Seperti dulu, aku berdiri di tempat yang sama. Mendongak keatas dan melihat kearahmu. Dan entah bagaimana kau juga sama, berdiri di balkon kamarmu sambil melihat kearah langit kemerahan. Kau masih memperhatikan senja kemerahan seperti yang dulu. Sungguh, aku tak menyangka bahwa kau masih seperti yang dulu. Kulitmu masih sepucat yang dulu. Rambutmu yang bergelombang tertiup angin seperti dulu.
Dan tanpa sadar aku tersenyum melihatmu. Kau...yang lebih dari dua puluh tahun lalu. Terlihat sama seperti yang sekarang...
Dan aku...merindukannya...
Aku merindukanmu...
.
.
.
.
Tittle :
If I can turn back the time
Genre :
Angst, Romance and family
Rating :
T
Main Cast :
Cho Kyuhyun as Tan Kyuhyun / Cho Kyuhyun
Choi Siwon as Choi Siwon
Other Cast :
Lee Donghae as Lee Donghae
Shim Changmin as Jung Changmin
Kim Kibum as Cho Kibum
Choi Minho as Choi Minho
Kim Jumyeon as Cho Suho
Tan Hangeng as Tan Hangeng / Hankyung
Kim Heechul as Kim Heechul / Tan Heechul
Summary :
Jika waktu berputar kembali, akan kukembalikan masa dua puluh tahun yang lalu. Ketika kita bersepeda melewati hamparan bunga canola. Ketika angin dan ombak menjadi saksi matahari terbenam yang kita lihat. Ketika kita bercumbu dengan cahaya rembulan. Ketika aku masih milikmu. Dan kau masih milikku...
.
.
.
Chapter 1
"Cinta Pertama"
.
.
.
New York-United States
.
Author POV
"Ne, hyung. Jangan khawatir, aku pasti datang. Foto? Geurom, aku akan memotretmu dan kakak ipar. Gratis? Hahahaha geurom. Anggap saja hadiah pernikahan untukmu. Arraseo, sampai berjumpa dua hari lagi."
Choi Siwon menjauhkan ponsel dari telinganya dan menaruh benda itu di atas pantry. Diliriknya seorang anak laki-laki berusia empat tahun yang saat ini sedang sibuk menulis tugas sekolahnya diatas meja pantry.
"Apa menu yang ingin kau makan untuk makan malam kita, baby?"
Anak laki-laki itu―Minho mendelik kesal ketika mendengar perkataan Siwon. Lebih tepatnya pada kata 'baby'. "Dad, stop calling me like that."
Siwon terkekeh pelan kemudian mengacak rambut Minho dan berkata, "Kau akan selalu jadi bayi untuk Daddy, Minho-ah."
Minho mendengus kesal, "Terserah daddy saja. Yang penting jangan memanggilku seperti itu saat ada teman-temanku. Mereka akan bermain kerumah kita besok."
"Okay, I'll try to remember that. Kau suka spaghetti bukan? Daddy akan memasak spaghetti vongole untukmu." kata Siwon kemudian menyiapkan bahan untuk memasak.
"Pastikan daddy benar-benar mengingatnya kali ini. Aku tidak mau dipermalukan seperti saat kita tinggal di San Fransisco dulu. Dan harusnya daddy tidak bertanya jika daddy sudah menentukan menunya." ujar Minho kemudian menutup bukunya dan turun dari kursi pantry berjalan menuju kearah kamarnya.
Siwon tersenyum mendengar penuturan putra tunggalnya itu. "Daddy hanya mencari topik pembicaraan, baby." jawabnya yang tentu dapat teriakan kesal Minho.
"Dad, berhentilah bersikap seperti Mommy! Sudah dua hari dia melakukan itu padaku dan rasanya aneh!" teriak Minho dari dalam kamarnya.
Siwon hanya menggeleng kepala sambil mencuci kerang. "Dia hanya mencoba untuk berbaur denganmu..." ujarnya meski tahu bahwa Minho tidak akan mendengarnya.
Matanya kemudian melihat kearah pigura di sudut meja pantry, sengaja ditaruh disana sebagai salah satu pajangan. Siwon hanya tersenyum miris melihat pigura itu sebelum kemudian kembali melanjutkan pekerjaannya. Ya, foto keluarga mereka layaknya pajangan. Seperti juga hidup mereka...
.
.
.
WK
.
.
.
Tiga jam berlalu sejak Siwon dan Minho menyantap makan malam mereka, spaghetti vongole yang membuat Minho makan seperti "monster". Anak laki-laki yang sedang dalam masa puber itu memang tergila-gila dengan spaghetti. Dan ia sudah masuk ke kamarnya sekitar satu jam yang lalu setelah mengucapkan selamat malam pada Ayahnya.
Dan beginilah akhirnya, Siwon duduk sendirian di sofa ruang tengah sambil memeriksa foto-foto yang ia ambil dua minggu yang lalu di laptopnya. Siwon adalah seorang fotografer landscape. Dia sudah menggeluti bidang itu sejak Minho berumur satu tahun. Sebelumnya dia bekerja sebagai fotografer disanalah satu perusahaan majalah terkenal di San Fransisco. Siwon memutuskan berhenti karena pekerjaannya terlalu menyita waktunya. Dia kehilangan banyak waktu bersama keluarganya, terutama Minho. Setelah mereka pindah ke New York, Siwon membuka sebuah restoran yang menyediakan makanan Perancis yang berkelas. Ia mendapatkan uang dari hasilnya bekerja di perusahaan majalah selama hampir tujuh tahun.
Siwon mendengar suara mobil dari depan rumahnya, dan dia tahu siapa pemilik mobil itu. Dan tak berapa lama, terdengar suara pintu yang dibuka. Seorang pria dengan rambut biru muncul. Choi Donghae―istrinya baru saja pulang dari pekerjaannya di perusahaan fashion sebagai desainer. Raut wajahnya terlihat lelah namun tersenyum ketika melihat Siwon dan kemudian ikut bergabung di sofa.
"Wow...warna rambutmu membuatku terkejut." ujar Siwon melirik istrinya itu sebelum kemudian kembali fokus pada laptopnya.
Donghae terkekeh dan menyenderkan kepalanya dibahu Siwon. "Apa benar-benar aneh? Aku mengecatnya tadi karena kupikir ini warna yang keren. Seperti warna laut yang ada difotomu." jawabnya sambil menunjuk kearah foto di laptop Siwon.
Siwon hanya menghela napas mendengar jawaban Donghae. "Minho tidak akan mau kau mendekatinya dengan warna rambut seperti itu, Hae-ah. Besok teman-temannya akan datang bermain disini."
"Tanpa rambutku yang begini pun dia memang tidak mau aku dekati." gumam Donghae sambil memejamkan matanya, menyaman posisi kepalanya di bahu suaminya.
Siwon menghentikan pekerjaannya. Ditutupnya laptop di atas pahanya dan memandang istrinya yang masih setia bersandar dibahunya. "Setidaknya kau harus mencoba. Apalagi aku akan pergi dua hari lagi. Jadikan ini waktu untuk dekat dengannya..."
"Okay, aku akan berusaha. Besok akan aku ganti warna si biru ini menjadi brunette." jawab Donghae akhirnya. Diangkatnya kepala, memandang wajah suaminya sejenak sebelum kemudian mengecup bibir didepannya itu. Begitu kecupan singkat itu terlepas, dengan seduktif Donghae berkata, "Kita lanjutkan di dalam?"
