'Saat malam tahun baru nanti, ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu...'

"Sesuatu? Kenapa tidak sekarang saja?"

'Tidak bisa, karena ini hanya bisa terjadi sekali dan aku ingin membuat ini menjadi sesuatu yang tidak terlupakan untuk kita berdua.'

"Ah, baiklah..."

'Kalau begitu, jam 7 malam di bawah pohon paling besar di pusat kota ya.'

"Ok, jangan sampai telat ya!"

'Seharusnya aku yang berkata itu padamu,'

.

.

.

Memories

By: Aiodu Yuukihara

Warning: OOC

Genre: Drama and Romance

La Corda D'Oro © Yuki Kure

.

.

Kesepian... Menyesal... Sakit...

Semua perasaan itu pasti pernah dirasakan oleh setiap diri manusia baik yang ada atau pun yang telah tiada. Perasaan yang tiba-tiba itu kini menyerang hati gadis berambut merah tua yang sedang berdiri di bawah pohon yang batangnya dipenuhi salju sambil memegangi ponselnya.

'Kenapa?'

Sebuah kata tanya yang membutuhkan banyak kata untuk menjawabnya terus menggema di dalam kepalanya. Kenapa ini harus terjadi? Kenapa aku harus begini? Kenapa dan kenapa. Ia tahu, sebanyak apapun ia bertanya ia tidak akan mendapatkan satu jawaban dan sebanyak apapun ia berusaha ia tidak akan pernah bisa untuk mengembalikan waktu seseorang yang telah berhenti.

'Semua sudah selesai,'

Frustasi? Ya, mungkin ini yang sedang ia rasakan. Hidupnya sudah tak berarti lagi, begitu pikirnya. Hidup sendirian dan dihantui oleh masa lalu, apa dia bisa kuat dengan semua itu?

Ia menundukan kepalanya. Air mata perlahan membasahi pipinya. Ia memegang ponselnya semakin erat dan memeluknya dengan kedua tangannya di depan dadanya. Kakinya yang sudah tak kuat menahan tubuhnya memaksanya untuk terduduk di tengah malam tahun baru dengan salju yang menghiasi malam tahun baru. Orang-orang di sekitarnya tidak menyadari dirinya karena sudah terpikat dalam suasana langit malam bersalju dengan warna-warni kembang api yang terus bermunculan tanpa henti. Ia meringkuk dan menangis di tengah-tengah tawa orang-orang di sekelilingnya.

Di tengah-tengah keramaian, ternyata ada satu orang yang menyadari keberadaanya. Seseorang yang mungkin juga sudah tahu alasan yang membuatnya menjadi kacau seperti ini.

"Kaho-chan!" terdengar sebuah suara dari kejauhan memanggil namanya tapi ia tidak menengok sedikit pun.

"Kaho-chan!" Suara itu berasal dari seorang pria berambut hijau lumut yang saat ini berlari mendekati dirinya.

"Kau pasti kedinginan," sesampainya ia di sana, ia langsung membuka jaketnya dan memakaikannya di tubuh Kahoko. "Semua orang mengkhawatirkanmu," begitu katanya.

"Apa kau bisa berdiri?" Tanya Kazuki dengan ekspresi dan suara yang menunjukan kekhawatiran yang begitu besar pada Kahoko.

"..."

"Kaho-chan..." kata Kazuki sambil mengusap kepala Kahoko. "Kalau kau di sini, kau bisa kedinginan dan dia pasti akan memarahiku kalau dia tahu aku membiarkanmu begitu..."

Kahoko mengangkat kepalanya perlahan. Matanya memerah dan bengkak. Kazuki yang melihatnya merasa begitu kesal karena tidak bisa melakukan apa-apa untuk menghapus kesedihan seseorang yang sudah dia anggap sebagai adiknya sendiri.

"Ku gendong ya?" Kata Kazuki sambil tersenyum lebar, Kahoko hanya mengangguk. Ia kemudia mengangkat tubuh Kahoko yang saat ini berada di belakangnya. Mereka pun berjalan menuju kediaman Hino. Perjalanan mereka begitu sepi, tidak seperti biasanya. Hanya suara isak tangis Kahoko saja yang terdengar. Saat sampai di kediaman Hino, Kakak Kahoko pun keluar dari dalam rumah karena mendengar suara Kazuki.

"Kahoko? Apa yang telah terjadi padamu?" Kakaknya terlihat begitu khawatir.

"Nanti akan aku jelaskan, lebih baik kita membawanya ke dalam kamarnya."

