Title: Thanks For Everything

Cast: Kim Taehyung, Kim Seokjin, Park Jimin, Jeon Jeongguk

Disclaimer: Everyone in this fiction belongs to God

Warning: Yaoi (If you don't like, just leave and don't waste your time to read this fiction)


Taehyung POV

7:45 AM
"Sial!" desisku di pagi hari setelah meraih jam tangan digital yang terletak diatas nakas. Dengan malas aku bangun dari ranjang kesayanganku ini yah walau terbilang agak sedikit tak nyaman, namun bagiku sebaliknya.

Oh iya, namaku Kim Taehyung, panggil saja Taehyung. Umurku 18 tahun dan tinggal di kota kecil di Seoul seorang diri. Rumah, tempat dimana aku bisa melindungi diri dari badai hujan adalah satu-satunya harta yang kumiliki.

Dulu aku termasuk anak normal, seperti anak yang lainnya. Selalu mendapatkan kasih sayang orang tua, dan kesenangan lain. Dan dulu juga, aku dibesarkan dikeluarga yang harmonis sama seperti keluarga lain.

Orang tua? Siapa mereka? Aku tak punya siapa-siapa dan bahkan tak mengetahui apapun tentang mereka.

Mereka bercerai.

Appa adalah orang yang pertama memutuskan untuk bercerai dengan eomma. Bagaimana dengan eomma? Beliau meninggal. Dan semua itu terjadi satu tahun yang lalu. Belum terbilang lama memang.

Miris, sebutan yang sangat cocok untuk diriku.

Flashback ON

Sering sekali terjadi pertengkaran antara kedua orang tuaku. Pada saat itu aku tak sengaja melihat appa dengan kerasnya menampar eomma hingga membuatnya jatuh tersungkur kelantai. Aku yang berdiri disana spontan terkejut dengan apa yang telah appa lakukan pada eomma.

Aku semakin tak konsentrasi belajar. Lagi-lagi aku mendengar suara pertengkaran mereka yang membuat telingaku semakin panas. Saat ku hampiri mereka, appa hendak ingin memukul eomma. Namun kali ini dia kalah cepat, aku langsung berlari kearah mereka dan mencegahnya.

Hingga pada saat itu, suara tangisan seseorang membangunkanku. Tangisannya begitu memilukan. Dan aku sungguh tak percaya jika eomma lah yang menangis. Aku langsung berlari, mendekapnya erat, dan bertanya "Eomma, apa yang terjadi? Mengapa kau menangis?" Namun ia tak juga menjawab. Hal yang ia bisa lakukan hanyalah menangis dalam dekapanku.

"Cerai?!" Ucapku tak percaya. Dengan cepat aku menggelengkan kepala. Maksudku, oh ayolah lelucon macam apa ini?

Cerai.

Satu kata yang membuat hatiku sakit seperti tertancap ribuan pedang.

Eomma akhirnya menceritakan semuanya, appa memutuskan untuk bercerai dengannya karena ia ternyata berselingkuh dengan seorang wanita.

Wanita keji macam apa yang tega mengambil suami orang lain? Aku bersumpah, jika aku bertemu dengannya suatu hari nanti, aku akan membunuhnya.

Amat sangat sulit bagiku untuk menerima semua ini. Sulit bagiku untuk melepaskan appa dengan wanita lain, sulit bagiku untuk terus-terusan melihat eomma menangis. Sulit.

Aku benar-benar tak percaya dengan semua ini, kupikir appa adalah orang yang dapat kupercayai, kucintai, dan kubanggakan. Tapi apa?

Aku masih ingat moment ketika kami bertiga pergi ke pantai untuk berlibur dan aku juga ingat saat aku bermain sepak bola dengannya. Hal yang paling kami sukai.

Eomma mengajakku pergi ketaman kota. Ia ingin memiliki waktu untuk berbicara denganku. Kujambak rambutku dan berteriak sekencang-kencangnya. Tak peduli belasan atau mungkin puluhan pasang mata yang melihatku saat ini. Aku benar-benar merasa seperti orang depresi. Aku berlari pergi meninggalkannya. Kuhiraukan ia yang terus memanggil namaku.

Ia berlari ketika aku berlari, bermaksud untuk mengejarku.

Entahlah, pikiranku saat ini benar-benar kacau. Aku sedang tak butuh dirinya. Aku ingin sendirian. Hingga tibalah saat-saat dimana aku benci untuk mengingatnya kembali.