Siwon diam sejenak kemudian sebelah tangannya menyentuh pelan pipi Donghae. Dan sebelah tangannya lagi menaruh laptopnya ke atas meja. "Kau tidak lelah?" gumamnya pelan.
Donghae menggeleng, "Aku tidak akan pernah lelah untuk bercinta denganmu..."
Begitu ucapan itu keluar dari mulut Donghae, perlahan tapi pasti Siwon mendekatkan wajah mereka. Diraupnya bibir ranum Donghae dalam ciuman dalam dan Donghae membalasnya. Tanpa melepaskan ciumannya, Siwon menggendong Donghae ala bridal style menuju kamar mereka. Memadu kasih berdua...
*(Saya ga' bisa buat adegan rate M. Jadi di skip ya hehehehe. Kalian juga ga' rela kan liat adegan ini XD)
.
.
.
WK
.
.
.
"Apa kau benar-benar harus pergi? Apa tidak bisa kita mengirimkan hadiah saja kesana?"
Donghae menyamankan posisi kepalanya yang bersandar di dada polos Siwon. Sementara itu tangan Siwon mengelus pelan rambut yang basah oleh keringat itu, sebelah tangannya merangkul bahu sang istri yang sama-sama topless itu.
"Andwae...Sudah lama sekali aku tidak bertemu dengan Shindong-hyung. Tidak enak jika kali ini aku tidak hadir di hari yang paling membahagiakan dalam hidupnya. Dia meminta tolong juga untuk memotret pernikahannya. Apa kau tidak ingat? Dia dulu jauh-jauh dari Jeju untuk menghadiri pernikahan kita dan acara kelahiran Minho." ujar Siwon memberi pengertian pada Donghae. Ya, ia ingin menghadiri pernikahan sahabatnya saat SMA dulu dan kembali ke pulau tempat dia dibesarkan, Jeju.
Donghae yang mendengar penuturan Siwon pun mengangguk, "Tapi...apa tidak apa-apa jika kau hanya pergi sendirian? Sebenarnya aku ingin sekali ikut. Kita bisa membawa Minho bersama kita."
Siwon tersenyum dan mengeratkan rangkulannya dibahu istrinya. "Dua minggu lagi kau akan mengikuti New York Fashion Week. Tentu kau akan sibuk dengan semua persiapan. Jangan memaksakan diri Hae-ah...Lagipula Minho berkata dia ada pertandingan basket sebentar lagi." dikecupnya pucuk kepala Donghae, "Aku hanya seminggu disana. Shindong-hyung bilang pernikahannya ini sekaligus acara reuni dengan teman-teman kami waktu SMA dulu." lanjutnya.
Donghae mengangguk paham, "Sebelum pergi, kau harus mengajariku memasak spaghetti. Aku ingin mencoba memasak makanan kesukaan Minho." ujarnya kemudian memejamkan matanya. Mengistirahatkan tubuhnya yang lelah setelah berhubungan dengan suaminya.
Siwon tersenyum, "Aku akan mengajarimu. Kita akan memasaknya bersama besok..."
Sebenarnya Siwon tahu benar kenapa Donghae mempertanyakan kepergiannya kali ini. Minho menjadi alasan terkuat untuk Donghae. Anak tunggalnya itu tidak bisa berlama-lama bersama Ibunya. Entah bagaimana itu terjadi begitu saja ketika ia berusia enam tahun. Donghae sedang menuju kesuksesannya sebagai salah satu desainer muda yang melejit saat itu. Ia menghabiskan banyak waktu dengan pekerjaannya hingga sangat jarang bermain atau menemani putra mereka di rumah. Dan itu masih sampai sekarang, begitu juga Minho. Ia terbiasa hanya bermanja dengan Siwon, dan akan canggung ataupun dingin ketika bersama Donghae. Tapi Siwon berharap setidaknya Minho tidak akan mendorong Donghae menjauh mulai saat ini. Siwon tak bisa melarang Donghae untuk berhenti dari pekerjaannya. Karena ia tahu...dirinya tak punya hak untuk menghancurkan impian Donghae.
"Saranghae..." ucap Donghae sebelum benar-benar terlelap.
Siwon terdiam sejenak sebelum menjawabnya pelan, "nado saranghae..."
.
.
.
WK
.
.
.
Sarang...Love...Ai...Aimer...Liebe...Lyubov'...
Semuanya memiliki arti yang sama. Cinta...
Jantung yang berdebar dan perasaan menggebu-gebu adalah yang muncul dalam dirimu ketika mengucapkannya. Semuanya sama. Dengan kata yang berbeda namun memiliki kesamaan itu, terdapat kemurnian tak terhingga ketika kau mengucapkannya untuk orang yang paling berharga dalam hidupmu.
Siwon baru selesai mandi, membersihkan tubuhnya yang terasa lengket setelah berhubungan dengan Donghae. Pria berusia empat puluh tahun itu melihat pantulan dirinya sejenak di cermin kamar mandi. Matanya menatap sendu sebelum kemudian menghela napas panjang.
Tapi ketika kau mengucapkannya tanpa jantung yang berdebar dan perasaan yang menggebu-gebu. Semua kemurnian itu seolah ternodai oleh kebohongan. Kebohongan yang menyakitkan.
"Bagaimana kabarmu sekarang...?" tanya Siwon entah pada siapa.
Setelah mengucapkan itu, dia keluar dari kamar mandi dan melihat Donghae yang terlelap dengan tubuh polos, ditutupi oleh selimut tebal. Matanya menatap sedih kearah Donghae. Mianhae...ucapnya dalam hati.
Ia kemudian segera memakai pakaian dan keluar dari kamar menuju ruang tengah untuk mengambil laptopnya. Jam menunjukkan pukul setengah dua belas malam saat itu dan Siwon menuju ruang kerjanya. Ia akan tidur di ruang kerjanya sambil mengedit beberapa foto.
Setiap sudut ruangan itu terdapat pajangan foto-foto yang ia ambil dari berbagai tempat. Dan beberapa adalah foto keluarga kecilnya. Foto pernikahannya, foto kelahiran Minho, foto liburan keluarganya, foto setiap pertumbuhan Minho hingga sekarang, dan ada foto Siwon dan Donghae dihari anniversary pernikahan mereka.
Awalnya Siwon berencana untuk melanjutkan pekerjaannya, tapi ia merasa sedang tidak dalam mood yang baik. Ia terdiam sejenak sebelum kemudian melihat kearah laptopnya. Dibukanya sebuah folder dengan password di laptopnya. Setelah memasukkan password, folder itu dapat terbuka. Terdapat beberapa video dan foto di dalamnya.
Cinta...
Apa mungkin aku yang tak mengerti akan cinta? Apa karena itu aku...merasa bersalah setiap mengucapkannya? Atau mungkin itu terjadi karena aku mengucapkannya pada orang yang salah...?
Siwon membuka salah satu video. Begitu video diputar, terlihat seorang pemuda berkulit pucat yang duduk di depan piano dan tersenyum kearah kamera. Dengan topi ulang tahun dan hiasan-hiasan warna-warni disekitar piano , ia memegang kertas dengan tulisan 'Happy Birthday Siwon~'.
