Konnichiwa minna-san ^^

夢の意味(Yume no Imi; The Meaning of A Dream) by Kiki Suzuki

Disclaimer : Axis Powers Hetalia milik Himaruya-sensei

England x HK – Hurt/Comfort, bit of Humor *paling bingung nulis genre*

"Aku bukan milikmu lagi! 现在,我不属于你!"

AN : huooo… *ketawa setan* entah pair ini langgeng atau tidak gw ga tau tapi dengan ngeyelnya tetap bikin!! *menganut prinsip "yang beda itu menyenangkan!"*


"Arthur… Arthur…"

"Kau selalu tak paham akan perasaan kami!"

"Hentikaann!!"

Hah! Arthur membuka matanya. Kini ia berada di ranjangnya dan tertutup rapi dengan selimut. Sinar matahari menyorot masuk melalui jendela yang lebar.

"Mimpi itu lagi..." gumamnya sambil bangun. Tanpa ia sadari napasnya sedikit tersengal-sengal.

"Good morning~~!!!" suara nyaring nan cempreng itu menyambut Arthur ketika ia baru saja melangkah 1 cm keluar kamar. Arthur melirik si pemilik suara dengan kesal.

"Heh, pagi-pagi bikin ribut," gerutunya. "Tumben bangun duluan."

"Tentu saja, because I'm a hero!! Seorang hero harus membantu orang lain dengan membuatkan sarapan kepada fatherland-nya yang lumayan aneh ini."

PLAK!!!

"Hahaha, oke, oke. Bercandaku nggak bakal kelewatan lagi. Maaf." Alfred memegang kepalanya yang benjol terkena "kutukan" Arthur.

"Sudahlah, lupakan saja."

"Hmm?" tiba-tiba Alfred menyadari sesuatu. "Kau sakit? Tampaknya kau pucat sekali."

"Benarkah? Aku nggak merasa pucat, cuman merasa nggak enak badan."

"Sama aja. Kalau gitu mendingan tidur lagi saja deh."

"Nggak usah. Aku nggak apa-apa."

Arthur segera berganti baju dan menuju ruang makan. Maunya sarapan tanpa mempedulikan Alfred yang makin lama sepertinya makin cerewet itu, tapi apa daya dengan kondisi tubuhnya saat ini yang mulai kerasukan "hantu penyakit" itu dia hanya pasrah saja membiarkannya berbicara tanpa ketersediaan rem.

Tiba-tiba Arthur merasakan kepalanya berdenyut-denyut.

"Aduh!"

"Hei, kau tak apa-apa?" seru Alfred kaget.

"Uh... kayaknya kepalaku pusing..."

"Benar kan apa yang kubilang tadi, kau harusnya istirahat di kamar."

"Nggak usah! Aku ingin berjalan-jalan di kota saja."

"Eh? Baru kali ini aku lihat orang yang ketika sakit malah jalan-jalan di kota..." Alfred dengan lagak berpikir-bego-nya menyindir Arthur.

"CEPAT TEMANI AKU!! ATAU BAKAL KUSIHIR KAU JADI KOLEKSI TANAMAN PEMAKAN SERANGGAKU!!" Arthur memasang ekspresi yang paling menakutkan (menurutnya).

"I-Iya..." Alfred bergidik ngeri.


Karena cuaca yang cukup cerah, di kota hari itu banyak orang yang berlalu-lalang. Alfred memaksa dirinya untuk menikmati pemandangan kota, menemani Arthur. Padahal rencananya hari itu dia hendak main game pemberian Kiku minggu lalu. Dan Arthur sendiri sepertinya juga tak terlalu menikmatinya. Namun sedikit demi sedikit wajahnya cerah kembali.

Tiba-tiba Arthur melihat sesosok negara duduk sendirian di depan bangunan tua dan kosong. Begitu pula dengan tatapannya, kosong tak bermakna. Tanpa pikir panjang ia langsung menghampiri negara itu.

"Arthur, kau kenal dengannya?" tanya Alfred.

"Tidak," sahutnya. "Aku cuma penasaran saja."

Negara itu menyadari ada orang yang menghampirinya. Tanpa ekspresi kaget sekalipun ia menatap Arthur dan Alfred.

"Umm... kulihat kau sendirian di sini. Nggak bersama teman?" tanya Arthur berusaha seramah mungkin pada remaja berambut hitam pekat itu. Alfred juga berusaha menahan ketawanya karena Arthur yang galak-nan-bermulut-kasar bisa selembut itu di depan orang yang bahkan nggak dikenalnya.

"...Nggak..." sahut negara itu.

"Kalau begitu mau ikut kami? Kami sebenarnya juga jalan-jalan di sini. Tapi melihat kau sendirian di sini, kami jadi kasihan padamu."

"...Terima kasih. Tapi aku nggak boleh bersama orang yang nggak dikenal..."

"Nggak usah khawatir. Kami bukan orang yang jahat kok. Ayolah, daripada kau cuma bengong di sini." Arthur terus membujuk. Alfred terus menahan ketawanya yang kalau dilepas mungkin bisa terdengar sampai radius puluhan kilometer

Akhirnya negara itu menurut. Ia bangkit dari duduknya dan mengiringi jalan orang beralis-tebal di sampingnya. Sepertinya Arthur lupa kalau dia membawa Alfred.

