Hwang Minhyun x Kwon Hyunbin
Force; Part 1
Si Pendiam dan lolipopnya.
.
.
Yaoi. B x B. One-long-shot. Typo(s)
Begin
.
Namanya Kwon Hyunbin.
Dia tinggi, tampan, tidak cukup pintar namun sekolah tetap membutuhkannya. Model di sebuah agensi besar, atlet basket kebanggan sekolah, setidaknya dua alasan itu cukup menjelaskan mengapa dia penting walaupun sering membolos kelas hanya untuk sekedar merokok di atap sekolah. Layaknya anak muda pada umumnya, dia selalu berusaha mengimbangi presetasi dan sensasi dalam hidupnya.
.
'Hidup kalau lurus-lurus amat ga akan membuat kamu belajar dari pengalaman'
.
Hyunbin dan kebijakasanaannya.
Dia itu memang tidak bodoh, hanya saja dia terlalu menikmati hidupnya. Keluar mengendap-endap dari kelas adalah keahliannya, para guru sudah melewati fase kesal, bingung, sampai tidak peduli.
'Asal anak itu ga kabur lompat pagar sekolah, ga masalah' Pikir mereka. Karena sejujurnya mereka sudah malas menangani Hyunbin.
Kwon itu sekali lagi pintar, tapi dengan caranya sendiri.
.
Seperti misalnya hari ini, dia kembali berhasil lolos dari kelas Shin songsaenim. Menaiki tangga dengan riang menuju rooftop sekolah, tidak lupa dengan satu batang rokok dan pemantik api otomatis di sakunya.
Sesampainya di atas dia langsung membuka pintu rooftop, melempar jas almamaternya ke bangku reyot yang terdapat disana, lalu melonggarkan dasinya. Suhu di Seoul hari ini sudah mencapai 34 derajat, cukup panas untuk ukuran musim semi.
Ia duduk di atas permukaan semen rooftop, menyalakan rokoknya untuk selanjutnya menghisap. Kemudian, Ia kembali ke rutinitasnya, memandang angkasa biru luas sambil memikirkan hal yang menurut segelintir orang hanya membuang waktu.
.
Kenapa harus marah sih saat siswa memilih keluar kelas? Belajar itu kan tidak harus di kelas, bahkan hidup dan pengalaman lah sebenarnya guru terbaik. Sekolah itu tidak penting.
.
Hyunbin menghela nafas, kalau Ia berpendapat demikian di depan orang tuanya pasti Ia akan di suguhi wejangan kombinasi Kwon Ahjussi dan Ahjumma selama tiga jam, mereka pembicara yang sangat baik omong-omong.
Kwon berusaha menutup matanya dengan lengan kanan sementara Ia menurunkan punggungnya ke arah permukaan semen. Ia butuh istirahat, otak dan fisik. Otak jelas harus diistirahatkan karena kapasitas isi pikiran dia terlalu banyak, sedangkan fisiknya nanti sore akan di tuntut prima (mengingat pertandigan basket tinggal tiga minggu lagi).
Tertidur ga masalah. Kelas selanjutnya masih dua jam lagi. Seperti itu pikirnya.
.
Belum 100% ia terlelap, Ia merasakan rokok yang terselip di bibirnya menghilang. Ia membuka matanya dan menemukan seseorang bermata elang sedang menatapnya polos.
.
"Yak! Kenapa kau ambil rokokku!"
Hyunbin merasa jengah, Ia yang seharusnya beristirahat merasa terusik dengan kehadiran sosok yang bahkan tidak dia kenal.
Orang itu dengan lancangnya menggenggam rokok itu keras.
"HEI HEI. Kau bisa melukai tanganmu kalau begitu caranya!" Hyunbin rasanya ingin menjedotkan kepalanya ke dinding. Anak itu udah bikin kesal ngambil rokokku, sekarang malah di remasnya gitu! Kalau luka dia aku yang kena kan!
.
.
Puk
Rokok yang malang itu sudah terhempas ke lantai, anak bermata elang itu dengan semangatnya menginjak-injak rokok tersebut.
Sialan.
Hyunbin yang sudah merasa panas kepala pun akhirnya menghela nafas. Kesal, tapi kalau objek yang kau ajak bicara hanya asik menghisap lolipopnya, dia bisa apa?
Hyunbin pun akhirnya berdiri sepenuhnya. Mencoba menjauhi si anak aneh itu dengan berjalan ke sofa bekas yang ada di dekat dinding pembatas rooftop. Ia benar-benar butuh istirahat, omong-omong.
Saat memposisikan diri untuk tidur kembali dengan lengan kanan yang menutupi matanya, Ia terganggu dengan pergerakan di dekat kakinya. Ia mendecih pelan setelah melihat anak aneh itu lagi. Berusaha menggeser-geser kakinya agar dia dapat duduk di sofa yang sama dengan Hyunbin.
"Yak! Kau menggangguku!"
"..."
"Hei aku benar-benar butuh tidur."
"..."
Hyunbin memijit pelipisnya pelan. Anak ini benar-benar deh, udah ganggu, muka datar, diajak ngomong diam saja pula.
"Hei, jawab aku dong?" Hyunbin mencoba menurunkan nada bicaranya, berharap anak itu dapat meresponnya apabila dia tidak begitu galak lagi.
Hyunbin membolakan matanya saat melihat reaksi anak itu, dia menundukkan kepalanya dan menatap lekat Hyunbin. Apabila di kalkulasikan, mungkin jarak mereka hanyalah sejengkal. Rahang Hyunbin di pegang erat, membuat mulutnya sedikit membuka.
"Hmpft..."
Hyunbin hampir kehabisan nafasnya, Ia menatap kesal anak itu.
Dia tadi dengan santainya memasukkan lolipop yang sebelumnya berada di dalam mulutnya. Jika kau bertanya kemana dia memasukkannya seharusnya kau paham bahwa mulut Hyunbin adalah korbannya.
Ini anak kerasukan apa bagaimana?
Hyunbin menautkan alisnya kesal, anak itu dengan santainya merogoh sesuatu dalam jas almamaternya. Sebuah lolipop baru.
Harusnya kau berikan lolipop itu saja bodoh!
Hyunbin hanya menyimpan segala umpatannya dalam hati mengingat anak itu belum mengucapkan sepatah kata pun.
.
"Iya?" Ucap anak itu pelan.
"Hah?"
Hyunbin menatap dia heran, sama sekali tidak mengerti apa yang dimaksud anak itu. Objek yang di tatapinya malah kembali diam dan memulai aktivitas mengisap lolipopnya lagi.
.
"Kamu siapa?" Hyunbin memulai percakapan dengan anak itu. Sejujurnya Hyunbin malas, tapi Ia juga tidak menyukai berada di posisi awkward dengan seseorang di dekatnya. Ya, dia harap anak itu mau menjawab.
