A fiction dedicated for Bleach Vivariation Festival 2, third theme: Different Serenade.
.
.
Light In Your Eyes
.
.
.
Diclaimer: Bleach © Tite Kubo
Quote from Rukia Kuchiki
Genre: Angst / Romance
Pairing: IchiRuki
Warning: 3 POV, typo
ENJOY!
...
Satu hal yang baru kusadari,sinar matanya yang hangat telah merengkuh hatiku yang beku
Flync
.
POV: Normal POV
"Ng… Ano… A… Aku…" gadis itu memejamkan matanya, membulatkan tekat lalu berkata "Aku menyukaimu".
Berhasil, akhirnya ia berhasil mengungkapkan isi hatinya. Kini beban di pundaknya terangkat separuh. Kenapa separuh? Karena kini dia tengah menunggu vonis dari pemuda itu.
Pemuda berambut merah di hadapannya tersenyum sedih, membuat dada gadis itu terasa sesak.
"Gomen ne, Rukia" jawab pemuda itu.
Gadis itu, Rukia Kuchiki tidak menampakkan rasa terkejut ataupun kecewa, yang ada di wajahnya yang mungil hanyalah rasa takut.
"Aku menyukai gadis lain" tambah pemuda itu
JLEB
Perkataan pemuda itu terasa menembus dadanya, merobek hatinya menjadi potongan-potongan kecil dengan kejam, sekaligus membuka topeng kepura-puraan yang ia kenakan.
Setelah beberapa detik yang terasa panjang, Rukia memaksakan seulas senyum untuk sahabatnya lalu berkata "Kuharap kau bisa menemukan kebahagiaan dengan gadis itu, Renji"
Sejenak pemuda itu tampak terkejut dengan reaksi Rukia, tetapi ia berhasil mengendalikan dirinya sendiri lalu kembali tersenyum.
"Kita… Masih berteman kan?" kata-kata itu tertahan di ujung lidah gadis itu
"Kau tidak pulang? Sudah mulai mendung" kata-kata Renji mengejutkan Rukia
"Ah, benar!" kata Rukia saat ia melihat langit kelabu di atas kepalanya
"Ja, aku pulang dulu" cepat-cepat gadis itu berbalik lalu berjalan meninggalkan Renji
"Rukia" Panggil Renji saat gadis itu akan berbelok menuju gedung utama sekolah
Rukia berbalik menatap sahabat-orang yang dicintainya
Sejenak pemuda itu seperti ingin mengatakan sesuatu, tetapi ia mengurungkan niatnya "Hati-hati" kata-kata itupun keluar dari bibirnya
Rukia tersenyum sedih lalu melambai. "Kuharap kau juga menemukan kebahagiaanmu dengan orang lain" kata pemuda itu saat Rukia menghilang dari hadapannya.
Beberapa menit setelah pertemuan Rukia dan Renji di taman belakang sekolah, hujan pun turun dengan derasnya. Byakuya Kuchiki, kakak Rukia tengah dalam perjalanan menuju sekolah adiknya. Sesekali ia teringat akan perkataan bosnya.
#Flashback#
Byakuya duduk di hadapan sahabat sekaligus bosnya, Juushirou Ukitake.
"Byakuya, sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan" kata Ukitake membuka pembicaraan.
"Katakan saja" kata Byakuya
Ukitake menghela nafas lalu berbicara panjang lebar
"Jadi intinya, kuharap kau bisa menangani cabang di Karakura Town" kata Ukitake di akhir penjelasannya.
Byakuya menatap wajah bos-sahabatnya lalu berkata "Aku harus memikirkannya dulu"
"Tapi…"
"Kalau aku harus pindah ke Karakura Town, aku harus menanyakan pendapat Rukia. Aku tidak mungkin membiarkannya hidup sendiri di Tokyo" potong Byakuya dengan tegas
"Baiklah, kuharap kau bisa memberi jawaban besok pagi"
#End of Flashback#
"Rukia tidak akan menyukai ini" pikir Byakuya
Saat akan berbelok di persimpangan, Byakuya dikejutkan dengan sosok Rukia yang berjalan tanpa payung menuju rumah mereka yang memang dekat dengan sekolah Rukia.