Sesaat kemudian setelah Kahoko dibaringkan di tempat tidurnya, kakaknya dan Kazuki pun keluar dari kamarnya. Kahoko yang sebenarnya masih tersadar dan belum tertidur membuka ponselnya. Ia melihat pesan yang masuk di ponselnya.

Jangan sampai telat ya!

T.R

Air matanya kembali membasahi pipinya. Matanya masih terus menatap ke layar ponselnya itu. Ia menutup matanya, berharap kalau ini semua adalah mimpi dan ia akan terbangun dari mimpi buruk ini.

.

.

.

Kota di tengah malam bersalju. Dia berdiri sendirian menunggu seseorang. Di tengah-tengah keramaian pusat kota, di temani salju yang berjatuhan. Membuka kedua telapak tangannya dan menatap ke angkasa sambil tersenyum. Membayangkan sesuatu yang menyenangkan akan terjadi malam ini. Kemudian ia melihat kesekelilingnya. Tapi sosok yang ia cari-cari tidak ia temukan.

Sebuah suara terdengar...

Liebesträume No.3

Dia langsung berlari menuju sumber suara itu. Entah apa yang membuatnya bisa mendengar suara itu di tengah keramaian. Ia sudah tak mempedulikannya lagi karena yang terpenting baginya adalah bertemu dengannya.

Ia sampai di sebuah cafe. Anehnya, cafe ini tidak ada pengunjung sama sekali kecuali satu orang. seorang pria dengan rambut berwarna biru dan kulit putih pucat. Ia duduk di tengah cafe itu sambil memainkan sebuah lagu dengan grand piano yang ada.

"Hei, aku menunggumu dari tadi loh!" Kahoko berjalan mendekatinya. Ia berhenti bermain.

"Maaf," ia menunjukan ekspresi sedihnya.

"Hei, kenapa berwajah seperti itu? Katanya kau mau memberi tahuku sesuatu..." Kahoko berhenti berjalan.

"Maaf," pria berdiri dan berjalan ke arah Kahoko.

"Eh?" pria itu memeluk Kahoko. Kahoko tak kuasa menahan semburat merah di pipinya.

"Maaf," lagi-lagi hanya kata itu yang keluar dari mulut pria yang saat ini memeluk erat Kahoko.

"Maaf? Kau memang terlambat tapi tidak seharusnya kau mengucapkannya berkali-kali... aku tidak semarah itu... kau... tahu..." Kahoko kaget melihat pria di hadapannya itu perlahan-lahan menghilang.

"Ke-kenapa? Apa yang sebenarnya terjadi?" Kahoko bingung melihat apa yang sedang terrjadi.

Tapi, sama seperti yang sebelum-sebelumnya, hanya maaf yang Kahoko dapatkan.

.

.

.

"Kahoko? Apa kau tidak datang ke pemakamannya hari ini?" Kakaknya bertanya padanya.

"Aku akan datang," jawab Kahoko dengan datar sambil menghabiskan sarapannya.

"Aku akan ikut denganmu,"

"Tidak usah, kakak ada rapat penting hari ini bukan?" Kahoko memaksakan bibirnya untuk memberikan senyuman di pagi hari untuk kakaknya.

"Kahoko... Apa benar kau akan baik-baik saja?" Kakaknya terlihat khawatir.

"Ya, aku akan baik-baik saja. Masa kau tidak percaya dengan adikmu sendiri sih?"

"Itu dia alasannya, karena kau itu adikku makanya aku..." Kahoko langsung bangkit dari tempat duduknya.

"Aku akan baik-baik saja, kakak jangan khawatir." Ia langsung pergi menuju kamarnya dan mengganti pakaiannya.

"Aku berangkat dulu ya kak," dengan itu, Kahoko pun langsung pergi meninggalkan rumahnya.

.

.

.

"Bunga apa yang harus aku beli ya?" Dia bertanya pada dirinya sendiri ketika melewati toko bunga. Ekspresi wajahnya kembali sedih.

Bunga

Ia menjadi teringat akan kenangannya bersama orang itu. Tepatnya saat liburan musim panas yang 3 tahun yang lalu saat ia kelas 3 SMA. Saat sekolah mereka mengadakan perjalanan ke taman bunga. Di sana ia terpisah dari yang lainnya namun tak ada yang menyadari hal itu kecuali dia. Ya, hanya dia...

"Ada yang bisa saya bantu?" Pemilik toko itu pun menghampirinya.

"Ah, saya bingung ingin membeli bunga apa..." Kahoko memaksakan sebuah senyuman.

