Disclaimer: Naruto is Masashi Kisimoto's, but this fanfiction is mine

Warning: OOC, FANON, Typo, Incest, Gaje, FF ini hasil kerjasama antara author Yelou-chan dengan teman author NUR INDAH AMALIA. Terimakasih untuk Indah yang mau bekerjasama dengan author

Pair: Sasosaku, Sasohina, Sasusaku

Sakura is older 2 years than Sasori

Don't like don't read!

Ku persembahkan untuk para SASOSAKU FC

Hope You like it!

She is my Onee-chan

10 Februari 2000

"Dasar anak cengeng!"

"Cacoli nggak cengeng kok!"

"Ah, dasar anak manja! Bentar lagi juga kamu bakal nangis!"

"Nggak! Cacoli enggak nangis kok."

"Oh ya? Kalau aku begini, kamu juga bakal nangis. Terus ngadu ke ibumu!" Anak berbadan gempal yang kira-kira berumur lima tahun itu mendorong anak berambut merah di depannya, hingga anak berambut cerah itu terjatuh.

Anak yang di dorong tersebut meringis kesakitan. Ia melihat telapak tangannya yang sedikit lecet. Butir-butir Kristal itu sudah menggenang di pelupuk matanya, siap untuk tumpah. Tapi anak bermata besar nan sendu itu bertahan agar bening-bening kristal itu tidak jatuh ke pipi gembilnya.

Ia menatap ke depan, seakan-akan menantang tiga anak berbadan bongsor di depannya. Walaupun begitu, jantungnya sudah berdetak keras sedari tadi. Ia takut, sangat takut. Ia hanya anak berumur tiga tahun, yang sedang disuduti oleh tiga anak berumur 6 sampai 8 tahun.

"Kalian kenapa malah ama Cacoli? Cacoli salah apa ama kalian? Kalau Cacoli punya calah, Cacoli minta maaf." Anak bercadel itu mencicit ketakutan saat anak yang berbadan paling besar mendekatinya.

"Salah kamu? Salah kamu adalah main di lapangan itu! Kamu tahu lapangan itu punya kami!" Tunjuk anak berbadan besar ke lapangan di sampingnya. Di tengah lapangan itu masih ada bola, bola milik anak berambut merah berantakan yang sedang disuduti di belakang pohon dengan tiga anak.

"Kata Hahaue, lapangan ini punya belcama. Bukan cuma punya kalian tau!"

"Oh… Jadi kamu nantang ya! Sakari, ambil tongkat punyaku. Biar kuberi pelajaran anak ini."

Anak yang bernama Sakari itu dengan buru-buru mengambil tongkat bos nya, ia tidak ingin berbuat masalah dengan bosnya yang berumur paling tua itu kalau tidak ingin mendapat resiko.

Setelah mengambil tongkatnya, anak itu bersiap-siap untuk memukul objek di depannya. Melihat apa yang akan dilakukan orang di depannya, anak berambut merah itu menangis. Tubuhnya gemetar. Ia sama sekali tidak ingin merasakan sakit dari tongkat itu. Bahkan ibu dan kakaknya belum pernah memukulnya dengan tongkat. Mungkin dijewer oleh ibunya pernah kalau ia berbuat nakal.

Tongkat itu siap dilayangkan saat sebuah teriakan menghentikan mereka.

"Jangan sakiti Sasori-chan!"

Sontak ketiga anak itu menoleh pada sumber suara, belum sempat mengetahui siapa yag terlah berteriak, mereka sudah terhempas kebelakang.

BUGH! BUGH! BUGH!

"Ittai…" Maru, sang ketua dari teman-temanya, merintih kesakitan sambil memegang pipinya yang bengkak. Dengan segera ia melihat siapa yang telah berani memukulnya dan teman-temannya. Dan betapa terkejutnya ia bahwa yang telah memukulnya adalah seorang gadis cilik berambut merah muda.

"Jangan sakiti Sasori-chan! Ayahku seorang polisi, awas kalau kalian berani memukul adikku. Akan kulapokan pada ayahku, dan kalian semua- " gadis di depannya menyeringai.

"…akan dijebloskan ke penjara! Kalian tidak bakal makan enak seperti masakan ibu kalian, kalian akan mendapat makanan penjara. Kalian tidak bisa tidur nyenyak. Kalian tidak bisa main, dan yang terpenting… Kalian tidak bisa ketemu orangtua kalian! Mau?!"

