Inspirited from Universal Studio's animation movie : Despicable Me. With many modifications by me.
Disclaimer : I wish I could have Naruto. But, instead of wishing, I'm just gonna write the fic. All hail to Kishimoto Masashi.
"Congratulations for you, my son. You finally be able to steal the Pyramid of Giza. Or, was it one of another villain who is true villain?"
"Ya, ya, Kaa-chan. Aku bermaksud untuk meneleponmu sekarang, tapi sudah keduluan."
"Hm? Pyramid Giza"
"Oh."
'Seseorang telah mencuri Piramid Giza? SESEORANG? Tsk, sepertinya ada yang mengalahkan ideku. Kusso. Terpaksa mulai menjalankan top mission itu.'
The Moon Thief
by ceruleanday
July, 2010
—beware of some imaginary silly things. I've warned you.
Seluruh media pemberitaan dunia dibuat kacau. Berminggu-minggu telah berlalu, namun hiruk-pikuk yang timbul dari dasar kota Kairo, Mesir, tidak berangsur selesai. Publik dunia dibuat gempar oleh kehadiran pencuri kelas internasional yang kini belum diketahui keberadaan maupun identitasnya itu. Terlalu gamang untuk memutuskan dan mencurigai tiap penjahat kelas wahid yang masuk dalam top list Interpol sebab siapapun bisa saja menjadi pelakon kejahatan super semacam itu.
Siapapun...
Mencuri Pyramid of Giza adalah sekumpulan kata yang sulit diterima oleh akal. Pyramid of Giza adalah bangunan termegah, terkuno, dan terdahsyat yang menjadi ikon negara Mesir. Bagaimana bisa ada yang mencurinya? Hanya dalam waktu semalam saja kejadian itu berlangsung menurut kronologis saksi mata. Situs piramid di Giza akan dibuka tepat pukul tujuh pagi hingga pukul sepuluh malam. Namun, dua jam sebelum dan sesudah buka dan tutup, lokasi situs itu akan diperiksa oleh puluhan guards berwajah sangar dan sangat berpengalaman di bidangnya—menjaga tentunya. Waktu kosong yang ada hanya berkisar tepat tengah malam hingga pukul lima pagi. Namun, meski waktu luang selama lima jam itu adalah waktu paling tepat untuk mencuri patung-patung kecil maupun batu rubi di pelataran lokasi situs, ratusan senjata mematikan telah tersembunyi apik di sisi-sisi lokasi. Tiap pergerakan yang terekam layar CCTV akan segera dimusnahkan tanpa menimbulkan suara sekecil pun.
Negara-negara dengan lokasi keajaiban dunia yang telah terdaftar dalam catatan situs berserjarah UNESCO menjaga dengan ketat milik mereka. Perancis, Inggris, India, China, Indonesia, dan lainnya membentuk aliansi demi menjaga harta kebanggaan negeri mereka sembari masih berduka atas hilangnya Piramid Giza milik pemerintahan Mesir. Well, ini dan itu mungkin akan menjadi cerita lain. Selama Interpol belum bisa mengungkap tabir misteri hilangnya Pyramid of Giza, siapapun berhak berasumsi. Kini, masyarakat dunia masih menyimpan pertanyaan-pertanyaan itu dalam benak mereka. Sampai pada akhirnya sebuah kasus lain akan terjadi setelahnya...
Pemuda itu menatap bosan ke layar raksasa yang menggantung di antara dua pilar berwarna putih. Tulisan Square Jumbo Tron tertera dengan tinta emas di atasnya. Sofa empuknya diabaikan dan ia lebih memilih mencicipi cup ramen miliknya yang masih sangat panas sambil berdiri. Ia sempat mengutuk saat kuah ramen-nya membakar lidahnya, kemudian kembali merutuki seekor rubah nakal yang seringkali menggigiti tangannya. Ia melompat demi melepaskan gigitan garang rubah peliharaannya yang entah bagaimana sangat sulit untuk dijinakkan. Ah, salah dia juga tentunya. Kenapa malah memilih memelihara rubah dibanding anjing atau seekor kucing atau lebih baik lagi... seekor hamster?