"Rukia? Itu Rukia kan?" pikir Byakuya sambil menepikan mobilnya lalu mengambil payung dan berjalan menembus hujan
"Rukia" panggil Byakuya
Gadis dihadapannya tidak menyahut, ia tetap berjalan dengan wajah menatap jalanan. Sesaat Byakuya berpikir itu bukan adiknya, tetapi hatinya berkata lain, itu pasti Rukia.
"Rukia" panggil Byakuya sambil menepuk pundak gadis itu
Gadis itu berhenti berjalan tetapi tetap menatap jalanan, bukan menatap Byakuya yang memanggilnya.
"Ruki…" Mendadak gadis itu berbalik lalu memeluk Byakuya
Byakuya terkejut ia menatap gadis yang memeluknya, oh itu memang adiknya tapi apa yang dia lakukan disini? Berjalan dengan wajah menatap jalanan di tengah hujan deras, bukannya menunggu Byakuya datang menjemput, terlebih lagi Rukia menangis. Ya, gadis itu menangis, apa yang membuatnya menangis?.
"Ayo kita pulang" ajak Byakuya sambil melingkarkan tangannya di bahu Rukia lalu berjalan menuju mobilnya.
Byakuya bingung melihat sikap adiknya.
Ia berjalan menembus hujan tanpa payung, membiarkan hujan membasahi tubuhnya sambil menangis!
Pasti ada sesuatu, terlebih saat di perjalanan Rukia tidak mengatakan apa-apa, ia hanya menatap sepatunya dalam diam dan saat mereka tiba di rumah, Rukia tetap terdiam lalu berjalan menuju kamarnya.
"Kuharap kau bisa memberi jawaban besok pagi" kata-kata Ukitake terus terngiang di kepala Byakuya
"Aku harus membicarakan hal ini dengan Rukia" pikir Byakuya sambil berjalan menuju kamar adiknya
"Rukia" panggil Byakuya sambil mengetuk pintu kamar adiknya
Tidak ada jawaban
"Aku masuk" kata Byakuya sambil membuka pintu
Kosong? Oh, tidak ruangan itu tidak kosong. Rupanya Rukia duduk di pojok ruangan dengan mengenakan pakaian kering sambil menatap langit.
"Rukia" panggil Byakuya sambil berjalan mendekati adiknya.
Rukia tetap tidak menyahut, Byakuya tetap berjalan menuju adiknya lalu duduk di samping gadis itu.
Lama, keduanya duduk berdampingan tanpa mengatakan apapun, hingga akhirnya Byakuya membuka suara.
"Kalau kau mempunyai masalah, kau bisa menceritakannya padaku" kata Byakuya
Rukia tetap diam
"Apa ini tentang bocah itu? Renji?"
Rukia tersentak mendengar nama Renji, namun ia tetap membisu.
"Ukitake menawarkanku untuk menangani pekerjaan di Karakura Town, apa kau mau pindah?" tanya Byakuya sambil menatap Rukia
Rukia menatap Byakuya dengan pandangan kaget "Nii-sama, apa nii-sama sudah memberi jawaban?" tanya Rukia dengan suara serak
"Belum, aku ingin menanyakan pendapatmu" jawab Byakuya
"Gomen ne, Rukia" mendadak perkataan Renji kembali terngiang di kepala Rukia
"Tolong kau pikirkan, aku tidak tahu apa masalahmu, tapi mungkin pindah dari Tokyo untuk sementara waktu bisa menghiburmu"
Sejenak titik keraguan di mata Rukia meredup, dan ia membulatkan tekat, lalu berkata "Ayo pindah ke Karakura Town"
Byakuya tersenyum lega.
Entah apa yang membuat gadis itu sedih, yang jelas Byakuya berharap Rukia bisa kembali ceria di tempat yang baru.
POV: Rukia Kuchiki
Hari ini tidak masuk sekolah.
Bukan karena aku tidak mau bertemu Renji, tapi aku sakit, oh jangan lupa hatiku juga sakit. Sangat sakit, terutama saat Renji mengatakan kalau ia menyukai gadis lain.
Tapi aku tidak ingin egois, lagipula aku tidak bisa melakukan apa-apa bukan? Itu keputusan Renji, itu jawaban Renji, aku memang hanya bisa menjadi sahabatnya, bukan menjadi kekasihnya, dan yang terpenting ia menyukai orang lain, bukan aku. Tapi kenapa rasanya sulit sekali untuk menerima kenyataan itu?