"..." Sayangnya keberuntungan tidak berpihak pada Hyunbin. Anak itu masih saja diam sepenuhnya, menatap lurus ke depan seolah-olah pertanyaan Hyunbin tidak memasuki pendengarannya.
"Huft.."
"Yasudahlah kalau kau tidak mau berbicara padaku, tidak apa. Namun, bisakah kau nanti diam selama aku mencoba tidur? Dan tolong bangunkan aku sejam lagi jika kau masih berada disini. Aku tidak bisa skip kelas Bang Songsaenim."
Anak itu hanya mengalihkan pandangannya ke arah Hyunbin. Ia tersenyum kecil dan kembali memandang langit lepas. Hyunbin awalnya tidak mengerti namun dia mencoba untuk mengartikan hal tersebut sebagai 'baiklah kau tidur saja'.
Hyunbin pun memulai memejamkan matanya, dan tak lama setelah itu rasa kantuk menyergapinya.
.
.
Hyunbin terbangun dengan muka yang sedikit basah, seperti habis disirami dengan air. Dia merasa tak nyaman dengan kondisinya dan butuh ke kamar mandi untuk merapihkan wajahnya, tapi dia cukup penasaran dengan hilangnya sosok pendiam tadi.
.
Maaf mukamu kubuat basah. Aku ada kelas.
Hyunbin menatap kertas yang menempel di tangannya dengan bingung. Ia mencoba menerka-nerka siapa yang menempelkan kertas itu di tangannya sambil bergerak bangun.
Puk
Sebuah botol berisi air mineral tersenggol oleh kakinya. Hyunbin yang tersadar pun langsung mendumel lagi.
Argh sialan bocah itu kenapa harus dibasahin mukaku?!
.
.
.
Hari ini mata pelajaran berakhir dengan sangat cepatnya. Pukul 12.00 para siswa sudah dibubarkan oleh guru mata pelajaran mereka masing-masing, padahal biasanya kelas paling cepat baru di pulangkan pukul 15.30, selebihnya para siswa harus menikmati bangku kelas sampai pukul 17.00.
Seluruh murid jelas bahagia, mereka berbondong-bondong keluar kelas dan langsung menuju tujuan masing-masing. Ada yang langsung tancap gas untuk balik ke rumah, ada yang mampir ke mall dekat sekolah, ada juga yang menuju ruangan sekre ekskul masing-masing, bahkan ada yang dengan rajinnya malah menuju perpustakaan untuk belajar.
Hyunbin, salah satu dari siswa yang merasakan bahagianya pulang cepat. Ia juga langsung bergegas menuju tempat favoritnya selama bersekolah disini. Bukan, bukan tempat yang sudah ku sebutkan tadi. Ia melangkahkan kakinya menaiki tangga terakhir di sekolahnya, tangga yang membawanya menuju rooftop sekolah.
Hyunbin tidak tahu kapan semua itu bermula, yang jelas baik saat membolos pelajaran atau saat pulang cepat, Ia pasti akan melangkahkan kakinya ke rooftop ini.
Tidak ada satupun siswa yang berani melangkah kesini ngomong-ngomong. Saat Hyunbin tahun pertama, sebenarnya di rooftop ini ada seorang siswa yang ditemukan menggantung dirinya, katanya sih sedih karena di tolak cintanya.
Semenjak saat itu, rooftop yang dulunya ramai menjadi tempat ajang menjalin kasih berangsur sepi, banyak rumor yang menyebutkan bahwa rooftop ini angker sehingga membuat siswa siswi tidak berani mengunjungi lagi.
Awalnya Hyunbin kesini hanya untuk iseng, dia bukan bocah ingusan yang akan menjerit-jerit saat melihat hantu, makanya dengan rokok sebatang dan pemantik api ditangannya waktu itu dia iseng mencoba uji nyali. Mau nantangin hantunya ngerokok, begitu pikirnya.
Sesampainya di rooftop ini dia tidak menemukan hal aneh, justru matanya disuguhi pemandangan yang indah. Kebun bunga sakura di belakang sekolah terpampang di depan mata, dihiasi gantungan awan di angkasa beserta angin semilir. Benar-benar sangat membuat Hyunbin nyaman saat itu.
Sejak saat itulah Ia semakin sering kesini, selain menenangkan tempat ini ternyata cukup spesial mengingat hanya dia lah satu-satunya orang yang menguasai ini.
Hyunbin memposisikan diri seperti biasanya, duduk di permukaan semen rooftop dan mengeluarkan rokok di sakunya.
.
Puk
Puk
Puk
.
Belum sempat Ia mengeluarkan rokoknya, Ia merasakan tiga buah lemparan mengenai punggungnya. Memang tidak sakit tapi mengingat Ia baru membicarakan perihal anak yang bunuh diri setahun lalu disini membuang bulu kuduknya merinding.
.
Puk
Lemparan itu sekarang sudah berganti dengan tepukan di punggungnya. Belum sempat dia membalikkan badan, seseorang sudah duduk di samping kanannya.
.
Dari semua manusia kenapa anak itu lagi sih?
Hyunbin berpikir kesal, tempat rahasia dia sepertinya sudah bukan miliknya seseorang lagi.
Lagian anak ini tahu darimana pula? Perasaan Jonghyun hyung dan Daniel Hyung bahkan gatau aku suka kesini.
Hyunbin hanya bisa menyimpan semua umpatannya di dalam kepalanya. Ia menghembuskan nafasnya keras sebelum kembali fokus ke rokok di tangannya.
.
Plak
Terasa seseorang menyentak tangan kanannya. Anak itu lagi.
"YAK! Apa masalahmu, eoh?" Hyunbin sudah tidak bisa menahan emosinya lagi. Ia kesini untuk mencari ketenangan, bukan malah digangguin seperti begini.
Anak itu hanya menatap Hyunbin polos sebelum akhirnya merogoh sakunya. Ia mengeluarkan lolipop strawberry, persis sama seperti apa yang kemarin Hyunbin lihat.
"Hmpft." Hyunbin hampir tersedak. Anak itu kembali dengan seenaknya 'menyuapi' lolipop itu ke mulutnya.
"Aku bisa mati kalau kau suapi seperti itu bodoh." Hyunbin mendecih pelan sambil membenarkan posisi lolipop itu dibibirnya.
Anak itu kembali menatapnya dengan polos, Ia tidak menjawab dengan perkataan apapun. Setelah hampir lima belas menit menyadari dirinya hanya ditatapi, Hyunbin memutar kepalanya dan menatap anak itu tepat dimatanya.
Oke, anak itu sepertinya minim ekspresi. Ia tidak mengalihkan kepalanya saat ketahuan oleh Hyunbin menatapinya tanpa henti, bahkan pupil matanya tidak bergetar. Ia sama sekali tidak menunjukkan emosi apapun.
Hyunbin yang merasa sebal sekaligus penasaran langsung memunculkan jiwa iseng dalam dirinya. Ia mendekatkan mukanya ke arah depan. Menempelkan keningnya di kening si pendiam itu.
