Hai, minna! Terima kasih sudah mengklik judul ceritaku!

Baiklaah, buat yang belum kenal, perkenalkan ya…aku adalah undine-yaha! Dan yang disebelahku ini adalah adik sepupuku, Nadia Akuma! Hoi Adik! Perkenalkan dirimu!

Nadia: apaan sih kamu ini, mbak…sok tua… Minna, saya Nadia Akuma! Sudah lama saya ingin buat fanfic, tapi saya nggak ngerti ngetiknya dan juga males ngetik*nguap* jadi saya minta tolong si undine ini untuk membantu saya!

Undine: untung saja aku ini kakak yang baik hati…baiklah, kita mulai saja ceritanya ya…

Kali ini, readers akan berada di Jepang zaman dulu. Kita akan sering memakai POV dari Monta sebagai tokoh utama, MAX! Silakan membaca!

An Eyeshield 21 Fanfiction

The Montarou Tales

Written by: undine-yaha

Story by: Nadia Akuma & undine-yaha

Disclaimer: Riichiro Inagaki and Murata Yuusuke

Warning: abal, gaje, OOC!

Alkisah pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang anak dari keluarga pembuat dan pedagang kimono tradisional 'Raimon' bernama Raimon Montarou. Semua sering memanggilnya Montarou ataupun Monta. Sayangnya setahun belakangan kondisi bisnis keluarganya semakin menurun karena kalah bersaing dengan pembuat kimono lain. Ditambah lagi kondisi Ibu Montarou yang terkena sakit semakin memperparah pula kondisi bisnis mereka.

Monta's POV

"Ibu…," aku menggenggam tangan ibuku yang sudah tiga hari terbaring di atas tempat tidur,"Ibu jangan mati, Bu…, bertahanlah…," kataku sedih.

Perkenalkan, aku Montarou. Orang-orang biasa memanggilku Monta. Aku sangat sedih karena sakit ibuku tak kunjung sembuh. Padahal kami sudah panggilkan tabib dan juga memberinya obat, tapi entah mengapa belum sembuh juga. Aku belum mau kehilangan ibuku, hiks…

"Ibu…Ibu pasti segera sembuh, bertahanlah Bu, jangan mati dulu, huhuhuhuhu…," aku menangis tidak karuan.

Tiba-tiba sebuah tangan melayang ke arah wajahku.

PLAK!

"DASAR ANAK DURHAKA!" bentak ibuku setelah menghajarku,"AKU INI BELUM MAU MATI, TAHU! JANGAN PERLAKUKAN AKU SEPERTI ORANG YANG SEDANG SEKARAT!"

"A-aduh…," aku mengelus-ngelus pipiku,"Maaf MAX…"

"Hei, Montarou, kau dengar ya…," wajah ibu berubah serius,"Kondisi Ibu memang lemah, tapi Ibu masih bisa bertahan. Ibu punya kenalan, dan katanya ada obat yang bisa menyembuhkan penyakit Ibu ini."

"Benarkah?" mataku berbinar.

"Itu benar. Tapi, harganya sangat mahal…," jawab ibuku sedih,"Untuk itu, Ibu ingin kau bekerja mengumpulkan uang untuk membeli obat, kau mau 'kan anakkuuu?" tanya Ibu Monta memelas.

"Tentu saja, Bu!" jawab Monta mantap,"Kalau begitu, aku akan cari pekerjaan!"

"Eeh, kau tidak perlu mencari pekerjaan!" kata ibu,"Kau hanya perlu meneruskan bisnis keluarga kita, Nak…!"

"Bisnis…maksud Ibu?" mataku membelalak.

"Kau harus meneruskan usaha keluarga berdagang kimono!"

"MUKYA?" aku menjerit kaget.

"Kumpulkan uang dari hasil berdagang kimono, dan kau juga harus bisa memenangkan persaingan dengan pengusaha kimono saingan kita!" jelas ibu.