Semangat Rukia! Kau akan pindah ke Karakura Town! Kau akan mendapat teman baru, suasana baru, lagi pula Renji bukanlah pemuda terakhir di dunia ini! Masih banyak orang lain yang bisa mencintaimu lebih dari bayanganmu!
"Gomen ne, Rukia" lagi-lagi kata-kata itu menghantui pikiranku, melenyapkan semangat yang nyaris muncul di hatiku, aku memang belum merelakan Renji
Aku menghela nafas, semangatku kendur lagi.
"Rukia" mendadak terdengar suara Byakuya-nii. Huh? Kenapa ia ada di rumah? Bukankah ini jam kantor?.
"Nii-sama tidak menyiapkan kepindahan?"tanyaku bingung saat melihat Byakuya-nii yang muncul dari balik pintu.
"Ukitake sudah menyiapkan semuanya, dua hari lagi kita pindah. Bagaimana keadaanmu? Masih pusing?" Jawab Byakuya-nii sambil berjalan lalu menaruh tangannya di keningku
"Aku sudah merasa lebih baik. Jadi, kita hanya perlu membereskan barang-barang kita?" tanyaku
"Panasnya sudah turun… Oh, ya, tapi tidak perlu semuanya, bawa saja pakaian dan buku-buku atau barang berharga, rumah ini akan ditempati kakek dan nenek" jawab Byakuya-nii
Hee? Kakek dan nenek akan tinggal di sini?
"Besok kau tidak perlu masuk sekolah, bereskan saja barang-barangmu" kata Byakuya-nii sambil berdiri lalu berjalan menuju pintu
"Nii-sama" panggilku sebelum Byakuya-nii menutup pintu kamarku
"Arigatou" kataku saat melihat ekspresi penuh tanya di wajah Byakuya-nii
Byakuya-nii hanya tersenyum lalu menutup pintu.
"Rukia, mau kau apakan kotak ini?" tanya Shizuku
Hari ini adalah hari aku harus mengepak barang-barangku, dan aku benci mengepak.
Beruntung, hari ini Homura dan Shizuku datang untuk membantuku, kalau tidak bisa-bisa aku tidak akan membereskan apapun hari ini.
"Ngg… Aku tidak tahu, taruh dulu saja, nanti biar aku yang memeriksanya" jawabku tanpa mengalihkan wajah sedikitpun dari beberapa buku di hadapanku
"Kau sudah selesai memasukan barang kedalam kotak ini?" tanya Homura sambil mendekatiku dengan lakban di tangan.
"Tunggu" kataku sambil memasukan beberapa buku lalu menutup kotak itu.
"Beres" kata Homura sambil memotong lakban lalu mengangkat kotak itu dan menumpuknya diatas beberapa kotak lain di sudut kamarku.
"Nah, ini kotak terakhir, semua sudah kumasukan, tinggal kotak kecil ini" kata Shizuku sambil menyerahkan kotak itu kepadaku
"Ja… Arigatou Homura, Shizuku" kataku sambil tersenyum
"Iie, lagi pula besok kau sudah harus pindah, dan tidak ada pesta perpisahan, jadi…"
"Aduh, jangan ada pesta" potongku sambil meringis pelan
"Kenapa? Karena nanti Renji akan datang?" tebak Homura
Aku berbalik menatap Homura dengan pandangan kalau-sudah-tahu-jangan-bertanya.
"Apa?" tanya Homura dengan wajah polos
Aku memutar bola mataku
Ugh, sudahlah.
"Hehe, sudahlah Rukia jangan pikirkan ucapan Homura, dia hanya bercanda" hibur Shizuku
"Huff, tapi Homura benar, aku memang tidak ingin bertemu dulu dengan Renji" akuku sambil menghempaskan tubuh keatas ranjang
"Kau yakin? Besok kau sudah pindah kan?"
Malas menjawab aku hanya mengangguk 2 kali
"Dan kau tidak mau bertemu dengannya?"
Lagi-lagi aku hanya mengangguk
"Baka"
Hee?
"Kenapa kau berkata seperti itu?" protesku sambil duduk di pinggir ranjang
"Tentu saja! Coba kau pikirkan lagi, kenangan terakhirmu dengannya adalah saat kau menyatakan perasaanmu kan?"