Maru menggeleng keras. Ia dengan takut-takut berdiri dan segera bersujud di depan gadis itu. Melihat kelakuan bosnya, kedua temannya juga mengikuti.

"Ampun. Ampun. Kami tidak bakal memukuli Sasori lagi. Tapi jangan adukan kami pada Pak Polisi."

Gadis itu tersenyum puas, "bagus. Sekarang pergilah atau kalian mau merasakan tinjuku untuk kedua kalinya."

"Iya, iya jangan!" Ucap mereka sambil berlari menjauhi kedua pasang kakak adik itu.

Setelah mereka pergi, gadis berambut merah muda itu tertawa. Ia memegangi perutnya yang terasa sakit.

"Hahaha, dasar bocah-bocah bodoh! Mau saja kutipu mereka. Badan aja besar, tapi nyalinya ciut! Hahaha!"

Anak berambut merah yang diketahui bernama sasori itu menatap heran pada kakaknya.

"Oneechan? Daijoubu desuka?"

Sakura -nama gadis itu-, menoleh pada Sasori dan menghamipirinya. Ia segera menunduk untuk mensajajarkan tingginya dengan adiknya. Ia menatap tak tega pada sang adik. Pipinya merah dan basah. Anak sungai terlihat jelas di kedua pipi tembemnya itu. Matanya yang sedu terlihat merah dan bengkak karena menangis.

"Cup, cup. Daijoubu desu, Sasori-chan. Onee-chan akan selalu melindungi Saso-chan. Jadi jangan nangis lagi ya."

Sasori mengelap air mata sekaligus ingusnya, dan segera menjatuhkan dirinya pada pelukan Sakura.

"Huwaaa! Cacoli takut nee-chan. Huwaa!"

"Takut apa? Mereka sudah dikalahkan sama onee-chan. Jadi Sasori-chan tidak perlu takut lagi. Onee-chan akan selalu melindungimu dan menyayangimu. Onee-chan akan selalu bersamamu, dimanapun dan kapanpun Sasori-chan berada."

Sasori mengangkat wajahnya, dan menatap sang kakak. "Onee-chan janji nggak akan pergi dari Cacoli?"

Sakura mengangguk cepat sambil memeluk Sasoi. "Janji Sasori-chan. Janji."

Sasori tersenyum, merasakan betapa hagatnya pelukan Sakura. Ia segera melepaskan pelukan Sakura dan meraih wajah kakaknya. Lalu,

CUP!

Ia mencium pipi Sakura membuat pipi sang kakak memerah.

"Cacoli cangaaaat cayang Nee-chan!"

"Onee-chan juga sangaaaat sayang Sasori-chan!"

Mereka berdua tersenyum. Dan berjalan bergandengan tangan pulang menuju rumah.

.

.

11 Juni 2012

"Akh!"

Mata berhazel cokelat itu terbuka lebar, keringat sebesar biji jagung berlombaan menuruni pelipisnya, dengan nafas masuh memburu, hazel cokelat itu melihat ke sekelilingnya. Dan ia tahu, ia berada di atas tempat tidurnya.

Mimpi itu lagi.

Mimpi itu lagi. Mimpi yang merupakan déjà vu dari masa lalunya. Dan akhir-akhir ini ia selalu memimpikan hal yang sama. Mimpi antara ia dan… kakaknya.

Hazel cokelat itu melihat ke kanan. Menatap ngantuk pada jam digital di sampingnya. Jam 01.23 AM.

Ia mendesah lirih. Dibenamkan matanya di telapak tangnnya, dan mengusap kasar wajahnya. Ia segera bernjak duduk. Masih teringat dengan jelas bagaimana mimpi itu memasukinya. Mimpi yang janggal menurutnya. Mimpi mengenai kedekatannya bersama Sakura nee-chan. Kenapa ia bisa mendapat mimpi dari kenangan masa lalunya?

"Mungkin karena minggu lalu kamu menemukan fotomu dan Nee-chan waktu berumur 3 tahun, Sasori. Hh, bukan apa-apa." Ucapnya menenangkan diri sendiri.

Ia ingin melanjutkan tidurnya saat ia mengingat sesuatu. Dengan agak sedikit lemas –efek bangun tidur-, ia berrjalan keluar kamar. Berjalan di lorong rumahnya. Tidak sampai 10 langkah, ia sudah berada di depan pintu berwarna merah muda. Dengan perlahan ia membuka pintu di depannya, dan mengintip.