"ARRRGHH! Kyuubi! Berhenti menggigit ibu jariku!"
'—aliansi dunia bekerja sama dengan Interpol beserta CIA membongkar kejahatan dunia yang sangat spektakuler ini—'
"Che. Spektakuler katanya? Spektakuler apanya. Kalau ada yang bisa mencuri bulan itu baru namanya spektakuler. Hm, sepertinya aku sudah kehabisan waktu. Aku harus menemui Jiraiya-jiijii."
Dia meraih remot serbaguna miliknya dan menekan-nekan kombinasi angka yang sulit. Seketika, sebuah pintu baja yang tertutupi oleh lemari kayu raksasa terbuka. Ia segera memasuki pintu itu dan beberapa detik kemudian, tubuh dan bayangannya lenyap begitu saja. Disusurinya koridor-koridor dengan lampu neon redup berwarna kebiruan metalik. Dinding-dinding baja dan beton anti peluru tingkat tinggi membungkus sekumpulan koridor berwujud maze itu. Saat tiba di ujung koridor, ia menemukan pintu lagi. Dengan menekan nomor kombinasi dan pemindai retina, pintu itu terbuka dan menampilkan dunia bawah tanah yang sangat menakjubkan.
Luasnya hampir menyerupai dua kali lapangan sepakbola terbesar di Inggris. Dengan atap berbentuk kubah, langit-langitnya akan berubah warna tiap kali konstelasi bintang bermunculan. Suasana dunia in-door yang menyerupai out-door itu tak ubahnya seperti bengkel rahasia milik agen CIA. Namun, kita akan salah menginterpretasinya. Bagaimana jika seluruh ruangan dan rumah mewah di atas sana adalah milik seorang pelaku kriminal kelas wahid yang kini kian kehilangan pamornya?
"Hei! Aku masih sangat terkenal!"
"Oh ya? Kau pikir begitu, gaki? Kupikir kau lah yang mencuri Piramid Giza itu sebagai hadiah ulang tahunku. Ternyata... ah, kau payah."
"Grr. Aku tidak payah! Dan, aku bukan bocah!" teriak pemuda berambut pirang cerah itu. Ia baru saja tiba dan segera mengitari lokasi-lokasi sentral di fortress bawah tanah miliknya. Tempat di mana ia menyiapkan segala misil dan persenjataan penting guna mendukung ide-ide jahatnya. Well, setidaknya cukup bermanfaat dalam melindungi diri.
Pria tua berpakaian ala professor sains itu hanya mendecih dan memutar mata. "Yeah, yeah. Setidaknya apa yang kau katakan mengenai super evil plan milikmu beberapa minggu terakhir ini sudah ada kemajuan. Watch this, gaki."
Kain parasut mengembang seperti balon udara kempis. Di baliknya, sebuah mahakarya artistik yang siapapun tak bisa memerkirakannya bahwa ia dapat diciptakan dalam waktu satu bulan saja bisa terwujud. Roket berukuran mini dengan penumpang satu orang berdiri kokoh di atas meja besi raksasa. Ujung roket itu nyaris menyentuh puncak kubah fortress dan sangat runcing. Berwarna platina dan cukup mengkilat—seperti baru saja dipoles dengan semir sepatu.
"Sugoi... Hahaha, kau memang bisa diandalkan Oyaji! Meski sering membuat keributan di pemandian umum, kau memang satu-satunya yang paling hebat!"
"Che, Oyaji katamu? Begini-begini, aku masih bisa mengalahkan kejeniusan pencipta Menara Eiffel di Paris. Dan, mungkin saja aku bisa membuat alat pengintip terbaik."