"Kalau boleh saya tahu, bunga ini untuk siapa ya?" Tanyanya sambil memilah-milih bunga.

"Seseorang yang berharga... Di hari terakhirnya..." Kahoko menunduk dan tersenyum. Kali ini, senyuman yang keluar adalah senyuman yang tulus tanpa ada paksaan sedikit pun.

"Kau pasti sangat mencintainya, apa ada sesuatu yang belum sempat kau katakan padanya?" Pemilik toko itu pun tersenyum.

"Ya,"

"Bagaimana kalau ini," si penjaga toko itu menunjuk ke arah sekumpulan Lily putih.

"Sepertinya bagus," jawab Kahoko seraya berjalan mengikuti penjaga toko yang mulai berjalan menuju Lily-Lily putih itu.

Setelah membeli bunga tulip berwarna putih itu, Kahoko menarik nafas panjang setelah melihat orang-orang berbaju hitam di hadapannya.

'Kau pasti bisa melakukannya Kahoko!' Kahoko menyemangati dirinya sendiri.

Pemakaman berjalan seperti pemakaman-pemakaman yang biasa ia datangi. Air mata, kata-kata duka, ucapan selamat tinggal. Kenapa harus begitu? Kenapa mereka menganggap kalau ini adalah yang terakhir?

Kahoko yang berdiri diantara banyak orang yang menangis benar-benar tidak menyukai hal ini. 'Ini bukan yang terakhir bukan?' ia bertanya pada dirinya dan ia pun menjawab tidak dengan alasan yang ia tidak ketahui begitu jelas.

Akhirnya, ia harus melepaskan bunga-bunga Lily putih yang terus ia pegang.

'Sampai jumpa, aku akan selalu mencintaimu...' iya berkata seperti itu di dalam hatinya sambil beranjak pergi menjauh dari batu nisan itu.

"Hino Kahoko?" Seorang wanita yang memiliki warna rambut yang sama dengan orang yang ia cintai menghampiri dirinya.

"Iya," Dia tahu kalau orang yang di hadapinya saat ini adalah Hamai Misa, ibu dari orang yang ia cintai.

"Terima kasih banyak, kau telah mengisi hari-harinya selama ini." Begitu katanya sambil memegang pipi Kahoko dengan tangan kanannya.

"Aku melakukannya dengan senang hati."

"Ini pasti berat untukmu..." Misa mengusap lembut pipi Kahoko. Kahoko hanya tersenyum paksa.

"Aku harus pergi sekarang, sampai jumpa Hamai-san..." Dengan itu, Kahoko pun menunduk dan langsung pergi.

"Ya, hati-hati..."

Sebenarnya Kahoko tidak memiliki urusan apapun yang penting. Itu hanya sekedar alasan yang dibuatnya untuk pergi meninggalkan tempat itu. Dia tidak kuat untuk berlama-lama di sana. Itu terlalu menyakitkan untuknya.

Berjalan terus meninggalkan tempat itu. Membuka lembaran baru di kisahnya yang baru. Seorang diri, tanpa seseorang yang ia cintai di sisinya. Memulai semuanya dari awal sendirian. Dan berusaha sekuat mungkin untuk tidak melupakannya.

.

.

.

T

B

C

.

.

.

A/N: Nah, w datang dengan fic serius... Hh, update-nya mungkin bakal lama dan setiap chapternya gak bakal panjang-panjang banget. Padahal masih ada fic yang belom selesai...

W si anak baik nan keren ini bakal negbuat LenxKaho sebagai main pairing-nya! Huahaha... ini LenxKaho yang kesekian kalinya.

Oh iya, soal bunga. Itu w seleksi-seleksi dulu sama yang paling tepat dengan situasi Kaho. Cuma ada tiga pilihan sih.. ini dia daftar calon bunganya!

Lily putih: Cinta sejati yang diliputi duka

Tulip cokelat muda: Aku akan mencintaimu selama-lamanya

Anyelir merah muda: Aku tidak akan melupakanmu

Berhubung si Lily yang sangat masuk ke dalam kriteria dan dia juga salah satu chara di LCDO punyanya Yuki-sensei, jadi dia lah yang terpilih.

Jadi bagaimana menurut kalian? Karena Go On dah tamat, w bakal terus fokus ke fict yang ini dan meninggalkan Si Pentung kecil yang tidak berdosa itu...

Jaa!

Oh iya, numpang promosi blog dong!"aidouyuukihara. blogspot .com"

Di situ w banyak share soal La Corda dan anime lain...