"Onee-chan?"

Sepi dan gelap. Hanya ada satu penerangan di sudut ruangan. Lampu belajarlah yang masih menyala. Dan Sasori segera masuk ke dalam.

Di atas meja, tidak hanya ada berbagai macam buku dan laptop tetapi tedapat kepala seorang gadis manis bersender di atas meja yang asyik dalam dunia mimpinya. Gadis itu tertidur sambil menaruh kepalanya diatas lipatan tangannya diatas meja. Wajahnya tidak terlihat jelas, karena tertutupi helai merah mudanya. Walaupun Sasori tidak dapat melihat wajah objek di depannya, tapi ia sudah hafal betul wajah orang yag tertidur itu. Cantik.

"Onee-chan? Bangun. Jangan tidur seperti ini." Sasori menggoyangkan bahu gadis didepannya. Tapi orang tersebut memang terlalu asyik dengan mimpinya.

"Onee-chan…"

"Hm, iya sensei. Ini aku sedang mengerjakan soal nomor enam…" Dan disambut dari igauan orang di depannya lalu tidur lagi.

Sasori hanya dapat menghela napas dan tersenyum lemah. Sepertinya ia harus melakukan hal yang sama seperti hari-hari kemarin. Dengan segera ia menaruh tangan kirinya di belakang leher Sakura dan menaruh tangan kanannya di belakang lipatan lututnya. Ia menggendong kakaknya ke atas tempa tidurnya. Setelah memposisikan badan kakaknya denga nyaman, ia segera menyelimuti Sakura.

Bukannya beranjak ia malah duduk di tepi tempat tidur di samping Sakura. Dalam diam ia memandangi paras kakaknya. Cantik. Dan akan selalu cantik. Ia mengusap rambut Sakura, turun ke dahinya, membenarkan letak poninya yang jatuh menjuntai, mengusap pipinya, matanya, dagunya, lehernya, dan terakhir menuju punggungnya dan mengusap beberapa kali dengan pelan.

Betapa ia melakukan semua itu dngan kasih sayang. Kasih sayang seorang adik pada kakaknya? Entahlah, ia saja merasa bingung.

Perasaaan ini muncul saat ia duduk di bangku kelas 2 SMP. Sebuah perasaan yang harusnya tidak dimilikinya. Dan haram untuk memilikinya. Tap sesering apapun ia menyangkal, dan sesering juga ia mengakui. Mengakui kalau ia tidak ingin jauh dari Sakura. Ia membutuhkannya. Dan ingin menjadikan miliknya. Kenapa? Bukankah dia sudah menjadi milikmu Sasori? Dia adalah kakakmu. Orang yang paling dekat denganmu. Dan tidak bakal meninggalkanmu walau kau menjadi seorang pembunuh nomor 1 di Jepang. Kenapa kau masih ingin memilikinya? Apa yang ingin kau miliki dari dia?

Hatinya.

Sasori termenung mendengar apa kata hatinya. Segera ia menggeleng kepalanya keras, membuyarkan apa yang dipikirannya.

"Yamero. Apa yang kau pikirkan Sasori no baka?"

Ia kembali menatap yang sedari tadi menjadi objeknya. Dan tersenyum kcil melihat kakaknya sedang mengigau.

"Semoga perasaanku bukan yang seperti itu, ne Sakura nee-chan?"

Sasori menunduk, dan mencium lembut pipi Sakura.

.

.

KRINGGGGGGG!

"Enghh… "

Tangan ramping itu menggapai-gapai meja di sebelahnya.

"Ishh… Mana jam bodoh itu?" Dengan mata belum terbuka, jemarinya mencari-cari benda berbentuk persegi panjang sumber dari keributan.

"Gotcha! Mati kau jam sialan!" Ucapnya sambil memukul-mukul tepi atas dari jam digitalnya. Dan seketika suasana kembali hening.

Ia berusaha melanjutkan tidurnya, tapi seketika ia memuka matanya lebar dan menolehh ke samping melihat jam digitalnya.

07.30 AM

"Aaaa! Aku telaaaaat!"

.

.

Suara grasak-grusuk itu terdengar dari arah tangga diikiuti derapan langkah kaki yang terburu-buru. Membuat laki-laki berambut merah berantakan dan bermata sendu yang sedang minum teh hangatnya menghentikan kegiatannya sejenak dan menatap kakaknya. Seperti biasa ritual ribet kakaknya.

