"Ih… aku gak mau main sama kamu. Kakek kamu yakuza, sih!"
"Jangan main sama dia, ah! Nanti kita bisa dikebiri kakeknya!"
"Kakekmu sudah mengumpulkan uang berapa banyak? Loh, terus, orang-orang berbaju hitam itu siapanya kamu? Serem banget, sih..."
"Nakutin banget! Kenapa dia bisa di kelas ini, sih?!"
Sebuah fanfic gaje yang tergolong abal, mengandung unsur sho-ai tersirat, dengan kedodolan yang amat tersurat, ke-lebay-an tingkat stadium. Pemakaian bahasa tidak baku. OOC dan AU parah, serta tepung garing kriuk-kriuk yang kelewat overdosis. Kesamaan nama, tokoh dan tempat memang disengaja, namanya juga fanfic.
Digimon© Akiyoshi Hongo.
WARNINGS! REPOST. AU. OOC. Abal. Gaje. Garing. Lebay. Semi-AR
Unscandal© Ai Ryudou.
[Prologue]
Takuya's POV untuk chapter awal.
Pagi ini betul-betul cerah. Sinar matahari bersinar lembut. Kubuka jendela kamarku, dan kutatap langit. Wow, tak ada awan secuil pun yang berani mondar-mandir di langit biru. Hm… awal hari yang baik untuk seorang Takuya Kanbara.
"Goggle, siap!" ucapku memakai goggle ciri khasku. Berdiri di depan cermin sembari merias diri, bergaya se-good looking mungkin. Kurapikan gakuran(*1) yang melekat di tubuhku. Ecieh, ganteng!
"Wajah, segar. Gigi? Hm… bersinar. Jerawat? Gak ada. Badan? Bugar dan tetap seksi!" ujarku menceklis list persiapan pagi di depan cermin. Ini memang kebiasaanku setiap pagi. Mempersiapkan diri se-oke mungkin. Hm… udah mirip Justin Bieber belum?
Aku? Namaku Takuya Kanbara. Aku hanya remaja putra biasa yang berprofesi sebagai pelajar. Aku benar-benar hanya pemuda biasa. Yah… yang tidak biasa mungkin hanya wajahku yang diatas rata-rata ini.
Dengan langkah riang kuturuni tangga rumahku untuk berangkat sekolah. Hm… tenang saja, Takuya. Kau hanyalah pemuda biasa yang senang bermain bola dan belajar, merakyat dan demokratis. Ramah dan tidak pilih-pilih teman, jantan, berani dan tak akan kabur dari masalah kecuali kalau kepepet. Tidak lupa, mandiri!
"Tunggu! Jangan diinjak dulu, Tuan Takuya!" sugestiku langsung buyar. Suara menyebalkan ini… ya… baiklah. Aku akui. Aku, Takuya Kanbara, seorang pemuda setengah biasa, dan inilah ketidakbiasaanku.
"Tu-tuan! Jangan diinjak dulu lantainya! Tunggu, akan kami bentangkan karpet. Kaki Anda bisa terluka jika menginjak lantai kotor ini!" seorang pria plontos berjas hitam—dan juga berkacamata hitam—bersama teman-temannya dengan sigap membentangkan karpet di depanku.
"Menghina, ya? Lantai ini aku yang bersihkan kemarin. Sudah kusapu dan kupel sampai mengkilat, masih juga dibilang kotor?!" seruku sebal. Tapi kelihatannya mereka tak peduli dengan wajah sok sebalku. Apa kurang imut? Atau... amit?
"Tuan, jalanlah!" akhirnya… karpet jalan sudah terbentang. Tunggu dulu, bukan karpet merah kayak yang artis-artis Hollywood pakai itu, tapi karpet motif zebra dengan wana norak sok nabrak, kuning-ungu-pink. Katanya, ini karpet kebesaran keluarga Kanbara, dibeli langsung dari pabriknya di Harajuku. Karpet saja kenapa pakai Harajuku-an segala?
"Tuan Takuya! Mari kami antar Anda ke sekolah!" ugh… sepanjang halaman rumah sampai gerbang, orang-orang berjas hitam bak MIB menunduk kepadaku.