Ups, benar apa yang Shizuku katakan, dan tentu saja itu bukan kenangan yang bagus.
"Setidaknya temui dia, beri tahu dia kau akan pindah besok" timpal Homura
"Tidak, aku tidak akan memberi tahu Renji " kataku keras kepala
"Kenapa tidak?"
Lama aku terdiam sebelum menjawab "Karena kalau aku bilang aku akan pergi, kemungkinan besar aku akan berharap ia menahanku atau setidaknya aku tidak ingin dia sedih. Cukup aku saja yang bersedih"
Beberapa detik setelah aku mengatakan hal itu mendadak Homura dan Shizuku mendekatiku lalu…
HUP
Mereka memelukku.
"Walau kami sedih kau akan pergi, kami senang kau akan meninggalkan semua kenangan buruk itu di sini. Berbahagialah di Karakura Town Rukia" kata Homura
"Kalau ada masalah, kau tetap bisa menghubungi kami. Kami akan selalu ada untukmu" tambah Shizuku
"Arigatou, Homura, Shizuku" bisikku
Hari ini adalah hari kepindahanku.
Rasanya aneh, seperti ada yang salah karena aku bukannya bersiap-siap ke sekolah, malah bersiap-siap untuk pergi meninggalkan kota kelahiranku untuk waktu yang tidak kuketahui berapa lamanya.
"Rukia, kau sudah siap?" Tanya Byakuya-nii saat pintu kamarku
"Hai" jawabku sambil menatap kamarku untuk yang terakhir kalinya
Saat berjalan menuju lantai bawah aku teringat akan ucapan Homura dan Shizuku, ah… Belum apa-apa aku sudah rindu dengan mereka.
"Jadi kau tidak mau bertemu dengannya?" pertanyaan Shizuku melintas di pikiranku
Renji…
Tidak, aku tidak boleh memikirkan Renji dengan 'cara' seperti ini lagi.
Dulu, sekarang dan nanti kami adalah sahabat, tidak kurang tidak lebih dari sahabat.
Mendadak Byakuya-nii menepuk bahuku, tanda kami harus mengucapkan salam kepada Oji-san dan Oba-san
"Ohayou, Oji-san, Oba-san" kataku dan Byakuya-nii sambil membungkuk
"Kalian, hati-hati di Karakura Town" pesan Oji-san tanpa basa basi
Byakuya-nii hanya mengangguk lalu setelah beberapa pesan dari Oji-san dan Oba-san, kami pun akhirnya berangkat menuju Karakura Town, meninggalkan semua kenangan pahit di Tokyo.
Atau setidaknya, itu harapanku.
Menjelang senja kami tiba di rumah baru kami di Karakura Town.
Setelah menurunkan barang-barang dan memasukkannya kedalam rumah, aku menghempaskan diri di sebuah sofa.
"Rukia, ayo kita berkeliling dulu" ajak Byakuya-nii sambil membawa beberapa dus milikku.
"Hai" kataku tanpa semangat lalu mengambil beberapa dus lain milikku lalu berjalan mengikuti Byakuya-nii.
Setelah 'tur' keliling singkat, akhirnya Byakuya-nii memperlihatkan kamarku yang berada di bagian belakang, sehingga aku jendela dan teras kamarku menghadap ke taman belakang.
"Ini kamarmu" kata Byakuya-nii saat kami memasuki sebuah ruangan yang cukup besar.
Dindingnya berwarna putih polos, dan terdapat tempat tidur kecil di dekat sebuah meja belajar di samping rak buku kosong serta beberapa barang lainnya.
"Baiklah, kau pasti lelah jadi biar nanti kita makan malam diluar saja" kata Byakuya-nii sambil menaruh kotak milikku lalu berjalan keluar, meninggalkanku di kamar baruku
Lelahnya!
Aku langsung menaruh kotak yang kubawa diatas meja lalu berbaring di atas tempat tidur saat bayangan Renji muncul di kepalaku
Ah, Renji apa yang sedang kau lakukan?
Apa kau sudah tahu aku pindah?
Apa… Apa saat ini kau memikirkanku seperti aku memikirkanmu sekarang?
Aku ingin menghubungi Renji, tetapi baterai HP-ku habis, dan bukannya menge-cash atau membereskan barang-barangku, aku malah tidak beranjak dari posisiku dan akhirnya tertidur.