"Ohayou Sasori-chan, Hahaue!"

"Ohayou," ucap mereka bersamaaan. Sasori kembali meminum tehnya dan Sakura kembali sibuk dengan dasinya yang tidak terpasang rapih di kerahnya setelah sebelumnya ia menaruh tas berwarna merah mudanya diletakkan di atas meja makan.

"Tasmu jangan diletakkan di meja makan, Sakura!"

"Iya Hahaue! Ish… Kenapa dasinya nggak mau rapih sih?"

"Onee-chan?" Sasorinya memanggilnya, tapi tak membuat Sakura menghentikan aktivitasnya.

"Iya, ada apa?"

"Rok mu sebelah kanan miring sebelah."

"Eh? Oh terimakasih sudah mengingatkan."

"Onee-chan?"

"Iya?"

"Kancing kedua dari bawah belum terkancing."

"Iya."

"Onee-chan?"

"Hah?"

"Jam tanganmu terbalik."

"Iya, iya aku tahu!"

"Onee-chan?"

"Iya apa lagi?!" Bentak Sakura kesal. Apa adiknya tidak melihat kalau ia sedang kewalahan merapihkan seragamnya sendiri?

Sasori terdiam, membuat Sakura merasa bersalah telah membentaknya.

"Gomen. Ada apa Sasori?"

"Aa. Tidak. Hanya saja… Sesuatu yang berwarna hitam terlihat, nee-chan."

Sakura menyerngit bingung, "Maksudmu?"

"Kau belum menresletingkan rokmu." Ujar Sasori terlihat sangat santai seraya meneguk tehnya kembali. Pura-pura tidak melihat wajah Sakura yang memerah entah karena malu atau kesal.

"Dasar! Sasori no baka!" Dan Sasori hanya tersenyum polos.

"Sebelumnya sesuatu berwarna pink yang terlihat. Sekarang hitam. Kau membeli baru lagi Sakura nee-chan?" Ucap Sasori sambil terkekeh kecil. Membuat Sakura ingin menyumpal mulut Sasori dengan kaus kakinya, biar tau rasa!

"Yare-yare, kalian memang tidak pernah berubah. Selalu saja bertengkar." Haruno Hanami –Ibu Sasori dan Sakura- hanya bisa geleng kepala melihat tingkah kedua anaknya. Ia segera meletakkan nasi hangat di tengah meja makan sebagai pendamping dari lauk pauk yang sudah ada. Dan duduk di samping Sakura.

Setelah merapihkan pakaiannya, Sakura segera meraih sumpitnya dan menyuap makanannya.

"Kau tidak pernah berubah Sakura, sering kesiangan." Hanami memulai percakaoan pagi itu.

"Itu karena aku selalu tidur telat. Tugas selalu menumpuk Hahaue. Maklumlah, aku sudah tingkat terakhir jadi banyak tugas dari tahun lalu."

"Kapan kau tidur?"

"Aku tidak tahu. Tapi yang kuingat aku tidur di meja belajar. Tapi kenapa pas bangun aku sudah ada di tempat tidurku? Dan ini sering terjadi."

"Mungkin sleep walking. Seperti anak kecil saja." Sasori menimpali seraya menyuapkan sayuran ke dalam mulutnya.

"Sok tahu! Aku tidak pernah sleep walking lagi!" Dan hanya ditanggap dengan pandangan tidak percaya dari adiknya. Membuat Sakura kembali mencak-mencak.

"Jangan begitu pada Sasori. Hari ini adalah hari pertama dia masuk Konoha High School, Sakura."

Sakura hanya manyun menatap seragam Sasori yang sama seprtinya, "Hahaue selalu membela Sasori."

"Karena aku lebih pintar darimu, Onee-chan. "

Dan Sakura siap untuk melempar tasnya kalau tidak segera dicegah oleh Hanami.

"Sudah, jangan bertengkar lagi! Sekarang cepat habiskan makanan kalian. Dan Sakura setelah ini berangkat bareng adikmu ke sekolah. Mengerti?"

.

.

"Huh, gara-gara keretanya penuh penampilanku jadi kusut lagi!."

Sakura tidak berhenti mengeluh sejak keluar dari kereta listrik beberapa menit yang lalu. Sasori yang sedari tadi berjalan di sampingnya hanya bisa memutar hazel ckelatnya itu bosan. Bosan mendengar ocehan Sakura sedari tadi. Yap, pagi ini mereka berangkat sekolah bersama. Karena saat ini Sasori sudah resmi masuk Konoha high School, yang juga sekolahnya Sakura.

