Prejudice
Kuroko no Basuke by Fujimaki Tadatoshi
Story by Mel
Cerita ini diilhami dari banyak kisah sebelumnya, maaf bila banyak kesamaan – mohon tidak di-flame :)
OOC, typo
Please enjoy
.
.
Hari ini sungguh jenuh dirasakan seorang pimpinan tertinggi perusahaan multinasional terbesar di Jepang itu, semuanya terasa sangat sumpek. Rekanan bisnis yang memintanya merevisi bagian amdal di pabrik pembuat komponen perangkat lunak, membuatnya pusing. Bagaimana tidak, demi keuntungan ia harus memangkas anggaran bagian itu, padahal perusahaan itu mengusung tema go green, dengan mencetak gambar daun hijau disetiap kemasan barang yang diproduksi, sedang limbah kimia yang dihasilkan tidak diolah dengan layak, hanya dialirkan begitu saja di sungai yang letaknya tak jauh dari pabrik itu. Lingkungan tempat produksi itu harus dikorbankan demi tambahan keuntungan.
"Haah..." Akashi Seijuurou selaku bos perusahaan multinasional itu menjadi pening.
"Chihiro, pending semua pertemuan sampai tiga jam kedepan!" suaranya terdengar lelah, Mayuzumi Chihiro sang asisten mengerutkan keningnya.
"Apa yang akan kau lakukan, perusahaan dari Norwegia itu sebentar lagi akan sampai." asistennya mengingatkan. Bukannya Seijuurou sengaja ingin menghindar, hanya saja saat ini ia benar-benar ingin merefresh otaknya juga tubuhnya.
"Terserah kau saja, pokoknya jangan ganggu aku sampai 3 jam kedepan." satu perintah yang tidak bisa dibantah. Tinggal sang asisten yang harus memutar otak mencari alasan.
"Ya sudahlah, ingat jam dua, kau harus sudah ada disini!" Diambilnya beberapa dokumen terbungkus dalam map dari meja sang bos yang berlapis kaca 7 mili itu.
Chihiro tahu apa yang sedang ada dalam pikiran bosnya. Memberikan waktu sejenak melepas lelah mungkin lebih baik daripada pemuda yang dua tahun lebih muda darinya itu mengalami depresi.
.
Awal musim gugur angin berhembus sepoi-sepoi daun-daun pada tangkai mulai digurati warna coklat muda, siap memisahkan diri dari ranting yang mulai kering, terbang dihembuskan angin.
Akashi Seijuurou menyusuri trotoar, tidak terlalu banyak pejalan kaki, mengingat saat ini jam kerja, selama lima belas menit ia berjalan, saat ini kakinya menjejak di jalan setapak dari susunan paving blok, sebuah taman kota menjadi tujuannya. Bangku-bangku kayu kombinasi besi tempa tersebar di sudut-sudut taman. Ia memilih salah satunya. Duduk dengan tenang, tubuhnya ia sandarkan pada punggung bangku, menengadah menatap langit yang tak sebiru musim panas. Biru. "Tetsuya." sebuah nama lolos begitu saja dari bibirnya.
Sudah lama ia tidak bertemu dengan sosok mungil itu, mungkin sudah sekitar tiga tahun berselang.
.
"Ayun lagi... lagi" suara gadis kecil dengan cerianya masuk ke telinga Seijuurou yang tengah menikmati kesunyian di taman ini. Alisnya berkedut. "Mengganggu saja" keluhnya. Ia berdiri, beranjak dari duduknya. Sebenarnya suara itu sudah ada sejak ia mendudukan diri di bangku itu, hanya saja awalnya ia tidak peduli dengan sekitarnya.
"Gkgkgkgk…." suara tawa lucu menggodanya untuk menolehkan kepala ke arah itu.
Matanya membulat, nafasnya tertahan. Beberapa kali ia mengedipkan mata, tapi pemandangan didepannya masih tak berubah. Sosok ramping bersurai biru tengah mengayun-ayunkan seorang batita cantik yang juga bersurai biru muda ikal sebahu, di sampingnya berdiri seorang wanita, senyumnya tak lepas dari parasnya yang cantik, mata kehijauan seolah berpendar.
Kedua kaki jenjang seolah tertanam pada tanah yang tengah dipijaknya. Ia tidak bisa bergerak.
"Sudah cukup, sekarang kita akan cari makan siang, ne." suara lembut yang sangat dikenalnya merambati saluran pendengarannya.
