Poetry

Kuroko no Basuke still Fujimaki Tadatoshi's!

Warning : gaje, ooc, typo, garing!

.

.

~O~

.

Hari yang amat panas di SMP Teikou. Matahari memang lagi giat-giatnya bangun pagi, bung.

Semua murid tampak bosan dengan kegiatan mereka yang begitu-begitu saja. Hanya bermain itu, lalu kembali kesitu, terus sama si itu lagi. Apalagi kelas 9-B, biangnya anak-anak berisik sekaligus genius macam Midorima Shintarou yang dikabarkan punya jiwa uke dan punya sifat tsun–oke, yang punya nama udah megang piso tuh.

"Kurokocchi, bosaaaaaan-ssu!" seru seorang pemuda berambut kuning cerah yang kini berjalan mondar-mandir di kelas bersuasana bising itu sambil sesekali membuka-tutup pintu kelas, memastikan tak ada satu pun guru yang memasuki kelas biadab itu.

Pemuda yang merasa terpanggil, hanya melirik sekilas, kemudian menguap sebentar. "Kau bisa panggil guru kalau tak mau bosan, Kise-kun."

"Bukan itu maksudku-ssu!"

Aomine yang memandang sahabatnya yang berjalan bak badak kepanasan itu pangling. "Kise, kalau kau begitu terus, kau akan memancing guru kemari, bodoh."

"Terus aku harus apa-ssu?" tanya Kise frustasi.

Satu jeblakan keras yang mengundang perhatian itu membuat Kise terjengkang. "Ryouta Kise. Ini masih jam pelajaran. Bukannya lebih baik kalau kau mencoba duduk dan diam?"

Mampus. Sejak kapan tuh guru di belakang gue?

"Ryouta, kau mendengarku, kan?"

"Aa-a. De-dengar-ssu!"

Pria berambut merah dengan map berjubelan di tangannya itu menghela napas sejenak, kemudian berjalan menuju meja guru di depan kelas.

Banyak anak cerdas tapi kok mulutnya pada besar. Astaghfirullah…

Tobat, kang?

Eh, maap. Salah-salah.

Balik ke cerita.

Akhirnya, guru tampan nan ganas (?) berambut merah itu merasa cukup lega dan segera memulai pelajaran pertamanya.

Ia menulis suatu kata yang tak asing dan mengetuk-ketukkan tongkat kayunya di papan tulis. "Nah, kita akan belajar mengenai ini."

Puisi.

Seorang pemuda berambut merah super boncel yang duduk tepat di belakang pemuda berambut biru muda hanya mendengus. "Alay. Tulisan kayak gitu kok dipelajarin. Bakagami… Bakagami…"

Para murid dari klub basket tenar, Kiseki no Sedai, tampak memperhatikan ajaran dari Kagami-sensei tanpa minat, minus Tetsuya dan Midorima pastinya.

.

.

"Anjrit. Buku ipa gue ketinggalan. Aomine, lo nyuri lagi?"

"Semua yang nyuri aja gue."

"Bikin apaan lu, Tet?"

"Hanya origami, Murasakibara-kun. Kau mau makan ini?"

"Yaelah, masa batre psp gue abis, sih. Upay."

"Kise, kau bawa boneka chaki?"

"Ya enggaklah. Buat apaan-ssu?"

"Menurut zodiak benda keberuntungan gemini hari ini boneka chaki."

"Itu boneka keberuntungan apa kutukan-ssu!?"

"Yah, gue ngompol."

.

Bermacam-macam suara indah nan memukau itu membuat tekanan darah Kagami semakin naik-turun. Padahal, jam pelajarannya masih panjang, tapi suara mengerikan itu semakin berisik dan tambah parah. Tidak aneh jika semua guru yang pernah mengajar di kelas neraka itu selalu kembali ke ruang guru dengan tubuh letih, lesu, lemas, pusing, atau paling parah koma sehari karena kena timpuk bola basket Akashi, yang katanya tidak sengaja.

Kagami memilih untuk duduk, seraya memijat-mijat keningnya.

Ting!

Bagai klakson mo–lampu menyala, sebuah ide merayap dengan indahnya di atas kepala Kagami. Pria itu menyeringai, kemudian tertawa kecil, kemudian memandang para murid di kelas 9-B yang katanya lebih jenius dari 9-A itu.