"...Maaf... temanmu yang sedang ngakak guling-guling di jalan itu nggak kau bawa juga?" tanya negara itu datar sambil menunjuk-nunjuk Alfred.

"ASTAJIM! Woi! Sini kau! Kenapa malah ketawa nggak jelas begitu?!!" Arthur yang bagaikan kesambar tangan Dewa Zeus langsung meneriaki Alfred yang mukanya sudah kebiruan karena kena sindrom ketawa yang cukup parah (stadium akhir).

Beberapa menit lamanya mulut mereka terkunci oleh aura canggung. Namun setelah berdeham sedikit, Arthur membuka percakapan.

"Sepertinya kau bukan penduduk asli sini. Dari mana kau berasal?"

"Umm... sebenarnya aku berasal dari Asia. Namaku Hong Kong. Aku memang nggak punya keluarga sih..."

"Oh, maaf, bukan urusanku mengetahui hal-hal mengenai keluargamu. Itu privasimu, ya kan? Lalu kenapa bisa sampai sini? Bukankah Asia itu jauh sekali?"

"Ya, bisa dibilang begitu. Aku ini tak tahu arah, berjalan terus hingga sampai sini. Terlunta-lunta."

Kata hatiku seakan menyuruhku untuk merawatnya... menjadikannya jajahanku yang baru... batin Arthur. Dalam mimpiku memang benar dia muncul di antara negara-negara jajahanku yang berontak ingin merdeka... tapi aku tidak pernah mengenalnya. Apa benar sebaiknya kujadikan dia jajahanku saja, ya? Kasihan dia, sendirian di dunia yang besar ini. Lagian aku penasaran wajah aslinya seperti apa, kelihatannya dia seperti hendak ke pesta topeng.

"...Maaf?" tanya Hong Kong.

"Ah, maaf aku melamun. Jadi, karena kau tak punya rumah, bagaimana kalau kau tinggal di rumah kami?"

"'Kami'? Maksudnya kau dan orang berkacamata itu?"

"Ya. Mau kan?"

"...Baiklah." Hong Kong menunduk. "...Sebelumnya terima kasih."

"Sama-sama. Memang sesama negara itu harus menolong satu sama lain."

Merasa dicuekin, Alfred menyikut pinggang Arthur. "Sejak kapan kau punya kata-kata itu?"

"Baka! Itu bujukan yang selalu kuberikan untuk negara yang akan kujadikan jajahan tau! Termasuk pada kau waktu kau masih kecil! Nggak ingat ya?"

"Lupa."


"Hong, maukah kita minum teh di beranda? Bulan bersinar terang malam ini, sayang kalau dilewatkan," ajak Arthur pada Hong Kong yang sibuk melihat buku-buku perpustakaan miliknya.

"Boleh. Si kacamata itu?"

"Oh, dia sih nggak doyan. Biarkan saja dia main game di kamarnya. Sepertinya dia balas dendam, pagi tadi kuajak dia menemaniku jalan-jalan di kota padahal rencananya dia hendak main game."

"Oh."

Dengan perilaku yang mungkin menurut Alfred sangat-tidak-biasa bagi seorang Arthur, si-alis-tebal itu menuangkan teh di cangkir Hong Kong. Ia seperti agak enggan meminumnya, setelah melirik ke arah Arthur yang asyik menyeruput tehnya, ia ikut-ikutan.

"Aku mau bertanya sesuatu." Hong Kong membuka pembicaraan sambil memandang tehnya.

"Ya, silakan."

"Apa yang mendorongmu untuk mengajakku tinggal di rumahmu?"

"Eh? Umm... ha-hanya kasihan saja melihatmu."

Sepertinya firasatnya tajam sekali, kelihatan dari raut mukanya, batin Arthur. Berusaha untuk tidak menunjukkan alasan sebenarnya dia memungut Hong Kong.

"Oh. Sebegitu menarikkah aku menurutmu?"

Di balik muka-tanpa-ekspresi itu ternyata dia narsis juga... tapi gawat kalau dia sampai tahu alasanku itu karena sebenarnya aku juga penasaran sama topengnya itu, batin Arthur lagi.

"Umm... hatiku hanya tergerak untuk menolong saja. Sudahlah, ayo minum lagi! Kau mau tambah?"

"Boleh." Hong Kong dengan sedikit gugup menyerahkan cangkirnya.


+TSUDZUKU+

*bows* hontou ni gomennasai, para sensei tercintaaa!!! di saat semuanya sibuk mempersiapkan diri untuk menghadapi UN, siswi yang bodohnanpolos *taboked* ini malah sibuk di depan kompi untuk menulis penpik gaje ini!!! aarrrghh.........!! *nangis darah*

*memukuli diri sendiri* kesenengan USUK ya jadilah begini hehe

*second bows* maka sebagai hukuman, kritikan pedas sepedas wasabi sangat dibutuhkan!

doumo arigatou gozaimasu!