"Ini sudah merekam? Ehem, annyeong. Siwon-hyung, saengil chukkae~. Mianhae, aku tidak bisa pergi ke San Fransisco untuk merayakan ulang tahunmu. Well, uangku dari hasil bekerja di cafe belum cukup untuk membeli tiket pesawat. Tapi aku janji, secepatnya aku akan mengunjungimu disana. Oleh karena itu aku menyiapkan video ini untukmu. Kuharap, tahun depan kita akan bisa merayakannya bersama."
Pemuda itu kemudian menaruh kertas tadi dan berkata, "Aku menyiapkan sebuah hadiah untukmu. Aku menciptakan lagu ini beberapa hari yang lalu. Judulnya adalah 'uri Siwonie' hahahaha terdengar kekanak-kanakan~ Semoga hyung suka."
Siwon tak dapat menahan senyumnya melihat video itu. Pemuda manis itu terlihat bersinar dan ceria dimatanya. Dan ia juga sangat suka ketika jemari-jemari lentik itu memainkan setiap tuts yang membentuk irama manis dan lembut. Sesekali ia melihat kearah kamera dan tersenyum. Iris karamel itu terlalu indah hingga membuat orang tak mampu mengalihkan pandangan darinya.
Permainan piano itu berakhir, pemuda itu melihat ke kamera dengan senyum lebar, "Otthe? Aku semakin hebat, bukan? Musim semi ini aku akan mengikuti ujian masuk Universitas Kyunghee jurusan musik. Aku sangat berharap bisa lulus. Hyung akan mendoakanku lulus, kan?"
Tatapan Siwon kali ini sendu meski senyum masih terpatri di wajahnya. Pemuda divideo itu kemudian melambaikan tangannya ke kamera. "Aku harus pergi sekarang. Aku harus kembali bekerja, appa sudah memanggilku. Annyeong~"
Jika aku mengucapkannya pada orang yang salah, siapa sebenarnya yang aku cinta...?
"Ah, hehehe aku hampir lupa. Saranghae, Siwon-hyung."
Dan begitu video itu berakhir, Siwon bergumam pelan, "Nado saranghae...Kyunie..."
.
.
.
WK
.
.
.
Seoul, South Korea
.
"Eomma, Suho pulang~"
Cho Suho―pemuda manis berkulit pucat dengan bibir pinkish itu memanggil Ibunya ketika membuka pintu rumah siang itu. Tapi bukannya mendapat jawaban, suasana hening malah menyelimuti rumahnya.
"Eomma?" panggil Suho sekali lagi, tapi tetap tidak ada jawaban.
Ditaruhnya tasnya disofa ruang tv. Ia kemudian berjalan menuju sebuah kamar yang letaknya di dekat tangga. Kamar itu adalah ruang kerja. Ia kembali membuka pintu. Tapi Ibunya juga tidak ada disana.
Dan Suho baru akan mencari Ibunya di tempat lain ketika seseorang mencengkram bahunya, membuatnya tersentak kaget. Begitu menoleh, ia mendapati seorang pria berambut coklat, berkulit pucat dan bibir pinkishnya yang tersenyum lebar.
Suho menghembuskan napasnya panjang sebelum kemudian mendelik kesal. "Eomma! Kau mengejutkanku!" ujarnya kesal.
Sementara itu yang dimarahi―Cho Kyuhyun malah terkekeh pelan sebelum kemudian mengacak pelan rambut hitam Suho. Ibu berusia tiga puluh sembilan tahun itu memang sengaja bersembunyi untuk mengejutkan putranya itu.
"Kenapa kau pulang cepat sekali?" tanya Kyuhyun kemudian berjalan menuju dapur, mengambil sebotol air mineral di kulkas dan memberikannya pada Suho yang mengikutinya layaknya anak bebek yang mengikuti induknya.
Suho meminum air dibotol itu hingga setengah. "Profesor Kim membatalkan jadwal kuliah hari ini karena ada kompetisi pianis di kampus kami. Sebenarnya, kami diharapkan untuk menonton tapi Suho sedang malas." jawab pemuda yang akhir musim semi nanti akan berusia dua puluh tahun.
Kyuhyun menatap heran putranya, "Kenapa kau tidak menonton? Oh ya, kau tidak berpartisipasi di kompetisi tahunan?"
Suho menggeleng, "Aku merasa belum siap, Eomma." ia kemudian memeluk pinggang Ibunya, "Jantungku masih sering berdegup sangat kencang hingga membuatku hampir sesak napas." lanjutnya.
Kyuhyun hanya menghela napas panjang mendengar jawaban Suho. Ia kemudian mengelus tangan Suho yang melingkar dipinggangnya. "Kau hanya gugup, chagi. Kau harus coba melawannya. Jika kau menyerah, itu bisa fatal. Kau bisa mengalami Anxiety Disorder *(Gangguan kecemasan) jika terus-terusan menutup diri dan tidak membiarkan orang-orang tahu kemampuan besarmu. Eomma tahu betapa hebatnya putra Eomma ini. Kau adalah pianis terhebat dimata Eomma." ujarnya kemudian melepas tangan Suho yang melingkar di pinggangnya.
"Hanya kau harapan Eomma. Kau satu-satunya yang Eomma miliki." lanjutnya.
Mendengar perkataan Kyuhyun membuat mata Suho berkaca-kaca. Ia segera memeluk Ibunya itu dengan erat. "Saranghae Eomma..."
Sambil mengelus pelan surai Suho, Kyuhyun berkata, "Ne, nado saranghae..."
.
.
.
WK
.
.
.
"Lanjutkan saja pekerjaan Eomma. Biar kali ini Suho yang memasak makan malam kita."
Kyuhyun hanya terkekeh pelan. "Memangnya kau mau memasak apa, chagi? Jangan sampai kau meledakkan dapur disaat Eomma bekerja." ujarnya sambil menaruh laptopnya di atas meja makan.
Suho mempout bibirnya kesal. "Eomma terlalu meremehkanku. Aku sudah banyak belajar memasak dari Kyungsoo. Hari ini aku akan memasak bibimbap."
Kyuhyun tersenyum dan kemudian memakai kacamatanya dan mulai mengetik, "Suho-ah, besok Eomma akan ke Jeju untuk melihat lokasi drama dan menghadiri pernikahan Shindong Ahjussi. Eomma akan berada disana selama seminggu. Apa kau tak apa jika dirumah sendirian?" ujarnya tanpa melihat kearah Suho.
"Gwenchana, apa aku boleh mengajak Kyungsoo dan Baekhyun menginap disini? Akan menyenangkan jika ada mereka." kata Suho sambil mencuci sayuran.
"Geurae? Eomma sedikit lega jika mereka menemanimu. Proyek drama kali ini cukup penting untuk Eomma." ujar Kyuhyun.
Suho tersenyum dan memandang Ibunya, "Drama kali ini adalah naskah pertama Eomma yang belum terselesaikan dulu, bukan? Hmmm...aku benar-benar menunggunya."
Kyuhyun menghentikan pekerjaannya, dilihatnya Suho yang masih tersenyum kearahnya. "Kau tidak marah?" tanyanya.
"Untuk apa marah. Kurasa ini akan menjadi karya Eomma yang paling melejit. Cinta pertama Eomma...Hmmm...dia pasti sangat tampan." kata Suho riang.
Kyuhyun terkekeh pelan, "Bagaimana cinta pertamamu? Apa perlu Eomma membuatnya menjadi naskah drama?"
Blush! Pipi Suho langsung merona. "B-ba-bagaimana Eomma bisa tahu?"