"Oh. Kurasa itu ide menarik. Tapi! Gahaha! Akhirnya, roket impianku terwujud!" seru pemuda pirang itu membahana. Ia berlari dan memeluk roket buatan pria tua beruban yang disebutnya sebagai Oyaji itu.
"Ehem! Tapi, Naruto. Ada satu hal yang masih kurang di sini."
Seketika, bayangan pemuda pirang bernama Naruto itu untuk menyentuh dan menyimpan bulan untuk dirinya sendiri hilang begitu saja. Garis-garis keputusasaan melayang-layang di benaknya. "Kurang? Apa? Jangan bilang kalau—"
"Well, bukan mengenai roket itu sih. Ehem! Sejujurnya—" pria tua itu melambaikan tangannya sekali dan meminta Naruto mendekat. Ia membisik-bisikkan sesuatu yang sepertinya sangat rahasia, "—begitu."
"NA-NA-NANIII?"
"Ya. Ehem! Jadi, intinya ialah kau tak 'kan bisa ke luar angkasa kalau kau tidak punya alat itu atau yang semacamnya. Aku sudah memerkirakan kemungkinan terburuknya. Kau tahu, kau manusia paling bodoh dan sinting jika tetap ingin mencuri... bulan. Maksudku, aku bukan pencipta keajaiban, baka gaki!"
Beberapa detik yang lalu, kebahagiaan sempurna terpancar di wajah skeptis Naruto dan pria berubah itu. Dan, berubah cepat setelah sebuah kenyataan paling buruk harus didapatkannya dengan eksplisit. Yah, siapapun akan berpikir yang sama, bukan? Mencuri bulan? Tidakkah itu ide terkonyol yang pernah terpikirkan oleh benak kita? Bahkan, Einstein hanya mampu merumuskan Teori Ruang Hampa. Lalu, mengandalkan sebuah roket mini untuk mencuri bulan? Mimpi di luar teori kenyataan sepertinya.
"Hm. Jangan khawatir. Aku sudah menemukan hal yang paling menarik jauh sebelum ide ini terlintas di kepalaku. Nyihihi." ungkap Naruto penuh dengan nada keambisiusan. "Aku akan mengambil benda itu sekarang. Tunggulah hingga malam ini, Oyaji!"
Pemuda itu melirik ke arah arloji peraknya yang berdetik diam. Setelahnya, ia mengabaikan instruksi-instruksi lain yang perlu diketahuinya guna mengoperasikan roket mini buatan Prof. Jiraiya itu. Ia melangkah ke luar dan kembali pada dunianya di atas sana—dunia kejahatan.
"Ha? Benda apa yang dimaksudnya? Hah... terserah dia saja. Ah, aku mau berendam di onsen."
CIA Headquarter yang berlokasi di Pulau Honshu, Jepang, terlihat sepi seperti biasa. Pagi baru saja menjelang dan ditandai dengan bunyi alarm yang sangat memekikkan telinga. Mungkin terlihat seperti rumah minimalis dengan pekarangan bonsai yang cukup terawat, namun di dalamnya jauh lebih menarik. Di balik tembok-tembok beton ber-wallpaper-kan warna-warna fluffy, ribuan senjata berbahaya tersimpan apik. Tiap kali ada yang berniat memasuki atau bahkan menginvasinya, senjata-senjata itu akan aktif dengan sendirinya.
Uchiha Sasuke berdiri tepat di depan puluhan layar yang memberikan tampilan gambar acak dan random. Namun, titik fokusnya tertuju pada satu layar di tengah yang bergerak pelan. Tujuannya hanyalah menemukan keganjilan yang mungkin saja terlintas di pergerakan gambar dalam bingkai video stream itu. Rekaman pidato seorang senator di White House yang tewas tertembak secara misterius diamatinya tanpa berkedip. Seorang pria berambut putih pucat mengikuti instruksi pemuda berambut hitam gelap itu meski rasa ngantuk masih melingkupinya. Dengan ogah-ogahan, pria itu menggerakkan kursor secara sembarangan.
