Disclaimer : Vocaloid punya Yamaha dkk.
Warning : Kesamaan ide, typo, dll, harap dimaklumi
About That
Mereka tergabung dalam satu meja sebuah kafe. Disamping jendela dengan dua kursi berhadapan yang saling diisi satu sama lain. Mentari masih tergantung sejajar dengan telinga kanan mereka. Orang-orang masuk dan keluar tidak mereka pedulikan. Jemari lentik menari pada jajaran huruf pada papan dengan layar tegak bercahaya, sedang lainnya hanya mengoles madu pada pancake panasnya, ditemani dengan 2 cangkir teh hangat di meja itu.
"Hio"
Panggil sang gadis masih sibuk dengan madu pada pancakenya, membiarkan tangannya bergerak, memberi kuasa pada sendok dan garpu untuk berdansa. Setelah panggilannya, sang gadis menyuapkan bagian kecil dari sarapan paginya itu masuk dalam mulutnya. Manis.
"Hm?"
Sang surak keperakan ditempa sinar matahari yang jemarinya tak kalah sibuk menari di atas tuts keyboard masih saja terfokus pada notebooknya, buktinya ia hanya membalas perkataan sang gadis dengan sedikit berdeham.
"Aku mulai memikirkan hal lain Hio "
Jawab sang gadis bersurai merah muda yang juga keperakan itu terpantul berkilauan mentari pagi.
"Sudahlah Aria, tidak perlu cemas soal pekerjaanmu, nanti kau sakit lagi" jawab Hio
"Bukan, bukan masalah itu" kilah Aria dengan cepat sambil menatap kosong pancake yang sekarang hanya tinggal separuh dari semula.
"Jadi apa?" tanya Hio
"Kau tidak merasa kalau ya, hubungan kita sebagai sahabat? Yah kau tahu" ucap Aria lagi menyinggung tentang hubungan mereka yang notabene bersahabat sejak lama.
"Kenapa? Realitanya memang begitu kan?" tanya balik Hio memecah hening untuk sementara, sejenak dia mengalihkan pandangannya menatap kelereng biru milik Aria, menjelajah mencari maksud dalam tatapannya, dalam seperti ingin bertanya "Apa yang kau maksud Aria?" tapi ia tak punya nyali bertanya seperti itu pada gadis dihadapannya. Seperti tidak ada apa-apa (mungkin) Hio meraih cangkir teh hangat di kanannya, mencecap rasa manis yang menelusuri lidahnya. Manis.
Hio tahu ucapannya barusan memang sangat berkilah dari hatinya. Selama ini, selama bersahabat dengan Aria , dia diam-diam menyimpan rasa, dan sampai sekarang berhasil menyembunyikannya. Selama ini mungkin Hio pikir Aria menggangap perhatiannya sebagai perhatian seorang sahabat. Begitu pikir Hio.
Ketika Hio tahu Aria membicarakan soal perasaan atau ambigu baginya atau mungkin memang benar benar soal perasaan, Hio merasa senang walau yang dibicarakan belum pasti. Dia hanya memakai wajah cuek, pura-pura tidak tahu.
"Ya tapi kan.." ucap Aria menggantung. Membiarkan silabel-silabel kata itu ditelan udara sekitar.
"Tapi apa Aria? Bicara itu yang jelas" ledek Hio
"Kau tahu, aku selama ini..." perkataan Aria kembali menggantung.
"Apa?" tanya Hio penasaran. Sangat.
"Aku suka kamu!" ungkap Aria kencang.
"Ap- Hei,hei,hei, kau ini serius?" tanya Hio terbelalak. Tebakannya kali ini benar. Jadi selama ini, intipan di balik bilik kerjanya, traktiran cokelat hangat setiap salju pertama datang, tinju main-main, tepukan di bahu, dan yang lainnya itu untuk Hio?
"Kau tahu, aku sangat senang, oh ya satu hal lagi, jangan berterak kalau ngomong, jarak kita aja gak sampe 20 cm kok, aku gak tuli IA " sambung Hio lagi.
"Senang?" tanya gadis itu bingung
"Yap, aku suka kau sejak lama"
Hening. Keduanya mencecap manis teh hangat untuk yang terakhir.
"Oh ya sudah pukul 11.00 sudah hampir 2 jam kita disini, dan meeting akan dimulai kira kira 30menit lagi. Berangkat sekarang?" ajak Hio sembari melirik jam tangan yang terliit di pergelengannya
"Uhm, baiklah"
"Aku saja yang bayar" Hio menawarkan
"Hahaha, baiklah!" jawab Aria tergelak.
Cangkir teh kosong, serta piring dengan sisa madu di permukaannya menjadi saksi bisu pada setiap perasaan yang terungkap.