.
Blush
Hyunbin mengusap matanya pelan, merasa sedikit terkejut tapi heran juga.
Anak itu memang tidak bergetar ketakutan, pupilnya tetap stagnan pada posisi diam dan datarnya. Jikalau Hyunbin tidak menyadari rona merah dipipi anak tersebut, mungkin Hyunbin akan benar-benar merasa gagal mengisenginya.
"HAHAHAHAHAHAHA." Tawa Hyunbin langsung pecah begitu saja. Ia merasa cukup terhibur dengan apa yang baru saja dia saksikan. Sebenarnya anak itu cukup manis kalau dia bisa menunjukkan apa yang dia rasakan, seperti halnya rona merah tadi.
.
"Oi, namamu siapa?" Hyunbin yang sudah berhasil menghentikan tawanya menatap penasaran pada anak itu. Selama dia tertawa tadi anak itu hanya diam, bahkan tidak menanyakan kenapa dia tertawa, lama-kelamaan kan Hyunbin merasa awkward juga tertawa sendiri. Ia memutuskan mengganti topik agar tidak berakhir garing.
Ya, walau ga bakal di jawab juga sih.
Anak itu tetap pada posisi tanpa emosinya. Hyunbin menghela nafas, padahal kalau dia bisa menunjukkan respon sedikit saja, Hyunbin akan senang.
"Kau itu memang begini ya? Pendiam dan tidak suka menjawab pertanyaan orang?"
"..."
"Sebenarnya, kalau buatku sih tidak masalah kalau kau memang pendiam. Tapi jika kau memperlakukan semua orang seperti itu, kau bisa saja di anggap sombong dan tidak tahu tata krama."
"..."
"Hah~ Yasudahlah. Ku harap kedepannya kau lebih banyak menunjukkan emosi pada dirimu. Seperti rona merah yang tadi ku lihat di pipimu." Hyunbin memutuskan menggoda anak itu sedikit, dan berhasil.
Ia mendapati anak itu mengedipkan matanya, cepat sekali. Ia juga menggigit bibir bawahnya erat.
"Hei jangan kau gigit bibirmu itu. Nanti luka." Hyunbin mati-matian menahan tawa melihat pipi anak itu semakin matang. Dengan sedikit inisiatif dan rasa iseng Ia memajukkan mukanya ke samping telinga kiri anak itu.
"Kau suka padaku ya?" Bisiknya rendah di telinga anak itu. Si pendengar langsung bangun dan lari terbirit-birit
.
.
"HWANG MINHYUN!"
BRAK
Tepat sebelum pintu reyot itu ditutup terdengar anak itu meneriakkan sebuah kalimat yang dapat Hyunbin artikan sebagai jawaban atas pertanyaannya tadi.
Hwang Minhyun? Anak yang menarik.
.
.
Hyunbin menggerakkan kepalanya ke kanan kiri berulang kali. Pegal Ia rasakan di kedua lehernya, bermain basket memang sangat melelahkan, satu badan rasanya mau rontok semua mengingat semuanya harus digerakkan secara dinamis.
"Aku penasaran apa yang membuatmu bersemangat hari ini." Suara seseorang memasuki pendengarannya, itu Jonghyun hyungnya.
"Hah?"
"Yaaa tidak biasanya melihat dirimu all-out seperti hari ini. Kau sedang dekat dengan seseorang ya?"
Hyunbin hanya menautkan alisnya heran. Dekat apanya suka sama orang aja ngga.
"Emang aku harus selalu lekat dengan image anak manja apa hyung?" Tanya Hyunbin sinis. Tawa Jonghyun langsung meledak detik itu juga.
"Ngga kok uri adeul... Hyung becanda." Jonghyun mengelus pucuk kepala Hyunbin lembut. "Langsung pulang ya dan istirahat."
Hyunbin tersenyum lebar dan langsung mengucapkan salam ke teman satu tim lainnya. Ia berjalan menuju gerbang sambil memikirkan perkataan Jonghyun hyung.
Memang aku terlihat sedang jatuh cinta ya?
.
Hyunbin berpikir keras sampai akhirnya dia tak sadar kakinya sudah membawa dirinya ke depan minimarket. Dia baru ingat bahwa setiap hari Kamis harusnya dia menjatah rokoknya kembali.
Untung refleks kesini.
Ia masuk dan langsung disuguhi salam oleh penjaga toko yang sudah sangat dia kenal.
"Yo, Hyung!"
Hyunbin langsung melangkah menuju kasir dan mengacak poni anak tersebut.
"Yak Sanha-ya! Makan apa kau sampai setinggi ini? Aigoo..." Ucapnya sambil meledek Sanha, Ia sudah sering kali mengatakan hal demikian namun Ia tidak merasa bosan. Sanha masih bisa bertambah tinggi omong-omong.
"Hyung sadar diri dong! Oh iya, seperti biasa?" Tanya Sanha sambil membuka lemari kaca di belakang dirinya, tempat rokok biasa diletakkan di minimarket.
Hyunbin menganggukkan kepalanya sambil melihat-lihat ke counter di bagian meja kasir. Lalu tanpa sengaja matanya terfokuskan ke sebuah kotak berwarna merah dengan benda didalamnya berplastik warna merah juga.
Tangannya ntah kenapa langsung mengambil kotak tersebut dan meletakkannya di meja kasir, bersamaan dengan Sanha meletakkan kotak rokok ke meja kasir.
"Wah, tumben Hyung?" Ucapan Sanha menyadarkan dirinya, kenapa pula harus mengambil ini? Pikirnya heran pada dirinya sendiri.
"Buat keponakanmu?" Tanya Sanha penasaran, Hyunbin langsung buru-buru menganggukkan kepalanya.
Kalau aku bilang aku nyetok lolipop karena kepikiran anak itu kan ga lucu.
Setelah selesai membayar, Ia langsung keluar dan berjalan pulang dengan pikiran kemana-mana.
.
.
Ini sudah memasuki hari ke empat belas semenjak pertemuannya dengan Minhyun. Ia jelas sangat heran karena anak itu selalu ada disana, sebelum atau bahkan sesudah Hyunbin berjalan menuju sana. Mereka selalu menghabiskan waktu dengan banyak terdiam, anak itu jelas-jelas pendiam tapi tidak dengan Hyunbin. Hyunbin menjadi terdiam karena dia tidak tahu apa yang harus diucapkan kepada anak itu. Awalnya Hyunbin merasa jengah tapi lama-kelamaan dia bisa memahami anak itu memang begitu adanya. Jadi Hyunbin menurunkan kadar kesalnya dan mulai bisa mengikuti alurnya.
Harusnya Hyunbin hari ini menuju ke rooftop, harusnya. Sebelum Ia didatangi oleh Seonho, adik kelasnya yang sangat suka memeluk setiap anggota basket. Awalnya Hyunbin kira anak itu menghampiri dirinya hanya untuk meminta pelukan.