"Siapa saingan kita Bu?" tanyaku.

"Keluarga Hosokawa!" ibuku menjawab dengan wajah horor,"Kau harus bisa mengalahkan dia!"

"Baik, Bu!"

-xxx-

Demikianlah awal dari perjuangan Montarou untuk menyembuhkan ibunya sekaligus memajukan usaha kimono keluarga Raimon. Keesokan harinya ia memutuskan untuk berjalan-jalan ke luar rumah untuk mencari inspirasi.

-xxx-

"Apa langkah pertama yang harus kuambil?" aku berpikir dengan serius. Saat aku tengah melewati sebuah jembatan, kulihat seorang pemuda berambut cokelat yang sebaya denganku sedang ingin melintasi jembatan, namun dihalangi oleh tiga orang preman.

Tunggu, sepertinya aku kenal dengan tiga orang itu…

"Hei, kau!" salah seorang preman berambut pirang dengan bekas luka di pipi kanan menyentak,"Kau mau lewat sini, hah?"

"HIE! I-iya…," jawab pemuda berambut cokelat ketakutan.

"Kau belum tahu? Kalau mau lewat sini, kau harus membayar pada kami!" jawab preman yang berambut cokelat agak panjang.

"T-tapi…," pemuda berambut cokelat mengadu jari telunjuknya,"Aku tidak bawa uang sebanyak itu…," jawabnya.

"Hah?" preman yang berambut pirang jabrik dan berkacamata bereaksi.

"Haah?" satunya melanjutkan.

"Haaaah?" yang satunya lagi mengakhiri.

"HIEEE!" pemuda berambut cokelat berteriak ketakutan.

Wah! Keadaan makin gawat! Aku harus menolong dia!

"HEI, KALIAN!"

Aku berlari menuju ke jembatan dan berdiri dengan gagahnya di depan ketiga preman,"Aku kenal kalian! Kalian Jumonji, Kuroki, dan Toganou, 'kan?" tanyaku lantang.

"Iya! Ada masalah, anak monyet?" tanya Kuroki.

"MUKYA! Aku bukan monyet!" protesku,"Lebih baik kalian pergi dari sini!"

"Ha? Berani sekali kau mau mengusir kami, preman terkuat di wilayah ini!" kata Toganou.

"Kalian mau kuadukan ke Polisi Hiruma ya?"

Ketiga preman itu langsung bergidik ketakutan.

"J-jangan, jangan!" kata Jumonji,"Baik, baik, kami akan segera pergi!"

Mereka bertiga akhirnya berlalu dari sana.

Aku berbalik,"Nah, sekarang sudah aman!" kataku pada pemuda berambut cokelat. Ia menghela nafas lega.

"Terima kasih banyak, ya…," katanya ramah.

"Oh iya, kau orang baru ya? Aku tidak pernah melihatmu!" tanyaku.

"I-iya…perkenalkan, namaku Kobayakawa Senasuke. Panggil saja aku Sena," jawab pemuda itu.

"Namaku Raimon Montarou! Panggil Monta sajalah!" kataku santai,"Uhm…kalau kulihat-lihat, sepertinya kau pedagang tahu, ya?" tanyaku lagi.

"HIE!" Sena kaget,"Aku bukan pedagang tahu! Aku ini samurai! Lihat, aku bawa pedang, 'kan?" jelasnya sambil menunjuk ke pedang pendek yang ia bawa.

"Wah, maaf MAX, habisnya kau sama sekali tidak terlihat seperti seorang samurai!" kataku santai sambil tertawa.

"Tidak apa-apa…orang-orang juga banyak yang mengira kalau aku ini pedagang tahu…," katanya lemah.

"Ngomong-ngomong, ada perlu apa kau ke sini, Sena?" aku kembali bertanya.

"Ehm…iya, aku datang dari Chiba untuk mencari seseorang. Dia adalah anak dari teman ibuku dan juga teman masa kecilku. Aku punya pesan yang harus kusampaikan padanya…," jawab Sena.