Dulu, saat pertama kali masuk SMP aku tidak merasa gelisah, takut bertemu dengan teman-teman baruku karena kebanyakan temanku berasal dari SD yang sama denganku, tapi kali ini beda.
Aku pindah ke Karakura Town, dan tidak mempunyai teman satupun.
Seharusnya aku gelisah bukan? Atau ya, setidaknya ada sedikit rasa takut bercampur antusias, tapi aku tidak merasakan apa-apa, seolah-olah berada di depan kelas di hadapan sekumpulan manusia berusia 16 tahun bukanlah hal yang harus ditakuti oleh seorang gadis Tokyo pemalu yang baru saja pindah.
"Silahkan masuk" panggilan Yamada-sensei, guru bahasa Inggris sekaligus wali kelas kelasku yang baru membuyarkan lamunanku.
Aku berjalan memasuki kelas, mengabaikan tatapan puluhan mata yang tertuju padaku
"Silahkan perkenalkan dirimu" kata Yamada-sensei
"Ohayou, o namae wa Rukia Kuchiki. Yoroshiku ne" kataku sambil membungkuk pelan
"Nah, Kuchiki-san kau bisa duduk di samping Kurosaki-san"
Aku hanya mengangguk kaku lalu berjalan menuju bangku kosong di samping seorang pemuda berambut orange mencolok.
"Hei, Rukia-chan, namaku Inoue Orihime, yoroshiku ne" kata seorang gadis berambut jingga yang duduk di hadapanku
"Yoroshiku ne" jawabku sambil memaksakan seulas senyum
"Hei, Rukia-chan, namaku Tatsuki" kata seorang gadis lain yang duduk di samping Inoue
Malas menjawab, aku hanya tersenyum lalu gadis itu, Tatsuki tersenyum lebar, seperti senyum Shizuku, sebelum berbalik kembali menghadap papan tulis.
#Flashback#
"Hei Rukia, apa kau akan mengenakan baju ini besok?" tanya Shizuku
Saat itu kami sedang berada di gudang rumahku, mencari baju milik Oka-san untuk kupakai besok di pesta kembang api
Aku berbalik dan menatap Shizuku yang sedang menunjukan sebuah gaun dengan renda yang begitu aneh.
"Tidak akan pernah" jawabku sambil kembali mencari baju.
Lima belas menit berjalan dengan cepat,namun kami tetap belum menemukan baju yang cocok dengan seleraku.
"Sudahlah, kau gunakan ini saja!" kata Shizuku sambil mengeluarkan sebuah kimono tua berwarna abu-abu, mirip seperti kimono yang digunakan Shizuku saat berakting menjadi seorang penjual buah miskin keliling di festival sekolah.
Aku menatap Shizuku dan kimono itu bergantian dengan pandangan apa-kau-sudah-gila?
"Aku kan hanya bercanda" kata Shizuku sambil tersenyum lebar
Mau tak mau melihat senyum Shizuku membuatku turut tersenyum
Dan tebak! Lima menit kemudian kami menemuka sebuah kimono berwarna biru langit! Sesuai dengan keinginanku
#End of Flashback#
"Kurosaki! Jangan coba-coba mendengarkan lagu saat aku menerangkan!" mendadak terdengar suara Yamada-sensei mengejutkanku
Pemuda di sampingku hanya bisa mengomel pelan sebelum akhirnya memasukan sebuah I-pod dan earphone kedalam saku kemejanya, lalu mendesah pelan
Sungguh mirip dengan Renji!
Tak sadar aku tertawa pelan, tunggu. Dia bukan Renji, dan ini bukan Tokyo!
Ah, belum apa-apa aku sudah merindukan Tokyo.
POV: Kurosaki Ichigo POV
Hari ini akan ada murid baru, pindahan dari Tokyo, tapi aku tidak perduli dengan hal-hal seperti itu.
Oh, ini dia datang. Rambutnya berwarna hitam, tubuhnya pendek, dan ia harus duduk di bangku kosong di sampingku.
Jam pertama, pelajaran bahasa Inggris, membosankan.
Saatnya melanjutkan tidur!
"Hei, Rukia-chan, namaku Inoue Orihime, yoroshiku ne" terdengar suara Inoue
"Yoroshiku ne" jawab gadis itu
"Hei, Rukia-chan, namaku…."