Kyuhyun tersenyum jahil, "Bagaimana mungkin aku tidak tahu. Eomma sering melihatmu senyum-senyum sendiri dan pergi ke kafe Ryeowook-hyung." ujarnya kemudian melanjutkan, "Kenalkan pada Eomma jika dia ingin mengajakmu berkencan."
Pipi Suho semakin merona mendengar penuturan sang Ibu. "EOMMA!"
Dan kali ini Kyuhyun tak mampu menahan tawanya. Ia segera beranjak dari kursi dan membawa laptopnya. "Hahahahaha! Eomma akan menulis di ruang kerja saja. Uri Suho butuh waktu untuk mencari bahan celaan untuk Eomma hahahaha!"
"Eomma!"
Kyuhyun segera pergi menuju ruang kerjanya masih tertawa ketika mendengar teriakan Suho sebelum ia menutup pintu. Begitu pintu tertutup, tawanya berhenti. Pria yang sudah hampir berkepala empat itu kemudian duduk dikursi kerjanya dan mulai kembali serius mengetik.
Cho Kyuhyun―─seorang single parent sejak bercerai dari suaminya lima belas tahun yang lalu. Ia membawa Suho bersamanya, memulai hidup baru mereka dan mengganti marga mereka menjadi Cho, mengikuti marga Ibu kandung Kyuhyun.
Kyuhyun menikah diusia sembilan belas tahun saat mengandung Suho. Setelah melahirkan, ia kembali melanjutkan kuliahnya dan menyelesaikannya diusia dua puluh tiga tahun. Setahun kemudian ia bercerai dan menjadi asisten penulis naskah sebelum memulai debutnya sebagai penulis naskah ketika berusia dua puluh tujuh tahun. Hampir tiga belas tahun sejak saat itu dan kini Kyuhyun salah satu penulis terkenal. Beberapa naskah dramanya termasuk yang memiliki rating tertinggi. Dan kali ini dia memiliki proyek penting. Penting baginya karena ini adalah naskah pertamanya. Naskah yang tidak pernah ia serahkan kepada produser manapun sebelum bulan lalu. Naskah yang membuat Produser dari sebuah Rumah Produksi terkenal tertarik untuk memproduksinya. Dan Kyuhyun menyetujuinya...
Cinta...seperti apa cinta? Anak berumur empat belas tahun mempertanyakan hatinya. Dia menanyakan apa itu cinta. Dan diumur itu juga ia benar-benar mengerti apa itu cinta. Cinta itu...kekasihnya. Cinta itu...pemudanya. Cinta itu...Choi...
Kyuhyun berhenti mengetik, sejenak ia terdiam sebelum kemudian kembali mengetik.
Cinta itu...Choi Siwon.
Setelah mengetik nama itu sejenak Kyuhyun terdiam sebelum kemudian menghela napas panjang,"Lebih sulit dari yang aku kira."
Ya, lebih sulit dari yang ia bayangkan karena kisah yang ia ceritakan adalah sesuatu yang pernah terjadi.
Sesuatu yang nyata...
Kisahnya yang sudah terjadi dua puluh tahun lebih...
Kisah yang ia alami ketika berusia empat belas tahun...
Kisah dirinya dan cinta pertamanya...
Author POV End
.
.
.
WK
.
Flashback
.
Dua puluh enam tahun yang lalu...
.
Jeju Island-South Korea
.
Kyuhyun POV
Aku sudah memutar puluhan kali lagu-lagu Coltrane yang liar di tape milikku. Dan lagu itu selalu membuatku tenang meskipun Eomma selalu heran kenapa aku menyukainya. "Lagu Jazz yang 'liar' seperti itu tak cocok dikatakan 'tenang'!" Itu yang selalu Eomma katakan ketika aku memutarnya dengan keras di kamar. Jadi, jika Eomma ada dirumah, aku hanya memutar lagu-lagu Mozart atau Bethoven. Hidup yang membosankan karena harus bersembunyi untuk menyukai satu hal.
Tapi, kadang Eomma ada benarnya juga. Aku merasakan gugup berlebihan ketika mendengar lagu Coltrane. Mungkin karena sekarang aku tidak mendengarkannya dari tape kesayanganku di rumah. Tapi dari sebuah mobil Jip yang kunaiki. Jip merah yang terlihat sangat mencolok di jalanan raya. Kedua tanganku sejak tadi terkepal erat dan terasa dingin. Dan suara mobil yang berderu membuatku dapat merasakan detak jantungku yang sama cepatnya dengan kecepatan benda merah ini.
"Kudengar kau juga mendengarkan Coltrane."
Suara lembut yang sudah lama tak kudengar itu, membuatku spontan menoleh. Kupandangi seorang pria yang berada di kursi kemudi. Matanya memandang ke depan, melihat jalanan. Tapi aku tahu pria disampingku ini tadi melirikku sebelum mengatakan hal itu.
"Y-ya. Aku suka mendengarkannya meskipun harus sembunyi-sembunyi. Eomma akan mengomel jika tahu aku mendengarkannya..." jawabku gugup.
Pria ini―Ayah biologisku yang sudah lama tidak kulihat batang hidungnya. Ayah yang suka menghilang selama empat tahun dan mendadak muncul lagi seminggu yang lalu. Sebenarnya tak masalah karena ia sudah bercerai dari Eomma. Jadi, tak seperti "menelantarkan anak dan istrinya". Well, aku tak merasa ditelantarkan. Papa, begitu aku memanggil pria bernama Tan Hangeng atau yang lebih dikenal Hankyung itu sejak dulu kuketahui sebagai musisi yang berjiwa bebas. Karena itu aku merasa tak perlu bertanya kenapa ia lebih memilih untuk menetap di Jeju daripada pulang ke Beijing yang tak lain adalah kampung halamannya.
"Cho Taeyeon masih sama seperti dulu. Padahal Caltrone itu keren. Kau tahu, jazz adalah musik punk bagi para orang tua." ujar Papa padaku. Tanpa sadar aku tersenyum mendengarnya. Setidaknya aku tidak gugup lagi bersama Papa.
Dia berbanding terbalik dengan Eomma yang terlalu suka mengikuti aturan. Semua yang ia jalani selalu teratur, mungkin pengecualian satu. Ketika ia bercerai dari Papa. Setidaknya itu yang dikatakan Kibum, hyung yang umurnya beda dua tahun dariku.
Eommaku—Cho Taeyeon membuat hidupku seperti patung saat bersamanya. Dan Kibum hyung menambah keruhnya hidupku karena mereka satu spesies. Apalagi setelah Papa pergi, aku harus menerima diriku harus mengikuti apapun perkataan Eomma. Huft, beginilah nasib anak-anak yang mengalami dampak perceraian orang tua mereka. Tidak bisa memilih...Ng, sebenarnya bisa, tapi resikonya aku akan terlihat seperti anak pembangkang yang akan merokok diam-diam karena stress. Aniya, aku masih punya otak untuk tidak menghancurkan hidupku. Aku harus bertahan setidaknya sampai aku lulus kuliah, aku akan memilih jalanku setelah itu. Orang yang menunggu tentu akan mendapat kesempatan nanti, kan? Ehem, apa sekarang aku terlihat lebih tua dari umurku? Sepertinya iya.
"Eomma itu tidak tahu selera tentang musik. Dia bahkan tidak pernah menyanyi di noraebang *(Tempat Karaoke)jika harus pergi bersama rekan kerjanya di kantor." kataku, membuat Papa tertawa.