"Itu juga untung ada aku, kalau tidak kau sudah mati kegencet Ojiisan yang berbadan gajah. Kenapa kita tidak naik bus saja, kalau keretanya penuh?"

Sakura semakin memanyunkan bibirnya kesal, "itu karena kita sudah telat. Aku juga biasanya naik bus kok!"

"Siapa juga yang bangun kesiangan, nee-chan?"

Langkah mereka berdua terhenti tepat di depan pintu gerbang Konoha High School. Sasori menatap sekolah barunya itu lama. Tak terasa waktu berjalan cepat, hingga ia sudah beranjak dewasa seperti ini.

Sakura yang memandangi Sasori hanya bisa tersenyum. Tak terasa kalau adiknya sudah tumbuh besar sekarang. Rasanya baru kemarin ia masih memandikan dan menyuapi Sasori. Dan sekarang anak itu sudah satu sekolahan dengannya. Ia merasa Sasori sudah banyak berubah. Dulu tinggi Sasori hanya sebatas perutnya saja. Sekarang tingginya sudah melebihi Sakura, walau hanya beberapa cm. Tapi ia yakin kalau Sasori bisa semakin tinggi lagi. Fisik lainnya juga semakin berubah menuju bentuk laki-laki sejati. Suaranya yang cempreng sudah membesar, dan perilakunya yang dulu manja sudah semakin dewasa. Yah… walau isengnya masih.

"Jaa, Sasori-chan. Ini adalah hari pertamamu sekolah disini. Kuharap kau punya banyak teman dan memiliki pacar ya! Aku tidak mau memiliki adik yang tidak laku!"

Sasori terkikik geli, "Kayak kau punya saja, Onee-chan."

"Hehh? Jangan sembarangan ya! Aku juga punya tau! Hanya—"

Sasori menatap Sakura tidak percaya. Jadi selama ini kakaknya punya pacar? Kenapa ia tidak pernah tahu?

"Hanya saja aku tidak mau memberitahumu. Karena nanti kau akan melaporkan pada Hahaue dan Chichiue!" Tuding Sakura di depan hidung Sasori. Sasori segera menangkis tangan Sakura dari hadapannya.

"Siapa? Tunjukan siapa pacar— "

"Sakura?"

Sasori menghentikan ucapannya saat di dengarnya suara berat telah memanggil nama kakaknya. Sontak keduanya menoleh bersamaan pada sang sumber suara.

Dia adalah laki-laki tinggi berkulit putih dengan rambut jabrik beratakan ke belakang berwarna biru kehitaman. Mata onyx nya tajam dan terlihat dingin. Tapi tatapannya itulah sumber daya tariknya. Dengan memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celanannya, orang itu mendekati mereka berdua.

"Oh? Sasuke-kun! Ohayou!" Sapa Sakura ramah.

"Hn,"jawab orang yang bernama Sasuke itu dingin.

'Siapa dia?' batin Sasori penasaran. Sepertinya bukan hanya Sasori yang memiliki pertanyaan yang sama tapi orang yang di pandangnya pun memiliki pertanyaan yang sama. Sasuke menatap Sakura seakan-akan menanyakan identitas laki-laki berambut merah di samping Sakura.

Sakura yang mengetahui arti pandangan Sasuke segera menyeret Sasori mendekati Sasuke. "Sasuke-kun perkenalkan ini adikku, dan Sasori-chan perkenalkan ini Sasuke-kun. Dia… Dia…"

"Sasuke Uchiha. Kekasih Sakura," Sasuke melanjutkan perkataan Sakura dengan cepat alih-alih sebagai perkenalan dengan Sasori – tanpa jabat tangan, tentunya—

Sasori memincingkan matanya pada Sasuke, kemudian beralih padaSakura yang terlihat gugup. Gugup karena ketahuan mungkin. Sakura yang menyadari tatapan Sasori hanya bisa semakin menunduk.

"Sasori Haruno desu. Adik Sakura nee-chan. Douzo yoroshiku." Sasori segera merubah mimik wajahnya 3600 menjadi ramah dan periang sambil membungkukkan badannya di hadapan Sasuke. Sedangkan Sasuke hanya merespon dengan 'hn' nya.

