Aku Tak Paham
.
.
.
Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto
AU, Aneh, OOC. Dan lain-lain.
Just For Fun
.
.
.
Mawar. Harum semerbaknya menusuk ke tulang-tulang. Mataku terbuka. Si-lau. Jendela penginapan kecil ini telah terbuka lebar. Pasti ibu pemilik yang melakukannya.
Aku melangkah sedikit gontai. Kepalaku sakit sekali rasanya. Pening. Kerap berdengung-dengung. Kadang ingin marah. Kadang ingin tertawa. Kadang ingin berlari. Menjauh. Menjauh dari apa?
Tak tahu mengapa bisa. Tak ada gambaran fisual secara pasti. Hanya lamat-lamat. Buram. Menyakitkan. Kabur. Hilang.
Mawar ….
Huuuhhh!
Selalu begini. Seperti ini. Menyambut pagi, setangkai mawar merah tak berduri menungguku di depan pintu. Aku memungutnya dan melemparkannya masuk sembarang arah ke kamar.
Aku tak suka mawar. Terutama baunya yang terasa aneh. Iiihh … Tapi aku tak jua mengerti sampai detik ini. Kenapa kuselalu menyimpan mawar yang tergeletak setiap pagi itu. Sampai berpuluhpuluh dan bahkan tiga ratusan.
Yaa, semua itu aneh.
Aku tak jua memahaminya sampai sekarang. Sama tak pahamnya dengan laki-laki yang sedang tersenyum lebar melangkah ke mari.
"Ohayo Sakura-chan."
Kupaksa tersenyum.
"Sudah lelap 'kah tidurnya?"
Mengendiikkan bahu tak peduli, ku melangkah ke arah deburan ombak yang mengikis pasir pantai. Sempat melirik ke belakang. Syukurlah, dia tak mengikutiku. Seperti dua minggu ini.
Karena jujur jantungku rasanya mau copot.
Aku tak tahu. Aku tak paham. Kepalaku nyut-nyutan … Ya Tuhan. Apa yang sebenarnya terjadi padaku?
Lelaki itu.
Siapa sebenarnya lelaki itu?
Dari Hinata. Aku kerap memperhatikan dirinya. Hinata teman akrabnya. Sahabatnya. Mungkin juga kekasihnya. Aku diam-diam memperhatikan lekat dirinya. Rambut kuningnya, tanda lahir di pipinya itu. Tawanya. Kebodohannya. Kejailannya. Aneh. Tapi jujur aku ….
Wajahku memanas.
Semua kulakukan tanpa sepengetahuaannya. Aku seperti… penguntit! Ah, ya, terserah pada kalian mau menyebutnya bagaimana.
Kusandarkan punggungku di atas kursi santai melihat ombak yang mendayu-dayu menggoda kaki-kaki anakanak kecil dipinggir pantai. Tertawa. Lucu sekali.
Aku juga mengingat tawanya. Tawa lelaki itu. Tawa yang terasa aku rindukan.
Tiba-tiba cuaca terasa pengap.
Atau wajahku yang panas.
Kenapa ya? Atau kenapa dia? Tak adakah yang lain?
Aku tak mengerti jua sampai sekarang. Dua minggu lalu ketika aku mulai tinggal di penginapan itu semua tak seperti ini. Biasa saja. Datar. Seperti menonton film lucu, tapi tak lucu.
Aku bingung.
Aku tak tahu.
Bingung dengan segala benda di penginapan itu. Boneka panda. Lembaran suratsurat. Ratusan bunga mawar. Dan lainnya. Dan lainnya.
Dan dua hari yang lalu. Jantungku yang rasanya ingin terlompat-lompat ke luar itu mulai membebaniku. Berada di dekatnya. Atau menatap wajahnya terlalu lama. aku benar-benar tak mengerti kenapa jantungku begitu. Berdesir. Berdegup cepat. Aku bahkan tak mengenalnya. Tempat tinggalnya. Umurnya. Namanya. Dan bahkan …
Ku menyesali apa yang kulakukan dua hari yang lalu. Duduk di taman sendirian, dirinya terlihat sedih. Aku juga sedih. Aku pun mendekatnya. Tak bertanya di mana Hinata? Tak bertanya ada apa dengan dirinya.
Hanya duduk di sana menemaninya.
Dan sampai akhirnya dia menoleh padaku, tersenyum ….
"A-apa?"
"Sakura-chan …?"
Dia sumringah. Kesedihannya, menguap entah kemana.
"Kau …?"
"A-apa?"
"Kau … su-sudah … sem-buh …."
Kepalaku berdenyutdenyut. Sakit. Sakit rasanya. Uuuuuuhhhh … siapa … apa … bagaimana … kenapa ….
Aku ….
Dia ….
Sakit!
Aku …
Se-benarnya si-a-pa?
.
.
.
[ END ]