Brak

Seorang wanita—eommaku—tergeletak tak berdaya di tengah jalan raya, dengan darah mengotori pakaian miliknya. Tak ayal banyak orang langsung mengerumuninya. Aku berlari sekuat tenaga menghampiri sosok wanita lemah itu.

"Eomma mohon, jaga dirimu baik-baik" kata-kata terakhir yang terlontar dari mulutnya hingga malaikat telah benar-benar menjemputnya untuk pergi ke surga.

Aku berjalan gontai sepanjang perjalanan menuju rumah, kedua kakiku terlalu lemah untuk menopang tubuhku ini.

"Maafkan appa, Taehyung. Ini demi kebaikanmu"

Ck, apa dia bilang? Demi kebaikanku? Apa dia bercanda? Menceraikan eomma dan bahkan tak datang ke pemakaman istrinya sendiri. Apa ini pantas untuk dibilang demi kebaikanku? Sungguh tak masuk akal.

Ia dengan senang hati menawariku untuk tinggal dirumah. Tapi maaf, tentu saja kutolak itu. Mana mungkin aku mau tinggal serumah dengan seorang wanita bejat—ralat—ibu tiri yang beraninya menghancurkan keluargaku.

Kesabaranku sudah diambang batas. Aku muak dengan semuanya. Aku muak melihat wajah appa dan wanita brengsek itu. Hingga kuputuskan untuk melarikan diri dan pergi kerumah ahjussi-ku. Toh, mustahil appa peduli denganku. Aku yakin ia pasti tak akan pernah datang atau bahkan mengejarku. Dia benar-benar lupa semuanya.

"Ahjussi akan pulang ke kampung halaman dan selamanya menetap disana lagi. Jadi, kuberikan rumah sederhana ini untukmu, nak."

Bagus, semua tak menyukai keberadaanku. Ahjussi memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya dan tak akan pernah kembali lagi ke Seoul.

Dan mulai dari situlah aku menjalankan kehidupanku sendiri tanpa kasih sayang orang tua. Lebih tepatnya tanpa keluarga.

Sekolah, berkelahi, pulang larut malam, dan bangun terlambat adalah rutinitasku sehari-hari.

Flashback OFF

Taehyung POV End

_Thanks For Everything_

Author POV

"Hey, kemari kau bocah!" sahut salah satu namja dari gerombolan anak berandalan.

Orang yang dipanggil alias Taehyung pun melangkahkan kakinya santai untuk menghampiri mereka.

"Ini sudah satu bulan dan kau belum juga memberiku uang" namja tadi yang dipastikan ketua dari gerombolan itu mendekat dan mencengkram kerah seragam milik Taehyung.

"Kubilang belum ada" balas Taehyung masih dengan sikap santai.

"Kau berani melawanku?!" amarah namja itu sudah ada diujung kepala.

Taehyung tertawa meremehkan.

Bam

Satu pukulan keras mendarat tepat di wajah Taehyung. Taehyung yang muak dengan siksaan itu pun mulai menghajar namja itu. Dengan berani dan percaya diri, ia menendang perut si namja dengan lututnya.

"Hajar dia!" titah namja itu kemudian para gerombolan mendekati Taehyung dan menghajarnya sesuai dengan perintah.

Alhasil wajahnya memar dan banyak sekali luka yang menghiasi. Ia hanya terkekeh dan mengusap darah yang mengalir dari salah satu sudut bibirnya dengan ibu jari.

_Thanks For Everything_

Ia berjalan santai melewati koridor, namun tak satupun murid-murid disana yang sekedar mau bertanya apa yang terjadi dengannya. Jangan heran, Taehyung terkenal karena kasus keluarganya tersebar luas dilingkungan sekolahnya.
Terkadang wajah Taehyung menyisakan luka-luka ketika ia sampai disekolah akibat berkelahi. Jadi mereka tak perlu merasa terkejut atau sebagainya. Mereka sudah biasa.

Mungkin tidak akan ada yang peduli dengannya namun tidak untuk Park Jimin, teman sekelas sekaligus teman dekat Taehyung. Ia berbeda dengan yang lainnya. Ia sangat setia kawan dan bahkan masih mau berteman dengan Taehyung.

Semenjak kasus itu sikap Taehyung berubah total. Ia lebih sering menyendiri, murung, malas, dan berbagai hal negatif lainnya seperti berkelahi bahkan dengan anak sekolah lain.