Huaaa, berisik sekali! Aku tidak bisa tidur kalau begini caranya!
Kukeluarkan earphone lalu mengambil I-pod yang berada di kantung kemejaku.
"Kurosaki! Jangan coba-coba mendengarkan lagu saat aku menerangkan!" mendadak terdengar suara Yamada-sensei
Dengan setengah hati kumasukan kembali I-pod dan earphoneku lalu menatap papan tulis dengan pandangan mengantuk, hingga kudengar suara tawa tertahan dari sampingku.
Sial.
Semenjak gadis itu mentertawakanku aku belum berbicara dengannya, oh ralat, aku memang tidak pernah berbicara dengannya, hingga sore itu.
Sore itu aku sedang berjalan dengan malas menuju perpustakaan, sudah lama aku tidak duduk di pojok favoritku.
Saat berbelok menuju gang yang merupakan jalan satu-satunya menuju pojok itu, aku mendapati kehadiran gadis itu.
Baru saja aku akan berbalik, aku mendengar suara isakan. Gadis itu menangis.
"Oi" panggilku pelan
Gadis itu tidak menyahut
"Oi, kau tidak apa-apa?" tanyaku sambil berjalan mendekatinya
Gadis itu tetap tidak menyahut
"Oi" panggilku sambil menyentuh pundaknya
Ia tetap terdiam, astaga.
"O… Oi…" mendadak gadis itu memelukku lalu kembali menangis
"Oi, jangan memeluk orang sembarangan!" kataku panik
Bagaimana kalau ada yang melihat? Astaga
"Ichigo" mendadak terdengar suara Chad
Gawat, mereka tidak boleh melihat gadis ini!
Cepat-cepat aku berbalik, menutupi tubuh gadis itu dengan tubuhku, melipat tangan di atas tangan gadis itu, lalu memasang earphone.
"Nah itu dia, ayo Ichigo kita berangkat" ajak Keigo yang mendadak muncul
"Kalian duluan saja" jawabku sambil memberi tanda mengusir kepada Keigo
"Hee? Kau tidak mau ikut pergi? Bukankah kau sudah berjanji kepada Senna-chan?" tanya Keigo
Sial, aku baru ingat aku punya janji dengan Senna
"Nanti aku menyusul" kataku
Kumohon, pergilah kalian!
"Huh, ya sudah jangan sampai lupa!" kata Keigo lalu mereka pun pergi
Aku menghela nafas, syukurlah!
"Dasar bodoh, hampir saja ketahuan" kataku sambil berbalik menatap gadis yang kini duduk terdiam menatap keluar jendela dengan pandangan sendu.
"Oi, sebenarnya kau kenapa?" tanyaku
Gadis itu tetap diam
"Oi"
Gadis itu mendadak berdiri lalu berjalan meninggalkanku
Gadis aneh!
Tapi kalau dipikir-pikir, apa dia tersinggung dengan pertanyaanku?.
Semenjak hari itu, aku mulai memperhatikan gadis bernama Rukia Kuchiki itu.
Di siang hari ia tampak bahagia, seolah-olah wajah yang ia tunjukkan kepadaku sore itu merupakan topeng palsu, tapi kalau orang benar-benar memperhatikan, mereka akan menyadari ada titik kesedihan di matanya.
Tunggu, bukankah itu bukan urusanku? Tapi kenapa rasanya aku ingin tahu apa yang membuat gadis itu bersedih. Ugh
"Maaf membuatmu menunggu, Ichigo" mendadak lamunanku dibuyarkan oleh suara Senna
"Ah, tidak apa-apa. Bagaimana club judo hari ini?" tanyaku
Senna yang merupakan ehm, pacarku merupakan ketua club judo di sekolahnya (well, sekolah kami memang berbeda).
"Membosankan, Tatsuki mengalahkanku lagi" ucap Senna sambil merebahkan kepalanya di meja
"Hehe, suatu hari nanti kau pasti bisa mengalahkannya" kataku sambil menepuk pelan kepala Senna
"Hei Ichigo, kenapa kau tidak datang sore itu?" tanya Senna
Sore itu?
"Sore apa?" tanyaku bingung
Mendengar pertanyaanku membuat Senna terkejut, ia berdiri lalu berkata
"Kau lupa dengan janjimu? Sore itu, satu minggu yang lalu kau berjanji untuk menonton pertandinganku, dan kau tidak datang!" kata Senna berapi-api
Aku menghela nafas, lagi-lagi ia membahas hal itu.