"Berhenti menggerakan kursor itu secara sembarangan, Sui. Aku tidak ingin kehilangan satu pun pergerakan."
"Yeah, yeah, yeah, hoaheem. Neee, Sasuke, ini masih pukul lima pagi dan kau menyuruhku bangun hanya untuk membuka arsip kuno dan sudah berdebu ini? Heh? Dengar, kita baru saja merayakan ulang tahun bos semalam—ya kalau itu bisa disebut pesta sih. Mana ada pesta yang dilalui dengan acara melempar kulit pisang ke dalam kuali lava! Permainan bodoh macam apa itu. But still, hari ini kita off—ah, long live for our boss, Tuan Uchiha Madara—your best grandpa I presume."
"Tsk. Berhenti bermain-main dan tetap dengarkan instruksiku." balas pemuda Uchiha itu tanpa menggerakan sekali pun kelopak matanya. "Semalam aku teringat dengan sesuatu hal selepas kita melakukan latihan menembak di lapangan. Mungkin saja seorang sniper memilih jarak dekat untuk menembak agar suara yang ditimbulkannya menjadi lebih minim. Kupikir, tidak ada salahnya membuka arsip lama yang belum terungkap itu. Dan—gotcha."
Si pria berambut putih pucat itu menaikkan kedua alisnya bersamaan. Ia terbengong sendiri. "Ha? Apa?"
"Berhenti di menit ke empat puluh tiga, Sui. Sedikit fokuskan ke kiri, kita bisa mendapatkan si bandit yang selama ini menjadi buruan HQ."
Pertama, Suigetsu hanya terdiam. Kedua, sedikit demi sedikit, bibirnya yang membungkam terbuka lebar. Ketiga, kedua matanya mengerjap kaget.
"As-ta-ga. AA! Kusso! Pria berwajah ikan itu sudah menjadi incaranku selama ini! Tsk! Harus kulaporkan ke pusat segera!"
Dengan tergopoh-gopoh dan nyaris menjatuhkan kursi putar yang didudukinya, Houzuki Suigetsu berlari secepat kilat menuju bagian lain dari HQ CIA itu. Ia tampak berkonsentrasi dengan nomor yang kini berusaha dihubunginya. Meski dengan nafas yang nyaris tercekat, pria berwajah mirip ikan hiu mini itu berteriak-teriak dari balik gagang telpon.
Di pihak lain, Sasuke masih berdiri diam di tempatnya. Diamatinya sebentar layar yang masih bergerak itu kemudian mata oniksnya beralih pada kubikel layar yang lain. Selain layar yang terpusat di tengah, kubikel-kubikel layar lain tidak memberikan pergerakan berarti. Mereka semua diam dan menunjukkan gambar yang berbeda satu sama lain. Di salah satu layar, mata Sasuke berkedip dan kembali mengamati dengan dalam. Kedua tangannya terlipat di dada. Perhatiannya sepenuhnya berada di gambar segitiga berwarna coklat yang kini keberadaannya entah di mana.
"Pencuri abad ke-21—Pyramid of Giza? Hn. Menarik."
Bunyi sirine pekik menggaung di segala penjuru HQ. Sasuke tersadar dan berbalik—menemukan seorang gadis berambut merah dengan sebuah kacamata segiempat tertahan di hidungnya. Sebentar, Sasuke mengamati dari ujung kepala hingga ujung kaki gadis itu. Masih dengan balutan pyjama berwarna oranye dan bergambar kelinci, gadis itu berteriak.
"Kita dapat laporan dari pusat!"
"Hn." gumam Sasuke. Langkahnya tertahan di pintu. "Aku tahu ini masih sangat pagi. Tapi... setidaknya kau bisa mengganti pyjama dulu dengan baju dinas."
Gadis berkacamata itu menaikkan alisnya kemudian mengamati dirinya sendiri. Pipinya memerah karena malu.
"Aku akan menemui bos."