Perlu banyak kesabaran untuk Jimin berteman dengannya. Ia selalu menyisihkan uang sakunya untuk Taehyung dan juga membagi setengah isi kotak makanannya hanya untuk Taehyung seorang.

Jimin benar-benar berbeda.

Tak ayal, banyak murid-murid yang mencaci maki Taehyung dan memfitnahnya bahwa ia memperbudak atau memanfaatkan Jimin. Namun Jimin langsung bertindak dan mengatakan hal yang sebenarnya.

Sepertinya seluruh murid memusuhi Taehyung. Mereka bahkan selalu menjadikannya sebagai bahan bully-an.

"Berkelahi lagi?" tanya Jimin yang tiba-tiba muncul setelah Taehyung menutup pintu lokernya yang penuh coretan kata-kata buruk.

"Hm" balas Taehyung singkat.

Jimin menghela nafas melihat sikap dingin temannya itu.

"Kemana saja kau? Sudah tiga hari tak masuk kerja"

"Aku malas" lagi-lagi Taehyung memberikan balasan singkat.

Taehyung dan Jimin memiliki part time bersama-sama, disamping sekolah mereka juga bekerja disebuah cafe. Guna untuk menafkahi hidup bagi Taehyung sedangkan Jimin untuk sekedar menemaninya dan juga hitung-hitung mengisi uang sakunya.

"Bagaimana kau bisa bebas dari gerombolan itu jika kau malas bekerja. Kau tau kan mereka itu haus akan uang!" pepatah Jimin.

Taehyung memutar bola matanya malas.

_Thanks For Everything_

"Hey, jalan pakai mata!" keluh seorang yeoja saat Taehyung tak sengaja menginjak kakinya. Maklum, kantin sangat penuh ketika jam istirahat.

"Hari ini aku tak bawa bekal, jadi kuajak kau ke kantin saja. Kita makan disini" ucap Jimin lalu pergi meninggalkan Taehyung yang duduk disudut kantin dan mengantri untuk mendapatkan jatah makanan.

"Nih!" Jimin pun kembali lalu memberikan Taehyung jatah makanannya.

"Aku merasa tak nyaman untuk makan disini" ucap Taehyung pelan.

"Tak apa, sudah lama kau tak makan disini"

_Thanks For Everything_

Bel tanda kelas usai pun berbunyi, seluruh murid pergi berhamburan keluar kelas. Namun sepertinya Taehyung dan Jimin masih menetap disana.

"Kau harus pergi bekerja hari ini, ok?"

Taehyung mengangguk malas.

Lalu mereka berdua pun meninggalkan kelas.

Setelah mengganti baju seragam masing-masing di toilet umum yang terletak di area sebuah pom bensin, mereka langsung menaiki bis kota menuju tempat dimana mereka bekerja.

_Thanks For Everything_

"Kim Taehyung! Sudah tiga hari kau absen kerja. Kau ingin serius atau hanya bermain-main saja, eoh?" omel sang pemilik cafe dengan nada tingginya.

"Ah maafkan Taehyung, bos" Jimin angkat bicara.

"Diam kau Jimin, aku berbicara pada Taehyung" sang pemilik cafe menggertak meja kasir dengan kasar. Dan itu membuat para pelanggan yang ada disana terkejut dan melihat kearah dimana keributan kecil itu terjadi.

"Ne, aku akan lebih serius" akhirnya Taehyung membuka mulutnya.

"Jaga sikapmu. Aku sungguh tak suka melihat tampang dinginmu itu"

"Bos, bisakah aku berbicara padanya sebentar?"

Setelah mendapatkan anggukan dari bos, Jimin langsung menarik tangan Taehyung dan membawanya pergi ke belakang cafe.

"Yak kau ini! Kubilang juga apa!" Jimin melipat kedua tangannya dan menatap Taehyung sinis.

"Apa?" tanya Taehyung.

"Bersikaplah baik dihadapan bos. Apakah kau ingin dia memecatmu? Aku kan sudah mengajarkanmu untuk bersenyum pada pelanggan. Mengapa kau masih saja belum berubah?" omel Jimin masih menatap Taehyung sinis.

"Aku sedang tidak mood" balas Taehyung malas.

"Kau- hmpphh!"

TO BE CONTINUED


Are you guys curious about this fiction? Keep reading ok? XD