"Ooh…kau punya alamatnya?"

"Ini," Sena menyerahkan padaku sebuah gulungan. Aku membuka dan membacanya.

"Ya ampun," desisku kaget,"Ini…kau yakin ini alamatnya?"

"Iya. Ada apa ya, Monta?" tanya Sena.

Aku tidak percaya,"Tempat yang kaumaksud ini adalah klub malam!"

"HIEEE….," Sena terperangah kaget.

"Memang apa pekerjaan temanmu ini? Uhm…siapa namanya?" aku kembali melihat tulisan dari gulungan itu,"Anezaki Mamori?"

"Dia seorang geisha," jawab Sena.

"Ooh…pantesan!" kataku.

"Lalu bagaimana?" tanya Sena panik.

"Aku tidak berani kalau harus ke sana sendirian, soalnya klub malam ini terkenal yang paling mewah sekaligus seram di wilayah ini!" jelasku pada Sena,"Banyak penjahat kelas kakap yang suka datang ke sini!"

"Aku juga tidak berani," kata Sena,"Tapi pesan ini penting sekali!"

"Kalau begitu begini saja," terpikir olehku sebuah jalan yang sangat berbahaya,"Kita minta tolong sama Polisi Hiruma!"

"Polisi Hiruma? Yang tadi kaugunakan untuk mengancam preman-preman tadi ya?" tanya Sena. Aku mengangguk.

"Sepertinya ia sangat menakutkan dan berkuasa sampai-sampai mereka takut, ya?" tanyanya lagi.

"Iya…," jawabku dengan nada memelas.

"Lalu, apa kau berani meminta tolong padanya?"

"Sebetulnya aku juga takut, MAX! Tapi itu adalah satu-satunya jalan!" kataku pada Sena,"Apa kau ikut denganku?"

Sena menelan ludah,"B-baiklah. Demi pesan penting ini! Ayo!"

"Oke, MAX!" kataku mantap.

-xxx-

Akhirnya pergilah mereka berdua menuju tempat sang polisi yang paling berkuasa dan juga ditakuti di wilayah itu, Hiruma Youichi. Dengan segenap keberanian, mereka menemui polisi yang dikenal jenius itu.

-xxx-

Ruangan kantor Polisi Hiruma sangat gelap, hanya diterangi beberapa lentera berwarna merah. Aku dan Sena merinding terus sejak tadi, apalagi orang itu belum muncul.

"Ini kantor apa rumah hantu sih…serem…," ujarku pada Sena. Ia mengangguk.

Tiba-tiba muncul sekelebat bayangan dari kegelapan. Mungkinkah dia Polisi Hiruma? sudah begitu disekelilingnya tampak beberapa kelelawar beterbangan.

"KEKEKEKEKE!" setan bergigi runcing dan bertelinga panjang menyapa kami berdua.

"VAMPIIIIIIIIIR!" aku dan Sena menjerit seperti orang gila.

"BOCAH BODOH! JANGAN KERAS-KERAS! Kalau tidak bisa ketahuan kalau aku juga main di Eclipse!" ujar setan itu.

"Hah?" aku mengernyit, "Yang ada Robert Pattinson-nya itu ya?"

"Hie? Siapa Robert Pattinson?" tanya Sena.

"Nggak tahu," jawabku, "Aku juga cuma tahu dari internet!"

"INTERNET?" bentak si setan alias Polisi Hiruma, "Di zaman ini belum ada internet, monyet bodoh!"

"Oh iya!" aku baru sadar.

"Jadi…," mata hijau zamrud yang tajam menatapku,"Ada perlu apa kalian kemari, anak jelek dan anak pendek?" ia tersenyum sinis.

Rupanya, polisi Hiruma memang menakutkan. Selama ini aku hanya mendengar berita tentangnya saja dan melihat dari kejauhan. Baru pertama kali ini aku menghadapinya langsung. Senjata api yang sedang ia genggam menambah ketakutanku.