Setelah tawanya reda, "Sepertinya kalian tak tahu. Sebenarnya Eommamu itu sangat hebat dalam menyanyi. Dia suka menyanyi lagu trot ketika kami masih pacaran, menyanyi di kafe yang biasanya di datangi orang lansia. Dia berhenti menyanyi setelah Harabeojimu menyuruhnya berhenti dan pergi ke Universitas. Taeyeon tak pernah membangkang, ia adalah anak penurut." ujar Papa membuatku tergelak kaget. Aku tak pernah tahu tentang itu dan aku yakin Kibum hyung juga tidak tahu.
Papa melirikku dan tersenyum, "Papa dengar kau ingin melanjutkan Seoul Art High School dan menolak masuk Paran High School seperti Kibum."
Papa sudah mendengarnya? Ah, pasti Eomma yang mengatakannya. Dan aku tahu ini adalah cara Eomma untuk membiarkan Papa yang membujukku hanya karena aku menang Olimpiade Matematika tahun lalu. Pasti ini syarat yang ia ajukan pada Papa ketika aku meminta liburan musim panasku di Jeju. Ya, meskipun aku masih canggung saat bersama Papa, tapi aku lebih merasa hidup bersamanya daripada menghabiskan liburan musim panasku dengan mengikuti les privat yang membuatku gila. Aku memang suka matematika, tapi aku bisa gila jika setiap hari harus melihat buku disaat teman-temanku menikmati liburan mereka dipantai.
Aku mengangguk, "Bukankah menyenangkan jika aku mengambil musik? Seperti Papa..." ujarku pelan.
Pandangan Papa lurus ke jalanan, "Jangan hanya karena ingin seperti Papa kau mengorbankan sesuatu yang besar. Papa tahu bahwa kau mendapatkan beasiswa penuh jika masuk Paran. Disana kau tetap bisa bermusik meskipun di kelas musik atau kelas tambahan."
"...Geurae, aku menurut saja." jawabku setelah sekian lama terdiam.
Dan aku mulai tidak suka pembicaraan ini. Sebenarnya ingin kujawab perkataan Papa bahwa bukan hanya karena ingin seperti dia, tapi aku juga mengikuti kata hatiku. Menjadi musisi adalah impianku.
Tapi...mulutku bungkam. Aku tak punya keberanian untuk mengatakannya. Aku ini memang pecundang...
Kyuhyun POV End
.
.
.
WK
.
.
.
Author POV
"Ini kamarmu. Jika kau butuh apapun, beritahu Papa atau Chullie." kata Hankyung pada Kyuhyun.
Kyuhyun sedang melihat ke setiap sudut kamarnya yang berada di lantai dua ketika Hankyung menyebut nama "Chullie". Nama itu yang juga ia dengar dari sang Ibu saat di Bandara Incheon tadi pagi. Dan dia langsung lupa kalau dirinya sedang kesal pada Ayahnya itu.
"Jangan membuat Papamu tidak nyaman selama kau disana. Dia sudah punya kekasih dan mereka akan segera menikah. Namanya Kim Heechul, panggil dia dengan sopan. Dan jangan membuat onar, Cho Kyuhyun."
"Dimana calon Mamaku...?" tanya Kyuhyun sebelum kemudian menoleh pada Hankyung.
Awalnya pria itu agak terkejut, tapi ia kemudian tersenyum dan berkata, "Chullie sedang di kebun anggur, melihat para pekerja. Kau juga mau melihat?"
Kyuhyun mengangguk, ditaruhnya tas ransel yang dipakainya di atas tempat tidur sebelum kemudian mengikuti langkah sang Ayah. Kyuhyun mempercepat langkahnya dan berjalan disamping Hankyung, membuat sang ayah langsung merangkul bahu anaknya itu. Dan Kyuhyun merasakan friksi menyenangkan ketika sang Ayah merangkulnya. Meski tak mau mengakuinya, Kyuhyun merindukan lengan kekar sang Ayah yang memeluknya. Dia merindukan masa dimana dapat merasakan hangatnya perasaan itu.
Kebun anggur yang mereka tuju tidak terlalu jauh dari rumah. Letak kebun anggur itu berada di halaman belakang yang sangat luas. Kyuhyun agaknya takjub melihat perkebunan yang menurut sang Ayah baru menjadi miliknya dua tahun yang lalu. Tuan Kim, Ayah dari calon mamanya mengalami krisis besar-besaran di pabrik anggur miliknya. Tuan Kim kemudian meninggal karena serangan jantung. Heechul yang saat itu sedang kalut karena kematian ayahnya tak mampu berbuat apapun. Hankyung lah yang membantunya, berusaha untuk mempertahankan pabrik. Dan akhirnya pabrik anggur ini kembali beroperasi dan maju pesat hingga sekarang.
"Chullie-ah!" panggil Hankyung pada seorang pria yang sedang melihat-lihat para pekerja memetik buah anggur.
Kim Heechul menoleh dan tersenyum pada kekasihnya sebelum kemudian memperlihatkan wajah terkejutnya ketika melihat Kyuhyun. Dan perlu diketahui. Bukan hanya Heechul yang terkejut, Kyuhyun juga sama. Namja? Calon Mamaku itu...namja!? tanya dalam hati.
Hankyung yang melihat keterkejutan Kyuhyun tampak tersenyum maklum meski raut wajahnya khawatir. Dia khawatir dengan reaksi Kyuhyun ketika melihat Heechul. Tampaknya ini diluar bayangan "Mama" yang anak laki-laki itu pikirkan.
Heechul lebih dulu tersadar dari keterkejutannya, melangkah maju menuju Hankyung dan Kyuhyun. Ia langsung berdiri dihadapan Kyuhyun dan memperlihatkan smirk diwajahnya. "Aigoo, aku membuatmu kaget di pertemuan kita yang pertama. Namaku Kim Heechul, tunangan Papamu."
Dia akan jadi Ibu tiri yang jahat, mungkin akan seperti itu yang muncul di otak anak lain ketika melihat smirk yang Heechul tunjukkan. Dan akan langsung muncul wajah ketakutan ketika si anak. Maka akan muncul cerita "Cinderella" di zaman modern ini.
Namun itu tidak berlaku untuk Kyuhyun. Awalnya ia memang tampak kaget, tapi ia kemudian tersenyum dan berkata, "Annyeonghaseyo, Cho Kyuhyun imnida. Senang bertemu dengan Mama."
"Wow, kau benar-benar anak Cho Taeyeon." kata Heechul takjub melihat reaksi Kyuhyun yang menerimanya dengan baik. Ia kemudian pada Hankyung dan terkekeh, "Kurasa sikap Kibum tidak jauh beda darinya, bukan?"
Ani. Kami berbeda, batin Kyuhyun.
Kyuhyun memang anak yang sangat mudah bergaul. Jadi, dia bukan orang yang kaku atau semacamnya meski dia termasuk orang yang suka menyimpan rahasianya sendiri. Dan dia 'sedikit' jahil meskipun sekarang belum diperlihatkannya.
Hankyung hanya tersenyum dan mengelus rambut Kyuhyun. "Apa pekerjaanmu sudah selesai? Lebih baik kita makan siang bersama. Sepertinya Kim Ahjumma sudah selesai memasak."
Heechul mengangguk, "Geurae, kajja Kim Kyuhyun! Kau pasti akan betah disini. Masakan Kim Ahjumma sangat enak." ujarnya kemudian melangkah lebih dulu menuju rumah.
