WELCOME BABY
BTS fafiction
Characters belongs to God, BTS belongs to Bighit
Minyoonhoon
Jimin-Yoongi-Jihoon
...Welcome Baby...
[1] YURIKAGO
Jimin bukannya tidak bisa melakukan hal-hal yang berbau pertukangan seperti membereskan masalah kran mampet, pintu yang engselnya rusak, atau juga memanfaatkan bekas peti kemas jadi furnitur. Bukannya ia tidak bisa, ia mampu, hanya kurang motivasi untuk melakukannya. Bahkan Yoongi lah yang kadang melakukannya sendiri—pada awalnya, hingga Jimin akhirnya termotivasi untuk menggantikan pekerjaan yang tidak seharusnya dilakukan oleh istrinya itu. Iya, suami macam mana yang membiarkan istrinya berteman dengan palu dan gergaji?
.
Di siang yang cerah itu Jimin tengah sibuk di halaman belakang rumahnya. Ia hendak membuat sebuah ayunan untuk Yoongi yang sedang hamil 8 bulan lewat seminggu. Permintaannya aneh memang. Biasanya ibu hamil hanya minta hal-hal sepele—ya walau sama anehnya tetap sepele—seperti ingin sekali makan sesuatu tengah malam, atau jadi obsesif pada barang tertentu. Tapi yang diminta Yoongi adalah sebuah ayunan. Ingin naik ayunan di belakang rumah, katanya. Disuruh main saja di taman sekitar kompleks tempat tinggalnya ia tidak mau. Ia hanya ingin ayunan yang tergantung di pohon yang berdiri di halaman belakang rumahnya sendiri. Jadilah Jimin—dengan sangat memaksakan motivasinya—membuat ayunan itu. Ia memotong kayu untuk dudukannya, mengampelasnya, membeli tambang untuk gantungannya, dan merangkainya sedemikian rupa hingga jadilah sebuah ayunan. Jimin hanya tinggal mengikat sebelah tambang lagi sampai ayunan itu benar-benar selesai. Barusan ibu jarinya tergores kulit pohon, jadi ia mengemutnya perih.
"Yoongs... Jiminnie butuh plester...!" rengeknya dengan sedikit berteriak. Ia mengacungkan ibu jarinya. Yoongi yang tengah duduk santai di tangga sambil memakan semangkuk stroberi itu agak mengerutkan dahi.
"Ambil sendiri! Aku malas jalan!" teriaknya tak kalah kencang. Ketus sekali. Ia tidak peduli pada suaminya dan malah melanjutkan acara makanya yang terganggu. Satu buah stroberi yang ukurannya cukup besar ia masukkan ke dalam mulutnya bulat-bulat hingga pipinya menggembung.
Jimin cemberut. Ia baru ingat juga kalau Yoongi sekarang sudah sulit berjalan dengan perut besarnya. Iya jadi pantas-pantas saja kalau si kura-kura itu semakin malas bergerak.
"Ya sudah nanti saja, tanggung."
Akhirnya Jimin kembali pada pekerjaannya yang belum beres. Lebih baik menyelesaikanya dahulu. Urusan jempol terluka biar ia urus belakangan. Menurut Jimin, berjalan ke dalam rumah, mencari kotak P3K dan memasang plester kemudian kembali lagi mengerjakan ayunan terlalu membuang waktu dan tenaga. Ah, sepertinya Jimin tertular hemat energi dari Yoongi.
Sementara Jimin bersusah payah mengikat tambang itu, Yoongi menjadi penonton setianya. Setia duduk tanpa membantu. Di sela kunyahannya dia terkikik geli mengingat dulu Jimin susah sekali disuruh mengerjakan hal seperti ini. Kalau dicontohkan baru mau. Yoongi sebetulnya lelah harus marah-marah dahulu sampai Jimin mau bergerak. Ia inginnya Jimin lah yang selalu berinisiatif. Tapi apalah daya, ia menikahi orang yang terlalu cuek seperti Jimin. Sekarang, rasa-rasanya Yoongi seolah melakukan sebuah pembalasan dendam yang manis—sebetulnya tak sengaja, tapi boleh juga disebut begitu.