"Hyung! Guenhee mengundurkan diri sebagai official! Kita harus bagaimana ini? Minggu depan perlombaan basket kita loh masa gaada official!?" Anak itu berkata panik didepan diriku dengan hidungnya yang kembang kempis, aku juga panik sih tapi melihat dirinya bertingkah memalukan di depan kelasku membuatku memjiat dahiku pelan.
"Ok Seonho tarik nafas..."
Haaaaahhh
"Buang pelan-pelan."
Huftttt
"Sudah lapor Jonghyun hyung?"
Seonho menggelengkan kepalanya.
'Haduh... Kau ini ada-ada saja sih? Yang ketua ekskul kan Jonghyun hyung tapi kok larinya ke aku?"
"Aku takut hyung ke gedung anak kelas dua belas... Lagipula kan kau ketua tim jadi aku tidak salah dong."
Hyunbin mengehela nafas setelah menangkap apa yang menjadi permasalahan.
"Okay, akan aku antar." Hyunbin langsung merangkul Seonho, Ia takut anak ayam kesayangan Guanlin itu berbelok kemana-mana.
.
Sebenarnya, gedung sekolah Hyunbin itu berbeda-beda untuk setiap angkatan. Sekolah dia membentuk huruf u. Apabila kalian masuk dari gerbang dan melihat gedung berwarna hijau pucat di kanan, itu adalah gedung sekolah Seonho (kelas 10). Lalu gedung berwarna hijau muda di tengah adalah gedung Hyunbin (kelas 11), dan di kiri adalah gedung Jonghyun (kelas 12) berwarna hijau tua. Bagian yang kosong di tengah lapangan berisi sedikit gedung bertingkat, biasanya fasilitas sekolah dan ruang sekre. Sisa bagian yang tidak terdapat gedung adalah lapangan yang luar biasa luas (bisa kalian bayangkan lapangan stadion? mungkin dua kali itu). Sedangkan kantin terletak di lantai satu gedung kelas 11.
Hal itu yang menyebabkan intensitas pertemuan antar tiga angkatan di sekolah ini sangat sulit. Kalau beruntung, mungkin mereka hanya dapat bertemu gebetan beda tingkat mereka setiap makan siang.
Memikirkan mengenai bangunan sekolah membuat Hyunbin sedikit terkesiap.
Memang sih sebenarnya sulit untuk mengenali angkatan lain. Tapi menurut Hyunbin hal itu tidak sesulit apa yang orang lain rasakan. Dia model dan dia punya banyak fans. Dia pemain ace basket sekolah dan sering berinteraksi dengan petinggi-petinggi organisasi yang didominasi angkatan akhir.
.
"Minhyun angkatan berapa ya?"
"Hah? Minhyuk?" Suara Seonho menyadarkannya. Sial ternyata terucap.
"Ne. Minhyuk. Kau tahu nama itu?" Hyunbin langsung berusaha mengendalikan situasi sebelum Seonho curiga, anak itu bawel soalnya.
"Wah Hyung, Minhyuk yang mana dulu? Di angkatan Jonghyun hyung ada Minhyuk sunbae yang ganteng tapi tingkahnya memalukan. Di angkatanku ada Minhyuk yang ganteng juga tapi sayangnya centil dan pecicilan." Jelas anak itu lengkap, jelas bawel kan?
.
"Itu kelas Jonghyun hyung." Hyunbin menunjuk sebuah pintu kelas di ujung koridor.
Untung udah nyampe. Hyunbin jadi bisa mengalihkan pembicaraan.
Seonho yang tadi antusias menjelaskan ke Hyunbin langsung teralihkan fokusnya. Ia berlari ke dalam dan berteriak sampai terdengar Hyunbin keluar kelas.
"Hyungggggg!~ Neomu bogoshipoooooo!~" Jerit Seonho melengking. Hyunbin tertawa melihat anak itu memeluk erat sosok yang membelakanginya. Tapi tawa itu raib setelah dia mengetahui siapakah sosok yang dipeluk Seonho.
.
Seriusan kan si pendiam itu? Dia tersenyum?
"Hoi, fokus sekali kamu memandangi temanku." Suara Jonghyun memasuki pendengaran Hyunbin. Ternyata hyungnya itu sudah berdiri di sebelahnya sedari tadi.
Oh jadi si pendiam itu sekelas dengan Jonghyun hyung?
"Teman siapa? Liat tuh Seonho."
Jonghyun langsung memasang muka khawatir, Seonho itu berisik sekali soalnya.
"Hyung darimana?"
"Toilet. Dan, bukannya kau yang harus kutanyai sedang apa kesini?"
"Tanya anak itu saja. Aku mau kembali." Hyunbin berusaha melarikan diri sebelum Jonghyun bertanya yang aneh-aneh.
"Oke oke kau balik saja ke kelas. Aku tangani Seonho."
Dengan terucap perkataan itu, Hyunbin langsung kembali ke gedungnya sendiri.
.
.
Hyunbin merasa sangat letih, pertandingan basket tinggal menanti lusa namun badan dan hatinya serasa tidak bisa digerakkan lagi. Kalau di pikir-pikir sudah lebih dari tiga hari Ia tidak mengunjungi tempatnya biasa bersantai.
Mungkin itu yang membuatku stres.
Hyunbin merogoh kantongnya, niatnya mengambil ponsel. Tapi malah si lolipop merah yang sudah Ia rasakan setiap harinya ini yang terambil. Dengan refleks Ia membuka bungkusan plastik dari lolipop itu, memasukkan ke dalam mulutnya, dan baru setelah itu mengambil ponsel.
.
Hyung! Aku izin latihan hari ini boleh? Badanku masih bisa kupaksa tapi sepertinya hatiku butuh istirahat dari latihan. Kau mengerti diriku dengan sangat baik kan? Saranghaeyouuuuuww kkk~
Setelah Jonghyun membalas pesan dengan emot okay, Hyunbin langsung mengambil langkah seribu menuju rooftop.
.
.
Kriet
Hyunbin melangkahkan kakinya menuju semen abu-abu itu. Ia merasakan dampak yang cukup baik dari perpaduan pemandangan sakura yang sedang mekar-mekarnya dan langit yang cerah bahkan tanpa awan.
Betapa menenangkan dirinya.
Hyunbin menemukan sosok yang juga menambah kelegaan dalam dirinya. Ia langsung bergegas menuju sebelah orang itu dan dengan lancangnya memposisikan kepalanya di paha orang tersebut.
Hyunbin melepas lolipop di isapannya dan memindahkannya lolipop tersebut ke mulut Minhyun. Sosok itu membolakan matanya namun Hyunbin menghiraukan dia dan tetap pada posisi tidur di pahanya.
"Hyung~ Jangan menggerakkan badan." Hyunbin mengucap kata tersebut sambil menutup matanya, rasanya pilihan untuk tidur beralas paha Minhyun merupakan hal yang tepat.