Hankyung terkekeh, "Jangan heran jika dia memanggilmu begitu. Itu tanda bahwa kau akan akrab dengannya." ujarnya ketika melihat Kyuhyun tampak bingung.
Kyuhyun mengangguk dan tersenyum, "Papa memilih calon istri yang hebat." pujinya tulus.
"Hmm...Papa tahu itu."
Ayah dan anak itu kemudian kembali berjalan sambil berangkulan menuju rumah. Mereka terlihat sangat nyaman satu sama lain, dan Kyuhyun sudah melupakan kejadian di mobil tadi.
Mereka kemudian masuk ke dalam rumah dan melihat Heechul membantu Bibi Kim menata makanan di atas meja makan.
"Kalian berdua cepat cuci tangan. Tidak ada yang boleh menyentuh meja makan dengan tangan penuh kuman." kata Heechul.
"Ne, Mama." jawab Hankyung dan Kyuhyun serentak, keduanya tertawa setelah mengucapkan itu.
Heechul melihat mereka dan tersenyum sambil berkacak pinggang. "Geumanhaseyo, cepat cuci tangan."
Keduanya segera menuju westafel dan mencuci tangan mereka ketika suara bel pintu yang dibunyikan.
"Siapa yang datang saat jam makan siang begini?" tanya Heechul heran.
"Biar kutebak, itu pasti si kuda." kata Hankyung setelah selesai mencuci tangannya.
Wajah Heechul berubah masam. "Jika itu benar-benar dia, akan kuberi dia pelajaran! Seenaknya saja dia pergi memotret tanpa aku! Dasar si amatiran!" omelnya sambil berjalan menuju pintu depan.
Kyuhyun hanya diam, bingung dengan pembicaraan mereka tentang 'si kuda' dan 'si amatiran'. Jadi ia hanya memilih untuk duduk tenang di depan meja makan setelah mencuci tangannya.
Hankyung juga baru akan duduk di kursi ketika mendengar suara teriakan Heechul yang menggelegar. "YAK! CHOI SIWON! BERANINYA KAU MUNCUL DIHADAPANKU SETELAH PERGI MEMOTRET SENDIRIAN!? PERGI KAU SANA!"
"AARGH! Hyung, biarkan aku masuk. Aku sangat lapar!"
"Yak! yak! Jangan masuk! YAAAAK!"
Seorang pemuda masuk sambil berlari ke dalam rumah dan menuju dapur, membuat Kyuhyun segera menoleh padanya. Pemuda itu bertubuh tinggi dengan kulit sedikit tan, dengan kaos putih lengan pendek, celana denim sebatas lutut dan sebuah kamera tergantung di lehernya. Pemuda itu sumringah dengan napas terengah-engah. Choi Siwon, nama itu yang Kyuhyun tangkap dari teriakan Heechul tadi.
"Han ahjussi, aku boleh makan siang disini kan?" tanya pemuda itu. Ia kemudian melihat kearah Heechul yang sudah sampai di dapur dengan tampang murka.
"Ayo cepat duduk. Kau pasti lapar setelah memotret." kata Hankyung dengan senyum.
Dan secepat kilat Siwon duduk di salah satu kursi meja makan.
Heechul mendengus kesal, "Kau sudah seperti pengemis Choi! Padahal kau bisa makan di rumahmu! Kenapa malah memilih rumah kami, sih?"
"Jangan begitu Chullie-hyung, aku janji akan mengajakmu besok. Aku—nng!?... Nuguseyo?"
Siwon sedang berbicara dengan Heechul ketika baru menyadari bahwa ada satu orang yang tidak ia kenal tengah duduk berhadapan dengannya. Kyuhyun mengerjap polos ketika tahu bahwa Siwon baru megetahui keberadaannya. Bahkan ia tak berterima kasih seperti biasanya pada Bibi Kim yang memberikan mangkuk berisi nasi padanya. Ia hanya memandang Kyuhyun tanpa berkedip.
"Aish! Jika sudah melihat makanan, kau tak peduli dengan sekitarmu." omel Heechul kemudian mengacak pelan rambut Kyuhyun, "Kenalkan, ini Kim Kyuhyun. Dia putraku dan Hannie. Dan Kyu, ini Siwon. Rumahnya adalah hotel Shapire yang jaraknya hampir dua kilometer dari sini. Dia orang yang tidak tahu malu, punya 'rumah' yang menyediakan banyak makanan mewah, malah memilih datang ke rumah ini."
Siwon merengut kesal, "Apa itu bisa disebut rumah?" ujarnya pada Heechul. Dan mukanya langsung berubah cerah ketika memandang Kyuhyun. "Annyeong, naneun Choi Siwon."
"Annyeonghaeyo, Cho—Eh! Kim Kyuhyun—"
Klik!
"...imnida." Kyuhyun sedang memperkenalkan diri ketika Siwon langsung memotretnya begitu saja. Kyuhyun sekarang antara kaget dan spechless melihat tingkah Siwon.
Siwon terkekeh pelan, "Kau manis sekali, aku tidak tahan untuk tidak memotretmu. Anggap saja sebagai awal pertemanan kita, ne?"
Kyuhyun terdiam sejenak sebelum mengangguk. Dia tertegun ketika melihat senyum lebar kini terpatri diwajah Siwon. Mendadak pipinya terasa panas. Ia segera menunduk karena wajah anak itu bersemu merah...
Dan jantungnya, berdegup kencang...
.
Flashback End
.
.
WK
.
.
.
Tok! Tok! Tok!
Kyuhyun tersadar dari lamunannya. Dipandanginya pintu sebelum kemudian melihat kearah laptopnya, terpasang foto yang diambil dua puluh enam tahun yang lalu. Fotonya bersama Hankyung dan Heechul.
Cklek!
Pintu ruang kerja Kyuhyun terbuka, dan kepala Suho menyembul dari balik pintu. Pemuda berpipi chubby itu tersenyum cerah.
"Eomma, makanannya sudah siap!"
Kyuhyun tersenyum melihat wajah cerah putranya.
Meski awalnya aku tak menyadari, aku memang sudah terpikat olehnya. Aku menyukainya diusia empat belas tahun. Ya, diumur itu...cinta pertamaku muncul...
.
.
.
WK
.
Dua hari kemudian
.
Jeju-South Korea
.
Debur ombak bergemuruh dan menyapu sisian pantai. Angin yang bertiup menerpa terasa menyejukkan ketika langit memerah menandakan matahari akan terbenam, seperti sebuah lukisan yang indah. Maha karya sang Pencipta itu seakan tergores oleh kuas alam.
Klik! Seorang pria dengan kamera ditangannya, memotret panorama indah itu. Mengabadikan momen indah itu.
Yeppeuda...
Begitulah kata yang tergambar dibenak Choi Siwon ketika kakinya menginjak pasir putih pulau Jeju. Sudah lama sekali sejak terakhir kali dia datang kemari. Dan dia tahu bahwa ia akan tetap terkesima ketika melihat matahari terbenam di pulau ini, sama seperti dulu. Tanah kelahirannya ini selalu membuatnya merasa bersyukur atas kehidupan yang Tuhan berikan.
"Yak! Siwon-ah!"