"Ikat yang kuat, kalau kau mengikatnya seperti itu aku bisa jatuh! Kau mau aku dan Jihoon jatuh dari ayunan? Kan konyol!" cibirnya.
"Iya, iya! Aku akan mengikatnya dengan sangat kencang supaya istriku tercinta dan Jihoon sayangku tidak jatuh! Begini?!" Jimin berteriak dan mengikat simpul tambang itu dengan sekuat tenaga hingga Yoongi bisa melihat otot-otot lengan lelaki itu menegang. Lelaki itu hanya mendongak dan menghela napas sepanjang-panjangnya. Lucu memang, marahnya Jimin selalu tak tuntas padanya. Yoongi tertawa puas.
"Iya begitu, bagus, bagus. Suamiku memang pintar." puji Yoongi main-main. Ia mengacungkan garpunya.
Jimin mendelik. Andai duduk Yoongi dekat dengannya, ia yakin seribu kecupan akan ia hujamkan ke wajah berseri itu. Ia akan mengecup Yoongi sampai istrinya itu memohon untuk berhenti.
"Kau tidak mau kemari untuk mencoba ayunannya? Aku menunggu, ini." Jimin menghela napas dan melambaikan tangannya meminta Yoongi untuk mendekat. Ia sudah terlalu lelah untuk berjalan dan akhirnya memilih duduk di rumput.
Yoongi kemudian bangkit dari duduknya dengan antusias. Walau Jimin tak membantu, tapi ia memerhatikan gerakan ibu hamil itu. Yonggi bangun dengan berpegangan pada tepian tangga dan menumpu berat badannya di satu tangan, sementara tangan yang lain masih memegang mangkuk. Satu kakinya terjulur ke tanah terlebih dulu, dan kaki lainnya menyusul setelah ia berdiri. Baiklah, cara yang bagus. Untunglah dia tidak serampangan hingga ia tak harus sampai kehilangan keseimbangan dan jatuh.
Lelaki cantik berambut blonde itu berjalan dengan tangan di pinggang. Ia tidak mengenakan alas kaki, tapi justru terlihat menarik karena warna kulit cerahnya kontras dengan warna rumput yang hijau. Saat Yoongi semakin dekat, Jimin berdiri untuk menggapainya.
"Bagaimana?"
"Aku tak menyangka kau benar-benar bisa membuatkanku ayunan seperti ini." kali ini pujiannya bukan lagi bualan seperti tadi. Ada sirat takjub dari matanya yang berbinar. Lengkung senyumnya membuat pipi gembil itu terangkat dengan manisnya. Jimin senang jika ia memang telah berhasil memenuhi permintaan yang tersayangnya. Ia ikut tersenyum hingga matanya teggelam. "Kau mau coba naik—?"
Saat Jimin bertanya, Yoongi tiba-tiba menyumpal mulut terbukanya dengan sebuah stroberi.
"Pergi minum dan lap keringatmu dulu sana." titahnya. Tapi senyum manisnya masih bertengger. "Aku akan duduk di sini sampai kau kembali, jadi cepatlah. Nanti kau yang dorong ayunannya."
Jimin mengangguk patuh sambil mengunyah stroberi itu. Ia mengasak rambut berantakannya dan melenggang pergi memasuki rumah untuk minum. Jimin sudah biasa jadi penurut kalau Yoongi yang memberi titah. Bukannya karena istrinya itu lebih tua, tidak. Jimin hanya tak ingin mendengar omelan Yoongi yang kelewat panjang itu kalau dia tak menurut. Seperti ketika ia tak mau makan wortel dan Yoongi memarahinya seharian penuh.
"Kau mau kubawakan minum juga tidaak?" teriak Jimin di ambang pintu.
"Tidakk!"
Yoongi duduk di ayunan itu dengan hati-hati. Ia memengangi tambang di sisiannya dengan sebelah tangan, sembari menengadah melihat pada dahan pohon yang ia yakin kokoh untuk menopangnya. Ia menggunakan kakinya untuk membuat dorongan kecil, hanya supaya ayunannya bergerak sedikit. Ia tertawa-tawa sendiri saking bahagianya naik ayunan.