Sehelai daun gugur membentur ujung hidungnya, membuatnya tersadar. Ia segera melangkah ke sebuah pohon, menyembunyikan tubuhnya. Ia mengintip.
"Tetsuya..." bisiknya.
"Main lagi...main lagi" suara kecil merajuk.
"Tapi sekarang sudah siang, Aya-chan harus makan dulu."
Lelaki muda itu menjulurkan kedua tangannya, merengkuh bocah yang masih duduk, berpegangan pada tali ayunan, lalu menggendong batita bersurai sama dengannya, sedangkan sang wanita mengekor di belakang tubuh Kuroko Tetsuya, sosoknya lebih pendek, bersurai hitam ikal mengkilap. Ditangannya ada tas berwarna merah muda dengan sulaman kelinci putih, tempat menyimpan keperluan sang bocah.
Mereka melangkah meninggalkan taman kota.
Seijuurou menatap ketiganya yang berjalan keluar dari taman, gadis kecil itu menyandarkan kepala mungilnya pada bahu Tetsuya. Rambut biru mereka seolah saling bertaut.
.
Ia masih membuntuti, sampai ketiganya memasuki sebuah restoran keluarga, yang tengah penuh, karena sudah waktunya makan siang.
Kuroko Tetsuya memesan bento untuk makan siang pada seorang pelayan yang berdiri sopan disampingnya. Wanita itu mengangguk menyetujui apa yang disebutkan Tetsuya, juga saat memesan menu untuk si batita cantik dan terakhir ia memesan vanilla milkshake untuknya sendiri.
Acara makan mereka tampak tenang meski diiringi celoteh sang bocah yang menolak menyantap sayur dalam sajian mangkuk porselen berwarna putih susu.
"Aya-chan tahu, kenapa mata kelinci bagus?" Suara Tetsuya terdengar, bocah itu menggeleng. "Itu karena mereka suka sekali makan wortel, juga sayuran lain seperti brokoli." sambungnya.
"Aya mau...Aya mau..." Wanita itu terkekeh lalu menyendokan potongan sayur oranye yang telah dibentuk seperti bunga. Wajah imut itu menekuk saat menelan kunyahan halus wortel.
"Enak 'kan?" tanya wanita itu riang.
"Um, aneh kaa-chan" suara manja membuat sang ibu tersenyum. Tapi demi matanya nanti sebagus mata kelinci ia mau saja disuapi.
Ketiga orang itu tidak menyadari interaksi mereka sedang direkam dalam memori juga handphone mahal seorang Akashi Seijuurou.
'Mereka bahagia sekali' batin Seijuurou. Batita cantik itu sangat lengket pada Tetsuya.
'Tetsuya, kau pengkhianat!' serunya dalam hati.
.
Memorinya diputar ulang saat ia pertama kali mengantarkan sosok mungil ke bandara. Tetsuya harus pergi ke Amsterdam untuk menangani perusahaan keluarganya, sekaligus belajar manajemen perusahaan disana.
"Kapan-kapan aku akan berkunjung ke tempatmu, Tetsuya." saat sosok mungil itu dalam pelukan sebelum berpisah.
"Akan sangat menyenangkan kalau Sei-kun bisa datang ke sana." Sahut Tetsuya.
"Tunggu aku!" Anggukan kecil ia perlihatkan.
Beberapa kali Seijuurou datang ke kediaman keluarga Kuroko di sana. Tetsuya menjemputnya di bandara Schiphol tiap kali pemuda bersurai merah itu tiba. Sedangkan pemuda berambut biru langit itu hanya sesekali pulang menengok orang tuanya.
Setelah dua tahun kepergian Tetsuya, Seijuurou yang merupakan pewaris tunggal Akashi Corp diserahi tugas mengurus perusahaan multinasional terbesar di Jepang. Kesibukan tidak memungkinkan untuknya bisa pergi ke tempat Tetsuya dengan leluasa. Semakin hari kesibukannya semakin bertambah. Ia tertimbun dalam pekerjaan yang tidak pernah berujung.
Tanpa terasa sudah tiga tahun berlalu.
Sebetulnya Tetsuya beberapa kali pulang, tetapi karena pekerjaan Seijuurou, ia tidak dapat bertemu dengannya. Selalu saja pemuda itu beralasan sedang sibuk atau berada di luar kota.
Tetsuya hanya bisa melihat kesuksesan Seijuurou dari laporan pada prospektus yang dimuat dalam media massa. Grafik pertumbuhan perusahaan yang dipimpinnya terus menanjak, dan selalu headline.