Hyunbin sedikit membuka matanya ketika merasakan badan itu kaku. Ia mengangkat sedikit badannya dan menempelkan telinga kirinya ke dada Minhyun.
"Wow. Ini berdetum dengan cepat." Hyunbin berusaha mencairkan suasana dengan menggoda Minhyun. Ia mendengae detakan jantung Minhyun dan memang benar-benar kencang.
Benar, hal itu berhasil membuat badan Minhyun sedikit rileks. Tapi, dari bawah Hyunbin dapat melihat Minhyun mengalihkan kepalanya.
.
"Kau... benar-benar menyukaiku?" Hyunbin membuka obrolan. Ia menusuk-nusuk dagu Minhyun pelan. Pemandangan dari bawah sini juga tidak buruk, pikir Hyunbin.
Minhyun sama sekali tidak bergerak, dia tetap fokus membuang muka dan menganggap seolah perkataan Hyunbin tidak Ia dengar.
Hyunbin menghela nafas pelan, Ia sebenarnya sedikit kecewa karena tidak bisa memeriksa rona di pipi Minhyun. Tapi paha Minhyun rasanya sangat nyaman.
"Aku biasanya cepat tertidur apabila ada sesuatu yang menutupi mataku. Kalau di rumah aku punya bantal, selimut, atau apapun itu. Kalau di luar rumah biasanya aku menggunakan tangan kananku."
"Tapi hari ini aku sangat lelah. Maukah kamu membantuku menutupi mataku dengan tanganmu?"
Hyunbin tersenyum senang saat merasakan elusan di dahinya. Ayo tidur dengan nyenyak, Hyunbin~
.
.
"Aku tahu tim kita menang tapi senyuman lebar di wajahmu sangat tidak kamu sekali." Daniel berkata dengan nada penuh keheranan ke arah Hyunbin. Jonghyun yang mendengar hal tersebut tertarik untuk menimbrung.
"Beneran jatuh cinta kamu?"
Hyunbin memutar bola matanya malas.
"Pertama, sama siapa? Kedua, kenapa menduga seperti demikian?"
"Hwang Minhyun." Daniel membolakan matanya dan menatap Jonghyun seolah berkata kau serius hyung?.
Hyunbin menghela nafasnya.
"Spekulasi tanpa alasan berarti."
"Ya.. Ya.. Semalam aku melihat seorang model kebanggaan sekolah menyukai kiriman Hwang Minhyun di instagram."
"Heol, Jinjjayo? Kiriman yang cuman satu dan sudah 28 weeks ago itu?" Daniel bertanya heboh ke Jonghyun.
"Aku ada screenshotnya kok."
"Hyung. Apa kalau aku ngelike foto kalian aku juga suka sama kalian gitu?" Hyunbin berkata kesal.
"Yak! Jelas tidak lah. Orang ngelike foto kami aja ga pernah. Bahkan yang ada kamunya juga dan kami tag juga ga kamu like. Jadi wajar dong mikir gitu?" Daniel berada di kubu Jonghyun, sebenarnya dia senang karena bisa meledek si model sok cool ini.
Hyunbin terdiam. Sepertinya dia baru sadar.
"Yasudahlah. Sepertinya kamu baru masuk fase tertarik sama dia." Jonghyun menepuk pundak Hyunbin. "Semangat!".
"Kau benar-benar harus berjuang." Tambah Daniel.
"Maks-"
"Hyung! Ayo kita merayakan kemenangan kitaaa!" Seonho berteriak dari ujung sisi lapangan di sebrang mereka. Obrolan terputus begitu saja karena mereka langsung berjalan menuju Seonho.
.
.
Hyunbin baru saja kelar kelas ketika dirinya menemukan sosok itu berdiri di depan kelasnya. Minhyun terlihat mondar mandir dengan kotak berwarna biru di genggamannya.
"Hai Hyung! Ada apa?" Hyunbin menghampiri sosok itu ketika dia sudah selesai membereskan perlengkapan sekolahnya. Sekarang sudah bel pulang, omong-omong.
"..." Hyunbin menatap pergerakan Minhyun dalam. Anak itu hanya asik menggigit bibirnya sambil menatap tanah. Pergerakan yang jarang sekali.
"Hyung mau memberi kotak itu kepadaku?"
Minhyun langsung membeku mendengar pertanyaan Hyunbin. Tahu-tahu kotak itu sudah berpindah ke tangan Hyunbin, sangat cepat. Dan sosok Minhyun sudah menghilang dari hadapan Hyunbin saat Hyunbin mulai tersenyum dengan pikiran pribadinya.
Hyung! Kenapa kau manis sekali?
.
.
"Kukira kamu tidak akan berada di sini Hyung." Hyunbin memasuki rooftop sambil mengucapkan kata tersebut. Minhyun yang sedari tadi terdiam langsung tersentak kecil. Benar-benar menggemaskan.
Hyunbin memposisikan diri di tempat favoritnya, berbaring dengan beralaskan paha Minhyun.
"Terima kasih hadiahnya. Aku suka." Hyunbin berujar. Ia sudah tak peduli kalau omongannya dianggap angin lalu.
Minhyun ternyata tadi memberikan sapu tangan di dalam kotak tersebut. Sederhana, namun manis.
"Hyung. Sebulan lagi, wisuda kelas dua belas akan dilakukan. Kau kira-kira akan lanjut ke universitas apa? Jujur aku masih ingin sering bertemu denganmu, dan siapa tahu juga aku bisa menyusulmu."
"..."
"Kau sudah siap untuk ujian universitas, Hyung?"
"..." Minhyun masih saja terdiam.
"Kau tahu hyung? Aku benar-benar penasaran kenapa kau jarang sekali merespon pertanyaanku. Padahal, menurutku kita bukan orang asing lagi hyung."
"..."
"Kau itu gugup ya Hyung? Saking sukanya padaku?"
"..."
"Kalau kata orang, diam itu berarti iya, Hyung."
.
Hiks.. Hiks...
Hyunbin terkesiap saat merasakan tubuh Minhyun bergetar pelan. Ia langsung buru-buru bangkit dan menemukan mata Minhyun yang ternyata sudah sangat deras mengeluarkan air mata.
"Hyung? Waeyoo? Apa perkataanku ada yang menyakitimu?"
"...Hiks... Hiks..." Minhyun hanya terus menangis dengan suara pelan. Jika tadi badan dia tidak bergetar, mungkin Hyunbin tidak akan sadar bahwa pujaan hatinya itu sedang menangis.
Pujaan hati?
Ya, sepertinya Hyunbin sudah menyerah dengan mempertanyakan segala perasaannya. Hyunbin langsung mendekap Minhyun erat dan mengelus pucuk kepala Minhyun.
Ia sudah jatuh, dan Ia jatuh dengan sangat dalam.
.
.
Besok ke rooftop?