"O-o-oke." jawab gadis itu. "Aa, a-aku segera mengganti pakaianku. I-iya!" Secepat petir, gadis itu sudah menghilang dari koridor.
"Hn."
Di pelataran tempat berkumpulnya anggota HQ, instruksi kasar telah sampai pada titik tujuannya. Uchiha Madara yang baru saja merayakan pesta ulang tahunnya yang ke enam puluh lima semalam membagi tugas secara acak pada anggota-anggotanya yang berjumlah lima belas. Satu kompi pasukan akan bertugas sebagai pengawas dan sniper, satu kompi berikutnya bertugas mengamankan sandera bila ada, dan satu tim kecil dibentuk sebagai penyusup. Adalah Uchiha Sasuke bersama dengan Houzuki Suigetsu, Karin, dan Juugo yang kemudian ditunjuk oleh bos HQ CIA cabang Pulau Honshu, Jepang, sebagai inti dari tim kecil. Namun, perhatiannya terpusat sepenuhnya pada cucu kesayangannya.
"Ingat. Misi kita kali ini adalah mengamankan sebuah laboratorium sains yang terletak di pusat pengembangan alat-alat kemiliteran milik pemerintah Jepang, bekerja sama dengan pihak US. Aku tidak begitu paham senjata apa sebenarnya yang mereka kembangkan di dalam sana, tetapi kemungkinan adalah senjata paling dekstruktif yang pernah ada. Maka dari itu, setelah mesin itu dikirim langsung oleh US ke sini, penjagaan super ketat pun tak bisa dielakkan. Masalahnya adalah, pihak US menghubungiku baru-baru saja. Mereka—yah, setidaknya mereka mengandalkan kita. Mereka hanya ingin senjata itu tidak jatuh pada tangan yang salah. Meski kita ini CIA dan bukan Interpol atau SWAT, tugas yang mengikutsertakan kepentingan dua negara semacam ini juga menjadi bagian dari kewajiban profesi kita."
"Jadi, apa ada yang tidak dipahami?"
Pria kekar dan berbadan tegap tiba-tiba menampilkan wujudnya di tengah-tengah barisan. "Madara-sama, setelah tiba di lokasi, kepada siapa kita harus menerima instruksi selanjutnya?"
"Hm, cucuku yang akan menunjukkan jalannya. Iya 'kan, Sasuke?" ujar Madara dengan wajah bangga. Sasuke hanya melipat dada dan menundukkan wajah. Bisik-bisik dari anggota yang lain mulai terdengar. "Silent." sergah pria baya itu sembari menghentakkan tongkat katana miliknya.
Diam. Beberapa detik kemudian, gadis bernama Karin menaikkan tangannya dan bertanya. Madara lalu memersilakannya.
"Anoo, apa kita juga harus ikut melakukan tindakan berbasis militer jika seandainya sesuatu hal ter-terjadi di sana?" tanyanya dengan nada suara yang kian mengecil.
"Ehem! Kurasa begitu." jawab sang bos tajam. "Ada yang lain?" Sebentar, pria baya itu mengamati anak buahnya. Setelah yakin tak ada wajah penuh tanya lagi, ia pun menutup rapat singkatnya dan segera meminta tim inti untuk bergerak terlebih dahulu. "Ok. Dengan ini rapat kututup. Segera laksanakan misi sesuai instruksi. Selamat bekerja dan have a good luck."
Bunyi deru mesin berakhir tepat ketika pintu garasi metal dari ruang bawah tanah HQ CIA ditutup secara otomatis. Dari dalam sebuah mobil berplatkan nomor kombinasi acak, tim inti bergerak menuju jalan padat yang akan dilanda kemacetan di jam-jam tersibuk, yakni rentang waktu antara pukul sepuluh hingga pukul satu. Jam makan siang tentunya.