"Aku bisa jalan kaki! Lebih sehat dan gak boros bensin!" elakku. Aku muak diperlakukan begini. Hei, aku punya dua kaki! Sementara ban mobil ada empat. Karena itu aku bisa jalan kaki sendiri. Tunggu… apa hubungannya?
"Jangan, Tuan. Kami iklas mengantar Anda, cucu Toushizou Kanbara, bos kami!" salah satu pelayan berkacamata hitam dengan entengnya menendangku masuk ke dalam mobil hitam yang khas. Katanya ikhlas? Oh, mungkin tendangannya yang ikhlas. Teng kyu! Akan kulaporkan ke kakek nanti.
"Selamat jalan, Tuan! Semoga Anda mengalami hari yang menyenangkan dan pulang dalam keadaan selamat tak kurang organ tubuh apapun!" mereka beramai-ramai melambaikan sapu tangan berenda-renda. Lebay? Sangat! Persis emak yang sedang melepas kepergian anaknya untuk ikut ujian di kota besar.
Ya, kalian bingung siapa aku? Kutegaskan sekali lagi. Aku Takuya Kanbara, seorang remaja berumur lima belas tahun, kelas satu SMU. Nomer hape, alamat e-mail dan ukuran celana dirahasiakan demi kenyamanan publik. Aku cucu dari Toushizou Kanbara yang sangat terkenal di eranya. Terkenal di eranya? Pemain lenong? Oh, bukan! Kakekku itu… seorang bos mafia Jepang. Bahasa kerennya; Yakuza. Kaget? Jantungan? Jawdropp? Maklum, sebagaimana kusebutkan di atas, tampangku lebih mirip Justin Timberlake kebanding kakekku sendiri. Sama sekali gak ada tampang-tampang Yakuza-nya!
Lama aku memikirkan darimana keajaiban gen keluargaku ini berasal. Mulai dari seleksi alam sampai mutasi gen, semua teori kususun, sampai akhirnya lamunanku yang udah nyangkut-nyangkut di teori Darwin itu dipecahkan oleh suara decitan ban mobilku.
Ckiiit!
"A-ada apa?!" sentakku mendengar suara ban yang persis suara tikur menjerit gara-gara kejepit container.
"Tuan… apa Tuan Takuya pernah mendengar kisah tentang saya dari Bos Toushizou?"si supir bertanya dengan nada datar.
"Um… pernah…? Kalau tidak salah… em…" kupaksa otakku untuk mengingat-ingat.
"Saya ini mantan anggota rumah sakit jiwa. Ingat?" lanjutnya. Akupun mengangguk. Eh, kok bad feeling, nih?
"Saya ini punya obsesi jadi pembalap F1. Tuan Takuya tahu?" aku mengangguk. Sedetik, feeling tak sedap tadi bertambah kuat. Kuat. Kuat. Oh God.
"Maafkan saya, Tuan," O em jih! Dia mulai pasang sabuk pengaman kencang, kacamata hitam dan sarung tangan layaknya pembalab F1! Lalu… er… helm?!
"Gyaaaa!" tak elak, mobil laknat itupun dengan nistanya melaju dengan kecepatan tinggi di jalan raya. Semua tikungan diterobos dengan innocent-nya. Kulihat spedometernya putar-putar tidak jelas. Emaaak! Aku lupa kalau sopir yang satu ini anak buah pungutan kakek di RSJ!
X.*.*.*.*.*.*.X
SMA negeri yang terletak di pinggiran kota Shibuya. Sebuah SMU khusus putra berumur seratus tahun lebih. Di depan gerbang sekolah inilah aku berdiri. Hm… kalau dilihat-lihat… gedungnya cukup mencurigakan juga. Jangan-jangan sering jadi tempat lokasi uji nyali? Atau tempat mutilasi tersembunyi pada zaman Samurai? Entahlah… siapa tahu ini cuma casing luarnya, mungkin di dalamnya seperti Kapal Titanic, atau Istana Versailles? Tunggu, memang Istana Versailles itu seperti apa bentuknya?
Hm… aman. Aman, ya? Pikirku. Aku tak mau lagi dijauhi seperti di sekolah-sekolahku yang lama. Dengan hati seperempat riang dan perut yang agak mual akibat balapan F1 laknat tadi, kulangkahkan kakiku memasuki gedung, dan langsung beringsut mencari ruang kepala sekolah.