Mati lo pada.

"Nah, Anak-Anak."

"Oi, balikin pensil gue, tenyom!"

"Aaaaaa, rambutku jangan diikat-ikat-ssu!"

"Kise-kun, berisik."

"Anak-Anak?"

"Cuy, Madrid lawan Barca kemaren penalti mulu, bro!"

"Iye, gak keren ah!"

"Anak-Anak!"

"Anjrit. Psp gue mati total!"

"GEMPAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!"

"…"

"…"

"…"

Teriakan dahsyat Kagami yang mendunia itu, sontak membuat semua murid kelas 9-B terdiam. Hening menyapa, sunyi menggenang. Ramai terbakar habis. Gaje ah. Balik, balik.

Kagami berdeham, kemudian memandang murid biadab itu dengan senyum manisnya.

"Aku punya latihan untuk kalian."

"…"

"Ambil kertas, lalu tuliskan puisi macam apa saja yang kalian ketahui. Jangan nyontek ke internet."

Kise, taro dulu hapenya.

"Jangan sama kaya temen kalian. Pokoknya, puisinya isi hati kalian masing-masing. Kumpul sekarang! Cepat, cepat!"

"Isi hati sendiri kan, Pak?"

"No reply, Atsushi!"

Semua murid langsung menyambar kertas masing-masing, kemudian menulis apa saja yang ada di pikiran mereka. Dalam bentuk puisi, pastinya.

"Jangan lupa aturan bait, penggunaan majas, sama tulisan kalian! Gak bisa dibaca langsung saya kasih telor."

Satu menit, lewat~

"Abis selesai langsung kumpul, jangan nyontek!"

Dua menit, lewat~

"Aomine, jangan lirik-lirik Kise!"

"Dasar genit-ssu!"

Tiga menit, lewat~

"Terus, si Messi ngasih penalti mulu, bro. Yunolah, si CR juga gamau kalah–"

"Takao, bicara bolanya pas istirahat!"

Empat menit, lewat~

"Akashi, latihan gak hari ini?"

"Entahlah. Aku malas. Tapi Momoi maunya latihan."

"Ya sudah, tinggalin Momoi a–"

"AOMINE, AKASHI!"

Empat menit, lewat~

"Oke, kumpul! Kumpul!"

Nulis puisi dalam waktu lima menit isn't easy.

"Yah, gue beloman!"

"Upay. Gua nyontek dong, Tet!"

"Jangan nyontek, Murasakibara-kun."

"KUMPUL CEPAAAAT!"

Fiuh. Lembaran kertas yang delapan puluh persen penuh dengan coret-coretan itu pun akhirnya mendarat dengan mulus di meja Kagami.

Saatnya penilaian.

Kagami tersenyum kecut.

Kumpulan anak jenius? Terus kenapa nilai yang Kagami torehkan kebanyakan pakai pulpen merah.

Ah. Sepik, sepik.

.

.

Akashi Seijuurou.

9-B.

Aku kapten klub basket…

Aku tampan… aku bijaksana…

Aku suka gunting… mau digunting?

Nama klubnya Kiseki no Sedai…

Manajernya si Dada Besar…

Klubnya keren… keren… keren…

Segitu aja…

End…

.

.

Jenius sekali. Saking jeniusnya sampai menulis puisi aja ancur begini.

40. Jejeng~

.

.

Kuroko Tetsuya.

9-B.

Hidup itu berat…

Seberat bola basket…

Seberat badan Murasakibara-kun…

Tapi hidup itu indah…

Seindah lapangan basket…

Seindah gigi Aomine…

Jangan lupa main basket tiap pagi, ya…

.

.

Kau mau bikin puisi apa ngiklan, Boncel Biru?

45. Beda tipislah sama Akashi.

.

.

Aomine Daiki.

9-B.

Tau gak… batre psp gue abis…

Kok gue nulis gituan. Boam deh, ini sesuka hati, kan?

Emak belom bayar utang… Cucian sejempol tirex…

Bapak nggak pulang-pulang… Pengen ikut…

Duit tinggal gope… Buat apaan ya…

Yes udah suru kumpul…

.

.

Menulis puisi bukan berarti kau harus menulis semua curhatanmu, Daiki.

20. Jejeng~

.

.

Murasakibara Atsushi.

9-B.