"B-b-begini…," aku memberanikan diri untuk bicara, meskipun kakiku gemetar,"K-kami mau minta tolong padamu…," kataku.

"Keh!" ia terkekeh singkat dan membuat suasana makin mencekam,"Minta tolong apa?"

Hiiii, dia seram sekali! Kusikut Sena agar dia sendiri yang meminta tolong.

"HIE! A-ano…kami mau minta tolong antarkan ke tempat ini," Sena memberikan gulungan yang tadi ia tunjukkan juga padaku dengan tangan gemetar.

BETT! Polisi Hiruma menyambar gulungan itu dengan kasarnya.

"Hoo…," ia membaca tulisan di gulungan itu dengan cepat,"Sebuah klub malam rupanya. Mau apa kalian berdua ke sana?" ia bertanya sambil memamerkan taring-taringya.

"I-itu…a-aku ingin menemui seorang temanku yang bekerja sebagai geisha di sana…," jawab Sena sambil memegangi lenganku. Kami berdua ketakutan berjamaah.

"Geisha?" Hiruma mengangkat alis,"Siapa?"

"A-Anezaki Mamo-Mamori…," jawab Sena gagap.

"Anezaki Mamori…," polisi itu mangap seram sekali,"Kekeke…"

Tawa setannya membuat kami berdua makin gemetaran.

Ia kembali tersenyum sinis,"Baiklah. Aku akan mengantar kalian. Tapi, dengan satu syarat."

"A-apa itu?" tanyaku. Firasatku buruk.

"Kalian harus membayar pajak dua kali lipat dari tarif aslinya. Bagaimana?"

Aku dan Sena kaget berjamaah.

"Baiklah…meskipun berat…kami bersedia deh…," jawabku setelah berdiskusi singkat dengan Sena.

"Pokoknya kau bisa mengantar kami ke klub malam yang bernama Kuroi Sakura itu…," ujar Sena takut-takut.

"Baiklah," Polisi Hiruma nyengir, "Sepakat."

-XxX-

Berangkatlah mereka bertiga ke Kuroi Sakura untuk menemui sang geisha. Matahari mulai terbenam, pertanda Kuroi Sakura akan semakin ramai sekaligus…semakin berbahaya untuk didatangi orang biasa.

-XxX-

Normal POV

Sementara itu di Kuroi Sakura…

"Anezaki," seorang wanita tua dengan kimono cantik memanggil.

"Iya? Apa ada yang bisa kubantu?" tanya sang gadis berkimono sakura pink yang anggun, Anezaki Mamori.

"Tolong kaubuang sampah ini dibelakang. Sebentar lagi akan ada banyak tamu, jadi cepat bersih-bersih!" ujar wanita tua itu.

"Baiklah," Mamori mengangguk dan tersenyum manis.

Ia membuka pintu belakang dengan hati-hati dengan membawa kantong sampah itu. Tiba-tiba bulu kuduknya meremang. Ada apa ini?

Saat ia menutup tutup tempat sampah itu dan beranjak kembali, ia dikagetkan dengan sebuah bayangan yang seakan memblokir jalannya untuk masuk kembali ke dalam.

"Halo, cantik…," ujar orang itu yang ternyata adalah seorang pria dengan suara yang menyeramkan, sama dengan auranya.

Mamori menoleh dan terkesiap.

"K-kau?" ia terpojok.

-To be continued-

Undine: NYEEEEEEEEEEEH! KENAPA PENDEK SEKALI!*shock*

Nadia: sudahlah nee-chan jangan berisik! Minna, jangan lupa review ya! Untuk sekarang baru prolog aja jadi pendek! Kalau kalian merespon positif, kami akan meneruskan cerita ini!

Undine: baiklah minna, jangan lupa review! Terima kasih banyak telah membaca dan mohon maaf kalau ada kesalahan. Anonymous juga boleh ikutan!