Dugh!
"Augh!" aku menabrak seseorang. Kami berdua jatuh terduduk dibuatnya. Kualihkan pandanganku, ternyata aku menabrak seorang siswa.
"Kalau jalan lihat-lihat!" amuknya. Serem juga, tapi, seserem-seremnya dia, itu masih sesenyum-senyumnya kakekku. Hoho… jangan remehkan aku! Kakekku yang bos Yakuza itu lebih serem kalau marah! Anak buahnya pernah hampir digantung terbalik di atas tiang sumur hanya gara-gara lupa menjemputku dari sekolah.
"Iya, deh, maaf!" seruku. Ia mendelik padaku. Huh, delikan bodyguard kakek lebih seram, tuh!
"Aku murid baru, dan aku gak tahu dimana ruang kepala sekolah," lanjutku.
Ia berdiri, merapikan gakuran-nya. Kuperhatikan penampilannya. Gakuran hitam membalut tubuhnya. Rambutnya kuncir berwarna biru gelap dengan bandana tiger menghiasi kepalanya. Wajahnya tegas dengan mata biru yang masih memandangiku. Hm… ganteng juga. Tapi masih kalah dariku.
"Oh kau… kebetulan yang mengerikan. Ikut aku!" perintahnya. Aku menurut saja dan mengikutinya. Apa maksudnya dengan kebetulan yang mengerikan? Harusnya dia bilang 'kebetulan yang menggetarkan hati'. Oke, sip...
"Jangan salah paham, ya! Aku mengantarmu karena aku memang ditugaskan kepala sekolah untuk mendampingimu kalau kau sudah datang!" katanya lagi. Oh, yeah?! Ternyata jutek juga dia.
"Kau Takuya Kanbara, ya? Jauh beda dari yang kubayangkan," mendengarnya aku hampir cegukan. O em ji?! Darimana dia tahu namaku?!
"Kau… siapa? Dari mana tahu namaku?" tanyaku penasaran. Oke, ini targetku yang utama; jangan sampai aku dijauhi orang lain lagi karena ketahuan aku cucu seorang Yakuza.
"Tanya sendiri dengan kepala sekolah!" ia menendangku masuk ke dalam ruang kepala sekolah. Hm, tendangan kedua di hari ini! Teng kyu! Akan kulaporkan ke emakmu nanti!
"Ohoho! Kau Takuya Kanbara, ya? Hm… seperti yang diceritakan Toushizou. Sesuai gambaranku!" augh! Pak kepala sekolah menepuk pundakku—yang lebih berasa kayak gamparan. Kepala sekolah yang ramah… tapi… tunggu, rasanya dia menyebut nama kakek dengan akrabnya—disamping si kepala sekolah ini juga kakek-kakek tua berjenggot putih.
"Maaf, Pak… Anda kenal kakekku, ya?" tanyaku takut-takut. Oh, no. Si feeling tak sedap mulai merayap.
"Ohoho!" dia tertawa lagi. "Tentu aku kenal. Aku ini teman sekelasnya dulu waktu SMU. Kami teman akrab. Hm… tak kusangka, Toushizou malah jadi Yakuza besar yang menahlukkan daerah ini…."
"Apa?!" mataku membesar. "Me-menahlukkan… apa maksudnya?"
"Ohoho! Kakekmu di masa mudanya sudah menahlukkan daerah beserta sekolah ini. Ya… atas permintaannya, akulah yang mengelola sekolah ini. Hm… tak kusangka ia akan menyekolahkan cucunya di sekolah yang hampir tutup ini."
"Hampir tutup?!" seruku sembari memandang pemuda yang mengantarku tadi. Ngomong-ngomong aku belum tanya namanya.
"Makanya, Takuya Kanbara!" intonasi si kakek-er… Kepala Sekolah berubah tinggi. Telunjuknya menunjuk padaku, persis pose detektif yang sedang menunjuk maling jemuran. "Kuharap dengan masuknya kau kemari, sekolah ini akan hidup kembali, yeah!"