Setelah pertemuan terakhir yang ditutupi dengan tangisan Minhyun, Hyunbin belum sempat kembali ke tempat favoritnya itu. Hari ini noonanya menikah dan Ia sangat sibuk membantu mengurusi segala persiapan semenjak dua hari yang lalu. Menatap pesan masuk di ponselnya membuat Hyunbin hampir menjerit layaknya anak perempuan yang di notis oleh doinya.
Kakakku menikah hari ini T_T. Dari kemarin adiknya yang tampan ini terpaksa membantu! Aku kesal padahal dia punya banyak teman dan sepupu kami yang membantu juga ramai.
Dan, iya Hyung. Besok aku akan kesana! Aku rindu sekali padamu.
.
Setelah itu tidak ada balasan lagi dari Minhyun. Hyunbin melihat bahwa pesan tersebut sudah langsung dibaca Minhyun tepat setelah terkirim. Ia tersenyum lebar dan langsung bersemangat di dalam pesta tersebut.
.
.
Hyunbin memasuki rooftop dengan senyum yang sangat lebar. Ia semakin melebarkan senyumnya saat di dapati Minhyun sudah berada di sana, dan sepertinya tertidur di sofa bekas itu.
Bagaimana ada orang yang semanis sekaligus setampan ini? Hyunbin menatap wajah Minhyun dari dekat. Ia iseng mengeluarkan crayon yang sedari tadi sudah dia kantongi. Mengguriskan sebuah kata di permukaan semen -yang mirip lantai rooftop- dekat sofa.
Min Hyun Bin
Hyunbin merasa norak sekali saat berhasil menuliskan kata tersebut. Terutama saat Ia malah menghias tulisan itu dengan hati di sekelilingnya.
Hyunbin tersenyum menatap karyanya sambil mulai menyalakan rokok yang Ia juga bawa beserta crayon tadi.
Kalau di pikir-pikir, sudah lama juga Ia tidak menghisap benda ini. Sanha sendiri sampai heran karena Hyunbin sudah berhenti menghisap rokok, tapi Hyunbin dengan pintarnya beralasan bahwa dia sudah harus mulai menjaga kesehatannya demi keberlangsungan dia di karir modellingnya. Sanha yang polos itu hanya percaya saja saat Hyunbin bilang Ia memilih permen sebagai penggantinya.
Puk.
Ia rasakan tepukan yang sedikit kencang di lengannya. Minhyun sudah terbangun dan dia lagi-lagi membuat Hyunbin kehilangan kesempatan untuk menghisap benda kesukaannya. Hyunbin yang diperlakukan demikian hanya tertawa.
Tidak, Ia tidak lagi kesal. Malah dia menunjukkan senyuman bahagianya. Merasakan bahwa apa yang Minhyun lakukan adalah sebagian dari bentuk perhatian.
"Yah Hyung~~~ Kok di buang. Aku nanti hisap apa?" Hyunbin bertanya sambil sedikit melalukan aegyo. Minhyun tidak menjawab apa-apa seperti biasa, tapi Ia mengeluarkan lolipop strawberry yang biasa Ia makan.
Hyunbin menatap Minhyun aneh. Setelah anak itu membuka bungkusan permen, Ia tidak benar-benar memasukkannya ke mulut dan hanya membiarkan lolipop itu seperti tersangkut separuhnya di bibirnya.
"Hyung? Kenapa tidak dihisap?" Tanya Hyunbin heran.
Minhyun yang di tanya demikian malah memposisikan dirinya di atas pangkuan Hyunbin, Ia memajukan kepalanya sambil menempelkan lolipop tersebut di bibir Hyunbin.
Hyunbin hanya dapat membolakan matanya.
.
Jadi Minhyun hyung mau kita menghabiskan lolipop ini... bersama?
Hyunbin menatap Minhyun lurus, seperti biasa anak itu tidak bergetar sama sekali. Tapi dari pancaran bola matanya Hyunbin paham bahwa Minhyun juga sudah jatuh, sama dalamnya seperti dirinya.
Hyunbin merengkuh tubuh Minhyun agar dapat mendekat. Ia lepaskan lolipop yang tersangkut diantara bibir mereka, mengganggu. Hyunbin rasanya hanya ingin mengecapi bibir Minhyun, hanya itu saja.
Hyunbin memulai dengan menempelkan bibir mereka. Ia rasanya seperti melayang karena merasakan permukaan bibir Minhyun yang terasa sama dengan lolipop itu. Lalu Ia memberanikan diri, mulai berpetualang menjelajahi bagian dalam bibir Minhyun. Ia menghisap pelan bibir bawah Minhyun dan lalu menggigitnya, berharap bahwa Minhyun dapat menyambut tautan lidah mereka. Dan benar saja, Minhyun lebih dari sekedar hebat. Dia mengimbangi permainan lidah Hyunbin dengan baik.
"Eungh..."
Hyunbin melepaskan Minhyun dengan tidak rela saat dirasanya Minhyun sudah kehabisan nafas. Ia terkikik menatap rona di pipi Minhyun.
"Hyung..." Minhyun langsung menatap ke arah Hyunbin. Hyunbin mengambil alih tangan kanan Minhyun dan menaruhnya di depan dadanya.
"Aku juga hyung. Aku juga berdebar sekencang ini untukmu."
Dan pemandangan tawa Minhyun dibawah sinar matahari senja adalah pemandangan favorit Hyunbin sejak saat itu.
.
.
"Kau itu kenapa?" Jonghyun bertanya kepada Hyunbin yang sedang melempar bola tak tentu arah. Sudah lebih dari 8 hari ini Jonghyun mendapati Hyunbin uring-uringan. Untung lomba sudah selesai, kalau tidak bisa kacau.
"Ada masalah dengan jadwal pemotretan?"
Hyunbin menggelengkan kepalanya.
"Kau tidak suka dengan partnermu untuk fashion week dua minggu lagi?"
Hyunbin kembali menggelengkan kepalanya.
"Ada model genit yang mendekatimu?"
Hyunbin hanya menghela nafas.
"Ya tuhan aku tahu! Ikut aku!" Jonghyun langsung berseru panik dan menarik lengan Hyunbin. Hyunbin malah hanya menatap Jonghyun lemas dan tidak mau ikut.
"Jebal... Hwang Minhyun kan?"
Dan kata-kata itu langsung membuat Hyunbin berlari mengikuti Jonghyun.
.
.
"Ya, jadi inilah." Hyunbin hanya menatap nanar surat yang diberikan oleh Jonghyun.
Selamat pagi, Yoo Songsaenim.
Saya selaku orang tua dari murid bernama Hwang Minhyun memohon izin bagi anak saya. Ia akan melanjutkan pendidikannya ke luar negeri dan ada serangkaian tes yang harus dia lewati. Untuk itu mulai esok dan seterusnya dia tidak dapat mengikuti kegiatan belajar mengajar lagi. Saya harap agar maklum.