Siwon menoleh ketika mendengar namanya dipanggil. Seorang pria bertubuh gempal berdiri di atas batu besar sambil berkacak pinggang. Shin Donghee, pria itu kemudian kembali berteriak. "Yak! Kau datang ke Jeju bukan untuk memotret matahari terbenam! Tapi memotretku!"
Siwon terkekeh pelan mendengar perkataan pria yang lebih akrab ia panggil Shindong itu. Ia tahu bahwa sahabat lamanya itu sedang bercanda dengannya. "Jadwal untuk memotretmu dipernikahan itu besok, hyung." ujar Siwon kemudian berjalan mendekati Shindong.
"Sudahlah. Ayo pulang! Kau itu baru saja kembali kemari. Bukannya menyapa semua orang malah pergi memotret." kata Shindong dengan dialek khas Jeju yang membuat Siwon tak sanggup untuk tidak tertawa. Sungguh, sudah lama sekali ia tidak mendengar dialek itu.
"Arraseo, hyung." jawab Siwon juga menggunakan dialek Jeju dan kemudian merangkul bahu sahabatnya itu.
Siwon baru tiba di Jeju sekitar dua jam yang lalu, setelah perjalanan melelahkan dari New York-Incheon-Jeju. Tapi ia senang karena perjalanan melelahkan itu terbayarkan dengan keindahan Jeju. Dia bahkan langsung mengajak Shindong yang menjemputnya di bandara untuk pergi ke pantai untuk memotret. Dia terlalu merindukan pulau ini.
Mereka kemudian berjalan menuju mobil sedan milik Shindong dan menyusuri jalanan. Angin berhembus kencang dan langit perlahan gelap meski saat ini masih kemerahan. Shindong memang jarang bicara saat mengemudi, dia fokus menyetir karena besok adalah hari pernikahannya. Dia percaya soal mitos yang mungkin terjadi sebelum menikah, seperti kecelakaan.
Klik! Klik! Klik!
Sementara itu Siwon lebih memilih kembali memotret. Ia tak melewatkan satu momen pun langit senja disini.
"Kau mau pulang ke hotel? Atau ke rumahku dulu?" tanya Shindong.
"Terserah hyung saja. Tak apa jika pulang ke rumahmu dulu. Aku bisa dapat makan malam gratis." jawab Siwon dengan senyum lebar.
Shindong terkekeh pelan, "Kau masih belum berubah juga Siwon-ah. Dulu kau juga sering sekali makan dirumahku ataupun dirumah Han Ahjussi."
Senyum Siwon meredup ketika mendengar perkataan Shindong, berganti dengan senyum sendu. Shindong menyadari keheningan mendadak itu tersenyum maklum.
"Kau...belum bisa melupakan Kyuhyun?" tanyanya.
Sejenak Siwon terdiam. Kepalanya mendongak keatas dan menghela napas panjang. Matanya menatap langit kemerahan itu. "Bagaimana mungkin aku bisa...? Dia terlalu sulit dilupakan. Istilah bahwa cinta pertama tidak akan terlupakan seumur hidup itu mungkin benar."
"...Satu haripun, aku belum pernah melupakannya..."
.
.
.
WK
.
Flashback
.
Dua puluh enam tahun yang lalu
.
"Jinja!? Disana masih punya piringan hitam Coltrane!?"
Siwon dan Heechul yang sedang membersihkan kamera mereka di sofa ruang tengah, langsung menoleh ketika mendengar teriakan riang Kyuhyun yang sedang bersama Hankyung dibalkon yang letaknya tepat disampng ruang tengah.
"Kyuhyun suka sekali dengan Coltrane?" tanya Siwon pada Heechul yang kembali sibuk dengan kameranya.
Heechul mengangguk, "Seperti yang kau lihat. Sebenarnya bukan hanya Coltrane, dia memang tergila-gila dengan piringan hitam dan tape. Aneh jika melihat ia mempunyai selera seperti itu diusianya sekarang. Apalagi Kyuhyun itu adalah seorang pianis yang selalu memainkan lagu-lagu klasik. Kau lihat saja disudut sana. Hannie membeli tape tua itu khusus untuk Kyuhyun. Bahkan piano di ruang musik sudah berpindah ke kamar Kyuhyun. Dan dua hari ini kami selalu menyetel lagu Coltrane ataupun Mozart." ujarnya sambil menunjuk kearah sudut kanan ruang tengah. Memang ada tape model lama disana.
Siwon terkekeh pelan, "Sepertinya Han Ahjussi selalu menuruti apapun keinginan Kyunie, ne?"
Heechul mengangguk dan tersenyum,"Bukankah terlihat manis? Aku belum pernah melihat sisi Hannie yang seperti itu selama tiga tahun mengenalnya..."
"Wah...kau benar-benar menjadi Eomma sekarang." kata Siwon, antara pujian dan mengejek Heechul. Tapi pria berwajah cantik itu tak membalasnya dan malah terus tersenyum dan memandang kearah Kyuhyun dan Hankyung.
Sudah lima hari sejak Kyuhyun tiba di Jeju. Dia sudah membiasakan diri dengan baik, bahkan sangat baik. Bangun dengan senyum cerah, sarapan bersama Hankyung dan Heechul, mengobrol bersama dan bahkan ikut melihat Heechul memotret di beberapa tempat indah pulau Jeju, calon Ibunya itu adalah seorang fotografer freelance. Kyuhyun juga sudah hapal tentang apa saja yang ayah dan calon Ibunya sukai. Ia sangat menikmati liburannya dan menelpon Kibum dengan suara riang, mengatakan betapa ia menyukai liburannya. Dan tentu Siwon termasuk dalam bagian yang disukainya.
Siwon berusia lima belas tahun, seharusnya ia berada di tahun pertamanya masuk SMU. Tapi ia lebih memilih mengikuti Home Schooling. Menurut Heechul Siwon menjalani Hotel Schooling bukan Home Schooling karena ia memang tinggal di Hotel.
Ayahnya adalah pemilik hotel Shapire, hotel berbintang di Jeju dan beberapa hotel berbintang lainnya di beberapa negara. Siwon lahir di pulau ini sebelum kedua orang tuanya memboyongnya ke Seoul. Tapi itu tidak berlangsung lama. Ibunya meninggal dan sang nenek membawanya kembali ke Jeju. Membesarkan Siwon di pulau ini demi kenyamanan dan ketenangan. Keluarga Choi adalah keluarga kaya raya, tentu kehidupan mereka menjadi sorotan. Apalagi setelah sang ayah menikah lagi dan memiliki seorang anak laki-laki. Awak media mencari-cari berita dan bahkan memanipulasi berita tentang kemungkinan posisi Siwon sebagai pewaris akan digeser oleh adik tirinya.
Karena hal itu, Siwon awalnya anak yang pemurung. Sampai ia bertemu Heechul dan menyukai dunia fotografi. Ia mulai tersenyum ketika mempunyai kamera pertamanya. Dan semenjak itu, Siwon tumbuh menjadi anak yang ceria. Dia sering berpergian bersama Heechul ke berbagai tempat untuk memotret.
"Siwon hyung! Nanti temani Kyuhyun pergi ke toko musik, ne?"
Siwon menoleh dan mengangguk, "Geurom, hyung tak akan membiarkan Kyu pergi sendirian."
"Hehehe gomawo." jawab Kyuhyun dengan senyum manis. Membuat Siwon, Hankyung dan Heechul tertawa melihatnya.