Sakura yang melihat sikap Sasori merasa lega. Ia ingin memperkenalkan Sasori lebih jauh lagi pada Sasuke tapi suara bel masuk sudah berdering.

"Jaa, Sasori-chan. Belnya sudah berbunyi. Gomen ne, Onee-chan tidak bisa mengantarkanmu ke kelasmu. Onee-chan masih ada urusan. Bersemangatlah di hari pertamamu, ne? Ganbatte Sasori-chan!"

Sakura segera memeluk Sasori sebagai tanda semangat dan segera melepaskannya saat dirasa ia harus cepat-cepat pergi. Namun sebelum ia pergi, Sasori dengan cepat meraih tangan Sakura hingga kembali berhadapan dengannya dan menangkupkan kedua tangannya di masing-masing rahang Sakura. Lalu mencium pipi Sakura lembut walau hanya sebentar.

"Hai, arigatou nee-chan."

Sakura tersenyum merasakan tingkah Sasori beberapa detik yang lalu, "tindakanmu tadi mengingatkanku pada Sasori kecil. Dulu kau sering sekali mencium pipiku dan kubalas dengan menggigit pipi tembemmu itu Saso-chan." Sakura mengacak-acak rambut Sasori gemas dan membuat sasori meringis.

Sakura segera pergi. Meninggalkan Sasuke dan sasori sendirian. Pandangan sendu itu menatap tatapan tajam Sasuke. Entah kenapa, apa hanya perasaan Sasuke atau bukan. Tapi ia merasa saat Sasori mencium pipi Sakura, pria merah itu tidak menatap Sakura tapi menatap padanya dengan tatapan penuh arti.

Sasuke tidak mengerti tatapan yang diberikan Sasori padanya tadi, entah kenapa ia merasa tatapan itu adalah tatapan sebagai tanda… peringatan untuknya?

.

.

Sasori memperhatikan suasana sekolah barunya. Beberapa anak perempuan sesekali memperhatikannya dan berbisik-bisik yang sayangnya dapat didengar oleh Sasori.

"Lihat itu! Adik kelas tahun ajaran baru yang berambut merah. Kawaii ne?"

Sasori hanya bisa memutar hazel cokelat itu bosan. Oh ayolah… Tidak di rumah dan tidak di sekolah dia selalu dikatakan imut, kapan ia dibilang manly?

Sasori berusaha tak mempedulikan bisikan-bisikan dari wanita-wanita yang lebih tua itu. Sekarang tujuannya adalah mencari papan pengumuman agar dapat mengetahui kelasnya. Dan beberapa menit kemudian ia menemukannya. Di depan papan pengumuman terdapat banyak anak-anak ajaran tahun baru yang bergerumul berbondong-bondong untuk melihat papan pengumuman. Sasori hanya dapat menghela napas berat, sepertinya ia juga terpaksa untuk menerobos kumpulan manusia-manusia itu jika tidak ingin telat masuk kelas.

Dengan langkah yang tegas dia berusaha menerobos gerumbulan itu. Awalnya ia kira mudah karena dominan kumpulan manusia-manusia itu adalah dari kaum hawa. Tapi siapa sangka kalau kekuatan kaum hawa lebih menyeramkan dari kaum adam. Dan disinilah Sasori sekarang, tergencet diantara kaum-kaum hawa yang sibuk melihat papan pengumuman. Dan Sasori sekarang merasa sulit untuk bernapas.

"Ittai… Bisakah kalian beri aku jarak?" Sasori memang seorang laki-laki, tapi tubuhnya yang belum tumbuh secara sempurna membuat ia terlihat tenggelam dari lautan murid-murid itu.

Ia tidak dapat keluar, maka dari terpaksa ia kembali menguatkan tekadnya untuk maju ke depan. Dengan gerakan yang sedikit kasar, ia dapat melihat papan pengumuman itu.

Haruno Sasori…Kelas X.A

Setelah menemukan nama kelasnya, ia sekarang ingin melihat denahnya. Tapi sesorang dengan kasar menubruk ia kesamping membuat ia sedikit terjungkal.

Sebuah perempatan jalan di sudut dahi Sasori tercipta saat orang yang menubruk dia adalah seorang gadis berambut panjang berwarna pirang. Dasar wanita tidak sabaran!

Karena kesal dan gemas maka dengan tidak sabar untuk menyingkirkan gadis itu Sasori menjambak rambut pirang wanita di depannya. Mambuat wanita itu mengaduh kesakitan seraya memegang kepalanya.