"Ini seriusan, Hyung?" Hyunbin menatap sedih ke arah Jonghyun. Sayangnya Jonghyun malah menganggukkan kepalanya. Memberikan jawaban yang tidak di harapkan Hyunbin.
"Iya. Setahuku Minhyun memang memiliki cita-cita sebagai seorang astronom. Dan sepertinya jurusan astronomi masih sangat minim di Korea sampai dia mencari kuliah ke luar negeri. Minhyun itu sangat berambisi ngomong-ngomong."
Hyunbin hanya menatap surat itu nanar.
"Kau suka padanya?" Tanya Jonghyun pelan, Hyunbin menganggukkan kepalanya.
"Hah.. Remaja dan hormon rasa cintanya. Sehabis kelulusan angkatanku nanti kau akan bertemu dengan banyak anak baru kelas 10. Lalu setelahnya kau akan memasuki perkuliahan, bertemu dengan teman sejurusan, teman sefakultas, teman se-universitas, bahkan teman dari universitas yang lain. Kau masih dapat mencari tambatan hati yang lain, Hyun."
"Entahlah Hyung..."
Jonghyun hanya dapat menatap Hyunbin kasihan.
"Hyunbin, dengar. Bukannya aku tidak percaya padamu. Tapi kau harus rasional. Kau dan Minhyun, kalian masing-masing dapat menemukan cinta yang lain di tengah perjalanan kalian di masa depan. Tidak ada yang tahu memang, tapi setidaknya kau masih harus memegang kepercayaanmu pada logikamu agar kau dapat menjaga sedikit perasaanmu."
Hyunbin hanya merenungi perkataan Jonghyun.
"Baiklah Hyung, akan ku coba."
.
.
.
7 years later.
Hyunbin keluar dari ruko tempatnya bekerja. Jika kalian berpikir bahwa dia bekerja di sebuah toko kelontong, maka kalian salah. Hyunbin yang sekarang bukanlah apa yang orang bayangkan seperti saat dia SMA. Ketika satu angkatan menanyakan saat reuni apakah dia sudah berkeliling dunia untuk menghadiri fashon week ternama, dia hanya tersenyum dan memberikan kartu nama.
Kwon Hyunbin, Sarjana Psikologi.
Semua temannya terkejut, mengingat betapa pemalasnya Hyunbin dulu. Melihat Hyunbin dengan jas rapih dan berujar bahwa dia sudah menjadi Psikolog Muda membuat teman-temannya tertawa.
Kau kerasukan apasih?
Hyunbin tertawa mengingat pertanyaan itu. Sebenarnya saat dulu ditanya mengenai jurusan kuliah, Hyunbin hanya dapat tersenyum sambil mengatakan "Jika aku tidak masuk filsafat, mungkin aku akan mengambil seni peran agar dapat membantu karir modellingku."
Jelaslah satu angkatan dia terbahak, dari filsafat dan seni peran dia banting setir ke seni membaca manusia.
.
Sebenarnya hanya butuh satu alasan sederhana agar membuat Hyunbin berubah.
Hwang Minhyun.
Tepat satu tahun sejak berpisahnya dia dengan Minhyun, dia menemukan sebuah surat di loker mejanya. Surat singkat yang bahkan dia tidak mengerti bagaimana caranya agar sampai ke situ.
.
Hyunbin-a~
Ini aku Minhyun.
Maafkan aku karena aku pergi tiba-tiba.
Ku dengar tinggal satu bulan lagi sebelum kau ujian universitas ya?
Maafkan aku tidak bisa berada di sisimu di saat kamu butuh semangat itu.
Sebenarnya, aku malu mengirim surat ini padamu. Seluruh pesanmu di sosial media kuhiraukan tapi aku dengan lancangnya malah mengirim surat padamu.
Aku jahat ya?
Hyunbin-a~
Aku sedari dulu sebenarnya sering melatih diriku agar aku dapat dengan lancar mengucapkan namamu.
Tapi sepertinya aku gagal, haha!
Hatiku selalu berdegup kencang kau tahu? Bahkan hanya untuk menatap matamu aku terkadang bergetar.
Pasti kamu heran mengapa aku selalu terlihat kaku?
Aku penderita Alogia, aku sulit untuk berkata-kata dan mengekspresikan diri.
Bahkan asal kau tahu surat ini memakan waktu dua bulan (atau lebih) agar dapat kurampungkan.
Ku harap suatu saat nanti saat kita bertemu kembali, aku dapat memperbaiki diriku.
Semangat untuk ujianmu! Aku tahu kamu itu pintar sebenarnya, cuman kamu malas hahaha!
Hyunbin-a~
Itu akan menjadi kata pertama yang aku ucapkan ketika kita bertemu nanti.
Aku benar-benar menyayangimu.
.
Hyunbin yang saat itu merasakan semangatnya berkobar lagi dan langsung mencari-cari apa yang di maksud alogia.
Alogia: merupakan berkurangnya jumlah pembicaraan secara signifikan. biasanya merupakan gejala negatif skizofrenia.
Setelah dia berhasil menemukannya Ia tersenyum lebar.
Sepertinya masuk psikologi sama susahnya seperti filsafat?
.
.
.
Hyunbin langsung mengeluarkan lolipop batangan dari sakunya. Banyak yang berubah dari lolipop itu, baik kemasan maupun ukuran. Tapi perasaan Hyunbin ke seseorang yang telah mengenalkan lolipop itu ke dirinya malah tidak berubah dan bertambah besar.
"Hyung. Ini kuenya."
Sanha menghampiri meja Hyunbin dengan cheesecake strawberry di piringnya.
Oh iya, Sanha telah berhasil membuka cafenya sendiri dan merubah kehidupannya menjadi lebih baik.
"Kau masih menunggunya ya Hyung?" Tanya Sanha saat dia menatap secarik kertas di genggaman Hyunbin, pasti Hwang Minhyun lagi.
Hyunbin hanya tersenyum miris.
"Sebenarnya aku sih senang senang saja karena saking cintanya hyung dengan dia, hyung dapat berubah menjadi lebih baik. Hyung berhenti merokok, hyung lulus S2 dengan sangat cepat dan karir sebagai psikolog yang sangat gemilang, bahkan hyung membantuku dalan mendirikan cafe ini. Tapi melihat hyung seperti pesakitan cinta ini membuatku kesal pada Hwang Minhyun-mu itu."
Hyunbin hanya tersenyum ke arah Sanha.
"Hyung demi tuhan kau bahkan tak punya foto dia sama sekali. Bagaimana kau bisa tahu keberadaannya bahkan mengharap dia kembali hyung?" Sanha memijat dahinya frustasi.
"Ah sudahlah, Hyung. Jangan lupa memakai coatmu. Musim salju sudah mulai."
Sanha yang kesal pada Hyunbin langsung meninggalkannya. Hyunbin sebenarnya bohong kalau dia merasa tidak tersindir. Dia pun juga mulai mempertanyakan keaslian surat di genggamannya itu.
.