"Jihoonie apa kau senang? Jiminnie membuatkan kita ayunan." Yoongi mengelus perutnya seolah bayi di dalam sana bisa mendengar. Sejak hasil USG-nya sudah pasti laki-laki, ia dan Jimin sepakat menamai anaknya Jihoon. Maka sampai sekarang mereka selalu memanggil si jabang bayi begitu.
"Yoongiiiiiiiii!"
"Apaaaa?!" mood baik Yoongi seketika hancur saat mendengar teriakan nyaring Jimin. Astaga, bisa saja suaminya itu merusak suasana.
"Kita tidak punya plester, apa? Jempolku terlukaa!"
"Kalau tidak ada ya berarti tidak punyaaa!" Yoongi berteriak. Kesal sekali.
Tak lama Jimin kembali dengan wajah masamnya. Wajahnya sama seperti ketika Yoongi iseng mencabut sehelai bulu kakinya dulu. Tapi sebagaimana pun marahnya Jimin pada Yoongi, dia sudah tahu kalau suaminya itu terlalu cinta padanya hingga rela menjadi masokis yang selalu tersiksa. Nasib adalah pilihan, jika Jimin mengeluh akan nasibnya berarti ia tak sadar diri siapa yang sudah memilih menikah dengang ratu tega seperti Yoongi.
"Senyum sedikit, kenapa? Kau tidak ikut senang lihat istrimu bahagia, huh?" Yoongi mencolek pinggang Jimin—colek disini berarti tusuk dengan tenaga.
"Aku capek." ketusnya.
"Oohh... kau capeek... kemari, duduk sini kalau kau capek." Yoongi menggeser bokongnya karena sebetulnya ayunan itu cukup untuk duduk dua orang, meski sempit. Tapi diajak olehnya pun Jimin malah diam saya, dengan tampang tak yakin.
"Aku takut dahannya patah kalau aku juga duduk di situ."
"Dahannya kuat, kau tidak ingat dulu kau sering memaksaku memanjat ke atas sana untuk melihat bintang?"
"Serius, aku takut dahannya patah."
"Bilang saja aku terlalu gendut sampai kau takut menambah bebannya lagi."
Jimin nyengir secara otomatis. Pria jujur ini memang tak bisa berbohong di depan istrinya, meski ia harus mendapat deathglare paling menyeramkan sekaligus paling cantik sejagat raya.
"Kau saja yang duduk di situ, biar aku yang dorong ayunanmu." Jimin berjalan ke belakang Yoongi.
"Kalau begitu dorong sekarang."
"Iya, princess."
"Ei, aku bukan princess."
"Iya, ratu."
Yoongi mendelik
"Iya, yang mulia."
"Jim, hentikan."
"Baik, hamba berhenti."
"Jimin."
"Apa sayang?"
"Kapan kau akan mendorongnya?"
"Setelah aku menciummu."
Cup! Dan Yoongi mendapat satu ciuman rasa jeruk dari suaminya itu. Ciuman hasil curian. Yang rasa jeruknya pasti dari sirup yang dia minum. Jimin tertawa puas atas kebehasilannya menjarah bibir tipis nan lembut milik Yoongi, sementara yang dijarah wajahnya sudah semerah sroberi.
Jimin tidak romantis. Tapi justru Yoongi selalu merona karena ketidak romantisan lelaki itu.
"Dorong yang kuat..." pintanya malu.
...Welcome Baby...
CONTINUED
Haai... saya kembali dengan ff baruuu kekekekeke. Setelah beberapa ff Minyoon yang depresif saya coba-coba bikin yang ringan nih, semoga ngga bikin sakit kepala kaya ff saya yang lain-lainnya yaa...
Ini cerita sebetulnya terinspirasi dari foto-foto Yoongi pas lagi masa promosi Springday, iya, yang dia pakai baju kegedean, yang saking kegedeannya badannya jadi tenggelam, dan anehnya dia malah jadi keliatan kaya lagi pake baju hamil wkwkwk *gaploked*
Udah gitu saya juga paling seneng sama model rambutnya Yoongi di mv Agust D, dewasa tapi feminin banget kekekeke *gaploked lagi* jadi di sini saya pakenya Yoongi yang blonde sama Jimin era Run. Mereka lutjuuu.