Sasori seketika terkejut. Apa tadi dia baru saja menjambak seorang wanita? Sekesal apapun Sasori pada wanita, prinsip Sasori adalah jangan menyakiti wanita itu. Karena wanita adalah makhluk yang lemah. Dan sekarang apa? Ia baru saja menganiaya wanita, yah walaupun tidak bisa dibilang menganiaya juga sih. Tapi tetap saja menyakitinyakan?

Dengan rasa bersalah, ia segera meminta maaf. Ia ingin membalikan tubuh wanita itu menghadap dirinya, karena sebuah permintaan maaf harus diucapkan dengan menatap langsung mata lawan pembicara bukan? Tapi wanita itu tetap mengaduh kesakitan sambil mengelus-elus kepalanya.

"Gomen ne… Gomen aku tadi menjambakmu. Daijoubu desuka? Apa kau terluka? Aku akan bertanggung jawab."

"Kau… Dasar brengsek!"

Eh? Ini bukan suara perempuan. Walaupun sekilas dia terlihat seperti wanita –salah satunya dari bentuk rambut indahnya-,tapi ia tahu jelas kalau suara itu adalah suara laki-laki dan terdengar familiar di telinga Sasori. Sasori menatap kebawah dan benar saja orang di depannya memakai celana dan itu artinya dia laki-laki. Laki-laki berambut pirang panjang? Sasori merasa familiar.

"Kurangajar! Kau sudah membuat rambutku kusut! Kau harus tanggung jawab!" Orang tersebut dengan cepat membalikan badan menghadap Sasori.

"Eh, Deidara?"

"Sasori?!"

.

.

"Hahahaha, wajahmu tidak pernah berubah Sasori-chan! Tetap anak kecil!"

"Kau juga, tetap muka banci. Dan jangan ada embel-embel chan. Kau bukan kekasihku."

Sasori sedikit menunduk saat tangan Deidara ingin mengeplak kepalanya. Hoo, untung Sasori bertindak cepat. Kalau tidak ia sudah menerima pukulan telak dari laki-laki jadian itu.

"Sialan kau!"

"Kau yang sialan! Menerobos tidak jelas tadi. Kau tidak mau mengalah, sama seperti sepuluh tahun yang lalu."

"Kau juga tidak berubah, masih menempelkan mata ngantuk itu. Hey, wake up bro!"

Deidara tertawa lepas saat ia bisa menghindari dari tendangan betis Sasori. Sasori maupun Deidara diam-diam merasa senang saat mereka dapat bertemu lagi sejak sepuluh tahun yang lalu. Yap, Deidara adalah teman Sasori saat umur mereka sama-sama lima tahun. Sasori yang terkenal lucu dan cengeng dan Deidara yang terkenal manis seperti anak cewek. Walaupun begitu mereka bisa sama-sama saling melindungi diri dengan kabur jika mereka di bullying oleh anak-anak nakal lainnya.

Mereka sedang asyik berbagi kenangan masa lalu saat tiba-tiba tubuh Sasori bertabrakan dengan seseorang. Membuat orang tersebut yang memiliki tubuh lebih kecil dari Sasori otomatis terjungkal kebelakang. Dia seorang gadis manis berambut indigo. Gadis itu dengan sibuk mengambil buku-bukunya yang berjatuhan ke lantai saat bertubrukan dengan Sasori tadi.

"Gomen." Ucap mereka bersamaan. Dengan segera Sasori dan Deidara berjongkok dan membantu gads itu mengambil buku-bukunya.

"Ah gomen ne, aku benar-benar sedang terburu-buru jadi tidak melihatmu." Gadis itu mendongak dan segera mengambil buku terakhir dari tangan Sasori.

"Iie, do iteshimaste. Malah seharusnya aku yang meminta maaf karena telah membuat buku-bukumu ber- eh, Hinata-chan?"

Tbc

Ini FF debut author setelang long hiatus. Semoga tidak sejelek FF yang sebelumnya. Author berusaha secepat mungkin untuk dapat update. FF ini juga dibantu oleh teman author, jadi mungkin mudah untuk melanjutkannya. Hehehe maklum author suka dapat malas syndrome kalau sedang dalam tahap menyelesaikan FF.

Tak mau banyak bacot, author hanya minta review dari kalian. Segala jenis review akan author terima dan balas.

Arigato Gozaimasu

"Review is like oxygen for me."