"Kau yakin tidak papa hyung?"
"Tenang Sanha, aku hanya akan mengambil berkas pasien yang tertinggal."
"Kau berjanji tidak akan mabuk lagi kan Hyung?"
Hyunbin menghela nafas.
"Sanha-ya, kau bisa berbalik arah menuju sana karena kekasihmu sedang menatapku kesal. Kau harus mulai mengurangi kadar perhatianmu kepadaku kalau kamu mau menikah sama dia."
Sanha langsung berbalik badan dan lari menuju kekasihnya yang terlihat marah.
"HYUNG KAU ITU SUDAH SEPERTI ABANGKU SATU-SATUNYA! JAGA DIRIMU!"
Hyunbin hanya terkekeh melihat mereka. Ia pun mulai menyusuri salju yang berjatuhan menuju ruko tempat praktiknya.
Untung tidak begitu jauh.
.
Tepat sebelum Ia membuka pintu Ia menyadari satu sosok duduk terdiam di depan pintu rukonya.
"Ya! Kau tidak papa?" Hyunbin langsung berlari panik.
"Hei! Sudah berapa lama kamu duduk disini? Kau seperti mau membeku kau tahu?"
Sosok itu masih saja terdiam. Hyunbin yang merasa curiga langsung mengangkat topi sang sosok tersebut.
"Hwang Minhyun?!"
.
.
Hyunbin baru saja selesai mengeringkan rambut Minhyun. Ia sudah memberikan segelas teh hangat dan baju ganti bagi Minhyun. Kondisi Minhyun tampak tak baik-baik saja .
"Hyung merasa lebih baik?" Hyunbin mencoba membuka pembicaraan.
Minhyun hanya menunduk, Hyunbin yang mengerti pun hanya tersenyum hangat.
"Kau tidak perlu memaksakan diri untuk mengatakan apapun, Hyung." Ia mengelus rahan Minhyun lembut. Mengharap sosok itu dapat mengangkat kepalanya.
.
.
"Hyunbin-a~" Suara lembut itu memasuki pendengaran Hyunbin. Ia langsung mengingat surat yang tersimpan di dompetnya.
Minhyun menetapi janjinya.
"Hyunbin-a~"
"Hyunbin-a~"
Minhyun terus mengucap nama Hyunbin berulang-ulang. Hyunbin sampai meneteskan air matanya saking terharunya.
"Hyunbin-a~ Hiks... Hyunbin-a~... Hiks.. Neo-Neomu Bogo-hiks-shipo... Hyunbin-a... Mianhae"
Hyunbin mengelus pundak Minhyun..
"Gwenchana hyung... gwechana..."
Minhyun yang sudah berderai air mata mencoba menguasai diri dan mengelap air matanya.
"Hyunbin-a~ Aku kembali..."
"Nde Hyung.. Aku juga merindukanmu dan selamat datang."
.
.
.
Omake
"KWON HYUNBIN BERSIHKAN PAKAIANMU."
Hyunbin yang sedang menyuapkan nasinya ke mulut Mina, anak perempuannya, langsung memutarkan bola matanya kesal.
Tadi nyuruh suapin Mina terus sekarang disuruh yang lain lagi.
"Iya sayang aku kan sedang menyuapi Mina." Hyunbin menghiraukan panggilan orang tersebut dan melanjutkan kegiatannya.
.
BRAK!
Pintu kamar terbuka lebar, terlihat Minhyun keluar hanya dengan kemeja putih polos (dapat dipastikan itu milik Hyunbin). Ia bersedekap kesal melihat suaminya menghiraukannya..
Mereka memang sudah menikah. Setelah bertemu kembali setelah lebih dari tujuh tahun berpisah, hanya butuh waktu enam bulan agar dapat menjalani semuanya dengan benar-benar normal seperti pasangan pada umumnya. Dalam kurun enam bulan itu mereka yang sudah berhasil mengantongi restu orang tua mereka langsung melangsungkan pernikahan diam-diam di Thailand dan kembali dua bulan kemudian, dengan Mina di gendongan Minhyun. Kata Hyunbin, Minhyun menginginkan untuk mengadopsi anak perempuan dan kebetulan mereka menemukan Mina yang sepertinya di buang oleh orang tuanya.
Sekarang sudah terhitung lima tahun lebih mereka hidup di bawah atap yang sama. Mengarungi bahtera rumah tangga seperti pasangan pada umumnya. Minhyun yang sekarang sudah lebih manusiawi berkat terapi yang diberikan Hyunbin kepadanya. Ia sudah bisa berteriak seperti tadi kepada Hyunbin dan merespon perkataan orang-orang.
"Hyung. Sepertinya keputusanku untuk mengambil jurusan psikolog waktu itu tidaklah salah."
Minhyun yang sedang duduk di meja makan hanya dapat memutar bola matanya kesal. Hyunbin membahas itu lagi.
Hyunbin yang tidak mendapat respon dari sang istri hanya dapat membolakan matanya melihat Minhyun duduk dengan sangat erotisnya di meja makan dengan satu paha di atas paha yang lain dan memakan apelnya dengan cara sensual.
"Sayang. Aku masih harus memberi makan Mina." Hyunbin menggeram rendah melihat pemandangannya tersebut. Bahkan Minhyun sudah jago menggoda seperti ini.
"Siapa bilang aku akan memberi jatahmu lagi? Semalam sudah ya! Dan tidak ada jatah tiga minggu ke depan kalau kau masih suka berantakan seperti itu." Minhyun langsung melompat turun dari meja makan.
"Yak! Hwang Minhyun! Mana bisa begitu!?"
"Hueeeee. Appa, Daddy bikin bibir Mina sakit hueeeeee..." Mina langsung menangis kencang saat merasakan sendok yang di pegang Daddynya itu menyenggol bibirnya keras.
"YAK HYUNBIN?" Amarah Minhyun langsung menggelegar. Mari kita semua tinggalkan minhyunbin dengan rutinitas lempar-lemparan bantal mereka kali ini. Setidaknya Minhyun dan Hyunbin dapat merubah diri mereka agar dapat melengkapi satu sama lain.
.
.
-END-
[A/N]:
komurola comment di ig optimushwang "Let's debut!" That was the saddest fact ever. Baper aku baper! Apalagi saat tahu bahwa dp ignya Hyunbin itu ternyata ngambil dari fanart minhyunbin QAQ;
selain jinseob honestly mereka adalah pair favorit aku karena aku suka cowo pendiam HAHA. jd aku bisa ngebayangin kalo jadi ucup/unbin. sialnya mnet bikin top20 bukan top22. karam sudah mama papaku.
banyak yg bilang pairnya minhyun diganti sama jaehwan aja soalnya mereka setim mulu kan but nope for me! aku tetep suka minhyunbin! hyunbin jaehwan cuman macem lee woojin dan daniel kalo buatku.
For those who loved minhyunbin: SELAMAT PATAH HATI HUHUHU.
