petugas berpakaian rapi menunduk untuk memberi mereka salam. "Ah, aku benar-benar benci ini..."

Sehun tersenyum meski Luhan tidak bisa melihatnya. "Sampai jumpa, hyung"

Sampai jumpa lagi Xiao Lu, sampai saat penentuan itu tiba...

End.


Ini ditulis tahun lalu. Saya post sekarang karena takut menghilang seperti calon-calon updatean lainnya.

Lama tidak buka ffnet, tebak siapa yang kehilangan seluruh draft-nya? Iya, saya. Ha. Ha. Ha.

Berikut adalah pesan dari tahun kemarin, tetapi saya rasa masih relevan untuk disampaikan.

Saya tidak bisa bilang hidup ini indah, atau menjamin kalian akan bahagia. Tetapi kalau kalian mau menolong saya, kalian yang mengalami depresi, tolong kalahkan si jahat itu. Jangan sampai kalah darinya, karena itu tujuannya, dan saya benci dia. Saya sedih sekali dua kali kehilangan sosok berharga yang sudah menemani masa pertumbuhan saya. Chester Bennington dari Linkin Park dan Kim Jonghyun dari SHINee. Kalian sudah berjuang, terima kasih sudah menemani pertumbuhan saya.

Saya lihat ada MV Holland - Neverland di home YouTube, dan ternyata isinya tentang sesuatu yang almarhum Jonghyun pernah dukung -bahwa orang-orang LGBT adalah manusia biasa yang kalau tidak mau mendukung ya diamkan saja jangan didiskriminasi, disiksa, dll. Maka itu, saya sebenarnya tidak bermaksud memasukkan pesan ini di oneshot ini, tetapi saya rasa saya harus menyampaikan kepada kalian; bahwa kalian layak untuk hidup.

Kalian boleh dianggap mengecewakan. Kalian boleh tidak bisa memenuhi keinginan orang-orang. Tetapi selama kalian bukan pemerkosa, bukan pelaku pelecehan seksual, bukan pedofil, bukan koruptor, bukan orang yang membenci orang lain karena suku/agama/ras/gender saya akan menjadi satu dari sekian banyak yang menyatakan dengan lantang bahwa kalian layak untuk hidup.

.

Oh, saya nulis ini tidak bermaksud menyambungkan dengan pacar Luhan yang sekarang. Meskipun sebenarnya di awal-awal keluar berita mereka pacaran sudah dengar desas-desus pacar Luhan kurang disukai masyarakat Tiongkok. Dan C-/I-Lufans juga biasanya fokus ngomongin Luhan aja kalau ada momen mereka berdua atau dengan kata lain mengabaikan si cewek.

Tapi intinya, saya nulis bukan buat mengatakan bahwa Luhan yang asli tidak bahagia dengan si Xiao Tong yada yada. Bahagia atau tidak juga kita tidak tahu, kan. Jadi ngapain. Tidak terus membuat mereka putus juga kan.

Meskipun saya tipe orang yang suka melihat beloved people jadian sama beloved people, atau kalau boleh jujur, selevel, (Macam YoonA-Seunggi dulu saya dukung banget. Jiyong-Mizuhara Kiko/Jiyong-Nana Komatsu juga ngga ada masalah sama sekali meskipun pas itu Jiyong bias nomor satu saya dan sebenernya saya nge-ship Daragon. Karena ya itu, couple-couple ini sama-sama terkenal, sama-sama banyak disukai orang.), saya sadar dan menghargai karena dia adalah pilihan Luhan.

.

Inspirasi utama cerita dari You Belong with Me - Taylor Swift.

Because I believe the Wind belongs to the Deer, and vice versa.