"Aku sudah bilang, aku…"
"Tidak, aku kenal kau Ichigo, pasti ada yang kau sembunyikankan?" tanya Senna masih dengan nada yang sama
Entah mengapa amarahku tersulut, padahal ini kesalahanku, tapi tetap saja…
"Jadi apa maumu? Kau ingin meninggalkanku?" tanyaku kesal
Senna menatapku dengan pandangan tidak percaya lalu ia meraih tasnya dan berjalan meninggalkanku.
Untuk beberapa saat aku ingin berdiri dan mengejar Senna, tapi entah mengapa aku mengurungkan niat dan duduk mematung menatap
Hei, sekali-sekali bersikap egois itu perlu kan?
Keesokan harinya saat pulang sekolah aku menelepon Senna, dan kami kembali bertengkar hingga akhirnya kata-kata itu keluar dari bibir Senna
"Kalau begitu kita sudahi saja hubungan kita!"
KLIK
Ia memutuskan sambungan kami, meninggalkanku yang berdiri mematung di taman belakang
Senna memutuskanku, entah mengapa kata-kata itu terasa menusuk dadaku pelan, tidak dalam, tidak melukai, hanya membuatnya berdenyut nyeri sedikit, sangat sedikit, lalu terasa semakin sakit dan astaga, dadaku terasa sesak.
"Oi" mendadak terdengar suara seseorang di sampingku
Aku menoleh dan mendapati gadis itu sedang berdiri di sampingku dengan tatapan penuh tanya
"Ada apa dengan semangatmu, kau tampak seperti orang yang menahan sakit. Kau dipukuli orang?" tanya gadis itu polos
Astaga, kenapa ia harus muncul sekarang?
"Aku tidak apa-apa" jawabku ketus sambil memalingkan muka
"Bohong" kata gadis itu sambil menepuk pelan pundakku
"Kau tidak tahu apa-apa, jangan berkomentar sesukamu" kataku kesal
Hening menyelimut kami, menelan ucapan ketusku.
Kenapa dia diam? Apa dia marah?
Kulirik gadis itu, oh rupanya ia sedang menatap langit yang berwarna jingga.
"Kau… Marah?" tanyaku
Gadis itu menggeleng
"Kau bilang aku tidak tahu apa-apa dan aku tidak boleh berkomentar, jadi aku diam saja" jawab gadis itu
Aku tertegun menatap gadis itu, tidak semua gadis seperti dia, kebanyakan akan mengajukan pertanyaan hingga si penjawab akan merasa muak lalu menyuruh si penanya diam, tapi bukannya diam si penanya malah akan mengajukan protes.
"In the end… It's your problem. A deep, deep problem. I have no right to know. I don't have a method of stepping into the depths of our heart without getting it dirty. So I'll wait. When you want to talk, when you think it's okay to talk…. Talk to me. Until that time, I'll wait"
Kali ini aku yang terdiam menatapnya
"Hei, jangan tegang begitu Kurosaki-san, itu hanya kata-kata favoritku dari buku yang kusuka" kata gadis itu sambil kembali menepuk pundakku
"Ichigo" kataku tanpa sadar
"Hee?" gadis itu menatapku bingung
"Panggil aku Ichigo" kataku
Gadis itu tersenyum lalu berkata "Ichigo-kun"
Dan saat itulah baru kusadari, tidak ada titik kesedihan di matanya, dan senyumnya bukan senyum palsu. Baru kali ini kulihat senyum tulus seorang Rukia Kuchiki, dan matanya tampak berbinar-binar, memancarkan kebahagiaan.
Entah apa yang merasukiku, tapi yang jelas aku ingin selalu melihat binar itu di matanya.
Binar yang sama seperti yang ada di mata Senna
Tapi menginginkan kebahagiaan orang lain bukan berarti aku menyukai orang itu kan?
Akhirnya…
Setelah bingung mau ambil IPA atau IPS #loh kok malah curhat?
Akhirnya jadilah chap pertama dari fic TS saya ini #ga nyambung sama yang atas
special thx bwt editor saia yang ud comment, maap kl ms ad yg salah #dilempar
Mind to RnR?
Arigatou before~ ^^
BANZAI! X3