"Aigoo, uri Kyunie sangat lucu saat beraegyo." ujar Heechul kemudian mengarahkan kameranya pada Kyuhyun dan Hankyung. Keduanya langsung berpose karena tahu akan dipotret.
Klik!
Heechul melihat hasil jepretannya dan tersenyum puas. "Akan lebih bagus jika ada Kim Heechul difoto ini." ujarnya sebelum kemudian memberikan kameranya pada Siwon. "Kau harus membidiknya dengan benar, Siwon-ah."
Siwon mengacungkan jempolnya. Heechul pun segera duduk disamping Kyuhyun, membuat anak laki-laki itu duduk ditengah-tengah. Siwon segera berdiri dan bersiap memotret. "Senyum yang manis khusus untuk Kyunie." kata Siwon sambil memutar sedikit lensa kameranya. "Hyung, kurangi intensitas senyum itu, kau tersenyum terlalu lebar." lanjutnya.
"Yak!" teriak Heechul kesal. Sementara Kyuhyun dan Hankyung terkekeh pelan. Siwon tersenyum melihat senyum manis Kyuhyun, ada perasaan menggelitik yang membuat dadanya berdesir ketika melihat senyum itu. Perasaan bahagia menggebu-gebu muncul dalam dirinya.
"Oke, semuanya. Siap! Hana, dul, set!"
Klik!
.
Flashback End
.
.
WK
.
.
.
"Wow...ini sangat indah Cakka-nim~"
Disebuah rumah bercat putih, dengan halaman luas yang ditanami oleh pohon-pohon anggur. Beberapa orang kru dari rumah produksi sedang melakukan survei tempat untuk pembuatan drama. Dan mereka terkagum-kagum melihat setiap bagian dari tempat itu. Keindahan rumah itu membuat mereka yang sebenarnya baru tiba di Jeju pagi tadi langsung terpesona.
Kyuhyun tersenyum mendengar pujian dari semua kru. "Ini rumah tempat aku dibesarkan. Tempat pertama dimana aku memikirkan naskah untuk drama ini." jawabnya.
"Anda pasti dibesarkan dalam keluarga yang bahagia, Cakka-nim. Ibu anda sangat cantik." kata sutradara—Park Yoochun yang akan menggarap naskah Kyuhyun. Pria itu sedang melihat kearah foto pernikahan Hankyung dan Heechul yang terpajang diruang keluarga.
Kyuhyun terkekeh pelan, "Ne, kami keluarga yang bahagia." jawabnya kemudian melihat kearah kru yang lain. "Kalian boleh melihat-lihat dulu. Dibelakang sedang disiapkan panggangan untuk samgyeopsal dan wine untuk kita semua." lanjutnya.
Dan sorakan riang para kru mulai terdengar. "KAMSAHAMNIDA CHO CAKKA-NIM!"
"Geurae. Aku keatas dulu, ne?" kata Kyuhyun permisi.
Ia segera menaiki tangga menuju lantai dua. Begitu sampai dilantai dua, ia segera menuju sebuah kamar dengan papan kecil bertuliskan "KYUNIE" di depannya. Senyum tipis terpatri diwajahnya sebelum kemudian membuka pintu itu.
Dihadapannya kini adalah sebuah kamar yang tetap berdesain sama seperti yang ia tempatinya dulu. Bernuansa putih dan baby blue. Langit-langitnya berlukiskan langit biru dengan awan-awan putih, dan setiap barang-barang disana tersusun dengan rapi. Meja belajar yang disampingnya terdapat sebuah piano tua dan sebuah untuk menghidupkan musik dari piringan hitam.
Beberapa foto juga terpatri disana, foto pernikahan 'Papa' dan 'Mama'nya, Fotonya bersama 'Eomma' dan 'hyung'nya. Dan gerakan matanya terhenti pada sebuah foto yang ukurannya paling besar, terbingkai dengan pigura putih dengan ukiran-ukiran berwarna emas. Foto seorang pemuda berkulit pucat yang tersenyum, dan seorang pemuda lain mencium pipinya dan merangkulnya dengan mesra. Keduanya berseragam dengan latar sebuah acara kelulusan.
Sudah hampir lima tahun ia tidak pernah datang kemari lagi. Dan suasana rumah ini masih tetap dipertahankan. Ayah dan Ibunya sengaja membiarkan tatanannya tetap sama agar kenangan di dalamnya tidak pernah pudar.
Ia kembali tersenyum sebelum kemudian pandangannya beralih kearah balkon kamar. Pintu balkon yang terbuat dari kaca itu memperlihatkan langit senja kemerahan. Dibukanya pintu itu dan membiarkan angin menyejukkan menerpa tubuhnya.
Senja kemerahan ini masih seperti dulu. Dan angin yang menerpa tubuhku dengan perlahan ini masih sama seperti dulu...
Kyuhyun merasakan setiap hembusan angin yang membuatnya memejamkan mata sejenak. Meresapi perasaan yang ia rindukan. Dan jantungnya berdegup kencang seperti dulu. Ia ingat perasaan yang menggebu-gebu ini. Perasaan yang membuat friksi menyenangkan.
Begitu membuka matanya kembali, Kyuhyun melihat ke bawah seperti yang biasa ia lakukan dulu. Dan matanya melebar ketika melihat seorang pria yang amat dikenalnya berdiri disana, memandangnya dengan tatapan yang dulu ia lihat. dengan senyuman yang dulu ia lihat. Dan dunia seolah berhenti sejenak, mereka beradu pandang...dengan tatapan saling merindukan...
Seperti dulu, ketika aku berdiri ditempat ini. Melihat kearah langit kemerahan seperti dulu dan angin yang menerpa tubuhku. Dan ketika aku terbuai dengan kesejukan itu, kulihat dirimu dibawah sana. Mendongak keatas dan melihat kearahku dengan senyumanmu yang khas. Sungguh, aku tak menyangka bahwa kau masih seperti yang dulu. Tubuhmu masih tegap seperti yang dulu. Rambutmu yang hitam masih seperti dulu.
Dan tanpa sadar aku juga tersenyum melihatmu. Kau...yang lebih dari dua puluh tahun lalu. Terlihat sama seperti yang sekarang...
Dan aku...merindukannya...
Aku merindukanmu...
.
.
.
.
.
To Be Continued
.
.
.
.
Annyeong readers! Welcome to my new angst fanfic! Hehehehehe. Saya sedang bersemangat untuk menulis FF yang foto-fotonya udah banyak bget saya edit hehehe. Sebenarnya FF ini diluar rencana. Mood saya sedang buruk karena mendadak hilang ide untuk nulis FF saya "Fly to The Sky". Nah, disaat itu muncullah ide untuk FF ini. Dan sebenarnya FF ini di beberapa bagian adalah pengalaman pribadi. Seperti tentang cinta pertama saya dan impian saya untuk masuk jurusan musik yang gagal.
Misteri-misterinya masih belum terkuak,ne? Chapter depan mungkin perlahan akan terlihat dan bakalan banyak bagian wonkyu momentnya. Jangan lupa review ya. Oh ya, sya bkal apdet Fly to the Sky lgi tngal 13 maret 2015 untuk chapter 7B dan 15 Maret 2015 utk chapter 7c. Sebenarnya mau buat 7B aj, tpi kpanjangan...Tpi klau readers mau sya bkin 7B aj dan ga' ad 7C boleh review atau PM sya sja ne? Sya tnggu komen klian smua~~~
Dan utk FF ini sampai ktemu di chapter brikutnya! Annyeong!