"Sei-kun hebat sekali!" pujian tulus meluncur dari celah bibirnya.
Tetsuya juga tahu saat ini nama Akashi Seijuurou digadang-gadang sebagai pengusaha termuda paling sukses di negerinya. Fotonya banyak dimuat diberbagai majalah bisnis, baik online maupun dalam bentuk cetak.
Kehidupan pribadinya pun tak luput dari sorotan. Dia tak kalah populer dari aktor papan atas, yang bulan kemarin meraih penghargaan sebagai pemeran pria terbaik.
Ia muda, tampan, sukses, kaya, dan masih single, menjadi perhatian banyak kalangan terutama wanita, banyak sosialita yang ingin dekat dengannya. Berebut atensi.
Tapi Akashi Seijuurou seolah mempunyai benteng tak kasat mata yang tidak bisa ditembus dengan mudah. Ia tidak tersentuh. Pertanyaan beberapa presenter cantik di televisi nasional maupun swasta, seputar pribadi pada sesi wawancara akan ia tanggapi secara retoris dan senyum tipis.
"Ada seseorang, tapi saya tidak bisa menyebutkannya, karena itu privacy saya dengannya" saat ditanya seputar orang terdekatnya.
Tentu saja ada, ia masih normal untuk mencintai seseorang. Walaupun terpaut jarak dan waktu.
.
.
Dari sudut yang sedikit terhalang tumbuhan artifisial dalam pot besar, ia masih memperhatikan ketiganya. Tangan halus Tetsuya dengan lembut mengusapkan tisu pada pipi gembil gadis kecil yang ternoda kuah sayur, di sebelahnya.
Makin lama hati Seijuurou makin teriris.
Sejak kapan Tetsuya menikah, apakah wanita itu cintanya, apakah ia dijodohkan, apakah sesuatu terjadi sampai ia punya anak.
"Sialan kau Tetsuya!" umpatnya, hatinya hancur.
Seijuurou memesan menu makan siang, tapi makanan yang tersaji ia biarkan begitu saja. sama sekali ia tdak berniat menyantapnya, ia hanya memesan agar bisa mengamati mereka yang berada di ujung sana.
Handphone ditangannya bergetar, sebuah panggilan panggilan mengalihkan perhatiannya.
"Chihiro."
"Sei, sudah hampir jam setengah dua -" asisten kelabu itu mengingatkan, ucapannya langsung dipotong.
"Ya, bisa kau undur lagi, Chihiro?" Seijuurou dapat membayangkan wajah asistennya pasti ditekuk kesal.
"Tidak bisa! Cepat datang sebelum bule-bule itu mengamuk". Ucapannya ketus dan memaksa. Pria muda yang tengah galau itu menghela nafas.
"Baiklah" ucapnya pelan. Ia mengeluarkan beberapa lembar uang kertas lalu beranjak, tapi matanya tak lepas dari ketiga sosok yang belum selesai makan siang, terutama dia yang tengah menyesap milkshake kesukaannya.
"Haaah" nada kecewa keluar seiring hembusan nafas kasar. Sekali lagi dia menengok ke arah itu, matanya bersitatap dengan iris kehijauan milik wanita cantik di sana yang mengangguk sopan, tapi Seijuurou tak berminat membalasnya ia melengos dan keluar dari restoran itu.
Ia merasa kepingan hatinya luluh lantak.
Entah mengapa saat ini ia benar-benar merasa kalah dengan wanita cantik itu, yang telah merebut Tetsuya-nya. Belum lagi batita cantik yang hadir diantara mereka.
.
Pertemuan dengan kolega bisnis baru selesai pukul 6 sore, itupun setelah perdebatan panjang yang harus Seijuurou hadapi dalam kondisi tubuh lelah, dan hati hancur. Dengan kegigihannya dia bisa mempertahankan argumennya, dan rekan bisnisnya menyetujui semua yang dia ajukan.
Saat ini Seijuurou hanya sendiri di ruang kerjanya, menatap kosong langit yang bersalut warna hitam, cahaya semarak lampu gedung-gedung tinggi seakan memulas sedikit warna jelaga langit menyamarkan bintang yang berkelip.
.
.
TBC
.
Note :
Hello Reader...it's me again...
Rencananya cerita ini akan disajikan dalam 2 chapter, berhubung idenya lagi mampet... XD
Mudah-mudahan suka dengan ceritanya...hmm tapi kalau tidak suka please kasih masukannya ya
btw, terimakasih sudah meluangkan waktu untuk membacanya.
Salam,
Mel