Aku lapar…

Makanan itu enak…

Takoyaki… Okonomiyaki… Sushi…

Es potong juga enak…

Kaki Aomine bau asem…

Akashi belagu mentang-mentang ketua…

Midorima sok ganteng…

Kuroko uke terkalem…

Puisi itu apa…

Jerawatku hilang… hilang… hilang…

Kulit Aomine item…

.

.

Bravo!

20. Aomine isn't alone!

.

.

Kise Ryouta.

9-B.

Hidup itu jangan dibawa pusing, coy…

Mending maen basket…

Atau minum pulpi oren…

Jangan lupa lasegar…

Jalan kebenaran terbentang dimana-mana…

Harus jadi panutan anak bangsa…

Sedia berkorban rela dibantai… untuk bangsa…

Merdeka, cuy!

.

.

Kalau saja tak ada penambahan kata cuy, nilaimu yang tertinggi, Ryouta.

45. Sehati sama Kuroko, ciye.

.

.

Midorima Shintarou.

9-B.

Aku yang dulu bukanlah yang sekarang…

Dulu ditendang sekarang ku disayang…

Dulu dulu dulu… ku menderita…

Lupa… sumimasen…

.

.

Padahal kau yang paling normal, Midorima.

65. Tepuk tangan buat si Genius Nomor Satu 9-B!

.

.

Takao Kazunari.

9-B.

Madrid lawan Barca, bro…

Lupa skornya, bro…

Penalti mulu… apa Messi dan CR sedang tidak fit…

Tapi basket tetap nomor satu…

BASKET…

Sekali lagi…

BASKET… !

.

.

Jujur, aku tak paham apa maksud puisi ini.

40. Eak samaan ama Akashi, awas Midorima ma–oke, taro pisonya Kak Midor.

.

.

Dan demikianlah. Hingga lembar keberapa puluh, dan nilainya tetap stabil di atas tinta merah. Kagami menghela napas, kenapa muridnya bisa begitu tolol hanya dengan pelajaran bahasa? Apalagi cuma puisi. Benar-benar.

Tapi, setidaknya, ia tersenyum kecil.

Ia masih punya harapan untuk melihat ekspresi suram para murid bandel yang suaranya sebesar toa masjid itu. Ia menyeringai.

Emang enak. Siapa suruh lawan Kagami, hohoho.

Dan jeng, jeng! Berkas tugas yang sudah dikoreksi Kagami pun dikembalikan dengan mulusnya di atas meja pemiliknya masing-masing.

Dan see? Kagami dengan santainya tertawa di atas penderitaan para murid penghuni sang Kelas Neraka.

"Anjrit. Empat puluh!"

"Sepuluh. Bagus, kan, ya?"

"Enam? Kagami-sensei tidak salah?"

"Yodahlah, mungkin guanya lupa solat tadi subuh."

Kise gegulingan. Aomine serangan jantung. Atsushi lanjutin makan. Kuroko terdiam. Akashi berduka. Takao menangis. Midorima terkencing-kencing.

Kagami menatap jam dinding, kemudian tersenyum lega (sangat lega). Ia mengambil map-map yang berserakan di atas meja guru, kemudian membungkuk hormat dengan sedikit tak niat di hadapan murid-murid 9-B. "Jam pelajaranku selesai! Nikmati waktu kalian~!"

"…"

"Midorimacchi."

"Apa?"

"Kau benar-ssu. Harusnya tadi aku bawa boneka chaki-ssu!"

"Gemini memang ha–"

"Lalu kusuruh dia membunuh guru kampret itu-ssu!"

"…"

.

.

Dan begitulah, 9-B.

.

.

.

The end

.

.

.

A/N:

iya iya aku tau ini gaje banget aku tau /plak

ini pertama kalinya bikin humor, jadi ya maklumi aja kalo garing banget-_-

soalnya kalo bikin penpik kurobas, suka kepikiran canonnya trs. kan kocak tuh wkwk

oia, kelas 9-b itu banyak anaknya. cuma yg jadi sentral cuma kisekinosedai sama takao aja hehe

itu yg barca vs rm kacangin aja. soalnya pas bikin ini aku kepikiran sama kejuaraan dua klub tenar itu, yg blm lama ini. yg barcanya menang, tapi aku yg pensnya lupa skornya-_-v

so, mind to review? :)