Bangunan-bangunan tinggi terlihat menjepit sebuah kuil bercorak kemerahan. Para turis asing berdatangan sembari mengambil foto dengan latar belakang kuil. Pemandangan lain terlihat lebih menakjubkan. Bayang Gunung Fuji melintas seperti lukisan animasi. Dari dalam mobil, Sasuke terlihat lebih berkonsentrasi dengan gadget-nya ketimbang mengamati apa yang kian diamati oleh kedua rekannya yang lain—Suigetsu dan Karin. Dengan senyum mengembang layaknya pelancong asing, kedua manusia berbeda gender itu mengeluarkan kamera dan tak jemu mengambil gambar.
"Tsk. Apa yang kalian berdua lakukan di belakang, hn?" tanya Sasuke setengah menggeram.
"Menikmati hidup!" seru Suigetsu masih memutar-mutar roll kamera Polaroid miliknya. "Aa. Mite mite, aku berhasil mengambil foto puncak menara Tokyo! Huhuii!"
Si pengemudi, Juugo, masih asyik dengan setirannya. Pandangannya fokus ke depan, sesuai dengan intsruksi Sasuke. Jika bukan karena adanya polisi tidur, Sasuke harus memaki-maki kedua rekannya yang sangat-bukan-anggota-CIA-sekali. Baik kepala Suigetsu maupun Karin terbentur oleh cap mobil yang keras.
"I-itu... kurasa, kita sudah sampai." bisik Karin sembari mengelus-elus ubun-ubun kepalanya yang terbentur.
"Hn."
Tepat di hadapan mereka, sebuah gerbang raksasa berwarna kehijauan berlabelkan tanda Hazard terbuka secara otomatis. Di sekelilingnya berdiri patung-patung manusia berpakaian zaman kekaisaran Jepang di masa lalu. Tepat di ujung paling depan jalan, dua tiang bendera saling bersilangan. Mobil Corvette tim inti CIA berhenti setelah mengambil lajur kanan. Mereka berbelok sedikit dan menemukan sekompi tentara berpakaian serba hijau berdiri di samping kiri dan kanan mereka. Pintu gerbang lainnya ikut menyusul.
"First rule : Behave." ucap Sasuke datar. Ketiga rekannya yang lain hanya menelan ludah. Setelah turun dari kursi penumpang, ia melangkah maju sebagai pemimpin tim. Boot karet yang dikenakannya beradu dengan lantai marmer mahal di seputar pekarangan depan. Tepat di hadapannya, berdiri seorang berpakaian ala militer dengan pangkat jenderal.
"Hatake Kakashi." ujar si jenderal sembari menyodorkan tangan tuk dijabat. Sasuke menerima dengan membalas jabatan tangan pria berambut putih aneh itu. "Ah, Anda pasti cucu Madara-sama, apa aku salah?"
"I'm afraid so." balas Sasuke datar. Kakashi hanya mengikik kecil. "Jadi, apa yang harus dilakukan CIA setelah ini, Hatake-san?"
Pria berpangkat jenderal itu hanya tersenyum. Perlahan-lahan, pintu misi yang sebenarnya baru saja terbuka, tak peduli dengan resiko apa yang akan terjadi setelahnya. Ya.
"Come. Mari kita lihat ruang penyimpanan senjata terdahsyat di abad ke dua puluh satu yang dimiliki oleh Jepang. Fasten your seatbelt, ladies and gentlemen. Hm."
Warna heterokromatis yang sangat misterius itu seakan menusuk masuk lebih dalam ke arah oniks milik Sasuke. Seperti ingin membaca pikirannya—jauh lebih dalam lagi.
"Hn."
TBC
Author's Bacot Area:
Huengg... akhirnya bisa publish fic ini. Aih ya, fic ini memang terinspirasi sangat dari film Despicable Me —Hina Aku. Wkwk. Apapun yang saya sajikan dalam fic ini berdasar pada imajinasi saya. Jadi, tenang saja. Dalam fic ini tidak akan ada yang namanya Margo, Edith, dan Agnes. Meski yaa, mereka bertiga lucu~
Please be nice by giving me constructive critiscm, okay? :D