"Apanya?! Jangan sangkut pautkan aku dengan Kakek!" amukku kesal. Kutinggalkan ruangan kepala sekolah itu dengan juteknya. Aku dan Kakek, dimana-mana ngomongin kakek. Dan kenapa kakek yang tahu masalahku di sekolah yang lama malah menjebloskanku ke sekolah kekuasaannya ini? Tuha, apalah di balik semua rencanamu? Apa ada udang di balik Bakwan?
"Kouji, kejar dia!" seru si kakek sekolah-maksudku kepala sekolah. Oh, jadi nama pemuda itu Kouji. Bagus juga namanya—walau tidak sebagus namaku.
"Hoi, Takuya!" teriak Kouji. Ia mengejarku dari belakang. Aku tak peduli!
Sepanjang aku berjalan di koridor, murid-murid selalu meminggir. Semuanya memberi jalan padaku. Kulihat ada beberapa genk dan preman, tapi mereka malah langsung meminggir begitu melihat sosokku. Wajah mereka ketakutan namun tersirat rasa hormat. Eh… tunggu. Rasa hormat?!
"Jangan ngibrit begitu saja! Sini!" Kouji menarik lenganku kasar, dan menyeretku ke ruang kelasnya.
"Di sini kelas kita!" ujarnya sembari mendorongku kasar ke dalam kelas. Hm, teng kyu atas dorongannya! Akan kulaporkan ke bapakmu nanti!
Aku berdiri di depan kelas. Kulihat calon teman-teman sekelasku sudah kasak-kusuk menyiapkan tempat duduk untukku. Bangkuku rapi sekali! Bahkan beberapa siswa bertampang preman sampai menyiapkan kipas angin di atas mejaku.
"Takuya Kanbara!" seru mereka membuatku kaget. "Selamat datang di Houken Gakuen. Silahkan duduk!"
Mereka berjejer menunduk hormat. Aku dan Kouji menatap mereka heran. Beda… tapi sama! Di sekolah yang ini maupun yang dulu, aku selalu dianaktirikan dan dimusuhi lantaran mereka takut padaku. Di sekolah yang sekarang, mereka terlalu takut padaku sampai-sampai begitu hormat dan melayaniku.
Demi peri laut, Nereid. Demi master api, Agnimon. Di hari pertama saja aku sudah langsung ketahuan sebagai cucu Toushizou Kanbara—sang Yakuza. Apa yang akan terjadi denganku di sekolah ini? Apa kehidupan sekolah normal masih jauh dari dambaanku? Apa memiliki teman yang tak memandang status kakekku dapat kugapai? Apa jadian dengan Gita Ketawa akan kesampaian? Oke, abaikan mimpi terakhir. Siap-siap, Takuya! Kehidupan sok di-superior-in bakal mampir dan mencampuri kehidupanmu yang memang sudah diluar batas abnormal!
To Be Continued.
Note from meh:
*1. Gakuran: Seragam sekolah nasional siswa putra di Jepang. Berbentuk kemeja lengan panjang dengan kerah leher tinggi berwarna hitam, senada dengan celana panjangnya.
*Toushizou Kanbara: Sebenarnya nama kakek Takuya ini cuma karangan daku aja. Karena aku gak tau pasti official name-nya kakek Takuya. Nama Toushizou saiia ambil dari nama boneka gajah pink milik Hashiba Sora di anime Sukisho.
Abal! Gaje! Nista! Typo! Cerita ngawur dan ngaco! Hueeeeee!
Tapi saya bersyukur, karena draft dari fanfiksi ini ternyata masih tersimpan di CD backup. Yah… bagi yang sudah pernah baca Unscandal, pasti udah hapal, deh, sama ceritanya. Tapi…. Unscandal sebenarnya memiliki dua buah draft. Satu draft yang kemarin, dan satu lagi yang ini :D Jadi sekarang, saya pakai draft yang ini. Walaupun ada beberapa chapter yang sudah pasti sama, sih :DD
Tetap baca terus Unscandal, yah XD Semoga stress hilang dengan tertawa membaca fafiksi ini. Doakan saya terus konsisten mengisi kembali akun saya yang akhirnya bisa kuambil kembali :DD
Oh yeah! I don't need any flamers, okay? But nice constructive critism are allowed!
Review?
